263. SATU HARI YUDAS ISKARIOT DI NAZARET.           

honeysuckle
melati Indian
maidenhair

27 Agustus 1945

Rumah di Nazaret akan menjadi tempat yang paling cocok untuk kenaikan rohani. Ada damai, keheningan, keteraturan. Kekudusan tampak memancar dari batu-batunya, dari pepohonan di kebun sayur-mayur dan buah-buahan, atau tercurah dari jerami tenteram yang membentuk sebuah kubah surgawi di atasnya. Pada kenyataannya kekudusan dihembuskan dari Ia Yang tinggal di dalamnya, dan yang bergerak dengan gesit dan tenang, dengan gerak tubuh-Nya dan langkah kaki ringan-Nya yang tak berubah, senantiasa muda, sama seperti kala Ia memasuki rumah itu sebagai seorang mempelai, dan dengan senyuman yang sama yang menenangkan dan membelai.

Matahari, di awal pagi ini, bersinar di sisi sebelah kanan rumah, yang dekat dengan permukaan tanah bergelombang pertama dari bukit, dan hanya puncak-puncak pepohonan memanfaatkan sinarnya; yang pertama-tama adalah pepohonan zaitun yang ditanam dekat teras guna menahan tanah lewat akar-akarnya: pepohonan itu adalah pepohonan zaitun yang masih bertahan dari hutan kecil zaitun Yoakim, pepohonan besar yang bengkok-bengkok batangnya dengan cabang-cabangnya yang tebal menjulang ke langit seolah mereka memohon berkatnya atau berdoa juga dari tempat yang damai tenang itu. Dulu hutan kecil itu terdiri dari banyak pohon yang, bagai para peziarah yang sedang berdoa, membentuk suatu prosesi panjang yang terbentang hingga sejauh padang-padang di mana hutan kecil zaitun dan padang-padang menjadi tempat penggembalaan, namun hanya tinggal beberapa pohon saja sekarang yang tersisa dalam wilayah properti Yoakim yang sudah dipapras. Berikutnya yang mengambil manfaat dari sinar matahari adalah pepohonan almond yang tinggi kokoh dan pepohonan apel, yang dengan cabang-cabangnya membentuk naungan di atas kebun, lalu ada sebatang pohon delima yang menikmati berkas-berkas matahari, dan yang terakhir adalah pohon ara dekat rumah, ketika matahari sudah membelai tanam-tanaman bunga-bungaan dan sayur-mayur yang dirawat dengan baik dalam bedeng-bedeng bunga berbentuk persegi empat dan sepanjang pagar tanam-tanaman yang ditanam di bawah pergola-pergola yang sarat buah-buah anggur.      

Lebah-lebah mendengung, yang bagai tetes-tetes terbang keemasan, hinggap di atas apa saja yang dapat memberi mereka jus beraroma manis. Sebatang kecil tunas honeysuckle diserbu oleh mereka, juga pagar tanam-tanaman dengan berkas-berkas bunga berbentuk lonceng, yang namanya aku tidak tahu, tetapi pastilah bunga malam, sebab bunga-bunga itu hendak menutup, dan harumnya sangat kuat. Lebah-lebah bergegas menghisapnya sebelum bunga-bunga itu mengatupkan helai-helai bunganya untuk tidur.

Maria bergegas pergi dari sarang burung-burung merpati ke sumber mata air kecil, dan dari sana menuju rumah, melakukan pekerjaan-Nya, dan meski begitu, sementara melakukannya, Ia masih sempat mengagumi bunga-bunga-Nya atau burung-burung merpati yang mendekut sepanjang jalan-jalan setapak atau terbang sekeliling rumah dan kebun sayur-mayur dan buah-buahan.

Yudas Iskariot kembali dengan membawa tanam-tanaman dan cangkokan. "Salam, Bunda. Mereka memberiku semua yang aku inginkan. Aku kembali dengan berlari supaya tanam-tanaman ini tidak rusak. Tetapi aku harap mereka akan berakar seperti honeysuckle itu. Tahun depan kebun-Mu akan menjadi seperti sebuah keranjang penuh bunga. Dan dengan demikian Engkau akan mengingat Yudas yang malang dan masa tinggalnya di sini," katanya, sembari dengan riang mengeluarkan dari sebuah tas kain beberapa tanaman, yang akar-akarnya dibungkus tanah dan dedaunan lembab, dan juga beberapa cangkokan dari tas kain lainnya.

