288. HARI SABAT DI GERASA.           


28 September 1945  

Waktu berjalan lambat ketika orang tidak tahu harus berbuat apa. Dan mereka yang bersama Yesus tidak tahu harus berbuat apa pada hari Sabat itu, di sebuah kota di mana mereka tidak punya kenalan, di sebuah rumah di mana mereka tidak merasa nyaman sebab perbedaan bahasa dan kebiasaan-kebiasaan, belum lagi prasangka-prasangka Yahudi yang menjauhkan mereka dari para kusir unta dan para pelayan Aleksander Misace. Oleh karenanya, banyak yang tetap di tempat tidur atau bermalas-malasan di bawah sinar matahari yang menjadikan halaman luas rumah itu menjadi hangat nyaman. Halaman yang cocok untuk menampung caravan-caravan, sebab dilengkapi dengan bak-bak dan cincin-cincin yang dipasangkan pada tembok atau tiang-tiang di serambi pedesaan, yang terbentang sepanjang keempat sisi halaman, dengan banyak kandang dan palungan dengan rumput dan jerami pada ketiga sisinya. Para perempuan di kamar mereka. Aku tidak melihat bahkan seorang pun dari mereka.

Marjiam menyenangkan dirinya juga di halaman yang tertutup itu dengan mengamati pekerjaan para tukang kuda, yang menyikat bagal-bagal, mengganti alas tidurnya, memeriksa kuku-kukunya, mengencangkan tapal kuda yang longgar, atau, apa yang lebih menarik minatnya sebab itu adalah sesuatu yang sama sekali baru, dia terpesona mengamati bagaimana para tukang unta menangani unta-unta, mempersiapkan terlebih dahulu beban untuk masing-masing hewan, yang sebanding dengan tiap-tiap hewan itu, menyeimbangkannya, dan bagaimana mereka membuat seekor unta berlutut dan bangkit untuk menempatkan dan membongkar bebannya, dengan mengganjari tiap-tiap hewan dengan segenggam kacang-kacangan kering, yang aku pikir adalah kacang buncis, dan pada akhirnya mereka memberinya carob (biji pohon carob, sejenis tumbuhan polong manis, mirip cokelat), yang juga dikunyah oleh para pekerja itu dengan nikmat.

Marjiam benar-benar kagum dan dia melihat sekeliling untuk mencari seseorang dengan siapa dia dapat membagikan kekagumannya. Namun, dia kecewa karena orang-orang dewasa tidak tertarik pada unta. Mereka entah berbicara satu sama lain atau tiduran. Dia pergi kepada Petrus yang sedang tidur dengan nyaman dengan kepalanya bersandar pada jerami yang empuk, dan mengguncangkan lengannya. Petrus setengah membuka matanya dan bertanya, "Ada apa? Siapa yang mencari aku?"

"Aku. Ikut dan lihatlah unta-unta."

"Biarkan aku tidur. Aku sudah melihat begitu banyak unta... Binatang jelek."

Bocah itu lalu pergi kepada Matius yang sedang memeriksa catatannya, sebab dia adalah bendahara selama perjalanan ini: "Kau tahu, aku baru saja melihat unta. Unta makan seperti domba, tahukah kau? Dan mereka berlutut seperti orang dan mereka seperti perahu yang bergerak naik turun. Pernahkah kau melihatnya?"

Matius, yang kehilangan hitungannya karena interupsi itu, menjawab ketus, "Ya" dan kembali menghitung uangnya.

Kecewa lagi... Marjiam melihat sekeliling... Ada Simon Zelot yang sedang berbicara dengan Yudas Tadeus... "Betapa bagusnya unta! Dan betapa baik! Mereka memuat dan menurunkan bebannya dan mereka berbaring di tanah supaya para tukang unta tidak harus bekerja terlalu berat. Dan mereka makan carob. Orang-orang itu juga memakannya. Aku ingin... Tapi mereka tidak akan mengerti aku. Ikutlah denganku..." dan dia menggandeng tangan Simon.

Simon, yang sedang asyik berbincang santai dengan Tadeus, menjawab asal, "Ya, sayang... Pergilah... dan berhati-hatilah agar jangan kau mencelakai dirimu sendiri."

