168. AGLAE DI RUMAH MARIA DI NAZARET.  


20 Mei 1945. Pentakosta.

Maria sedang mengerjakan sepotong kain dengan tenang. Kala itu senja hari, semua pintu tertutup, sebuah lampu dengan tiga nyala api menerangi kamar yang kecil itu di Nazaret, teristimewa meja di mana sang Perawan sedang duduk. Kain itu, mungkin seprei, terjuntai dari dada dan dari lutut-Nya ke lantai, sehingga Maria, Yang mengenakan gaun berwarna biru tua, tampak seolah muncul dari suatu gundukan salju. Ia sendirian. Ia menjahit dengan cekatan, kepala-Nya menunduk di atas pekerjaan-Nya, dan sinar lampu menyebabkan bagian puncak rambut-Nya bersinar dengan warna emas pucat. Bagian wajah lainnya terkena sebagian cahaya lampu.

Sunyi senyap di kamar yang rapi itu. Tak terdengar suara baik dari jalanan, yang sepi pada waktu malam, atau dari kebun sayur-mayur dan buah-buahan. Pintu berat dari ruangan di mana Maria bekerja, di mana Ia bersantap dan menerima teman-teman-Nya, dan yang terbuka ke kebun sayur-mayur dan buah-buahan, tertutup, sehingga bahkan suara gemericik sumber mataair yang masuk ke dalam kolam pun tak terdengar. Sungguh malam yang sunyi senyap. Aku bertanya-tanya apakah yang sedang dipikirkan Maria sementara tangan-Nya bekerja dengan cekatan…

Ada ketukan samar di pintu utama. Maria mendongak dan mendengarkan… Ketukan itu begitu samar hingga Maria tentunya berpikir bahwa itu disebabkan oleh binatang malam atau oleh angin dan Ia menundukkan kepala-Nya kembali ke atas pekerjaan-Nya. Tapi ketukan itu berulang dan lebih keras. Maria berdiri dan menuju pintu. Sebelum membukanya Ia bertanya: "Siapakah yang mengetuk?"

Suara yang lirih menjawab: "Seorang perempuan. Dalam nama Yesus, kasihanilah aku."

Maria segera membuka pintu dengan mengangkat lampunya untuk melihat si peziarah. Ia melihat setumpukan kain, dari mana tak seorang pun tampak. Setumpukan kain malang, yang membungkuk sangat dalam dan berkata: "Salam! Bunda-ku!" dan lalu sekali lagi: "Dalam nama Yesus, kasihanilah aku."

"Masuklah dan katakan pada-Ku apa yang kau inginkan. Aku tidak mengenalmu."

"Tak seorang pun dan kendati demikian banyak yang mengenalku. Yang Jahat mengenalku. Dan Yang Kudus mengenalku. Tapi sekarang aku membutuhkan Belas-kasihan untuk membuka tangan-Nya padaku. Dan Engkau adalah Belas-kasihan…" dan dia menangis.

"Jadi, masuklah… Dan katakan pada-Ku… Kau telah cukup berbicara untuk membuat-Ku mengerti bahwa kau tidak bahagia… Tapi Aku belum tahu siapakah kau. Namamu, saudari…"         

"Oh! bukan! Bukan saudari! Aku tidak mungkin menjadi saudari-Mu… Engkau adalah Bunda dari Yang Baik… aku… aku… Yang Jahat…" dan tangisnya semakin keras di bawah mantolnya, yang sepenuhnya membalut tubuhnya.

Maria meletakkan lampu di atas sebuah kursi; dia meraih tangan perempuan tak dikenal yang berlutut di ambang pintu itu dan memaksanya berdiri.

Maria tidak mengenalnya… tapi aku mengenalnya. Dia adalah perempuan Bekerudung di Air Jernih.

Dia berdiri, depresi, gemetar, terguncang-guncang oleh isak-tangisnya, dan meski begitu masih enggan masuk. Dia berkata: "Aku seorang yang tidak mengenal Allah, Bunda-ku. Aku ini cemar, bagi kalian orang-orang Yahudi, bahkan meski andai aku kudus. Aku cemar dua kali lipat sebab aku seorang pelacur."

"Jika kau datang pada-Ku, jika kau mencari PutraKu melalui Aku, kau hanya bisa sebentuk hati yang bertobat. Rumah ini menyambut mereka yang namanya adalah Penderitaan" dan Ia membimbingnya masuk, menutup pintu, menempatkan lampu di atas meja, dan memintanya untuk duduk dan berkata: "Bicaralah."

Tapi perempuan Berkerudung tidak mau duduk; dengan masih membungkuk, dia terus-menerus menangis. Maria ada di hadapannya, lemah lembut dan bak ratu. Ia menanti, berdoa, sampai dia tenang. Keseluruhan perilaku-Nya mengatakan padaku bahwa Ia sedang berdoa, meski tak suatu pun dalam sikap-Nya yang mengambil bentuk doa: baik kedua tangan-Nya yang sepanjang waktu itu menggenggam tangan mungil si perempuan Berkerudung, pula bibir-Nya yang terkunci rapat.