"Terima kasih, Yudas. Sungguh banyak terima kasih. Kau tidak tahu betapa gembiranya aku memiliki honeysuckle itu dekat grotto kecil. Ketika aku masih seorang gadis kecil, di sana, di ujung padang-padang itu, yang adalah milik kami pada masa itu, ada sebuah grotto yang lebih indah, dan tanam-tanaman ivy serta honeysuckle menghiasinya dengan cabang-cabang dan bunga-bunganya, membentuk semacam tirai dan naungan bagi bunga-bunga lily kecil yang tumbuh dalam grotto, yang dijadikan sepenuhnya hijau oleh sulaman halus maidenhair. Sebab ada sebuah mata air di sana… Di Bait Allah Aku sering memikirkan grotto itu dan Aku katakan padamu bahwa apabila Aku berdoa di hadapan Tabir Suci, sebagai seorang perawan dari Bait Allah, Aku tidak merasakan kehadiran Allah yang terlebih kuat. Tidak, harus Aku katakan bahwa Aku memikirkan di sana tentang percakapan-percakapan manis jiwa-Ku dengan Tuhan-ku… Yosef-Ku mempersiapkan grotto ini untuk-Ku, dengan aliran airnya yang baik ini, bukan terutama karena fungsinya, melainkan untuk memberi-Ku sukacita akan grotto yang seperti yang satunya… Yosef sungguh baik, dan penuh perhatian bahkan pada detil-detil yang paling remeh… Dan ia menanam honeysuckle dan ivy; yang terakhir masih hidup sedangkan yang pertama mati semasa tahun-tahun kami di pengungsian… Ia menanamnya lagi di kemudian hari. Tetapi, tanaman itu mati tiga tahun yang lalu. Kau sekali lagi menanamnya. Dan tanaman itu sudah berakar, lihat? Kau seorang yang sangat cakap berkebun."

"Ya. Semasa anak-anak, aku sungguh sangat suka bertanam dan ibuku mengajariku bagaimana merawatnya… Bersama-Mu, Bunda, aku merasa seolah aku anak-anak kembali dan aku menemukan kembali bakat lamaku. Aku melakukannya demi menyenangkan-Mu. Engkau begitu baik terhadapku!..." jawab Yudas, sambil bekerja dengan cakap dalam menempatkan tanam-tanaman pada tempat-tempat yang paling sesuai. Dekat pagar tanam-tanaman dengan bunga malam, dia menempatkan seberkas akar, yang aku tidak tahu apakah itu lily dari lembah atau bunga lainnya. "Ini akan baik di sini," katanya sembari menekan dengan sebuah cangkul kecil tanah di atas akar-akar yang ditanam. "Terlalu banyak sinar matahari tidak baik untuknya. Pelayan Eleazar tidak mau memberikannya padaku. Tetapi aku begitu mendesak hingga dia memberikannya padaku."

"Mereka tidak mau memberikan pada Yosef bunga-bunga melati Indian itu. Tetapi ia melakukan pekerjaan untuk mereka tanpa memungut bayaran demi mendapatkannya untuk-Ku. Sekarang tanaman itu semakin subur."

"Nah, selesai, Bunda. Aku sekarang akan menyiraminya dan mereka akan tumbuh baik." Dia menyiraminya dan lalu membasuh kedua tangannya di sumber mata air.

Maria menatap padanya: dia begitu berbeda dari YesusNya, dan begitu berbeda juga dari Yudas kala mengalami badai; Ia mengamatinya, menghampirinya dan dengan menempatkan tangan pada lengannya, Ia bertanya dengan lembut: "Apa kau merasa lebih baik, Yudas? Dalam jiwamu, yang Aku maksud."

"Oh! Bunda! Jauh lebih baik! Aku merasa damai. Dan Engkau dapat melihatnya. Aku mendapatkan kesenangan dan keselamatan dalam hal-hal sederhana dan dengan bersama-Mu. Sebaiknya aku tidak pernah meninggalkan damai ini, ketenangan ini. Di sini… Betapa jauhnya dunia dari rumah ini!..." Dan Yudas menatap pada kebun, tanam-tanaman, rumah kecil itu… Dia menyimpulkan: "Tetapi jika aku tinggal di sini, aku tidak akan pernah dapat menjadi seorang rasul. Dan aku ingin menjadi rasul…"

"Akan tetapi, percayalah pada-Ku, adalah lebih baik bagimu untuk menjadi suatu jiwa yang benar daripada seorang rasul yang tidak benar. Jika kau merasa bahwa kontak dengan dunia mengacaukanmu, jika kau sadar bahwa pujian dan kehormatan seorang rasul dapat mencelakaimu, tinggalkanlah itu, Yudas. Adalah lebih baik bagimu menjadi seorang sederhana yang percaya kepada Yesus-Ku, tetapi seorang percaya yang kudus, daripada seorang rasul yang berdosa."