Marjiam tercengang... Simon belum menjawab intinya. Bocah itu nyaris menangis. Dia pergi patah hati dan bersandar pada sebuah tiang...

Yesus keluar dari sebuah ruangan dan melihat bahwa si bocah memberengut dan sendirian. Dia menghampirinya dan menempatkan tangan-Nya ke atas kepalanya. "Apa yang kau lakukan seorang diri dan begitu sedih?"

"Tidak ada yang mau mendengarkanku..."

"Apa yang kau inginkan dari mereka?"

"Tidak ada, aku bicara tentang unta... Binatang hebat... Aku suka unta. Pasti seperti berada di atas kapal berada di atas punggungnya... Dan mereka makan carob; orang-orang juga memakannya...

"Dan kau ingin berada di atas sana dan makan carob. Ayo, mari kita pergi melihat unta," dan Yesus menggandeng tangannya dan pergi ke ujung halaman bersama si bocah, yang telah menjadi ceria kembali.

Yesus langsung menghampiri seorang tukang unta dan menyalaminya dengan seulas senyum. Laki-laki itu membungkuk kepada-Nya dan melanjutkan merawat piaraannya, menyelaraskan tali leher dan tali kekangnya.

"Sobat, apa kau mengerti Aku?"

"Ya, Tuhan. Aku sudah mengenal orang-orang-Mu selama duapuluh tahun.

"Bocah ini punya satu keinginan besar: menunggang unta... Dan satu keinginan kecil: makan carob," dan Yesus tersenyum sekali lagi dengan lebih lebar.

"Putramu?"

"Bukan, Aku tidak punya anak. Aku tidak menikah."

"Engkau begitu tampan, begitu gagah. Engkau belum menemukan seorang perempuan?"

"Aku tidak mencari perempuan."

"Engkau tidak pernah merasakan keinginan akan seorang perempuan?"

"Tidak. Tidak pernah."

Orang itu menatap pada-Nya dan terpana. Dia lalu berkata, "Aku punya sembilan anak di Ischilo... Aku pergi: satu anak. Aku pergi: satu anak lagi. Selalu."

"Apa kau mencintai anak-anakmu?"

"Mereka darah dagingku! Tapi pekerjaanku sulit. Aku di sini, anak-anakku di sana. Kami terpisah jauh... Tapi aku melakukannya demi memberi makan mereka. Mengertikah Engkau?"

"Ya, mengerti. Jadi kau bisa mengerti bocah ini yang ingin menunggang unta dan makan carob."

"Ya. Ayo. Apa kau takut? Tidak? Bagus. Anak yang manis! Aku juga punya anak, sepertimu. Berkulit gelap sepertimu. Ini. Ambil dan pegang erat," dan dia menempatkan ke dalam tangan Marjiam pegangan aneh yang ada di bagian depan sadel. "Tunggu. Aku akan naik sekarang. Dan unta akan berdiri. Kau tidak takut kan?"

Dan laki-laki itu memanjat sadel yang tinggi, dia mencari posisi yang nyaman dan memacu si unta, yang berdiri dengan patuh.

Marjiam tertawa gembira. Dan dia semakin gembira sebab si tukang unta memasukkan sepotong carob yang lezat ke dalam mulutnya. Unta itu melangkah santai sepanjang halaman, kemudian si kusir membuatnya berlari kecil, akhirnya, melihat bahwa Marjiam tidak takut, dia meneriakkan sesuatu kepada salah seorang rekannya, yang membuka pintu yang sangat lebar di bagian belakang halaman dan si tukang unta menghilang bersama pemboncengnya di wilayah nan hijau.

Yesus kembali ke rumah dan memasuki sebuah ruangan besar di mana para perempuan berada. Dia tersenyum begitu gembira hingga Maria bertanya kepada-Nya, "Apa yang terjadi, Nak, hingga Engkau begitu gembira?"

"Aku sama gembiranya seperti Marjiam yang berkendara di atas punggung unta. Keluarlah supaya kita bisa melihatnya kembali."

Mereka semua keluar ke halaman dan duduk di atas tembok rendah dekat baskom-baskom. Para rasul yang tidak tidur menghampiri mereka. Mereka yang berada dekat jendela di kamar-kamar atas, melihat ke bawah, mereka melihat kelompok itu dan turun menggabungkan diri. Suara muda mereka yang nyaring, yang adalah suara Yohanes dan kedua Yakobus, membangunkan juga Petrus dan Andreas dan juga Matius. Mereka sekarang semua berkumpul menjadi satu terkecuali Yohanes En-Dor dan kedua murid juga sudah menggabungkan diri dengan kelompok itu.