Pada akhirnya, tangisnya pun mereda. Perempuan Berkerudung menyeka wajahnya dengan kerudungnya dan lalu berkata: "Dan meski begitu aku tidak datang dari tempat yang sangat jauh hingga tak dikenal. Inilah saat penebusanku dan aku harus menyingkapkan diriku… untuk memperlihatkan betapa banyak luka yang menembusi hatiku. Dan Engkau seorang ibunda… dan BundaNya… Oleh karenanya, Engkau akan berbelas-kasihan kepadaku."

"Ya, putri-Ku."

"Oh! ya! Sebut aku putri! Aku punya seorang ibu dan aku meninggalkannya… Kemudian diberitahukan kepadaku bahwa dia meninggal dunia karena patah hati. Aku punya seorang ayah… dia mengutukku dan dia mengatakan pada orang-orang di kota: 'Aku tidak lagi punya seorang putri.'" (Dia kembali menangis dengan lebih pahit. Maria menjadi pucat oleh duka, tapi menempatkan tangan-Nya di atas kepalanya guna menghiburnya.) Perempuan Berkerudung melanjutkan: "Tak seorang pun akan menyebutku lagi putri!... Ya, belailah aku seperti itu, seperti yang biasa dilakukan ibuku ketika aku masih murni dan baik… Ijinkan aku mencium tangan-Mu dan menyeka airmataku dengannya. Airmataku saja tidak akan membasuhku. Betapa banyak aku menangis ketika aku sadar! - Juga sebelumnya aku biasa menangis, sebab sungguh mengerikan menjadi bukan apa-apa selain daging, dianiaya dan dihinakan oleh lelaki. Tapi itu adalah airmata dari seekor binatang yang diperlakukan dengan kejam yang membenci dan memberontak terhadap dia yang menyiksa dan semakin mencemarkannya… sebab aku berganti tuan, tapi aku tidak berganti sifat kebinatangan… Aku terus-menerus menangis selama delapan bulan… sebab aku sudah mengerti… aku mengerti kemalanganku dan kebejatanku, aku dibalut dan dirasuki dengannya dan aku merasa jijik… Tapi airmataku, meski semakin sadar, belum membasuh aku. Mereka bercampur dengan kebejatanku dan tidak membasuhnya bersih. Oh! Bunda! Hapuslah airmataku dan aku akan menjadi sangat bersih hingga dapat pergi menghampiri Juruselamat-ku!"

"Ya, putri-Ku, ya, Aku akan melakukannya. Duduklah. Sini, dekat-Ku. Dan berbicaralah dengan tenang. Tinggalkan bebanmu di sini, di atas lutut keibuan-Ku," dan Maria duduk.

Tetapi perempuan Berkerudung menjatuhkan diri ke tanah di depan kaki-Nya, sebab dia ingin berbicara kepada-Nya seperti itu. Ia mulai dengan perlahan: "Aku berasal dari Sirakusa… Aku duapuluh enam tahun… Aku putri seorang bendahara, sebagaimana kalian akan menyebutnya, kami menyebutnya seorang procurator, dari seorang Romawi terpandang yang kaya-raya. Aku adalah putri tunggal. Hidupku bahagia. Kami tinggal di tepi laut, di sebuah vila indah, di mana ayahku bekerja sebagai bendahara. Terkadang pemilik vila, atau istrinya atau anak-anaknya, datang. Mereka memperlakukan kami dengan sangat baik dan bersikap sangat baik terhadapku. Anak-anak perempuannya biasa bermain bersamaku… Ibuku bahagia dan… bangga terhadapku. Aku cantik… cerdas dan aku berhasil dalam segala yang aku kerjakan… Tapi aku lebih menyukai hal-hal yang bodoh daripada hal-hal yang baik. Ada sebuah teater terkenal di Sirakusa. Teater termashyur… Indah… sangat besar… Teater itu digunakan untuk pertandingan dan permainan… Para mimer banyak dipekerjakan dalam komedi dan tragedi yang ditampilkan di sana. Mereka memberikan penekanan arti pada pagelaran tari dan nyanyi melalui tarian bisu mereka. Engkau tidak tahu… tapi juga lewat tangan-tangan kami atau melalui gerakan-gerakan tubuh kami, kami dapat mengekspresikan perasan-perasaan dari seorang yang galau oleh nafsu. Para pemuda dan para gadis belia dilatih sebagai mimer di sebuah sekolah khusus. Mereka harus seelok dewa-dewi dan selincah kupu-kupu… Aku suka pergi ke semacam tempat tinggi dan melihat ke bawah ke tempat itu, melihat para mimer menari. Aku lalu menirukan mereka di padang-padang rumput berbunga, di pasir-pasir keemasan negeri kami, di kebun vila. Aku bagai sebuah patung artistik, atau angin lembut yang berhembus sepoi-sepoi, begitu pandai aku dalam menampilkan postur-postur tinggi indah atau melayang nyaris tanpa menyentuh tanah. Teman-temanku yang kaya mengagumiku… ibuku bangga terhadapku…"

Perempuan Berkerudung berbicara, mengenang, melihat dan melamunkan masa lalunya dan menangis. Isak-tangisnya bagai koma-koma dalam perkataannya.

"Suatu hari… bulan Mei… Seluruh Sirakusa mekar dengan bunga-bunga. Perayaan-perayaan baru saja selesai dan aku terpikat oleh suatu tarian yang dipentaskan di teater… Pasangan pemilik vila mengajakku ke sana bersama putri-putri mereka. Aku berumur empatbelas tahun… Dalam tarian itu para mimer, yang berperan sebagai peri-peri musim semi yang berlari untuk memuja Ceres, menari dengan bermahkotakan bunga-bunga mawar dan berbusanakan bunga-bunga mawar… Hanya bunga-bunga mawar sebab pakaian mereka hanyalah pembalut tubuh yang sangat tipis, suatu jaring bertabur bunga-bunga mawar… Sementara menari mereka tampak bagai Hebe [= dewi kemudaan bangsa Yunani] bersayap, sangat ringan dan lemah gemulai kian kemari, sementara tubuh mereka yang indah terlihat melalui jaring-jaring pembalut tubuh mereka yang berbunga-bunga, yang berkibar-kibar bak sayap-sayap di belakang mereka. Aku mempelajari tarian itu… dan suatu hari… suatu hari"…      

Perempuan Berkerudung menangis semakin keras… Dia lalu menenangkan diri.

"Dulu aku cantik. Sekarang masih. Lihatlah." Ia berdiri menarik lepas kerudungnya ke belakang dan membiarkan mantolnya yang besarnya jatuh. Dan aku tercengang melihat Aglae muncul dari pakaian yang ditanggalkannya. Dia cantik, juga dalam pakaian sederhananya, dengan tatanan rambut kepang sederhana, tanpa perhiasan apapun, tanpa pakaian yang semarak. Tubuhnya sungguh bak bunga, ramping dan sempurna, dengan raut wajah cokelat muda yang jelita dan mata lentik berbinar.

Dia berlutut kembali di depan Maria. "Aku cantik, sayangnya. Dan aku gila. Pada hari itu aku mengenakan jaring pembalut tubuh, anak-anak perempuan tuan tanah kami membantuku sebab mereka suka melihatku menari… Aku mengenakan jaring berwarna pantai keemasan, menghadap ke laut biru. Di pantai sepi itu ada bunga-bunga liar putih dan kuning, dengan harum tajam almond, vanilla, dan tubuh-tubuh bersih manusia. Gelombang harum mewangi datang juga dari kebun-kebun sitrus dan kebun-kebun mawar di Sirakusa yang menebarkan harum, pula lautan dan pasir di pantai; matahari menyerap harum-haruman dari semuanya… suatu kepanikan terlintas dalam benakku. Aku merasa seolah aku adalah seorang peri juga, dan aku hendak memuja… siapa? Bumi yang subur? Matahari yang produktif? Aku tidak tahu. Seorang kafir di tengah orang-orang kafir, aku pikir aku akan menyembah Hasrat, raja lalimku, yang tak aku ketahui aku miliki, tapi yang lebih berdaya kuasa dari seorang dewa… Aku mengenakan mahkota dari bunga-bunga mawar yang aku petik di kebun… dan aku menari. Aku terpikat oleh cahaya, wewangian, oleh kesenangan menjadi seorang yang muda, lincah dan cantik. Aku menari… dan aku diperhatikan. Aku melihat bahwa aku sedang diamati. Tapi aku tidak malu tampil telanjang di hadapan sepasang mata rakus seorang laki-laki. Sebaliknya, aku menikmatinya dengan menari terlebih hidup. Kepuasan dari dikagumi memberikan sayap-sayap pada kakiku. Dan itu adalah kehancuranku. Tiga hari kemudian aku ditinggalkan seorang diri sebab tuan rumah pergi untuk kembali ke kediaman ningrat mereka di Roma. Tapi aku tidak tinggal di rumah… Sepasang mata penuh kekaguman telah menyingkapkan sesuatu yang lain padaku, melebihi tarian… Sepasang mata yang menyingkapkan sensualitas dan sex."

Maria membuat gerak tubuh tak disengaja yang mengungkapkan kejijikan, yang terlihat oleh Aglae. "Oh! tapi Engkau murni! Mungkin aku telah membuat-Mu jijik…"

"Bicaralah, putri-Ku. Lebih baik jika kau menceritakannya kepada Maria daripada kepada-Nya. Maria adalah samudera yang membasuh…"

"Ya, lebih baik jika aku mengatakannya pada-Mu. Aku sendiri berpikir demikian setelah aku mendengar bahwa Ia punya seorang Bunda... Sebab sebelumnya, melihat-Nya sungguh berbeda dari semua laki-laki lainnya, satu-satunya lelaki yang sepenuhnya rohani - sekarang aku tahu bahwa ada roh dan apa yang - sebelumnya aku tak akan dapat mengatakan apa yang telah dilakukan PutraMu, sebab Ia tanpa sensualitas meski Ia seorang laki-laki, dan dari diriku sendiri aku pikir bahwa Ia tidak punya seorang ibu, tapi Ia telah turun ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang-orang yang terpuruk mengerikan yang dari antaranya aku adalah yang terpayah.

Setiap hari aku kembali ke tempat itu berharap untuk bertemu dengan pemuda berkulit hitam yang tampan itu… Dan sesudah beberapa waktu aku melihatnya lagi…

Dia mengatakan padaku. Dia berkata kepadaku: 'Ayo ke Roma bersamaku. Aku akan membawamu ke istana kerajaan, kau akan menjadi mutiara Roma.' Aku menjawab: 'Ya. Aku akan menjadi istrimu yang setia. Datang dan temui ayahku.' Dia tertawa mengejek dan menciumku. Dia berkata: 'Bukan istriku. Tapi kau akan menjadi dewi dan aku imammu dan aku akan menyingkapkan rahasia-rahasia hidup dan kesenangan padamu.' Aku sepenuhnya dimabuk cinta, kala itu aku seorang gadis belia. Tapi meski masih muda, aku tahu kehidupan seperti apa itu… aku cerdas, aku dimabuk cinta, tapi tidak bejat… dan aku jijik dengan tawarannya. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan aku lari pulang… Tapi aku tidak berbicara kepada ibuku mengenainya… dan aku tidak melawan godaan untuk menemuinya lagi… Ciuman-ciumannya membuatku semakin terpikat lebih dari sebelumnya… Dan aku pulang… Aku hampir tiba di pantai yang sepi itu ketika dia memelukku dan menciumku penuh nafsu, dengan hujan ciuman-ciuman, dengan bujuk rayu cinta, dengan pertanyaan: 'Bukankah semuanya ada dalam cinta ini? Bukankah ini lebih manis dari suatu ikatan? Apakah lagi yang kau inginkan? Dapatkah kau hidup tanpa ini?'

Oh! Bunda… aku minggat sore itu juga bersama bangsawan mesum itu… dan aku menjadi keset yang diinjak-injak oleh kebinatangannya… Aku bukan seorang dewi: tapi lumpur. Bukan mutiara: tapi sampah. Hidup tidak disingkapkan padaku, melainkan kecemaran hidup, kekejian, kejijikan, sakit, aib, kemalangan tak terperi sebab bahkan tidak menjadi milikku sendiri… Dan lalu… sama sekali terpuruk. Sesudah enam bulan pesta pora, dia menjadi bosan denganku dan berlalu dengan hubungan-hubungan cinta gelap yang baru dan aku hidup di jalanan. Aku memanfaatkan sebaik-baiknya bakat menariku… Aku sudah tahu bahwa ibuku telah meninggal dunia karena patah hati dan bahwa aku tak lagi punya rumah atau ayah… Seorang guru tari menerimaku di akademinya. Ia menyempurnakanku… dia menikmatiku… dan dia menyodorkanku pada bangsawan Romawi yang rusak sebagai sekuntum bunga yang ahli dalam segala seni sensual. Bunga yang sudah kotor jatuh ke kubangan. Selama sepuluh tahun aku jatuh semakin terpuruk ke dalam jurang. Aku lalu dibawa ke sini untuk menghibur waktu santai Herodes dan aku dipekerjakan di sini di bawah seorang tuan baru. Oh! Tak ada anjing dirantai yang lebih terbelenggu dari salah seorang dari kami! Dan tidak ada seorang pelatih anjing yang lebih brutal dari laki-laki yang menguasai seorang perempuan! Bunda… Engkau gemetar! Aku memenuhi Engkau dengan kengerian!"

Maria telah menempatkan tangan-Nya ke hati-Nya, seolah hati-Nya telah dilukai. Tapi Ia menjawab: "Tidak, bukan kau. Yang Jahat, yang adalah tuan yang begitu berkuasa di bumi, yang membuat-Ku ngeri. Teruskan, anak-Ku yang malang."

"Dia membawaku ke Hebron. Apakah aku bebas? Apakah aku kaya? Ya, sebab aku tidak dalam penjara dan aku dibalut perhiasan. Tidak, aku tidak bebas dan tidak kaya, sebab aku hanya dapat melihat mereka yang dikehendakinya dan aku tidak punya hak atas diriku sendiri.

Suatu hari seorang laki-laki, sang 'Manusia', PutraMu, datang ke Hebron. Rumah itu disayangi-Nya. Aku menyadari itu dan aku mengundang-Nya masuk. Shammai sedang tidak di sana… dan dari jendela aku telah mendengar perkataan-perkataan dan melihat pemandangan yang menyakitkan hatiku. Tapi aku bersumpah pada-Mu, Bunda, bukanlah daging yang menghantarku kepada YesusMu. Melainkan sesuatu yang Ia singkapkan kepadaku yang menghantarku ke pintu, dengan menantang hinaan khalayak ramai, untuk berkata kepada-Nya: 'Mari masuk.' Itulah jiwa yang kemudian aku tahu aku miliki. Ia berkata kepadaku: 'Nama-Ku berarti: Juruselamat. Aku menyelamatkan mereka yang antusias untuk diselamatkan. Aku menyelamatkan dengan mengajarkan untuk menjadi murni, untuk merindukan dan menerima penderitaan dengan moral yang luhur, untuk merindukan Yang Baik apapun resikonya. Aku adalah Ia Yang mencari mereka yang sesat dan Yang memberikan Hidup. Aku adalah Kemurnian dan Kebenaran!' Ia mengatakan padaku bahwa aku juga punya jiwa dan bahwa aku telah membunuhnya dengan cara hidupku. Tapi Ia tidak mengutukiku, pula Ia tidak menghinaku. Dan Ia tidak pernah memandangku! Orang pertama yang tidak memelototiku dengan mata rakusnya, sebab aku terbaring di bawah kutuk ngeri memikat para lelaki… Ia mengatakan padaku bahwa barangsiapa mencari-Nya akan menemukan-Nya sebab Ia ada di mana seorang dokter dan suatu obat dibutuhkan. Dan Ia pun pergi. Tapi perkataannya ada di sini. Dan perkataan-Nya itu tidak pernah meninggalkanku. Aku biasa berkata pada diriku sendiri: 'Nama-Nya berarti Juruselamat', seolah aku mulai berharap untuk disembuhkan. Aku ditinggalkan bersama perkataan-Nya dan bersama teman-teman-Nya, para gembala. Dan aku mengambil langkah pertama dengan memberikan derma kepada mereka dan memohon doa mereka… Dan lalu… Aku melarikan diri…

Oh! Suatu pelarian yang kudus! Aku melarikan diri dari dosa guna mencari sang Juruselamat. Aku pergi kian kemari mencari-Nya. Aku yakin bahwa aku akan menemukan-Nya sebab Ia telah menjanjikannya padaku. Mereka mengirimku pada seorang bernama Yohanes, yang aku pikir adalah Ia. Tapi bukan. Seorang Yahudi mengirimku ke Air Jernih. Aku hidup dengan menjual banyak perhiasan yang aku miliki. Sepanjang bulan-bulan ketika aku mengembara aku harus membuat wajahku tertutup guna menghindarkan diri dari ditangkap dan juga karena, sungguh, Aglae, terkubur di bawah kerudung itu. Aglae yang lama sudah mati. Di bawah kerudung ada jiwanya yang terluka tanpa meneteskan darah yang mencari dokternya. Seringkali aku terpaksa melarikan diri dari sensualitas para lelaki yang menganiayaku, meski aku sudah menyamarkan diri begitu rupa dengan pakaianku. Juga salah seorang dari teman PutraMu…

Di Air Jernih aku hidup seperti binatang: miskin papa tapi bahagia. Dan embun serta sungai tidak membasuhku sebanyak sabda-Nya. Oh! Tak satu pun hilang! Suatu kali Ia mengampuni seorang pembunuh. Aku mendengarkan… dan aku nyaris mengatakan: 'Ampuni aku juga.' Kali lain Ia berbicara mengenai hilangnya ketakberdosaan… Oh! Betapa banyak airmata penyesalan! Kali lain lagi Ia menyembuhkan seorang kusta… dan aku nyaris berteriak: 'Tahirkan aku juga, dari dosaku'… Di lain waktu Ia menyembuhkan seorang gila, seorang Romawi… dan aku menangis… dan Ia menyuruh seseorang untuk mengatakan padaku bahwa tanah air berlalu, tapi Surga tetap. Suatu malam berbadai Ia memberiku naungan di rumah-Nya… dan kemudian Ia meminta si bendahara untuk memberiku tumpangan dan Ia menyuruh seorang anak kecil mengatakan padaku: 'Jangan menangis'… Oh! Kebaikan-Nya! Kemalanganku! Keduanya terlalu dahsyat hingga aku tidak berani membawa kemalanganku ke hadapan kaki-Nya… kendati salah seorang murid-Nya pada waktu malam mengajariku dalam kerahiman tak terhingga PutraMu. Dan lalu, ketika mereka yang beranggapan bahwa adalah dosa kerinduan suatu jiwa untuk dilahirkan kembali, menjebak-Nya, Juruselamat-ku pergi… dan aku menantikan-Nya… Tapi Ia telah dinantikan juga oleh balas dendam dari mereka yang jauh kurang pantas memandang-Nya dibandingkan aku. Sebab aku, sebagai seorang yang tidak mengenal Allah, berdosa terhadap diriku sendiri, sementara mereka, yang sudah mengenal Allah, berdosa terhadap Putra Allah… dan mereka memukuliku dan mereka telah melukaiku terlebih dalam dengan dakwaan-dakwaan mereka dibandingkan dengan batu-batu dan mereka telah melukai jiwaku terlebih dahsyat dibanding tubuhku, sebab mereka menghantarku pada keputusasaan.