Yudas menundukkan kepalanya termenung. Maria meninggalkannya dengan permenungannya dan masuk ke dalam rumah ke pekerjaan rumah tangga-Nya.

Yudas tinggal seperti itu untuk beberapa waktu lamanya, dia lalu berjalan mondar-mandir di bawah pergola. Kedua lengannya terlipat, kepalanya tertunduk. Dia tenggelam dalam pikirannya, lalu dia mulai berbicara dengan menggerak-gerakkan tangan pada dirinya sendiri. Monolognya tak dapat dimengerti. Gerakan tubuhnya khas seorang yang sedang kacau dengan gagasan-gagasan yang saling bertentangan. Dia kelihatan memohon dan menolak, atau mengasihani, atau mengutuk sesuatu, wajahnya yang penuh ingin tahu menjadi menakutkan, galau, hingga wajahnya memiliki ekspresi dari saat-saat terburuknya… dan dia berhenti sekonyong-konyong di tengah jalan setapak, tinggal demikian beberapa saat lamanya, dengan wajah yang sungguh seperti setan… Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan naik ke bukit kecil dengan pepohonan zaitun, jauh dari pandangan Maria, dan dia menangis dengan menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya, hingga dia tenang dan tinggal duduk, bersandar dengan punggungnya pada pohon zaitun, seolah dia bingung…

… Tidak lagi pagi, melainkan di penghujung matahari yang terbenam jaya. Nazaret membuka pintu-pintu rumahnya, yang ditutup sepanjang hari karena panasnya musim panas yang menyengat.

Para perempuan, para laki-laki, anak-anak keluar ke kebun sayur-mayur dan buah-buahan atau ke jalanan yang masih hangat tetapi tanpa matahari, mencari udara sejuk di sumber mata air, atau bermain atau bercengkerama... menantikan makan malam. Laki-laki, perempuan, anak-anak saling bertukar salam dengan suara lantang, mereka mengobrol, tertawa, berteriak…

Yudas juga keluar dan mengarahkan langkah kakinya ke sumber mata air dengan membawa bejana-bejana tembaga. Dia diamati dan ditunjuk oleh orang-orang Nazaret dengan julukan "murid dari Bait Allah," yang bagi Yudas terdengar bagai musik nan merdu. Dia lewat dengan menyapa orang-orang dengan ramah, tapi juga dengan sedikit jaga jarak, yang jika belum dapat dikatakan sombong, sangat dekat ke arah itu.

"Kau sangat baik kepada Maria," kata seorang warga dengan jenggot panjang padanya.

"Ia pantas untuk itu dan yang lebih dari itu. Ia sungguh seorang perempuan agung Israel. Kamu beruntung punya warga yang demikian."

Pujian bagi Sang Perempuan Nazaret menyenangkan hati orang-orang yang saling mengulang satu kepada yang lain apa yang dikatakan Yudas.

Si rasul sementara itu sudah tiba di sumber mata air di mana dia menunggu gilirannya dan dia berbaik hati membawakan tempayan-tempayan untuk seorang perempuan tua, yang tiada henti memberkatinya, dan dia mengisikan tempayan dua orang perempuan, yang kesulitan sebab masing-masing menggendong kanak-kanak yang menyusu. Dengan mengangkat kerudung mereka membisikkan: "Semoga Allah mengganjarimu."

"Mengasihi sesama adalah kewajiban utama seorang sahabat Yesus," jawab Iskariot seraya membungkuk. Dia lalu mengisi bejana-bejananya sendiri dan pulang ke rumah.

Kepala sinagoga Nazaret dan orang-orang lain menghentikannya dalam perjalanan pulang, dan mengundangnya untuk berbicara hari Sabat berikutnya. "Kau sudah di sini bersama kami lebih dari dua minggu dan kau belum memberikan kepada kami suatu pengajaran apa pun selain dari kebaikanmu kepada kami semua," keluh si kepala sinagoga, yang bersama dengan para tua-tua desa lainnya.

"Tetapi jika khotbah dari Putra teragung-mu tidak memuaskanmu, bagaimanakah kamu dapat dipuaskan dengan khotbah dari salah seorang murid-Nya, yang apalagi lagi seorang Yudea?" jawab Yudas.

"Kecurigaanmu tidak adil dan itu menyedihkan kami. Undangan kami tulus. Kau adalah seorang murid dan seorang Yudea. Itu benar. Tetapi engkau dari Bait Allah. Jadi, kau dapat berbicara. Sebab ada doktrin di Bait Allah. Putra Yosef hanyalah seorang tukang kayu…"

"Tetapi Ia adalah Mesias!"

"Ia yang mengatakannya… Tetapi, apakah itu benar? Ataukah hanya igauan?"

"Tetapi, warga Nazaret, bagaimana dengan kekudusan-Nya! Kekudusan-Nya," Yudas terguncang dengan  ketidakpercayaan orang-orang Nazaret.

"Luar biasa. Itu benar. Tetapi antara itu dan menjadi seorang Mesias!... Dan lalu… Mengapakah Ia berbicara begitu keras?"

"Keras? Tidak. Ia tidak tampak keras bagiku. Baiklah, Ia terlalu terus terang dan terlalu intoleran, itu benar. Ia tidak membiarkan satu kesalahan pun tak tersentuh, Ia tidak ragu untuk mencela kekerasan… dan orang tidak suka itu. Ia selalu mengangkat point yang menjadi borok. Dan itu menyakitkan. Tetapi Ia melakukannya sebab kekudusan-Nya. Pasti! Itu satu-satunya alasan. Aku sudah mengatakan beberapa kali kepada-Nya: 'Yesus, Engkau merusak reputasi-Mu.' Tetapi Ia tidak mau mendengarkanku!..."

"Kau sangat suka pada-Nya, dan orang terpelajar sepertimu dapat membimbing-Nya."

"Oh! Bukan terpelajar… Tetapi praktis, ya. Aku dari Bait Allah, kamu tahu!? Aku mengenal kebiasaannya. Aku punya teman-teman. Putra Hanas sudah seperti saudara bagiku. Jika kamu menginginkan sesuatu dari Mahkamah Agama, katakan saja padaku… Tapi biar aku membawakan air ini kepada Maria sekarang, Ia menantikanku untuk makan malam."

"Kembalilah nanti. Udaranya sejuk di teras rumahku. Kau akan berada di antara teman-teman dan kita akan dapat berbincang-bincang…"

"Ya, selamat tinggal," dan Yudas pulang ke rumah; dia meminta maaf pada Maria atas keterlambatannya sebab dia ditahan oleh kepala sinagoga dan oleh para tua-tua desa. Dan dia mengakhiri: "Mereka ingin aku berbicara pada hari Sabat…Guru tidak menyuruhku untuk berbicara. Bagaimanakah pendapat-Mu, Bunda? Bimbinglah aku."

"Berbicara kepada kepala sinagoga… atau di sinagoga?"

"Keduanya. Aku tidak ingin berbicara pada keduanya sebab itu melanggar Yesus dan juga kelihatannya suatu sakrilegi bagiku untuk berbicara di mana Ia menurut hak adalah satu-satunya Guru di sana. Tetapi mereka sangat mendesakku! Mereka ingin berbicara denganku sesudah makan malam… Aku nyaris berjanji pada mereka untuk datang. Dan jika Engkau pikir bahwa dengan berbicara aku dapat mengurangi penolakan mereka terhadap Guru, yang sangat tidak mengenakkan, aku akan pergi dan berbicara kepada mereka meski itu merupakan suatu beban berat untukku. Aku akan berbicara sebaik yang aku dapat, sederhana saja, berupaya untuk menjadi sangat sabar mengingat kedegilan mereka. Sebab aku sudah menyadari bahwa adalah lebih buruk bersikap keras. Eh! Aku tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang aku buat di Esdraelon! Guru sangat sedih karenanya! Ia tidak mengatakan apa pun padaku, tapi aku mengerti. Aku tidak akan melakukannya lagi. Tapi aku ingin meninggalkan Nazaret sesudah membujuk orang-orang bahwa, Yesus adalah Mesias dan mereka patut percaya dan mengasihi-Nya." Yudas berbicara sementara duduk di meja makan, di tempat Yesus, dan menyantap apa yang sudah disiapkan Maria untuknya. Dan menyakitkan bagiku melihat Yudas duduk di tempat itu, di depan Maria Yang melayaninya seperti seorang ibunda.

Ia sekarang menjawab: "Akan menjadi suatu hal yang baik jika Nazaret memahami kebenaran dan menerimanya. Aku tidak akan menahanmu, kau boleh pergi. Tak ada orang yang dapat mengatakan lebih baik darimu apakah Yesus patut dikasihi. Pikirkanlah betapa Ia sangat mengasihimu dan Ia menunjukkannya dengan selalu memaafkanmu dan memuaskanmu bilamana mungkin… Kiranya pemikiran itu menginspirasimu dengan perkataan dan perbuatan suci."

Makan malam segera usai. Yudas pergi menyirami bunga-bungaan di kebun sebelum hari menjadi terlalu gelap dan lalu dia pergi keluar, meninggalkan Maria di teras untuk melipat pakaian-pakaian yang tadi Ia jemur di luar agar menjadi kering. Dan Yudas, sesudah menyalami Alfeus anak Sara dan Maria Klopas yang sedang bercakap-cakap dengan berdiri di pintu rumah Klopas, langsung menuju rumah kepala sinagoga.

Juga kedua sepupu Tuhan ada bersama enam orang tua-tua lainnya. Sesudah salam penuh basa-basi, mereka semua duduk serius di tempat-tempat duduk yang dihiasi bantal-bantal dan mereka menyegarkan diri dengan meneguk adas manis atau air mint, yang tentunya sangat sejuk, sebab bejana logam berembun di bagian luarnya diakibatkan perbedaan suhu antara air sedingin es dan udara yang masih panas, kendati angin sepoi-sepoi yang berhembus dari perbukitan ke utara Nazaret menggoyang-goyakkan puncak pepopohan.

"Aku senang kau mau datang. Kau masih muda. Sedikit bersantai baik untukmu," kata kepala sinagoga yang penuh perhatian kepada Yudas.

"Aku khawatir mengganggumu jika aku datang lebih awal. Aku tahu bahwa kamu agak meremehkan Yesus dan para pengikut-Nya…"

"Meremehkan? Tidak. Skeptis… dan kami merasa sakit hati oleh… baiklah kami mengakuinya… oleh kebenaran-Nya yang terlalu terus terang. Kami mendapat kesan bahwa engkau meremehkan kami dan itulah sebabnya mengapa kami tidak mengundangmu."

"Aku meremehkan kamu? Sebaliknya! Aku memahamimu dengan sangat baik… Tentu saja! Tetapi aku yakin bahwa pada akhirnya akan ada damai antaramu dan Dia. Itu tepat baik bagimu maupun Dia. Tepat bagi-Nya sebab Ia butuh semua orang, dan tepat bagimu sebab kamu tidak akan dianggap sebagai musuh Mesias."

"Dan apa menurutmu Ia sungguh adalah Mesias?" tanya Yusuf anak Alfeus. "Tidak ada keturunan raja dalam Diri-Nya seperti yang dinubuatkan oleh para nabi. Mungkin itu karena kami mengingat-Nya sebagai seorang tukang kayu… Tetapi… Di manakah sosok raja yang membebaskan dalam Diri-Nya?"

"Daud juga tampaknya hanya seorang gembala kecil. Tapi kamu tahu bahwa tidak ada raja yang lebih besar dari Daud. Bahkan tidak Salomo dalam segala kemuliaannya yang begitu besar. Sebab, bagaimanapun, Salomo hanyalah melanjutkan apa yang dilakukan Daud, tetapi tidak pernah terinspirasi sepertinya. Sementara Daud! Renungkanlah saja sosok Daud! Luar biasa hebat! Rajawinya nyaris mencapai Surga. Janganlah meragukan rajawi Kristus dengan mendasarkan penilaianmu pada silsilah-Nya. Daud adalah raja dan gembala. Lebih tepatnya: gembala dan lalu raja. Yesus adalah raja dan tukang kayu. Atau lebih tepatnya: tukang kayu dan kemudian raja."

"Kau berbicara seperti seorang rabbi. Orang dapat melihat bahwa kau dibesarkan di Bait Allah," kata kepala sinagoga. "Dan dapatkah kau membuat Mahkamah Agama tahu, bahwa aku, kepala sinagoga, membutuhkan bantuan dari Bait Allah untuk suatu alasan pribadi?"

"Tentu saja! Pasti! Melalui Eleazar! Bayangkan saja! Dan lalu Yusuf si Tua, kau kenal? Orang kaya dari Arimatea itu. Dan lalu Zadok, si ahli Taurat… dan lalu… Yang kau perlukan hanyalah mengatakannya padaku!"

"Baik, jadilah tamuku besok. Kita akan membicarakannya."

"Tamumu? Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan Maria, perempuan yang kudus dan malang itu. Aku datang kemari secara istimewa untuk menemani-Nya…"

"Ada apa dengan sanak kami? Kami tahu bahwa Ia sehat dan, meski miskin, Ia bahagia," kata Simon anak Alfeus.

"Ya. Dan kami tidak pernah meninggalkan-Nya. Ibuku selalu bersama-Nya. Dan istriku dan aku juga. Meski… Meski aku tak dapat memaafkan-Nya sebab bersikap terlalu lemah terhadap PutraNya. Dan juga sebab duka karena ayahku, yang karena Yesus wafat hanya dengan dua orang putra di sisi pembaringannya. Dan lalu… Tetapi permasalahan keluarga tidak sepantasnya diberitakan di depan umum," kata Yusuf anak Alfeus seraya mendesah.

"Kau benar. Melainkan, seharusnya dibisikkan dengan suara pelan dan dipercayakan pada hati yang bersahabat. Hal yang sama berlaku untuk banyak permasalahan lainnya. Aku juga punya permasalahanku, sebagai seorang murid… Tetapi adalah lebih baik untuk tidak membicarakannya!"

"Sebaliknya, marilah kita membicarakannya. Ada apakah? Masalah untuk Yesus? Kami tidak setuju dengan perilaku-Nya. Tetapi kami adalah sanak-Nya. Dan kami siap berada di pihak-Nya melawan para musuh-Nya. Bicaralah!" kata Yusuf lagi.

"Masalah? Tidak! Aku hanya mengatakan… Penderitaan seorang murid ada macam-macam! Bukan hanya karena perilaku Guru-nya kepada teman dan musuh, mencelakakan Diri-Nya sendiri, tetapi juga karena sungguh menyedihkan melihat bahwa Ia tidak dikasihi. Aku berharap kamu semua mengasihi-Nya…"

"Tetapi apa yang dapat kami lakukan? Kau sendiri mengatakannya! Perilaku-Nya begitu… Ia tidak seperti itu sebelum meninggalkan BundaNya," kata kepala sinagoga menyesal. "Benar begitu? Bagaimana pendapatmu semua?"

Mereka semua menyetujuinya dengan sedih, dengan melambungkan pujian akan ketenangan, kelemah-lembutan Yesus yang penyendiri di masa lalu.

"Siapa yang akan membayangkan bahwa Ia akan menjadi Ia yang sekarang? Dulu Ia sepenuhnya membaktikan diri pada rumah dan sanak saudara. Sebaliknya, sekarang?" komentar seorang tua-tua Nazaret.

Yudas berseru seraya mendesah: "Perempuan malang!"

"Baik, apa yang kau tahu? Katakan pada kami, bicaralah!" teriak Yusuf.

"Tidak lebih dari yang kamu tahu. Apa kamu pikir adalah menyenangkan bagi-Nya ditinggalkan sendirian?"

"Andai Yosef dulu hidup seperti ayahmu, itu tidak akan terjadi," kata seorang tua-tua Nazaret lainnya dengan singkat namun tegas.   

"Jangan percaya itu, sobat. Akan sama saja. Apabila orang menanamkan suatu gagasan ke dalam pikirannya!..." kata Yudas.

Seorang pelayan membawakan beberapa lampu dan menempatkannya di atas meja, sebab malam itu tiada berbulan meski langit berkelap-kelip dengan bintang-bintang. Sekaligus lebih banyak minuman disajikan dan kepala sinagoga segera menawarkannya pada Yudas.

"Terima kasih. Aku tidak bisa tinggal lebih lama. Aku harus pulang kepada Maria," katanya seraya berdiri.

Juga kedua anak Alfeus berdiri sambil berkata: "Kami ikut denganmu. Kita sejalan…" dan mereka berpisah dengan saling menyampaikan salam satu sama lain penuh tata karma sementara keenam tua-tua tinggal bersama kepala sinagoga.

Jalanan sekarang sunyi dan sepi. Orang-orang dapat terdengar sedang bercakap-cakap dengan suara pelan di atap-atap teras. Anak-anak sudah tidur dalam pembaringan kecil mereka dan dengan demikian suara melengking mereka yang seperti kicau burung yang riang gembira tak terdengar. Dari teras-teras rumah yang lebih kaya, pancaran cahaya temaram dari lampu-lampu minyak turun bersama suara-suara pelan orang berbicara.