"Tapi di mana Marjiam? Aku tidak melihatnya," kata Petrus.

"Dia pergi menunggang unta. Tak ada seorang pun di antaramu yang mau mendengarkannya... Aku melihatnya sangat sedih dan Aku memberinya perhatian."

Petrus, Simon dan Matius ingat, "Tentu saja! Dia berbicara tentang unta... dan carob. Tapi aku mengantuk!"; "Aku harus memeriksa catatanku sebab aku ingin melaporkan kepada-Mu apa yang sudah aku terima dari orang-orang Gerasa dan apa yang sudah aku berikan kepada orang-orang miskin"; "Dan aku berbicara tentang iman dengan saudara-Mu."

"Tak mengapa. Aku mengurusnya. Tapi, secara tak langsung, Aku mengatakan kepadamu bahwa mempedulikan kesenangan anak-anak adalah juga kasih...  Tapi sekarang mari kita bicara tentang hal lain. Kota ini penuh kegembiraan. Satu-satunya kenangan akan hari Sabat kita adalah kegembiraan bersama. Jadi lebih baik tinggal dalam rumah. Adalah jauh lebih baik demikian karena jika mereka mau, mereka bisa mendapatkan kita sebab mereka tahu di mana kita berada. Ada Aleksander yang sedang memeriksa unta-untanya. Sekarang Aku akan memberitahunya bahwa ada seekor yang hilang karena kesalahan-Ku." Dan Yesus bergegas menghampiri sang saudagar dan berbicara kepadanya.

Mereka kembali bersama. Saudagar itu berkata, "Sangat bagus. Dia akan bersenang-senang dan pergi keluar di bawah matahari akan baik baginya. Kau dapat pastikan bahwa laki-laki itu akan memperlakukan si bocah dengan baik. Calipius adalah seorang yang cerdas. Sebagai imbalan, aku meminta Engkau untuk mengatakan sesuatu kepadaku. Semalam aku merenungkan perkataan-Mu... yang aku dengar di Ramot, yang Kau bicarakan dengan perempuan itu, dan yang Kau katakan kemarin. Dan aku pikir aku sedang mendaki sebuah gunung yang tinggi, seperti gunung-gunung di mana aku tinggal, yang puncak-puncaknya mencapai awan-awan. Engkau membawa aku semakin tinggi. Aku merasa seolah ditangkap oleh seekor elang, seperti salah satu dari burung-burung elang di gunung kami yang paling tinggi, yang pertama muncul dari Air Bah. Aku melihat hal-hal yang sama sekali baru, yang belum pernah aku pikirkan sebelumnya, semua yang datang dari terang... Dan aku memahaminya. Kemudian aku menjadi bingung. Katakan lebih banyak lagi kepadaku."

"Apa yang harus Aku katakan kepadamu?"

"Aku tidak tahu... Semuanya begitu indah. Apa yang Engkau katakan tentang bertemu kembali di Surga... Aku mengerti bahwa kita akan mengasihi dengan suatu cara yang berbeda di sana, dan kendati demikian tetap sama. Misalnya: kita tidak akan perlu khawatir seperti sekarang, seolah kita hanya satu keluarga saja: satu untuk semua dan semua untuk satu. Apakah aku salah?"

"Tidak. Sebaliknya! Kita akan menjadi satu keluarga juga dengan orang-orang yang hidup. Jiwa tidak dipisahkan oleh kematian. Aku berbicara tentang orang-orang benar. Mereka membentuk satu keluarga besar. Bayangkan saja sebuah bait besar di mana sebagian orang menyembah dan berdoa, dan sebagian bekerja. Kelompok pertama berdoa juga untuk mereka yang bekerja, dan kelompok terakhir bekerja untuk mereka yang berdoa. Hal yang sama berlaku bagi jiwa-jiwa. Kita bekerja di bumi. Mereka membantu kita dengan doa-doa mereka. Tetapi kita harus mempersembahkan penderitaan kita untuk kedamaian mereka. Itu adalah suatu mata rantai yang tidak terputuskan. Adalah Kasih yang mengikatkan mereka yang sudah meninggal dengan mereka yang masih hidup. Dan mereka yang masih hidup harus baik untuk bisa menggabungkan diri dengan mereka yang sudah meninggal dan menghendaki kita bersama mereka."

Sintikhe membuat suatu gerakan refleks, yang segera disamarkannya. Tetapi Yesus memperhatikan hal itu dan mendorongnya untuk keluar dari kebiasaannya menahan diri.

"Aku berpikir... Aku memikirkannya selama beberapa hari ini, dan jika aku harus mengatakan yang sebenarnya, aku khawatir, sebab aku merasa jika aku percaya akan Firdaus-Mu, aku akan kehilangan ibu dan saudari-saudariku selamanya…" isak tangis menghentikan suara Sintikhe, yang tersekat air mata.

"Pikiran apa yang membuatmu begitu khawatir?"

"Sekarang aku percaya kepada-Mu. Aku hanya bisa memikirkan ibuku sebagai seorang kafir. Dia seorang yang baik... Oh! sangat baik! Dan saudari-saudariku juga. Si kecil Ismene adalah anak perempuan terbaik yang pernah ada di bumi. Tetapi mereka adalah orang-orang kafir... Sekarang, semasa aku seperti mereka, aku memikirkan Hades dan aku biasa mengatakan, 'Kita akan bertemu kembali di sana.' Sekarang Hades tidak lagi ada. Yang ada adalah Firdaus-Mu, Kerajaan Surga bagi mereka yang telah melayani Allah Yang Benar dalam kebenaran. Dan bagaimana dengan jiwa-jiwa malang itu? Bukan salah mereka jika mereka lahir di Yunani! Tak seorang pun dari para imam di Israel yang pernah datang untuk mengatakan, 'Allah kita adalah Allah Yang Benar.' Jadi? Apakah keutamaan-keutamaan dan penderitaan mereka tidak berarti apa-apa? Apakah mereka akan berada dalam kegelapan abadi dan terpisah dariku selamanya? Aku katakan kepada-Mu: itu adalah siksaan! Aku seolah telah nyaris mengingkari mereka. Ampuni aku, Tuhan-ku... Aku menangis..." dan dia jatuh berlutut seraya menangis dengan begitu sedihnya.

Aleksander Misace berkata, "Itu dia! Aku juga bertanya-tanya apakah, jika aku menjadi seorang benar, aku akan pernah bertemu dengan ayah, ibu, saudara-saudaraku dan sahabat-sahabataku..."

Yesus menempatkan jemari-Nya ke atas kepala Sintikhe yang berambut coklat dan berkata, "Seseorang bersalah ketika dia mengenal Kebenaran, tetapi berdegil dalam Kesalahan. Seseorang tidak bersalah ketika dia yakin berada dalam Kebenaran, dan tidak ada suara yang pernah datang untuk mengatakan, 'Kebenaran adalah apa yang Aku bawa kepadamu. Tinggalkan gagasan-gagasanmu demi Allah Yang Benar ini dan kau akan mendapatkan Surga.' Allah itu adil. Dapatkah kau percaya bahwa Dia tidak akan mengganjari keutamaan yang telah disempurnakan sepenuhnya oleh dirinya sendiri dalam kerusakan dunia kafir? Jangan khawatir, putri-Ku."

"Bagaimana dengan dosa asal? Dan penyembahan kafir mereka yang keji? Dan..."

Lebih banyak sanggahan akan datang dari kaum Israel untuk mendukakan jiwa Sintikhe yang sudah begitu sedihnya, andai Yesus dengan suatu gerakan tidak mengisyaratkan keheningan.

Ia berkata, "Dosa asal adalah umum bagi semua orang, entah dia berasal dari Israel atau tidak. Dosa asal tidak dikhususkan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Penyembahan kafir akan menjadi dosa sesudah Hukum Kristus disebarkan ke seluruh dunia. Keutamaan akan selalu adalah keutamaan di mata Allah. Dan dalam keutamaan persatuan-Ku dengan Bapa, Aku katakan, dan Aku katakan ini dalam nama-Nya, dengan menerjemahkan Pikiran-Nya yang Mahakudus ke dalam perkataan, bahwa cara-cara kuasa kerahiman Allah adalah begitu luas, dan itu sungguh ditujukan untuk memberikan sukacita kepada orang-orang yang saleh supaya mereka bisa menyingkirkan penghalang di antara jiwa-jiwa, dan damai akan diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkan damai. Bukan hanya itu, tetapi Aku katakan bahwa di masa mendatang mereka yang mengikuti agama nenek moyang mereka dengan kebenaran dan kekudusan, dengan keyakinan berada dalam Kebenaran, tidak akan dibenci dan dihukum oleh Allah. Kejahatan, niat buruk, penolakan sengaja akan Kebenaran yang dikenal, di atas segalanya penyangkalan terhadap Kebenaran yang dinyatakan dan perlawanan terhadapnya, hidup yang keji, akan benar-benar memisahkan selamanya jiwa-jiwa orang benar dari orang-orang berdosa itu. Berbesar hatilah, Sintikhe. Kegalauan macam itu merupakan suatu serangan neraka akibat murka Setan terhadapmu, karena dia sudah kehilangan kau sebagai mangsanya untuk selamanya. Tidak ada Hades. Yang ada adalah Firdaus-Ku. Tapi itu bukan penyebab dukacita, melainkan sukacita. Tidak ada suatu pun dari Kebenaran yang bisa menjadi penyebab kesedihan atau kebimbangan, sebaliknya itu harus memberimu kekuatan untuk iman yang terlebih besar dan kepastian yang menggembirakan. Selalu beritahu Aku akan segala kekhawatiranmu. Aku ingin terang dalam dirimu sama pastinya dan sama mantapnya seperti terang matahari."

Sintikhe, yang masih berlutut, meraih tangan-Nya dan menciumnya.

Teriakan si tukang unta membuat kelompok itu mengerti bahwa unta akan segera tiba, dengan langkah lambat, tanpa suara, di rerumputan tebal di luar pintu belakang, yang segera dibuka oleh seorang pelayan. Dan Marjiam pun kembali, dia gembira; wajahnya kemerahan sesudah berkeliling. Dia adalah seorang laki-laki mungil yang sudah dinaikkan ke atas punggung unta yang tinggi, dan dia tertawa seraya melambaikan tangan, sementara si unta berlutut dan dia meluncur turun dari pelana yang aneh itu, sembari membelai si tukang unta yang berkulit gelap. Marjiam lalu berlari ke arah Yesus dengan berteriak, "Betapa menyenangkan! Apakah para Majus datang dari Timur dengan menunggang binatang-binatang itu untuk menyembah Engkau? Aku akan pergi dengan menunggangnya untuk mewartakan Engkau ke seluruh dunia! Dunia nampak lebih luas saat dilihat dari atas sana dan dia berkata, 'Ayo, kau yang mengenal Injil!' Oh! Tahukah Engkau... Orang itu juga membutuhkannya... Dan kau juga, saudagar, dan semua pelayanmu... Berapa banyak orang yang menantikan dan mati tanpa menerimanya... Lebih banyak orang daripada pasir di sungai... Mereka semua tanpa Engkau, Yesus! Oh! Bersegeralah dan umumkan Injil ke semua orang!" dan dia bergelayut pada sisi Yesus seraya menatap pada-Nya.

Dan Yesus membungkuk untuk menciumnya dan berjanji, "Kau akan melihat Kerajaan Allah diwartakan sejauh perbatasan-perbatasan Roma yang paling jauh. Apa kau senang?"

"Ya. Dan kemudian aku akan datang dan berkata kepada-Mu, 'Negeri yang ini, yang itu, dan Negeri yang lainnya... semua sudah mengenal-Mu.' Kemudian aku akan tahu nama-nama dari Negeri-negeri yang jauh itu. Dan apa yang akan Engkau katakan kepadaku?"

"Akan aku katakan, 'Ayo, Marjiam kecil. Milikilah sebuah mahkota untuk setiap negeri di mana kau sudah mewartakan Aku dan lalu datanglah kemari di samping-Ku, seperti pada hari itu di Gerasa, dan beristirahatlah setelah semua kerjamu, sebab kau telah menjadi pelayan yang setia dan adalah benar bahwa kau selayaknya berbahagia dalam Kerajaan-Ku.'"
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama