179. PERUMPAMAAN TENTANG PENABUR.
![]() 4 Juni 1945
Yesus berbicara kepadaku dengan memperlihatkan kepadaku aliran Yordan, atau tepatnya, muara Yordan di mana air mengalir masuk ke dalam Danau Tiberias, yakni di mana kota Betsaida terletak di sebelah kanan tepian sungainya, jika orang menghadap ke utara: "Kota itu pada masa sekarang tidak lagi tampak berada di tepi danau, melainkan agak sedikit masuk pedalaman. Dan itu membingungkan para cendekiawan. Penjelasannya terletak pada tanah yang mengisi bagian danau ini, sebab dihimpun di sana sepanjang duapuluh abad oleh sungai, oleh endapan dan longsoran dari bukit-bukit Betsaida. Kota itu pada masa silam berada di muara sungai, dan sesungguhnya perahu-perahu yang lebih kecil, teristimewa pada masa air danau berlimpah, biasa berlayar ke hulu, hingga sejauh Khorazim; akan tetapi, sungai, selalu digunakan sebagai suatu pelabuhan dan naungan bagi perahu-perahu Betsaida ketika danau tengah bergelora. Aku tidak menjelaskan ini untukmu, bagi siapa keterangan ini tidak penting, melainkan untuk para alim ulama yang sulit mengerti. Dan sekarang teruslah."
![]() Perahu-perahu para rasul, sesudah menyeberangi rute pendek danau antara Kapernaum dan Betsaida, mendarat di kota terakhir. Perahu-perahu lain mengikuti mereka dan banyak orang turun dari perahu untuk menggabungkan diri dengan orang-orang Betsaida yang datang untuk menyambut sang Guru. Yesus memasuki rumah Petrus di mana istrinya tinggal di sana kembali. Aku pikir istrinya lebih suka sendirian daripada hidup bersama ibunya yang terus-menerus menggerutu mengenai Petrus.
Di luar, khalayak ramai menuntut Yesus dengan berteriak kencang-kencang, yang sangat menjengkelkan Petrus, begitu rupa hingga dia naik ke teras atap dan mengomeli orang banyak dengan mengatakan bahwa mereka seharusnya punya rasa hormat dan aturan. Dia ingin menikmati kebersamaan dengan Guru-nya sebentar saja, dalam damai, sekarang bahwa dia memiliki-Nya dalam rumahnya, sementara dia sendiri masih belum punya waktu atau kesempatan untuk menawari-Nya minum dan madu di antara banyak lain-lainnya yang dimintanya pada istrinya untuk ditawarkan. Dan dia menggerutu…
Yesus menatap pada-Nya dengan tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala-Nya seraya berkata: "Kau berpikir seolah kau tidak pernah melihat-Ku dan bahwa kita baru saja bertemu secara kebetulan!"
"Tapi memang begitu! Apabila kita di dunia apakah Engkau dan aku pernah bersama? Tidak pernah dalam hidup-Mu! Antara Engkau dan aku ada dunia dengan orang-orangnya yang sakit, orang-orangnya yang menderita, para pendengarnya, orang-orangnya yang penuh rasa ingin tahu, para pemfitnahnya, para musuhnya, dan Engkau dan aku tidak pernah bersama. Di sini sebaliknya, Engkau bersamaku, dalam rumahku, dan meraka seharusnya mengerti itu!" Dia sungguh marah.
"Tapi Aku tidak melihat perbedaannya, Simon. Kasih-Ku sama dan perkataan-Ku sama. Entah Aku mengatakannya padamu secara pribadi, atau Aku mengatakannya pada semua orang, apakah yang membuatnya berbeda?"
