180. PENGAJARAN KEPADA PARA RASUL DI DAPUR PETRUS
DAN BERITA PENANGKAPAN PEMBAPTIS.   


7 Juni 1945

Kita berada di dapur Petrus kembali. Santapannya pastilah suatu jamuan yang berlimpah sebab piring-piring dengan makanan yang masih tersisa: daging, ikan, keju, buah-buahan kering dan kue madu sedang disusun pada semacam sebuah lemari makanan, yang mengingatkan aku akan tempat adonan Tuscan kita. Buyung-buyung dan cawan-cawan masih ada di meja.

Istri Petrus pastilah sudah membuat mukjizat demi memuaskan suaminya, dan dia pastilah sudah bekerja keras sepanjang hari. Sekarang, letih namun bahagia, dia ada di pojok kecilnya mendengarkan apa yang dikatakan suaminya dan orang-orang lain. Dia mengamati Simon-nya, yang, menurut pendapatnya, pastilah seorang hebat, bahkan meski suaminya itu agak penuntut, dan apabila dia mendengar suaminya mengucapkan kata-kata baru - sementara sebelumnya hanya dapat berbicara mengenai perahu, jala, ikan dan uang - dia mulai terkejab-kejab seolah dia silau oleh suatu terang yang kemilau. Petrus, baik karena sukacitanya memiliki Yesus ada di meja makannya maupun karena santapan meriah yang baru saja dinikmatinya, ada dalam suasana hati terbaik sore ini, dan Petrus mendatang, yang berkhotbah di hadapan khalayak ramai, mulai tersingkap.

Aku tidak tahu ucapan yang mana dari rekannya yang berdampak pada jawaban tegas Petrus yang mengatakan: "Akan terjadi pada mereka apa yang terjadi pada para pendiri Menara Babel. Kesombongan mereka sendiri yang akan memprovokasi gugurnya teori mereka dan mereka akan dihancurkan."            

Andreas menyampaikan keberatan pada saudaranya: "Tetapi Allah itu Maharahim. Ia akan mencegah kejatuhan itu demi memberi mereka waktu untuk memperbaiki jalan mereka."

"Janganlah percaya itu. Mereka akan memahkotai kesombongan mereka dengan dakwaan-dakwaan palsu dan aniaya. Oh! Aku sudah dapat melihatnya. Mereka akan menganiaya kita untuk membubarkan kita sebagai saksi-saksi yang tidak menyenangkan. Dan sebab mereka menyerang Kebenaran dengan memasang perangkap untuknya, Allah akan membalas dan mereka akan binasa."

"Akankah kita memiliki kekuatan untuk bertahan?" tanya Tomas.

"Yah… mengenai aku, aku tidak akan memilikinya. Tapi aku mengandalkan Dia" dan Petrus mengangguk pada sang Guru Yang mendengarkan dan diam, kepala-Nya sedikit condong, seolah Ia hendak menyembunyikan wajah-Nya yang mengerti.

"Aku pikir bahwa Allah tidak akan menempatkan kita pada pencobaan-pencobaan yang di luar kekuatan kita," kata Matius.

"Atau Ia akan setidaknya menambah kekuatan kita sebanding dengan pencobaan-pencobaan," Yakobus Alfeus menyimpulkan.

 "Ia telah melakukannya. Aku dulu kaya dan berkuasa. Andai Allah tidak memutuskan untuk memeliharaku demi suatu tujuan yang dari-Nya, aku akan sudah menyerah pada keputus-asaan dan binasa ketika aku dianiaya dan seorang buangan. Aku akan sudah bertindak kejam terhadap diriku sendiri… Sebaliknya suatu kekayaan baru, yang belum pernah aku miliki sebelumnya, turun atas keterpurukanku: kekayaan dari suatu keyakinan: 'Allah ada.' Pertama… Allah… Ya, aku percaya, aku dulu seorang Israel yang beriman. Tapi imanku adalah iman formalisme. Dan aku dulu berpikir bahwa ganjaran dari imanku selalu lebih rendah dari keutamaanku. Aku merasa bebas berdebat dengan Allah sebab aku merasa bahwa aku masih seseorang di dunia. Simon Petrus benar. Aku, juga, membangun suatu menara Babel dengan memuji diriku sendiri dan memuaskan egoku. Ketika semuanya jatuh sekelilingku dan aku menjadi seperti seekor cacing yang diremukkan oleh beban dari segala kesia-siaan manusiawi ini, maka aku tidak lagi berdebat dengan Allah, melainkan dengan diriku sendiri, dengan diriku yang bodoh dan aku berakhir dengan menghancurkannya.

Dan sementara aku melakukannya, dengan membuat ruang untuk apa yang aku pikir adalah Allah imanen [Latin, 'tinggal dalam'. Allah hadir di mana pun dan dalam segala sesuatu] dalam keberadaan duniawi kita, aku memperoleh suatu kekuatan dan kekayaan baru: keyakinan bahwa aku tidak sendirian dan bahwa Allah memelihara manusia yang dikalahkan oleh manusia dan oleh kejahatan."

"Menurutmu, apakah Allah, 'Allah imanen dalam keberadaan duniawi kita' seperti yang kau katakan? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti dan aku pikir itu adalah bidaah. Allah adalah Yang Mahaesa yang kita kenal lewat Hukum dan para Nabi. Tidak ada Allah yang lain," kata Yudas Keriot dengan agak sengit.

"Andai Yohanes ada di sini dia akan memberitahumu lebih baik dari yang dapat aku lakukan. Tapi akan kukatakan kepadamu sebaik yang aku dapat. Allah adalah Yang Mahaesa yang kita kenal lewat Hukum dan para Nabi. Itu benar. Tapi dalam hal apakah kita mengenal-Nya? Dan bagaimana?"

Yudas Alfeus berseru: "Sedikit dan buruk. Para Nabi, yang menggambarkan Ia untuk kita, mengenal-Nya. Gagasan yang kita miliki adalah gagasan yang kacau-balau, sebab kita hanya dapat melihat melalui suatu tumpukan penjelasan yang disusun oleh sekte-sekte…"

"Sekte? Apa maksudmu? Kita tidak punya sekte-sekte. Kita adalah anak-anak Hukum. Kita semua,' kata Iskariot yang marah dengan agresif.

"Anak-anak hukum-hukum. Bukan Hukum. Ada sedikit perbedaan. Jamak, bukan tunggal. Dalam kenyataan sebenarnya, kita adalah anak-anak dari apa yang kita ciptakan, bukan lagi dari apa yang Allah berikan kepada kita," jawab pedas Tadeus.

"Tetapi hukum-hukum itu berasal dari Hukum," kata Iskariot.

"Juga penyakit berasal dari dalam tubuh kita, tapi itu tidak berarti bahwa penyakit itu baik," jawab Tadeus.

"Tapi biarkan aku mendengar apa itu Allah imanen-nya Simon Zelot." Iskariot, yang tidak dapat beragumentsi melawan perkataan Yudas Alfeus, berupaya untuk membawa diskusi kembali ke asal diskusi dimulai.    

Simon Zelot mengatakan, "Pikiran kita membutuhkan suatu istilah untuk menangkap suatu gagasan. Tiap-tiap dari kita, yang aku maksudkan adalah kita orang-orang beriman, percaya, melalui keutamaan iman, akan Allah yang Mahatinggi dan Pencipta, Allah Yang Kekal, Yang di Surga. Tapi setiap makhluk membutuhkan lebih dari sekedar iman yang murni dan tak berwujud, yang cocok dan mencukupi bagi para malaikat yang melihat dan mengasihi Allah secara rohani, sebab mereka berbagi bersama-Nya suatu kodrat rohani dan dapat melihat Allah. Kita harus menciptakan suatu 'gambaran' Allah bagi diri kita sendiri, suatu gambaran yang dibuat dengan ciri-ciri khas esential yang kita anggap berasal dari Allah, guna memberikan suatu nama pada kesempurnaan mutlak-Nya yang tak terbatas. Semakin suatu jiwa berkonsentrasi, semakin jiwa berhasil dalam mencapai suatu pengetahuan tepat akan Allah. Itulah apa yang aku katakan: Allah yang imanen. Aku bukan seorang filsuf. Mungkin aku memakai kata itu secara salah. Singkatnya, aku pikir bahwa Allah yang imanen adalah merasakan, melihat Allah dalam roh kita, merasakan dan melihat-Nya bukan lagi sebagai suatu gagasan abstrak, melainkan sebagai suatu kehadiran nyata, yang memberikan kekuatan dan suatu kedamaian baru pada kita."

"Baik. Tapi, singkatnya, bagaimana kau merasakan-Nya? Apa beda antara merasakan dengan iman dan merasakan dengan imanensi?" tanya Iskariot agak ironis.

"Allah itu keselamatan, bocah. Apabila kau melihat-Nya, seperti dikatakan Simon, melalui kata itu, yang tidak aku mengerti secara harafiah, tapi aku mengerti rohnya - dan percayalah padaku, masalahnya adalah bahwa kita mengerti hanya secara harafiah dan kita tidak mengerti roh dari perkataan Allah - itu berarti bahwa kau dapat menangkap gagasan dari kemuliaan yang luar biasa, tapi juga kebapaan yang termanis dari Allah. Itu berarti bahwa, andai seluruh dunia menghakimi dan mengutukmu secara tidak benar, kau akan merasa bahwa Ia saja, Ia, Yang Kekal, Yang adalah Bapa-mu, tidak menghakimimu, melainkan mengampuni dan menghiburmu. Itu berarti bahwa, andai seluruh dunia membencimu, kau akan merasakan dalam dirimu suatu kasih yang lebih besar dari yang dapat ditawarkan dunia ini. Itu berarti bahwa, andai kau dikucilkan dalam penjara atau di sebuah padang gurun kau akan selalu mendengar Ia berbicara padamu dan berkata: 'Jadilah kudus, agar kau dapat menjadi seperti Bapa-mu.' Itu berarti bahwa demi kasih sejati kepada Bapa dan Allah ini, Yang setidaknya kau rasakan seperti itu, kau menerima, bekerja, datang dan pergi tanpa menghiraukan pemikiran manusia manapun, sebab kau hanya peduli untuk membalas kasih dengan kasih dan untuk mengcopy Allah sebanyak mungkin dalam perbuatan-perbuatanmu," kata Petrus.

"Kau sombong! Mengcopy Allah! Kau tidak berhak," maklum Iskariot.

"Itu bukan kesombongan. Kasih menghantar pada ketaatan. Mengcopy Allah tampak bagiku sebagai suatu bentuk ketaatan sebab Allah mengatakan bahwa Ia menjadikan kita seturut gambar dan citra-Nya sendiri," jawab Petrus.

"Ia menjadikan kita. Kita tidak boleh naik lebih tinggi."

"Kau seorang yang kasihan dan malang, bocahku, jika itu adalah apa yang kau pikirkan! Kau lupa bahwa kita jatuh dan bahwa Allah menghendaki untuk membawa kita kembali ke martabat kita sebelumnya."

Yesus mulai berbicara: "Bahkan terlebih lagi, Petrus, Yudas dan kalian semua. Bahkan terlebih lagi dari itu. Kesempurnaan Adam masih terbuka pada penyempurnaan diri melalui kasih, yang akan dapat menjadikannya suatu gambaran yang terlebih tepat dari Pencipta-nya. Adam yang tanpa noda dosa akan menjadi suatu cermin paling berkilau dari Allah. Itulah sebabnya mengapa Aku katakan: 'Jadilah sempurna seperti Bapa-mu Yang di Surga sempurna.' Seperti Bapa-mu. Karenanya seperti Allah. Petrus sungguh tepat. Dan juga Simon. Aku meminta kalian untuk mengingat perkataan mereka dan menerapkannya pada jiwa kalian."

Istri Petrus nyaris pingsan oleh sukacita mendengar suaminya dipuji seperti itu. Dia menangis di balik kerudungnya: dia diam namun bahagia.

Petrus wajahnya begitu merah padam hingga ia kelihatan seolah terjangkit stroke apoplexia. Dia terdiam kelu beberapa saat lamanya, lalu berkata: "Baiklah, jadi, beri aku ganjaranku. Perumpamaan pagi ini…"

Juga yang lainnya menggabungkan diri dengan Petrus dengan berkata: "Ya, Engkau sudah berjanji. Perumpamaan sangat berguna untuk membuat orang mengerti melalui perbandingan. Tapi kami tahu bahwa perumpamaan itu mengandung makna yang lebih mendalam dari sekedar perbandingan. Mengapakah Engkau berbicara kepada mereka dalam perumpamaan-perumpamaan?"

"Sebab mereka tidak perlu mengerti lebih dari yang Aku jelaskan. Kepada kalian dianugerahkan jauh lebih banyak, sebab sebagai murid-murid-Ku, kalian harus diperkenalkan pada misteri; dan kepada kalian karenanya dikaruniakan pemahaman atas misteri-misteri Kerajaan Surga. Itulah sebabnya mengapa Aku katakan kepada kalian: 'Bertanyalah pada-Ku jika kalian tidak memahami roh dari perumpamaan itu.' Kamu memberikan semuanya dan semuanya diberikan kepadamu, supaya kamu, pada gilirannya, dapat memberikan semuanya. Kamu memberikan semuanya kepada Allah: kasih, waktu, perhatian, kebebasan, hidup. Dan Allah memberikan kepadamu semuanya demi mengganjarimu dan demi memungkinkanmu untuk memberikan semuanya dalam nama Allah kepada mereka yang datang kepadamu. Dengan demikian, kepada dia yang sudah memberikan akan diberikan secara berlimpah. Tetapi dia yang memberikan hanya sebagian atau tidak memberikan sama sekali, akan dijauhkan juga dari apa yang dia miliki.

Aku berbicara kepada mereka dalam perumpamaan-perumpamaan, supaya, sementara melihat, mereka dapat melihat hanya apa yang diterangkan oleh kehendak-mereka-untuk-bertaut pada Allah, dan sementara mendengarkan, selalu melalui kehendak keterpautan yang sama, mereka dapat mendengar dan mengerti. Lihatlah! Banyak orang yang mendengarkan sabda-Ku, namun sedikit yang bertaut pada Allah. Roh mereka kurang memiliki kehendak baik. Nubuat Yesaya digenapi dalam mereka: 'Kamu akan mendengar dengan telingamu dan tidak akan mengerti, kamu akan melihat dengan matamu dan tidak akan melihat.' Sebab bangsa ini tegar hati; telinga mereka pekak dan mata mereka tertutup, supaya jangan mereka mendengar dan melihat, supaya jangan mereka mengerti dengan hati mereka dan bertobat, sehingga Aku menyembuhkan mereka. Tetapi kamu diberkati sebab matamu melihat dan telingamu mendengar, dan sebab karena kehendak baikmu! Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu bahwa banyak Nabi dan banyak orang-orang benar antusias untuk melihat apa yang kamu lihat dan mereka tidak melihatnya, dan untuk mendengar apa yang kamu dengar dan mereka tidak mendengarnya. Mereka merana dalam kerinduan untuk memahami misteri sabda, tetapi begitu terang nubuat lenyap, sabda tinggal bagai batu bara yang terbakar, juga bagi orang kudus yang sudah menerimanya.

Hanya Allah yang menyingkapkan Diri-Nya Sendiri. Ketika terang-Nya pudar, begitu tujuan dari penerangan misteri berakhir, ketidakmampuan untuk memahami menyelubungi kebenaran agung dari sabda yang diterima, seperti kain-kain perban sebuah mumi. Itulah sebabnya mengapa Aku katakan kepada kalian pagi ini: 'Harinya akan datang ketika kau akan mendapatkan semuanya yang telah Aku berikan kepadamu.' Sekarang kamu tidak dapat mengingatnya. Tapi kelak terang akan turun atasmu, bukan hanya untuk sesaat, melainkan untuk suatu persatuan yang tak terpisahkan antara Roh Abadi dengan rohmu, dengan cara mana pengajaranmu mengenai apa yang sehubungan dengan Kerajaan Allah akan infallible [= memiliki ciri / sifat tidak dapat sesat]. Dan apa yang berlaku bagimu, akan berlaku juga bagi para penerusmu, jika mereka hidup dari Allah sebagai dari satu roti saja.

Sekarang dengarkanlah roh dari perumpamaan itu.      

Ada pada kita empat jenis ladang: ladang-ladang yang subur, ladang-ladang yang bersemak-duri, ladang-ladang yang berbatu-batu, dan ladang-ladang yang penuh jalan pintas. Ada juga pada kita empat macam roh.

Ada roh-roh jujur, roh-roh berkehendak baik, yang dipersiapkan oleh kehendak mereka sendiri dan oleh karya seorang rasul, seorang rasul 'sejati'; sebab ada rasul-rasul yang menyandang nama tapi tidak memiliki roh seorang rasul dan mereka lebih mematikan bagi kehendak dalam pembentukan, dibandingkan burung-burung, semak berduri dan bebatuan. Mereka mengacaukan dengan begitu rupa, melalui ketidak-toleransian mereka, ketergesaan mereka, kecaman-kecaman mereka dan ancaman-ancaman mereka, sehingga menghalau orang dari Allah untuk selamanya. Ada para rasul lainnya yang, sebaliknya, melalui suatu kemurahan-hati yang berlebihan, yang sama sekali tidak pada tempatnya, menyebabkan benih berakar dalam tanah yang terlalu lembek. Karena kurangnya semangat mereka, mereka membunuh semangat dari jiwa-jiwa yang mereka sembuhkan. Tapi marilah kita berpikir tentang para rasul sejati, yakni, cermin-cermin berkilau dari Allah. Mereka kebapakan, berbelas-kasihan, sabar, dan sekaligus mereka kuat, seperti Tuhan mereka kuat. Sekarang: jiwa-jiwa yang dipersiapkan oleh mereka dan oleh kehendak mereka sendiri dapat diperbandingkan dengan ladang-ladang yang subur, bebas dari bebatuan dan onak duri, dari rumput liar dan lalang, di mana sabda Allah tumbuh subur dan setiap sabda, yakni setiap benih, menghasilkan seikat berkas, menghasilkan di beberapa tempat seratus, di tempat-tempat lain enampuluh, tigapuluh persen. Adakah yang seperti itu di kalangan mereka yang mengikuti Aku? Tentu ada. Dan mereka akan menjadi kudus. Mereka berasal dari segala golongan dan negeri. Dan ada orang-orang bukan Yahudi di antara mereka dan mereka akan menghasilkan seratus persen oleh sebab kehendak baik mereka, hanya karena itu, atau karena kehendak baik mereka dan kehendak baik dari seorang rasul atau murid yang mempersiapkannya untuk-Ku.

Ladang-ladang yang bersemak duri adalah orang-orang di mana kekusutan rumit dari kepentingan-kepentingan pribadi, yang mencekik benih yang baik, sudah dibiarkan tumbuh oleh karena kesembronoan. Kamu harus waspada terhadap dirimu sendiri sepanjang waktu. Jangan pernah katakan: 'Oh! Aku terbentuk dengan baik, aku sudah menabur, aku dapat pastikan bahwa aku akan menghasilkan benih-benih hidup abadi.' Waspadalah terhadap dirimu sendiri; pergumulan antara Yang Baik dan Yang Jahat masih berlangsung. Pernahkah kalian mengamati suatu koloni semut yang bersarang di sebuah rumah? Di sanalah mereka, dekat perapian. Si ibu rumah tangga mengambil semua bahan makanan dari sana dan menempatkannya di atas meja. Mereka mengendus udara dan menyerbu meja. Si ibu rumah tangga menempatkan makanan dalam lemari makanan dan semut-semut masuk ke dalam lemari makanan melalui lubang kunci. Perempuan itu menggantungkan persediaan makanannya di langit-langit, dan mereka merayap sepanjang tembok dan tiang-tiang, menuruni tali dan sampai pada makanan. Si perempuan membakar semut-semut itu, menyiramnya dengan air panas, meracuninya. Dan berpikir bahwa dia sudah membinasakan semut-semut itu, dia pun gembira. Tapi dia tidak waspada, dan betapa terkejutnya dia! Semut-semut yang baru menetas keluar dan perempuan itu harus memulai semuanya lagi dari awal. Dan itulah apa yang terjadi sementara kamu hidup; kamu harus waspada dan mencabut rumput-rumput liar yang jahat begitu mereka muncul. Jika tidak, mereka akan membentuk suatu langit-langit semak duri yang akan mencekik gandum. Kepedulian terhadap dunia, kekayaan yang menipu, membentuk kekusutan itu, yang mencekik benih Allah dan menghalanginya dari menghasilkan berkas-berkas.  

Dan inilah ladang-ladang penuh bebatuan. Betapa banyak ada di Israel! Mereka adalah orang-orang yang termasuk 'anak-anak hukum-hukum' seperti dikatakan sepupu-Ku Yudas dengan sangat tepat. Dalam diri mereka yang ada bukanlah Loh Kesaksian, ataupun Loh Hukum. Melainkan tambang dari hukum-hukum remeh manusia yang dibuat oleh manusia. Jumlahnya begitu banyak hingga dengan beratnya mereka sudah meremukkan juga Loh Hukum menjadi berkeping-keping. Suatu malapetaka yang tidak membiarkan benih berakar. Akar tidak lagi mendapatkan makanan sebab tidak ada baik tanah maupun getah. Air yang tergenang pada pavemen batu membuat benih berakar, matahari menjadikan bebatuan panas dan menjadikan kering tanam-tanaman kecil itu. Demikianlah roh dari mereka yang menempatkan doktrin-doktrin manusia yang rumit sebagai ganti doktrin sederhana Allah. Mereka bahkan menerima sabda-Ku dengan sukacita. Pertama-tama sabda mengguncangkan dan memikat mereka. Namun kemudian… Mereka akan perlu menjadi pahlawan dan bekerja keras untuk membersihkan ladang, yakni jiwa dan pikiran mereka dari segala bebatuan retoris. Benih lalu akan berakar dan menghasilkan daun-daun kering. Dan seperti itu… dia tidak menghasilkan apa-apa. Ketakutan akan pembalasan manusia sudahlah cukup. Cukuplah mengatakan: 'Dan sesudahnya? Apakah yang akan dilakukan para penguasa terhadapku?' dan benih malang itu pun layu tanpa makanan. Adalah cukup bagi seluruh tambang untuk dikacaukan dengan suara sia-sia dari beratus-ratus peraturan, yang sudah ditempatkan untuk menggantikan Peraturan, hingga manusia binasa bersama benih yang diterima… Israel penuh dengannya. Itu menjelaskan mengapa datang-kepada-Allah berbanding terbalik dengan kuasa manusia.

Yang terakhir adalah ladang-ladang tandus berdebu penuh jalan-jalan pintas. Ladang-ladang milik orang-orang duniawi yang cinta diri. Kenyamanan mereka adalah hukum mereka, kesenangan adalah tujuan mereka. Ambisi mereka: tidak melakukan pekerjaan, bermalas-malasan, menyenangkan diri mereka sendiri, berpesta-pora… Roh dunia adalah raja mereka. Debu keduniawian menyelimuti tanah yang menjadi bulukan. Burung-burung, yakni pesta-pora, bergegas menuju ribuan jalan pintas yang sudah dibangun demi memudahkan hidup. Roh dunia, yakni, dari yang Jahat, memungut dan membinasakan semua benih yang jatuh di atas tanah ini yang terbuka pada segala sensualitas dan kesembronoan…   

Sudahkah kalian paham? Adakah pertanyaan yang ingin kalian ajukan? Tidak? Kalau begitu kita dapat pergi dan beristirahat dan besok kita akan berangkat menuju Kapernaum. Ada satu tempat yang harus Aku datangi sebelum memulai perjalanan-Ku ke Yerusalem untuk Paskah."

"Akankah kita melintasi Arimatea lagi?" tanya Iskariot.

"Aku tidak pasti. Itu tergantung pada…"

Ada ketukan keras di pintu.

"Siapakah kira-kira yang datang selarut ini?" tanya Petrus seraya bangkit berdiri untuk membukakan pintu.

Yohanes masuk. Ia sama sekali berduka, belepotan debu, dan jelas ia menangis.

"Kau di sini!" mereka semua berteriak. "Ada apa?"

Yesus, Yang telah berdiri, hanya mengatakan: "Di manakah BundaKu?"

Dan Yohanes, yang maju ke depan dan berlutut di kaki sang Guru, sembari mengulurkan kedua tangannya seolah ia sedang memohon pertolongan, berkata: "BundaMu dalam keadaan baik, tapi Ia menangis seperti aku, seperti banyak orang lainnya, dan Ia meminta-Mu untuk tidak datang ke Yordan kepada kami. Itulah sebabnya mengapa Ia menyuruhku kembali, sebab Yohanes sepupu-Mu telah ditangkap…" Dan Yohanes menangis sementara semua orang terperanjat.

Yesus menjadi sangat pucat tapi tidak menjadi panik. Ia hanya berkata: "Bangkitlah dan ceritakanlah kepada kami."

"Aku sedang pergi bersama BundaMu dan para perempuan lain. Ishak dan Timoneus juga bersama kami. Kami tiga perempuan dan tiga laki-laki. Aku sedang melaksanakan perintah-Mu untuk membawa Maria kepada Yohanes… Ah! Engkau sudah tahu itu adalah perpisahan terakhir mereka!... Itu akan menjadi perpisahan terakhir mereka… Karena badai beberapa hari yang lalu, kami harus berhenti sejenak. Tapi itu sudah cukup untuk memungkinkan Yohanes bertemu dengan Maria… Kami tiba siang hari dan dia ditangkap dini hari…"

"Di mana? Bagaimana? Oleh siapa? Di guanya?" mereka semua bertanya, semua ingin tahu.

"Dia dikhianati!... Mereka menggunakan nama-Mu untuk mengkhianatinya!"

"Sungguh mengerikan! Siapakah yang melakukannya?" mereka semua berteriak.

Dan Yohanes gemetar, dengan berbisik dalam suara yang teramat lirih hingga bahkan angin pun jangan sampai mendengar, berkata: "Seorang dari para muridnya…"

Kegemparan mencapai titik puncaknya. Sebagian mengutuk, sebagian menangis, sebagian terpaku tercengang.

Yohanes melingkarkan kedua tangannya sekeliling leher Yesus dan berseru: "Aku takut mengenai Engkau!... mengenai Engkau! Ada pada para kudus para pengkhianat yang menjual diri mereka sendiri karena emas dan karena takut terhadap para penguasa, dengan mengharapkan imbalan, mentaati Setan. Untuk beribu-ribu alasan! Oh! Yesus! Yesus! Betapa mengerikan! Guruku yang pertama! Yohanes-ku yang memberikanku kepada-Mu!"

"Tidak apa-apa! Janganlah khawatir! Tidak akan ada suatu pun terjadi atas-Ku untuk sementara waktu."

"Tapi kelak? Apa yang akan terjadi kelak? Aku melihat diriku sendiri, pada ini… Aku takut akan semua orang, juga akan diriku sendiri. Akankah seorang dari kami menjadi pengkhianat-Mu?..."

"Apa kau gila? Dan apa kau pikir bahwa kita tidak akan mengkoyak-koyaknya hingga berkeping-keping?" teriak Petrus.

Dan Iskariot: "Oh! Kau sungguh gila! Tidak akan pernah itu aku! Tapi andai aku merasa begitu lemah hingga pada akhirnya akan menjadi demikian, aku akan bunuh diri. Itu lebih baik daripada menjadi pembunuh Allah."

Yesus membebaskan Diri dari rengkuhan Yohanes, mengguncang Yudas dengan keras seraya berkata: "Janganlah bersumpah! Tak suatu pun dapat membuatmu lemah, terkecuali kau menghendakinya! Dan andai itu terjadi, pastikan kau menangisinya, dan jangan lakukan suatu kejahatan lain lagi di samping membunuh yang ilahi. Dia menjadi lemah, barangsiapa yang memutuskan hubungan vitalnya dengan Allah." Ia lalu kembali pada Yohanes, yang sedang menangis dengan kepalanya ditopangkan ke atas meja dan Ia berkata: "Berbicaralah dengan tenang. Itu menyedihkan Aku juga. Dia sedarah daging dengan-Ku dan adalah Perintis Jalan-Ku."

"Aku hanya melihat sebagian dari para murid, yang kecewa dan marah terhadap si pengkhianat. Yang lainnya menyertai Yohanes ke penjaranya agar dekat dengannya pada saat kematiannya."

"Tapi dia belum mati… kali lalu dia berhasil meloloskan diri," kata Zelot berupaya menghibur Yohanes yang sangat disayanginya.

"Dia belum mati. Tapi dia akan mati," jawab Yohanes.

"Ya, dia akan mati. Dia tahu sebagaimana Aku tahu. Tak suatu pun dan tak seorang pun yang akan menyelamatkannya kali ini. Kapan waktunya? Aku tidak tahu. Aku tahu bahwa dia tidak akan lolos dari tangan Herodes hidup-hidup."  

"Ya, Herodes. Dengarkanlah. Yohanes pergi ke ngarai gunung, antara Gunung Ebal dan Gerizim, yang juga kita lewati saat kembali ke Galilea, sebab si pengkhianat berkata kepadanya: 'Mesias tengah sekarat sesudah diserang oleh para musuh-Nya. Ia ingin bertemu denganmu untuk mempercayakan suatu rahasia kepadamu.' Dan dia pergi bersama si pengkhianat dan beberapa orang lainnya. Orang-orang bersenjata Herodes bersembunyi di lembah dan mereka menangkapnya. Yang lain melarikan diri dan menyampaikan berita kepada para murid yang tinggal dekat Hennon. Mereka baru saja datang ketika aku tiba bersama BundaMu. Dan hal yang mengerikan adalah bahwa si pengkhianat adalah salah seorang dari kota kita… dan bahwa kaum Farisi dari Kapernaum adalah para pemimpin dari komplotan yang menangkapnya. Mereka pergi kepada Yohanes dengan mengatakan bahwa Engkau baru saja menjadi tamu mereka dan bahwa Engkau pergi dari sana menuju Yudea… dia tidak akan meninggalkan tempat perlindungannya jika bukan untuk Engkau…"

Hening yang senyap sesudah laporan Yohanes. Yesus tampak pucat pasi, mata biru-Nya yang dalam tampak suram. Ia berdiri dengan kepala-Nya tertunduk, tangan-Nya masih di atas bahu Yohanes, dan tangan-Nya sedikit gemetar. Tak seorang pun berani bicara. Yesus memecahkan keheningan: Kita harus pergi ke Yudea dengan menempuh rute yang berbeda. Tapi Aku harus pergi ke Kapernaum besok. Sepagi mungkin. Beritirahatlah sekarang. Aku akan naik ke hutan kecil zaitun. Aku ingin sendiri." Dan Ia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

"Ia pasti pergi untuk menangis," bisik Yakobus Alfeus. "Marilah kita mengikuti-Nya, saudaraku," kata Yudas Tadeus.

"Jangan. Biarkan Ia menangis. Tapi marilah kita pergi keluar diam-diam dan berjaga. Aku takut akan muslihat di mana-mana," jawab Zelot.

"Ya, marilah kita pergi. Kami para nelayan pergi ke pantai. Jika seseorang datang dari danau kami akan melihatnya. Kalian pergi ke hutan kecil zaitun. Ia pasti di tempat biasanya, dekat pohon walnut. Dini hari kita akan mempersiapkan perahu-perahu untuk berangkat awal. Ular-ular itu! Ehi! Aku sudah mengatakannya pada kalian! Katakan padaku, bocah? Tapi… apakah BundaNya sungguh aman?"

"Oh! Ya! Juga para gembala murid Yohanes pergi bersama-Nya. Andreas… kita tidak akan pernah melihat Yohanes kita lagi!"

"Diamlah! Itu seperti nyanyian burung cuckoo... Yang satu mendahului yang lain dan… dan…"

"Demi Tabut Suci! Diamlah! Jika kalian terus berbicara mengenai kemalangan pada Guru, aku akan mulai dari kalian, dengan membiarkan punggung kalian merasakan beratnya dayungku!" teriak Petrus yang marah. "Kalian…" Dia lalu berbicara kepada mereka yang akan pergi ke hutan kecil zaitun: "Bawalah beberapa pentung, beberapa cabang pohon yang besar, kau akan mendapatkannya di gudang kayu… dan berpencarlah, dengan bersenjatakan itu. Orang pertama yang datang mendekati Yesus untuk mencelakai-Nya, bunuh dia."

"Para murid! Kita harus berhati-hati dengan murid-murid baru!" seru Filipus.

Si murid baru merasa tersinggung dan bertanya: "Apakah kalian meragukan aku? Ia Yang memilihku dan menginginkanku."

"Bukan mengenai kau. Yang aku maksudkan adalah para ahli Taurat dan kaum Farisi dan para pemuja mereka. Dari situlah masalah akan berasal, percayalah padaku."

Mereka pergi keluar, sebagian menuju perahu-perahu, sebagian menuju pepohonan zaitun di bukit-bukit, dan semuanya pun berakhir.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 3                    Daftar Istilah                        Halaman Utama