Oh! Betapa suatu pergulatan yang mengerikan melawan diriku sendiri! Kehabisan tenaga, berlumuran darah, terluka, demam, tanpa Dokter-ku, tanpa tempat tinggal, tanpa makanan, aku menatap apa yang ada di belakangku dan apa yang ada di depanku… Masa laluku berkata padaku: 'Kembalilah', masa sekarangku berkata: 'Akhiri hidupmu', masa depanku biasa mengatakan: 'Berharaplah.' Dan aku sungguh berharap… aku tidak bunuh diri. Aku akan bunuh diri, jika Ia menolakku, sebab aku tidak mau menjadi seperti aku sebelumnya!... Aku menyeret diriku ke sebuah dusun memohon naungan… Tapi mereka mengenaliku.

Aku harus melarikan diri seperti seekor binatang, ke sini, ke sana, selalu dikejar-kejar, selalu dicemooh, selalu dikutuki, sebab aku ingin jujur dan sebab aku telah mengecewakan mereka yang, melalui aku, ingin menyerang PutraMu. Dengan mengikuti sungai aku tiba di Galilea dan aku datang kemari… Engkau tidak di sini… Aku pergi ke Kapernaum. Engkau baru saja pergi dari sana. Tapi seorang lelaki tua melihatku. Salah seorang dari para musuh-Nya, yang ingin aku memberikan kesaksian melawan PutraMu, dan sebab aku menangis tanpa reaksi, dia berkata padaku: 'Segalanya mengenai dirimu dapat berubah jika kau mau menjadi kekasihku dan sekutuku dalam mendakwa si Rabbi dari Nazaret. Cukuplah bagimu untuk mengatakan di hadapan teman-temanku, bahwa Ia adalah kekasihmu…' Aku lari seperti orang yang melihat seekor ular melata keluar dari serumpun semak berbunga.

Dengan demikian aku mengerti bahwa aku tak lagi dapat pergi kepada-Nya… dan aku datang kepada-Mu. Ini aku: injak-injaklah aku, sebab aku ini lumpur. Ini aku: tolaklah aku, sebab aku ini seorang pendosa. Ini aku: panggil aku dengan panggilanku: pelacur. Aku akan menerima apapun dari-Mu. Tapi, Bunda, kasihanilah aku. Ambillah jiwa malangku yang cemar dan hantarkanlah pada-Nya. Adalah kejahatan menempatkan kecabulanku ke dalam tangan-tangan-Mu. Tapi hanya di sana jiwaku akan dilindungi dari dunia yang menginginkannya dan ia akan menjadi penitensi. Katakan padaku bagaimana aku harus bertindak. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan. Katakan padaku sarana apakah yang harus aku pergunakan untuk tidak lagi menjadi Aglae. Apakah yang harus aku buntungi dari diriku sendiri? Apakah yang harus aku kudungi dari diriku sendiri agar aku jangan lagi menjadi dosa, atau penggoda, agar aku tidak lagi harus takut akan diriku sendiri dan akan para lelaki? Haruskah aku cungkil mataku? Atau bakar bibirku? Atau potong lidahku? Mata, bibir dan lidahku sudah melayaniku dalam perbuatan-perbuatan jahat. Aku tak lagi menginginkan yang jahat dan aku siap menghukum diriku sendiri dan anggota tubuhku dengan mengorbankannya. Atau haruskah aku robek pinggul rakus ini yang telah menghantarku pada cinta yang menyesatkan? Atau isi perut ini yang tak dapat ditenangkan yang aku takut akan bangkit segar kembali? Katakan padaku, sudi katakan padaku bagaimana seorang perempuan dapat melupakan bahwa dia seorang perempuan dan bagaimana dia dapat membuat orang lain melupakannya!"

Maria berduka. Ia menangis dan menderita, tapi satu-satunya tanda dari dukacita-Nya hanyalah airmata yang mengalir menetes ke atas si perempuan yang bertobat.

"Aku mau mati hanya sesudah aku diampuni. Aku ingin mati tanpa mengingat apapun selain Juruselamat-ku. Aku ingin mati dengan mengetahui bahwa Kebijaksanaan-Nya bersahabat terhadapku… dan aku tak dapat pergi menghampiri-Nya sebab dunia akan melihat pada-Nya dan padaku penuh curiga untuk mendakwa kami…" Aglae menangis, prostratio dalam duka.

Maria berdiri seraya berbisik: "Betapa sulitnya menjadi para penebus!" Ia nyaris tak bernapas.

Aglae, yang mendengar bisikan itu dan mengerti gerak tubuh-Nya, mengerang: "Lihat? Engkau dapat lihat bahwa Engkau jijik juga. Aku sekarang akan pergi. Aku sudah tamat!"

"Tidak, putri-Ku. Kau belum tamat. Tidak, kau memulainya sekarang. Dengarkanlah, jiwa malang. Aku tidak mengerang karena kau, tapi karena dunia yang keji. Aku tidak akan membiarkanmu pergi, tapi aku akan memungutmu, seekor burung layang-layang malang yang diombang-ambingkan badai hingga menabrak tembok-tembok rumah-Ku. Aku akan membawamu kepada Yesus dan Ia akan menunjukkan kepadamu jalan penebusanmu…"

"Aku tak lagi berharap… Dunia benar. Aku tak dapat diampuni."

"Kau tak dapat diampuni oleh dunia. Kau dapat diampuni oleh Allah. Biarkan Aku berbicara padamu dalam nama Kasih Mahatinggi, Yang memberi-Ku seorang Putra supaya Aku dapat memberikan-Nya kepada dunia. Ia mengambilku dari konsekrasi keperawananku yang sahaja dan terberkati supaya dunia dapat menerima Pengampunan. Ia mencurahkan darah-Ku bukan dari saat Aku melahirkan-Nya melainkan dari hati-Ku dengan menyingkapkan pada-Ku bahwa AnakKu adalah Kurban Agung. Tataplah aku, putri. Ada luka sangat besar dalam hati ini, yang telah mengerang selama lebih dari tigapuluh tahun dan sekarang menjadi semakin dalam dan menghabiskan-Ku. Tahukah kau apa namanya?"

"Dukacita."

"Bukan. Kasih. Adalah kasih yang mencucurkan darah-Ku agar PutraKu bukan menjadi satu-satunya yang menyelamatkan. Adalah kasih yang membakar-Ku agar Aku dapat memurnikan mereka yang tidak berani datang kepada PutraKu. Adalah kasih yang menyebabkan-Ku menangis agar Aku dapat membasuh orang-orang berdosa. Kau menginginkan belaian-Ku. Aku memberimu airmata-Ku yang akan telah membasuhmu dan memampukanmu menatap pada TuhanKu. Janganlah menangis seperti itu! Kau bukanlah satu-satunya pendosa yang telah datang kepada Tuhan dan pergi dengan telah ditebus. Perempuan-perempuan lain sudah datang, dan lebih banyak lagi yang akan datang.

Kau tak yakin bahwa Ia dapat mengampunimu? Tapi tak dapatkah kau lihat dalam  semuanya yang terjadi atasmu kehendak misterius dari Kebaikan Ilahi? Siapakah yang membawamu ke Yudea? Siapakah yang membawamu ke rumah Yohanes? Siapakah yang menempatkanmu di jendela pagi itu? Siapakah yang menyalakan terang guna menerangkan sabda-Nya padamu? Siapakah yang membuatmu mengerti bahwa amal kasih, ketika digabungkan dengan doa-doa dari mereka yang sudah ditolong, memperolehkan pertolongan dari Allah? Siapakah yang memberimu kekuatan untuk melarikan diri dari rumah Shammai dan untuk bertekun sepanjang hari-hari pertama hingga kedatangan-Nya? Siapakah yang menghantarmu ke jalan-Nya? Siapakah yang memampukanmu hidup sebagai seorang pendosa yang bertobat guna semakin membasuh jiwamu? Siapakah yang memberimu jiwa seorang martir, jiwa seorang percaya, jiwa yang bertekun dan murni?  

Janganlah menggelengkan kepalamu. Apakah kau pikir hanya orang yang murni yang tidak pernah mengenal sensualitas? Apakah kau pikir bahwa suatu jiwa tidak pernah lagi dapat menjadi perawan dan indah? Oh! Putri-Ku! Antara kemurnian yang sepenuhnya merupakan rahmat dari Tuhan dan kegagah-beranianmu dalam mendaki kembali ke puncak kemurnianmu yang hilang, kau harus percaya bahwa kegagahanmulah yang terlebih besar. Kau membangunnya melawan sensualitas, melawan kebutuhan dan kebiasaan. Bagi-Ku itu merupakan suatu anugerah alami, seperti napas. Kau harus melawan pikiran-pikiranmu, perasaan-perasaanmu, dagingmu, agar jangan mengingat, agar jangan menginginkan, agar jangan menyerah… Aku… Oh! Dapatkah seorang kanak-kanak kecil, yang baru beberapa jam usianya, memiliki keinginan daging? Dan apakah dengan begitu dia mendapatkan ganjaran? Hal yang sama berlaku atas-Ku. Aku tidak mengenal kelaparan tragis apa itu yang menjadikan umat manusia kurbannya. Aku hanya mengenal kelaparan yang paling kudus akan Allah. Tapi kau tidak mengenalnya dan kau mempelajarinya sendiri. Tapi kau menaklukkan lapar yang lain itu, yang tragis dan mengerikan, demi Allah, cintamu satu-satunya sekarang. Tersenyumlah, putri dari kerahiman ilahi! PutraKu sedang mengerjakan dalam dirimu apa yang Ia katakan padamu di Hebron. Ia telah melakukannya. Kau telah diselamatkan, sebab kehendak baikmu untuk diselamatkan, sebab kau telah datang untuk mengenal kemurnian, penderitaan, Yang Baik. Jiwamu telah hidup kembali. Ya, kau butuh sabda-Nya yang mengatakan padamu dalam nama Allah: 'Kau telah diampuni.' Aku tak dapat mengatakannya. Tapi aku memberimu ciuman-Ku sebagai suatu janji, sebagai suatu awal dari pengampunan…     

Oh Roh Abadi, sedikit dari-Mu selalu ada dalam MariaMu! Ijinkanlah Ia [= Maria] untuk mencurahkan Roh-Mu Yang Menguduskan atas anak ini yang menangis dan berharap. Demi PutraMu, ya Allah Kasih, selamatkanlah perempuan ini yang mengharapkan keselamatan dari Allah. Semoga Rahmat, dengan mana Malaikat mengatakan bahwa Allah telah memenuhi Aku, semoga Rahmat itu dengan suatu mukjizat bersemayam atasnya dan menopangnya hingga Yesus, Juruselamat Terberkati, Imam Mahatinggi, memberinya absolusi dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus…

Sudah larut malam, putri-Ku. Kau letih dan habis tenaga. Ayo, istirahatlah. Kau akan pergi besok… Aku akan mengutusmu ke sebuah keluarga yang jujur, sebab terlalu banyak orang yang datang kemari sekarang. Dan Aku akan memberimu gaun seperti gaun-Ku dan kau akan kelihatan seperti seorang Yahudi. Dan sebab Aku baru akan menemui PutraKu di Yudea, sebab Paskah sudah dekat dan pada bulan baru April kami akan berada di Betania, Aku akan berbicara kepada-Nya mengenai kau. Datanglah ke rumah Simon Zelot. Kau akan menemui-Ku di sana dan Aku akan menghantarmu kepada-Nya."

Aglae kembali menangis. Tapi sekarang dia dalam damai.

Dia duduk di lantai. Juga Maria telah duduk kembali. Dan Aglae mengistirahatkan kepalanya di atas lutut-Nya dan mencium tangan-Nya… Lalu dia mengerang: "Mereka akan mengenaliku…"

"Oh! Mereka tidak akan mengenalimu. Janganlah takut. Gaunmu terlalu dikenal. Tapi Aku akan mempersiapkanmu untuk perjalananmu menuju Pengampunan dan kau akan menjadi seperti seorang perawan yang pergi ke perkawinannya: kau akan berbeda dan tak dikenal oleh orang-orang yang tidak mengenal ritus itu. Ayo. Ada sebuah kamar yang kecil dekat kamar-Ku. Orang-orang kudus dan para peziarah yang rindu untuk datang kepada Allah telah beristirahat di dalamnya. Kamar itu akan memberikan naungan untukmu juga."

Aglae hendak memungut mantolnya yang besar dan kerudungnya.

"Tinggalkan. Itu adalah pakaian Agle malang yang sesat. Tapi dia sudah tidak lagi ada… dan bahkan pakaiannya pun tidak boleh ada sebab telah mengalami terlalu banyak kedengkian… dan kedengkian menyakiti sedalam dosa."

Mereka pergi keluar ke dalam kebun sayur-mayur dan buah-buahan yang gelap dan lalu masuk ke dalam kamar yang kecil milik Yosef. Maria menyalakan lampu kecil di atas rak, membelai sekali lagi si perempuan yang bertobat, menutup pintu dan dengan lampunya Ia melihat-lihat mencari di mana Ia dapat membawa mantol Aglae yang compang-camping itu supaya tak seorang pun melihatnya keesokan harinya.                  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 3                    Daftar Istilah                      Halaman Utama