Petrus lalu mengakui kesedihannya yang mendalam: "Masalahnya adalah bahwa aku ini bodoh dan pikiranku mudah kemana-mana. Apabila Engkau berbicara di alun-alun, di atas gunung, di antara himpunan orang banyak, aku mengerti semuanya, tapi aku tidak tahu kenapa, aku tidak ingat apapun. Aku mengatakannya juga pada rekan-rekanku dan mereka mengatakan bahwa aku benar. Orang-orang lain, yang aku maksudkan adalah orang-orang yang mendengarkan Engkau, mengerti Engkau dan ingat akan apa yang Engkau katakan. Betapa sering kami mendengar orang berkata: 'Aku tidak lagi melakukan itu sebab Engkau telah mengatakannya pada kami', atau 'Aku datang sebab aku mendengar Engkau mengatakannya dan begitulah dan aku terkesan olehnya.' Kami sebaliknya… hmm! Seperti aliran air yang lewat dan tidak berhenti. Tepian sungai tidak lagi memiliki air yang telah lewat. Adalah benar bahwa air yang lain datang, berlimpah, tapi air lewat, air lewat… Dan aku ngeri akan pikiran itu, jika apa yang Engkau katakan akan terjadi, saatnya akan tiba ketika Engkau tidak akan ada lagi di sana untuk berperan sebagai sungai dan… dan aku… Apakah yang akan aku berikan kepada mereka yang haus jika aku tidak dapat menyimpan bahkan satu tetes pun dari kelimpahan yang Engkau berikan kepadaku?"
Juga para rasul yang lain mendukung erangan Petrus, dengan mengeluh bahwa mereka ditinggalkan tanpa apa-apa dari apa yang sudah mereka dengar, sementara mereka ingin mengingat semuanya demi menjawab orang-orang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.
Yesus tersenyum dan menjawab: "Aku pikir tidak begitu. Orang banyak sangat puas juga denganmu…"
"Tentu… tentu saja! Untuk semua yang kita lakukan! Membuka jalan bagi-Mu, dengan menyikut dan menerobos orang banyak, menggotong orang-orang sakit, mengumpulkan derma dan mengatakan: 'Ya, itu Guru!' Mengagumkan, ya kan?"
"Janganlah terlalu meremehkan dirimu sendiri, Simon."
"Aku tidak sedang meremehkan diriku sendiri. Aku mengenal diriku sendiri."
"Itu adalah kebijaksanaan yang paling sulit didapat. Tapi Aku ingin melegakan kalian dari ketakutan besar kalian. Apabila Aku berbicara dan kalian tidak dapat mengerti dan mengingat semuanya, bertanyalah pada-Ku tanpa takut membosankan atau mengecilkan hati-Ku. Kita selalu punya beberapa jam privasi, ketika kalian dapat membuka hati kalian pada-Ku. Aku memberikan begitu banyak pada begitu banyak orang. Dan apakah yang tidak akan Aku berikan kepada kalian yang begitu sangat Aku kasihi hingga Allah tidak dapat lebih mengasihi kalian? Kau berbicara mengenai gelombang-gelombang yang lewat dan tak suatu pun yang tertinggal di tepian sungai. Harinya akan datang ketika kau akan menyadari bahwa setiap gelombang sudah menanamkan sebiji benih dan bahwa suatu tanaman sudah tumbuh dari setiap benih. Kau akan mendapati di hadapanmu bunga-bunga dan tanam-tanaman di setiap kesempatan dan kau akan heran pada dirimu sendiri dan berkata: 'Apakah yang telah dilakukan Tuhan atasku?' sebab pada waktu itu kau akan ditebus dari perbudakan dosa dan keutamaan-keutamaanmu yang sekarang akan sudah mencapai tingkat kesempurnaan yang mengagumkan."
"Engkau mengatakannya, Tuhan-ku, dan aku mengandalkan perkataan-Mu."
"Sekarang marilah kita pergi kepada mereka yang menantikan kita. Ayo. Damai sertamu, perempuan. Aku akan menjadi tamumu malam ini."
Mereka pergi keluar dan Yesus mengarahkan langkah kaki-Nya menuju danau guna menghindari dihimpit oleh orang banyak. Petrus bertindak cekatan dalam mengarahkan perahu beberapa yard dari tepian, sehingga suara Yesus dapat terdengar oleh semua orang, namun dengan suatu jarak antara Ia dan mereka yang mendengarkan.
"Sementara datang kemari dari Kapernaum Aku memikirkan apa yang sebaiknya Aku katakan kepada kalian dan Aku mendapatkan suatu petunjuk dalam kejadian-kejadian pagi ini.
Kalian melihat tiga orang datang kepada-Ku. Yang seorang datang secara spontan, yang kedua sebab Aku mendorongnya, yang ketiga datang oleh sebab suatu antusiasme yang tiba-tiba. Dan kalian juga melihat bahwa Aku menerima hanya dua orang dari mereka. Mengapa? Apakah Aku mungkin melihat seorang pengkhianat dalam diri yang ketiga? Tidak, sebenarnya. Tapi Aku melihat bahwa dia tidak siap. Kelihatannya, orang ini yang di samping-Ku, yang hendak menguburkan ayahnya, kelihatan lebih tidak siap. Justru sebaliknya yang paling tidak siap adalah orang ketiga. Yang ini sangat siap, tanpa menyadarinya, hingga dia dapat membuat suatu pengorbanan yang sungguh gagah-berani. Kegagah-beranian dalam mengikuti Allah selalu merupakan bukti dari Persiapan rohani yang kuat. Dan itulah penjelasan dari peristiwa-peristiwa tertentu yang mengejutkan yang terjadi di sekitar-Ku. Mereka yang paling siap untuk menerima Kristus, apapun mungkin golongan atau pendidikannya, datang kepada-Ku dengan kesiapan dan iman yang mutlak. Mereka yang kurang siap menguji-Ku sebagai seorang yang luar biasa atau mereka mempelajari-Ku dengan curiga atau rasa ingin tahu, atau mereka menyerang dan memfitnah-Ku dengan mendakwa-Ku menggunakan beragam cara. Perbedaan cara berperilaku sebanding dengan ketidaksiapan roh.
Di antara bangsa terpilih adalah seharusnya mungkin untuk mendapati di mana-mana roh yang siap untuk menerima Mesias Yang dalam pengharapan akan Dia para Patriark dan para Nabi diliputi kerinduan, Mesias Yang pada akhirnya telah datang, dengan didahului dan disertai oleh segala tanda yang sudah dinubuatkan, Mesias, Yang kepribadian rohani-Nya menjadi semakin nyata melalui mukjizat-mukjizat kasat mata yang dikerjakan atas tubuh dan elemen-elemen, dan melalui mukjizat-mukjizat tak kasat mata yang dikerjakan atas nurani yang dipertobatkan dan atas orang-orang bukan Yahudi yang berpaling kepada Allah Yang Benar. Tapi tidaklah demikian. Kesiapan dalam mengikuti Mesias dihalangi dengan sangat kuat oleh anak-anak dari bangsa itu dan, apa yang menyedihkan untuk dikatakan, lebih dihalangi lagi semakin orang mendaki ke tingkat-tingkatnya yang lebih tinggi. Aku tidak mengatakan ini untuk mempermalukan kalian, melainkan untuk mendorong kalian untuk berdoa dan bermeditasi. Mengapakah itu terjadi? Mengapakah orang-orang bukan Yahudi dan orang-orang berdosa maju lebih jauh di jalan-Ku? Mengapakah mereka menerima apa yang Aku katakan dan yang lainnya tidak? Karena anak-anak Israel dijangkarkan, bukan, mereka ditancapkan bagai kerang-kerang mutiara ke tempat di mana mereka dilahirkan. Karena mereka kenyang, berlimpah dan gembul dengan kebijaksanaan mereka dan mereka tidak dapat membuat ruang untuk kebijaksanaan-Ku dengan membuang apa yang berlebihan demi membuat ruang untuk apa yang perlu. Yang lainnya tidak menderita akibat perbudakan macam itu. Mereka adalah orang-orang malang yang tidak mengenal Allah atau orang-orang berdosa yang malang, tanpa halangan, seperti perahu yang terapung-apung, mereka adalah orang-orang malang, yang tiada memiliki harta mereka sendiri, melainkan hanya timbunan kesalahan atau dosa, yang dengan senang hati mereka tinggalkan begitu mereka mengerti apa itu Injil dan mereka merasakan madunya yang menguatkan, yang sama sekali berbeda dari campuran memuakkan dosa-dosa mereka.
Dengarkanlah, dan mungkin kalian akan memahami lebih baik bagaimana suatu perbuatan yang sama dapat menghasilkan buah-buah yang berbeda.
Seorang penabur keluar untuk menabur. Dia memiliki banyak ladang dari berbagai jenis. Dia mewarisinya sebagian dari ayahnya, di atas mana karena kecerobohannya dia sudah membiarkan tanam-tanaman berduri berkembang-biak. Ladang-ladang lainnya dibeli olehnya: dia membelinya dari seorang yang sembrono dan dia membiarkan ladang-ladang itu sebagaimana adanya. Di ladang-ladang lain ada banyak jalan pintas, sebab orang itu suka kenyamanan dan tidak suka berjalan jauh apabila pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Akhirnya, ada sebagian ladang, yang paling dekat dengan rumahnya, yang dirawatnya agar dia memiliki pemandangan yang menyenangkan di di depan rumahnya. Ladang-ladang itu bebas dari bebatuan, semak-duri, rumput liar dan sebagainya.
Demikianlah orang itu mengambil kantong biji gandum kualitas unggul, dan mulai menabur. Benih jatuh di tanah lembut yang baik, yang sudah dibajak, disiangi, dipupuk, di ladang-ladang dekat rumah. Benih disebar di ladang-ladang dengan banyak jalan pintas dan jalan setapak, yang membagi-bagi ladang menjadi petak-petak kecil, dan menyebabkan juga tanah yang subur diselubungi oleh debu yang kotor dan kering. Sebagian benih jatuh di ladang-ladang di mana kebodohan orang itu sudah membiarkan tumbuh-tumbuhan berduri berkembang-biak. Bajak telah membalikkan tumbuh-tumbuhan itu, sehingga seolah-olah tidak ada, tetapi tumbuh-tumbuhan itu masih ada, sebab hanya api, pemusnah tumbuh-tumbuhan liar sampai ke akar-akarnya, yang dapat mencegahnya tumbuh kembali. Benih terakhir jatuh pada ladang-ladang yang baru saja dibelinya dan dibiarkan sebagaimana adanya, tanpa dibajak dan tanpa menyingkirkan segala bebatuan, yang sudah tertanam ke dalam tanah membentuk suatu pavement di atas mana tak ada satu tanaman pun dapat berakar. Sesudah menebar semua benih, dia pulang ke rumah dan berkata: 'Sungguh bagus! Yang perlu aku lakukan hanyalah menantikan hasil panen.' Dan dia bergembira sebab sementara bulan-bulan berlalu, dia melihat tunas-tunas muncul subur di ladang-ladang dekat rumahnya dan bertumbuh... oh! betapa lautan yang sedap dipandang mata! dan tanam-tanaman itu berubah keemasan dan memadahkan hosana kepada matahari, sementara satu berkas bergesekan dengan berkas yang lain. Orang itu berkata kepada dirinya sendiri: 'Semua ladang-ladangku seperti ladang-ladang yang ini! Marilah kita menyiapkan sabit dan lumbung. Betapa berlimpah makanan! Betapa berlimpah emas!' Dan dia bergembira…
Dia menuai gandum di ladang-ladang terdekat dan sesudahnya dia pergi ke ladang-ladang yang dia warisi dari ayahnya dan yang dibiarkannya dalam keadaan liar. Dan dia terkejut. Tanam-tanaman muncul, sebab ladang-ladangnya baik dan tanah yang diolah oleh ayahnya juga baik dan subur. Namun kesuburannya mempengaruhi juga tumbuh-tumbuhan berduri yang sudah dibalikkan tetapi tidak dimusnahkan. Tumbuh-tumbuhan berduri itu tumbuh kembali dan membentuk suatu langit-langit semak duri yang sangat rimbun, melalui mana tanam-tanaman gandum tidak dapat muncul, terkecuali beberapa berkas saja, dan tanam-tanaman itu sama sekali terhimpit.
Orang itu berkata: 'Aku mengabaikan tempat ini. Tapi tidak ada semak duri di ladang-ladang yang lain, jadi mestinya ladang-ladang itu baik-baik saja.' Dan dia pergi ke ladang-ladang yang baru dibelinya beberapa waktu sebelumnya. Keterkejutan dan kesedihannya semakin bertambah. Daun-daun gandum yang tipis dan layu bertebaran di mana-mana bagai jerami kering. Bukan apa-apa selain jerami kering. 'Bagaimana mungkin?' erangnya. Padahal tidak ada duri di sini! Dan dari benih yang sama! Dan benih itu telah muncul sebagai tunas-tunas yang gemuk dan indah. Hal itu dapat dilihat dari dedaunannya yang banyak dan berbentuk sempurna. Lalu mengapa semuanya layu sebelum menjadi berkas-berkas gandum?' Dan dengan sesal mendalam dia mulai menggali tanah untuk melihat apakah ada liang-liang tikus mondok atau hama lainnya. Tidak ada serangga ataupun hewan pengerat. Tetapi betapa banyak bebatuan! Sebuah terowongan batu! Ladang-ladang itu secara gamblang dipaving dengan kepingan-kepingan batu dan sedikit tanah yang menyelimutinya sungguh menipu. Oh! andai dia membajak dalam pada waktu yang tepat! Oh! andai dia menggali tanah sebelum menerima ladang-ladang itu dan membelinya sebagai ladang-ladang yang baik! Oh! andai, sesudah kesalahan yang dilakukannya dalam membeli apa yang ditawarkan kepadanya tanpa memastikan bahwa ladang-ladang itu baik, andai setidaknya dia memperbaiki keadaan ladang-ladang itu dengan bekerja keras! Sekarang sudah terlambat dan segala penyesalan tidak ada gunanya.
Orang itu berdiri, dan, dengan patah semangat, dia pergi ke ladang-ladang di mana dia sudah membangun banyak jalan demi kenyamanannya... dan murka karena sedih, dia mengoyakkan pakaiannya. Sama sekali tidak ada apa-apa di sana... Tanah pekat ladang diselimuti lapisan tipis abu putih… Orang itu roboh ke atas tanah sembari mengerang: 'Tapi kenapa di sini? Tidak ada bebatuan, tidak ada semak duri di sini, sebab ini adalah ladang-ladang kami. Kakekku, ayahku dan aku selalu memilikinya dan selama bertahun-tahun kami membuatnya subur. Aku yang membangun jalan-jalan, aku sudah menyingkirkan sebagian tanah, tapi itu tidak akan dapat menjadikannya sangat tandus...' Dia masih meratap ketika dia menerima jawaban dukanya dari sekawanan burung yang terbang antusias dari jalan-jalan pintas ke ladang dan kembali ke jalan-jalan pintas mencari-cari benih… Ladang, yang telah berubah menjadi suatu jaringan jalan pintas, yang di pinggir-pinggirnya benih jatuh, telah menarik banyak burung, yang pertama-tama memakan benih yang ada di jalan-jalan dan lalu benih-benih di ladang, hingga ke butir terakhir.
Jadi benih yang sama, yang ditaburkan di semua ladang-ladang, yang telah menghasilkan seratus, enampuluh, tigapuluh kali lipat di beberapa ladang, tidak menghasilkan apa-apa di ladang-ladang yang lain. Dengarkanlah, barangsiapa yang memiliki telinga. Benih adalah Sabda: yang sama untuk semua orang. Tempat-tempat di mana benih jatuh: hati kalian. Renungkanlah perumpamaan itu dan pahami. Damai sertamu."
Ia kemudian berbalik kepada Petrus dan berkata: "Berlayarlah sejauh yang kau dapat dan berhentilah di sisi seberang." Dan sementara kedua perahu berlayar melintasi suatu jalur pendek sungai dan lalu berhenti dekat tepian, Yesus duduk dan bertanya kepada si murid baru: "Sekarang siapakah yang tinggal di rumah?"
"Ibuku dan saudara laki-laki sulung, yang sudah menikah selama lima tahun. Saudara-saudara perempuanku ada di berbagai bagian wilayah. Ayahku seorang yang sangat baik dan ibuku berkabung dengan remuk hati." Pemuda itu sekonyong-konyong berhenti, menahan isak tangis yang menyesakkan.
Yesus meraih tangannya dan berkata: "Aku sendiri juga mengalami dukacita seperti itu dan Aku melihat BundaKu menangis. Jadi, Aku bisa mengerti..."
Gesekan perahu pada palung sungai yang berkerikil menyebabkan percakapan terinterupsi guna memungkinkan mereka turun ke darat. Bukit-bukit rendah Betsaida yang nyaris mencapai danau, berakhir di sini, sebaliknya suatu dataran yang berlimpah panenan terhampar dari pesisir sini, ke sisi lain Betsaida, ke arah utara.
"Apakah kita akan pergi ke Merom?" tanya Petrus.
"Tidak, marilah kita mengambil jalan setapak ini di antara ladang-ladang."
Ladang-ladang yang menawan dan dirawat baik mempertontonkan berkas-berkas gandum yang masih muda namun berbentuk indah, semuanya sama tinggi; dan sementara berombak-ombak lembut dalam angin sepoi-sepoi utara yang sejuk mereka tampak bagai suatu danau kecil yang lain, yang layar-layarnya adalah pepohonan yang tumbuh di sana-sini penuh burung-burung berkicau.
"Ladang-ladang ini tidak seperti yang dalam perumpamaan," komentar Yakobus sepupu Yesus.
"Tidaklah! Burung-burung tidak merusakkannya, tidak ada bebatuan, tidak ada semak duri. Berkas-berkas gandumnya indah! Dalam sebulan berkas-berkas itu akan menjadi keemasan... dan dalam dua bulan akan siap disabit dan dikumpulkan dalam lumbung," kata Yudas Keriot.
"Guru... Aku mengingatkan Engkau akan apa yang Engkau katakan di rumahku. Engkau berbicara begitu indah. Tapi aku mulai memiliki gagasan-gagasan dalam kepalaku yang sekacau awan-awan kusut di atas sana..." kata Petrus.
"Sore ini Aku akan menerangkannya pada kalian. Sekarang kita dekat Khorazim." Dan Yesus menatap lekat si murid baru seraya mengatakan: "Berlimpah akan diberikan kepada mereka yang memberi. Dan harta milik tidak menjauhkan karunia dari ganjarannya. Hantarkanlah Aku ke makam keluargamu dan ke rumah ibumu."
Pemuda itu berlutut, mencium tangan Yesus dan menangis.
"Bangkitlah. Marilah kita pergi. Roh-Ku telah merasakan tangismu. Aku hendak memperkuatmu dalam kegagah-beranianmu melalui kasih-Ku."
"Ishak Tua telah mengatakan padaku betapa baiknya Engkau. Ishak, Engkau tahu? Engkau menyembuhkan putrinya. Dia adalah rasulku. Tapi aku melihat bahwa kebaikan-Mu jauh lebih besar dari yang dikatakan padaku."
"Kita akan juga mengunjungi Ishak Tua untuk berterima kasih padanya sebab memberi-Ku seorang murid."
Mereka tiba di Khorazim dan rumah Ishak adalah yang pertama mereka dapati. Orang tua itu, yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, ketika dia melihat Yesus bersama para rasul-Nya dan si pemuda dari Khorazim di antara mereka, mengangkat kedua tangannya, dengan memegang tongkat jalannya di tangannya, dan tiada dapat berkata-kata dan tercengang. Yesus tersenyum dan senyum-Nya mengembalikan kemampuan bicara si orang tua itu.
"Semoga Allah memberkati Engkau, Guru! Mengapakah memberiku penghormatan sebegitu besar?"
"Untuk mengatakan padamu: 'Terima kasih.'"
"Tapi untuk apa, Tuhan-ku? Aku harus mengatakan perkataan itu pada-Mu. Mari masuk. Oh! Maafkan putriku tidak ada; dia membantu ibu mertuanya. Sebab dia sudah menikah, tahukah Engkau? Aku tiada menerima apapun selain berkat sesudah aku bertemu dengan Engkau! Sesudah dia sembuh, sanak kami yang kaya itu datang dari jauh, seorang duda, dengan anak-anak kecil yang membutuhkan seorang ibu... Oh! Tapi aku sudah menceritakan pada-Mu semuanya itu! Kepalaku sudah tua! Maafkan aku!"
"Kepalamu bijak dan lupa berbangga diri atas kebaikan yang dilakukannya untuk Guru-nya. Melupakan kebaikan yang sudah dilakukan adalah bijaksana. Itu menunjukkan kerendahan hati dan kepercayaan pada Tuhan."
"Tapi aku... aku tidak akan tahu..."
"Dan murid ini... bukankah Aku mendapatkannya melalui engkau?"
"Oh!... Tapi Aku tidak melakukan apa-apa, Engkau tahu? Aku hanya mengatakan kebenaran padanya... dan aku senang bahwa Elia bersama-Mu." Dia berbalik kepada Elia dan berkata: "Ibumu, sesudah sesaat tercengang, merasa lega ketika dia mendengar bahwa kau bersama Guru. Penghormatan terakhir yang diberikan kepada ayahmu sungguh khidmad. Dia belum lama dimakamkan."
"Dan bagaimana dengan kakakku?"
"Dia diam... kau tahu... dia agak marah karena ketidakhadiranmu... karena orang-orang desa... Dia masih punya mentalitas itu..."
Si pemuda berpaling kepada Yesus: "Engkau mengatakannya. Tapi aku tidak ingin dia mati... Jadikan dia hidup seperti aku, dan melayani Engkau."
Mereka yang lain tidak mengerti dan mereka saling melihat satu sama lain penuh rasa ingin tahu, tetapi Yesus menjawab: "Janganlah putus asa, bertekunlah." Ia memberkati Ishak dan pergi, kendati mereka meminta-Nya denan sangat untuk tinggal.
Mereka berhenti pertama-tama dekat makam dan berdoa. Sesudahnya, melalui sebuah kebun anggur yang masih setengah gundul, mereka pergi ke rumah Elia.
Pertemuan kedua bersaudara itu merupakan suatu pertemuan yang cukup dingin. Si kakak merasa terhina dan ingin orang tahu itu. Si adik merasa bersalah dari sudut pandang manusia dan tidak bereaksi. Akan tetapi kedatangan ibu mereka, yang tanpa mengatakan apapun prostratio dan mencium pinggiran jubah Yesus, menghangatkan suasana dan roh mereka. Dan mereka ingin menghormati sang Guru. Namun Yesus tidak menerima apapun, Ia hanya mengatakan: "Jadikan hati kalian benar, satu terhadap yang lain, sebenar dia bagi siapa kalian berkabung. Janganlah memberikan perasaan manusiawi pada apa yang di luar manusia: kematian dan pemilihan untuk suatu misi. Jiwa dari ayahmu yang benar tidak marah melihat bahwa anak ini tidak hadir pada saat pemakaman jenazahnya, melainkan beristirahat dengan tenang dalam kepastiaan akan masa depan Elia. Janganlah biarkan pikiran-pikiran duniawi mencemarkan rahmat pemilihan. Jika dunia heran sebab tidak melihatnya dekat peti jenazah ayahnya, para malaikat bersorak-sorai sebab melihatnya di samping Mesias. Jadilah benar. Dan kiranya itu menghiburmu, ibu. Kau membesarkannya dengan bijaksana dan dia telah dipanggil oleh Kebijaksanaan. Aku memberkati kalian semua. Damai sertamu sekarang dan selalu."
Mereka menyusuri jalan yang membawa mereka kembali ke sungai, dan dari sana menuju Betsaida. Elia tidak menunda bahkan sesaat pun di ambang pintu rumah ayahnya. Sesudah memberikan ciuman selamat tinggal pada ibunya, dia mengikuti sang Guru dengan kesederhanaan seorang kanak-kanak mengikuti ayah kandungnya.
|
||||
|