Kedua anak Alfeus dan Yudas berjalan sejenak tanpa berbicara, lalu Yusuf berhenti dan dengan menggamit lengan Yudas dia berkata: "Dengar. Aku tahu bahwa kau tahu sesuatu yang tidak ingin kau katakan di hadapan orang-orang asing. Tetapi sekarang kau harus mengatakannya padaku. Aku yang paling tua dalam keluarga dan adalah hakku dan kewajibanku untuk tahu semuanya."

"Dan aku kemari dengan tujuan untuk memberitahumu dan dengan demikian melindungi Guru, Maria, saudara-saudaramu dan nama baikmu. Adalah sesuatu yang menyakitkan untuk dikatakan dan didengar. Sangat menyakitkan untuk dilakukan. Sebab kelihatan seperti bermain mata-mata. Tetapi tolong mengerti aku dengan baik. Bukan demikian halnya. Melainkan hanya kasih dan kehati-hatian. Aku tahu banyak hal, yang kau juga tahu. Teman-temanku di Bait Allah mengatakannya padaku. Dan aku tahu bahwa itu semua berbahaya bagi Yesus dan bagi nama baik keluarga. Aku sudah berusaha membuat Guru mengerti. Tetapi aku tidak berhasil. Sebaliknya, semakin aku menasihati-Nya, semakin buruk Ia berperilaku, dengan demikian menyebabkan orang banyak lebih dan lebih lagi mengkritik dan membenci-Nya. Alasannya ialah bahwa Ia begitu kudus hingga Ia tidak dapat mengerti seperti apa dunia itu. Singkat kata, menyedihkan melihat suatu yang kudus binasa melalui ketidakpedulian pemrakarsanya."

"Tetapi, apakah itu? Katakan semuanya pada kami. Dan kami akan bertindak. Betul begitu, Simon?"

"Tentu saja. Tapi kelihatannya mustahil bagiku bahwa Ia tidak bijaksana dan bertindak melawan misi-Nya…"

"Tetapi jika pemuda baik ini, yang mengasihi Yesus, mengatakannya!? Lihat, seperti apa kau. Kau selalu seperti itu: tidak yakin, bimbang. Kau selalu meninggalkanku sendirian di saat genting. Seluruh keluarga melawanku. Kau tak peduli pada nama baik kita dan Saudara kita yang malang yang tengah menghancurkan Diri-Nya sendiri!"   

"Tidak! Ia tidak menghancurkan Diri-Nya sendiri! Tetapi Ia mencelakai Diri-Nya sendiri, itulah apa yang Ia lakukan."

"Bicaralah!" desak Yusuf sementara Simon yang bingung membisu.

"Aku akan bicara… Tetapi aku ingin memastikan bahwa kau tidak akan mengatakannya pada Yesus… Bersumpahlah."

"Kami bersumpah dalam nama Tabir Suci. Bicaralah."

"Dan kau jangan menceritakannya kepada ibumu, dan juga kepada saudara-saudaramu, apa yang hendak aku katakan kepadamu."

"Kau dapat pastikan kami tutup mulut."

"Dan kau tidak akan mengatakan suatu pun pada Maria? Agar jangan menyedihkan-Nya. Adalah kewajibanmu untuk memastikan damai bagi Bunda malang itu, dalam kebisuan, seperti yang aku lakukan."

"Kami tidak akan mengatakan apa pun pada siapa pun. Kami bersumpah untuk itu."

"Baik, dengarkanlah… Yesus tidak lagi membatasi Diri-Nya dengan mendekati orang-orang bukan Yahudi, para pemungut cukai dan para pelacur, hingga menyakiti hati kaum Farisi dan orang-orang penting lainnya. Tetapi Ia melakukan hal-hal yang sama sekali tidak masuk akal… Bayangkan saja bahwa ketika di Filistea, Ia membuat kami bepergian dengan membawa bersama kami seekor kambing jantan hitam. Sekarang Ia punya seorang Filistin di antara para murid-Nya. Dan sebelum itu, anak yang Ia pungut? Kamu tidak tahu komentar-komentar apa saja yang dibuat orang. Dan beberapa hari lalu, Ia membawa seorang gadis Yunani, seorang budak, yang melarikan diri dari tuan Romawinya. Dan khotbah-khotbah-Nya bertentangan dengan kebijaksanaan yang kita kenal. Ringkasnya, Ia kelihatan seperti tidak waras. Dan Ia merusak Diri-Nya sendiri. Di Filistea Ia ikut campur juga dalam suatu upacara para penyihir, berhadapan muka dengan muka dengan mereka. Ia mengalahkan mereka, tapi… para ahli Taurat dan kaum Farisi membenci-Nya. Tetapi apakah yang akan terjadi jika hal-hal yang demikian sampai terdengar oleh mereka? Kamu harus turun tangan dan menghentikan-Nya…"

"Itu serius, sangat serius. Tetapi bagaimana kami dapat tahu? Kami di sini… Dan bahkan sekarang, bagaimana kami akan dapat mengetahuinya?"

"Dan meski begitu adalah tugasmu untuk turun tangan dan menghentikan-Nya. BundaNya adalah seorang ibunda, dan Ia terlalu baik. Kamu jangan meninggalkan Yesus seperti itu. Demi Diri-Nya sendiri dan demi dunia. Juga aktivitas-Nya terus-menerus mengusir roh-roh jahat… Desas-desusnya Ia dibantu oleh Beelzebul. Kamu bisa bayangkan apakah hal itu dapat mendatangkan kebaikan untuk-Nya. Bagaimanapun, akan menjadi raja seperti apakah Ia jika khalayak ramai menertawakan-Nya sekarang ini atau dibuat heboh?"

"Tetapi… apa Ia sungguh melakukan hal-hal seperti itu?" tanya Simon tidak percaya.

"Tanyakan sendiri pada-Nya. Ia akan mengatakan padamu bahwa Ia memang melakukannya. Sebab Ia bahkan membanggakannya."

"Kau harus memberitahu kami…"

"Pasti akan kuberitahu! Apabila aku melihat sesuatu yang baru aku akan mengirimkan kabar padamu. Tapi… tolong, jangan pernah katakan sepatah kata pun pada siapa pun!"

"Kami bersumpah untuk itu. Kapan kau pergi?"

"Sesudah Sabat. Tidak ada alasan mengapa aku harus tinggal di sini lebih lama. Aku sudah melakukan kewajibanku."

"Dan kami berterima kasih untuk itu. Eh! Aku pernah katakan bahwa Ia sudah berubah. Dan kau, saudaraku… kau tidak mau percaya padaku… Dapat kau lihat sekarang apa aku benar?" kata Yusuf Alfeus.

"Aku nyaris tak dapat mempercayainya. Yudas dan Yakobus, bagaimanapun, bukan orang-orang bodoh. Mengapa mereka tidak memberitahu kita? Jika hal-hal yang demikian sungguh terjadi, mengapa mereka tidak ambil tindakan?" kata Simon Alfeus.

"Sobat, kamu tidak akan mempermalukanku dengan menolak mempercayai kata-kataku!" Yudas menanggapi dengan geram.

"Bukan begitu!... tetapi… Itu cukup. Maafkan aku jika aku katakan: aku akan percaya jika aku melihatnya sendiri."

"Baiklah. Kau akan segera melihatnya dan lalu kau akan harus berkata padaku: 'Kau benar.' Baik. Itu rumahmu. Aku pergi. Tuhan sertamu."

"Allah sertamu, Yudas. Dan… dengar. Jangan bicara kepada siapa pun mengenainya. Demi nama baik kami…"

"Aku akan sebisu kuburan. Selamat tinggal."

Dan dia pun melenggang pergi. Dia memasuki rumah dengan diam-diam dan naik ke teras di mana Maria, dengan kedua tangan di pangkuan, sedang menatap langit bertabur bintang. Dalam temaram lampu kecil yang dinyalakan Yudas untuk menaiki tangga, airmata terlihat berkilau di kedua pipi Maria.

"Mengapakah Engkau menangis, Bunda?" tanya Yudas cemas.

"Sebab Aku pikir ada lebih banyak perangkap di dunia daripada bintang-bintang di langit. Perangkap-perangkap untuk YesusKu…" Yudas mengamati-Nya dengan seksama dan dia kelihatan tidak enak. Tetapi Ia mengakhiri perkataan-Nya dengan lembut: "Tetapi Aku terhibur oleh kasih para murid-Nya… Kasihilah YesusKu… kasihilah Dia… Apa kau ingin bermalam di sini, Yudas? Aku akan turun ke kamar-Ku. Maria Klopas sudah tidur sesudah menyiapkan adonan roti untuk besok."

"Ya. Aku akan tinggal di atas sini. Sungguh menyenangkan di sini."

"Damai sertamu, Yudas."

"Damai serta-Mu, Maria."  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama