250. DI TIRUS, YESUS BERBICARA TENTANG KETEKUNAN.           


12 Agustus 1945

Hari masih pagi ketika Yesus tiba di depan sebuah kota laut. Empat perahu mengikuti perahu-Nya. Kota itu menjorok dengan anehnya ke lautan, seolah dibangun di atas sebuah tanah genting. Atau tepatnya: seolah suatu tanah genting yang ramping menghubungkan bagian yang menjorok di lautan ke bagian yang terbentang sepanjang pantai. Dilihat dari lautan tampak bagai sebuah jamur raksasa, dengan mahkotanya terhampar pada gelombang-gelombang, akar-akarnya di bawah pantai, tanah gentingnya adalah batangnya. Ada dua pelabuhan, yang saling berdampingan: yang satu, ke utara, lebih lebar dan penuh dengan perahu-perahu kecil; yang lainnya, ke selatan, yang lebih teduh, ada kapal-kapal besar yang datang dan pergi.

"Kita harus pergi ke sana," kata Ishak, seraya menunjuk ke pelabuhan dengan perahu-perahu yang lebih kecil. "Di sanalah para nelayan berada."

Mereka mengitari pulau dan aku dapat melihat bahwa tanah genting itu buatan, semacam bendungan Cyclopean, yang menghubungkan pulau kecil itu ke tanah daratan. Mereka membangun dengan royalnya pada masa itu! Aku mengerti dari karya ini dan dari jumlah perahu-perahu di pelabuhan, bahwa kota itu kaya dan sangat aktif secara komersial. Di balik kota, di balik suatu area yang datar, ada beberapa bukit kecil yang kelihatan indah, dan rangkaian pegunungan Hermon Besar dan Libanon dapat terlihat sangat jauh di belakangnya. Aku juga mengerti bahwa ini adalah satu dari kota-kota yang dapat aku lihat dari Libanon.

Perahu Yesus sekarang sedang memasuki pelabuhan utara, pangkalan laut, sebab bukan galangan kapal, tetapi orang-orang mendayung perlahan maju dan mundur hingga Ishak mendapatkan mereka yang dia cari dan memanggil mereka dengan sekuat tenaga. Dua perahu nelayan yang indah mendekati mereka dan para awaknya membungkuk ke arah perahu-perahu yang lebih kecil yang dimuati para murid.

"Guru bersama kita, teman-teman. Datanglah, jika kamu ingin mendengarkan sabda-Nya. Sore ini Ia akan kembali ke Sicaminon," kata Ishak.

"Kami datang segera. Kemana kami harus pergi?"

"Ke suatu tempat yang tenang. Guru tidak mendarat di Tirus ataupun di kota di tanah daratan. Ia akan berbicara dari perahu. Jadi pilihlah suatu tempat yang teduh dan bernaung."

"Ikutilah kami menuju batu karang. Ada beberapa teluk kecil yang teduh dan tenang. Kamu juga bisa mendarat."

Dan mereka menuju ke sebuah teluk di tebing, agak lebih jauh ke utara. Tebing yang sangat curam dan terlindung dari terik matahari. Suatu tempat yang sepi: hanya kawanan burung camar dan woodpigeon yang tinggal di sana: mereka terbang keluar untuk berburu di lautan dan lalu terbang kembali ke sarang-sarang mereka di batu-batu karang, sembari memekik lantang. Beberapa perahu kecil lain telah menggabungkan diri dengan perahu yang memimpin dan dengan demikian membentuk sebuah iring-iringan kecil. Di ujung teluk yang amat kecil itu ada sebuah pantai yang sangat kecil. Sungguh sebuah pantai-pantaian: suatu alun-alun kecil dengan bebatuan yang bertebaran. Pantai itu dapat menampung sekitar seratus orang.

Mereka mendarat dengan menggunakan sebuah batu karang datar yang besar yang muncul dari air yang dalam bagai sebuah dermaga kecil alami dan mereka berkumpul di pantai kecil yang berbatu-batu, yang kemilau dengan garam. Para nelayan adalah orang-orang kurus berkulit kehitaman terbakar matahari dan lautan. Pakaian dalam mereka yang pendek membiarkan tungkai-tungkai mereka yang kurus gesit terlihat. Mereka jelas ras yang berbeda dari orang-orang Yahudi masa sekarang, tetapi perbedaannya tidak sebegitu mencolok dibandingkan orang-orang Galilea. Aku akan mengatakan bahwa orang-orang Siro-Fenisia itu lebih serupa orang-orang Filistin kuno daripada orang-orang sekeliling mereka. Setidaknya, mereka yang aku lihat.

Yesus mendekati pantai dan mulai berbicara.

"Kita membaca dalam Kitab Raja-Raja bahwa Tuhan memerintahkan Elia untuk pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon pada masa kekeringan dan kelaparan melanda Bumi selama tiga tahun. Tuhan tidak kekurangan sarana untuk meredakan lapar sang nabi di mana pun, pula Ia tidak mengirimnya ke Sarfat sebab kota itu berlimpah makanan. Sebaliknya, mereka tengah mati kelaparan di sana. Jadi mengapakah Allah mengutus Elia si orang Tisbe?

Di Sarfat ada seorang perempuan yang saleh. Dia seorang janda, seorang yang hidup kudus, ibu dari seorang anak laki-laki; dia miskin dan terasing, kendati demikian dia tidak pernah memberontak melawan hukuman yang mengerikan itu, pula dia tidak egois dalam menanggung laparnya, ataupun tidak taat. Allah hendak mengganjarinya dengan menganugerahinya tiga mukjizat. Satu untuk air yang dia bawakan bagi laki-laki yang haus, satu untuk ketul kecil roti yang dia panggang di bawah abu, ketika dia hanya punya segenggam tepung tersisa, satu untuk keramah-tamahan yang diberikannya kepada sang nabi. Ia memberinya roti dan minyak, hidup bagi putranya dan pengenalan akan sabda Allah.

Kamu bisa lihat bahwa suatu perbuatan cinta kasih tidak hanya memuaskan lapar jasmani atau mengenyahkan duka atas suatu kematian, melainkan mengajarkan kepada jiwa kebijaksanaan Tuhan. Kamu telah memberikan tumpangan kepada para pelayan Tuhan dan Ia memberikan kepadamu sabda Kebijaksanaan. Suatu perbuatan baik telah mendatangkan sabda Tuhan ke tanah ini, di mana sabda itu tidak datang. Aku dapat memperbandingkanmu dengan satu-satunya perempuan di Sarfat yang menyambut sang nabi. Sebab andai Aku pergi ke kota, maka orang-orang yang kaya dan berkuasa tidak akan menyambut-Ku, para saudagar dan para pelayar yang sibuk akan mengabaikan-Ku dan kedatangan-Ku kemari akan menjadi sia-sia.

Aku akan sekarang pergi dan kamu akan berkata: 'Tetapi siapakah kami? Segelintir orang saja. Apakah yang kami punyai? Setetes kebijaksanaan.' Dan kendati demikian, Aku katakan kepadamu: 'Aku mempercayakan kepadamu tugas memaklumkan saat sang Penebus.' Aku meninggalkanmu dengan mengulang perkataan Elia, sang nabi: 'Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis. Minyaknya tidak akan berkurang sampai datang dia yang akan memberikannya dengan terlebih berlimpah.'

Kamu telah melakukannya. Sebab ada orang-orang Fenisia di sini di antaramu yang sudah datang dari Gunung Karmel. Yang artinya bahwa kamu sudah mewartakan sebagaimana kepadamu sudah diwartakan. Dengan demikian kamu dapat melihat bahwa segenggam tepung dan setetes minyak itu tidak habis, melainkan sebaliknya bertambah jumlahnya. Teruslah membuatnya bertambah. Dan jika kamu pikir bahwa adalah aneh bahwa Allah telah memilihmu untuk tugas ini, sebab kamu merasa tidak mampu untuk melakukannya, ulangilah perkataan penuh percaya itu: 'Aku akan melakukan apa yang Engkau perintahkan kepadaku, dengan percaya pada sabda-Mu.'"

"Guru, bagaimanakah kami harus menghadapi orang-orang yang tidak mengenal Allah di sini? Kami mengenal orang-orang ini sebab mereka adalah nelayan, seperti kami. Kami bergaul sebab kami melakukan pekerjaan yang sama. Tetapi bagaimanakah dengan yang lain-lainnya?" tanya seorang nelayan Israel.

"Kamu katakan bahwa kamu bergaul karena pekerjaan yang sama. Baik, jadi, tidakkah asal yang sama membuatmu bergaul juga? Allah menciptakan baik orang-orang Israel maupun orang-orang Fenisia. Orang-orang dari dataran Saron ataupun dari Yudea Besar tidaklah berbeda dari orang-orang dari pantai ini. Firdaus diciptakan bagi segenap anak-anak manusia. Dan Putra Manusia telah datang demi membawa segenap manusia ke Firdaus. Tujuannya adalah mendapatkan Surga dan memberikan sukacita kepada Bapa. Sebab itu, bergaullah dengan cara yang sama dan kasihilah satu sama lain secara rohani sebagaimana kamu saling mengasihi satu sama lain oleh karena alasan pekerjaanmu."  

"Ishak telah memberitahukan banyak hal kepada kami. Tetapi kami ingin tahu lebih banyak. Mungkinkah bagi kami untuk mendapatkan seorang murid, meski kami begitu jauh?"   

"Utuslah Yohanes dari En-Dor kepada mereka, Guru. Dia begitu pintar dan dia terbiasa hidup bersama orang-orang kafir," saran Yudas Keriot.

"Tidak. Yohanes tinggal bersama kita," jawab tegas Yesus. Ia lalu berpaling kepada para gembala: "Kapan musim menangkap kerang berakhir?"

"Pada waktu badai pertama di musim gugur. Lautan akan terlalu ganas di sini sesudahnya."

"Jadi akankah kamu kembali ke Sicaminon?"   

"Kami akan pergi ke sana dan ke Kaisarea. Kami menyuplai banyak orang Romawi."

"Jadi, pada waktu itulah kamu akan dapat bertemu dengan para murid. Untuk sementara ini… bertekunlah."

"Di atas perahuku ada seorang yang tidak aku kehendaki dan dia datang kemari nyaris dalam Nama-Mu."

"Siapakah dia?"

"Seorang nelayan muda dari Askelon."

"Suruhlah dia untuk turun dan datang kemari."

Orang itu naik ke perahu dan kembali bersama seorang sobat muda yang kelihatannya agak malu-malu menjadi pusat perhatian dari begitu banyak orang.

Rasul Yohanes mengenalinya. "Dia adalah seorang dari mereka yang memberi kita ikan, Guru," dan ia pun bangkit untuk menyalaminya. "Kau akhirnya datang, Ermasteus? Apa kau sendirian di sini?"

"Ya, aku sendirian. Di Kapernaum aku malu… aku tinggal di pantai, sambil berharap…"

"Apa?"

"Bertemu dengan Guru-mu."

"Dan belum Guru-mu juga? Sobatku terkasih, mengapakah kau masih bimbang? Datanglah kepada Terang yang menantikanmu. Lihatlah bagaimana Ia menatap dan tersenyum padamu?"

"Bagaimana mereka akan dapat menerimaku?"

"Guru, sudi datanglah kemari sebentar."

Yesus bangkit dan menghampiri Yohanes.

"Dia tidak berani datang sebab dia seorang asing."

"Tidak ada orang asing, sepanjang menyangkut Aku. Dan teman-temanmu? Bukankah kamu ada banyak?... Jangan sedih. Kau satu-satunya yang bertekun. Tetapi Aku senang juga karena kau seorang. Ikutlah bersama-Ku."

Yesus kembali ke tempat-Nya bersama orang yang baru dimenangkan-Nya. "Kita pasti akan memberikan pemuda ini kepada Yohanes dari En-Dor," Ia berkata kepada Iskariot. Kemudian Ia berbicara kepada semua orang.

"Sekelompok penggali turun masuk ke dalam pertambangan di mana mereka tahu ada harta karun yang tersembunyi dalam perut-perut bumi… Dan mereka mulai menggali. Tetapi tanahnya keras dan pekerjaannya sulit dan berat. Banyak yang menjadi lelah, membuang peralatan mereka dan pergi. Sebagian memperolok si mandor dan memperlakukannya nyaris bagai seorang tolol. Sebagian mengutuki nasib mereka, pekerjaan itu, tanah, logamnya dan dalam puncak amarah mereka menyerang perut-perut bumi dengan mencabik-cabik lapisannya menjadi potongan-potongan kecil dan ketika mereka melihat bahwa mereka hanya menyebabkan kerusakan tanpa mendapat keuntungan apa pun, mereka akhirnya pun pergi juga.

Hanya seorang yang tinggal: seorang yang paling bertekun. Dia menangani lapisan-lapisan tanah yang keras itu dengan hati-hati guna membukanya tanpa merusakkan apa pun; dia melakukan berbagai uji coba, dia menggali dan turun lebih jauh ke bawah. Suatu lapisan tak ternilai yang mengagumkan pada akhirnya ditemukan. Ketekunan si penambang dengan demikian diganjari, dan dengan logam termurni yang dia temukan dia dapat memperolah banyak kontrak kerja, suatu kemuliaan besar dan banyak pelanggan, sebab semua orang menginginkan logam itu, yang hanya dapat ditemukan dalam ketekunan, sementara orang-orang yang malas atau pemarah tidak mendapatkan apa-apa.

Tetapi begitu emas ditemukan, emas itu pada gilirannya harus bertekun dan memberi diri dikerjakan, supaya menjadi indah dan siap dipergunakan oleh tukang emas. Jika emas, sesudah digali, menolak untuk menjalani penanganan lebih lanjut, betapa pun mungkin menyakitkannya itu, maka dia akan tinggal sebagai suatu logam kasar, yang tidak layak untuk dikerjakan. Dengan demikian kamu dapat melihat bahwa antusiasme pertama tidaklah cukup untuk menjadi berhasil, entah sebagai rasul, atau murid atau orang percaya. Adalah perlu untuk bertekun.

Ermasteus punya banyak teman, dan dalam antusiasme pertama mereka, mereka semua berjanji untuk datang. Tetapi, dia saja yang datang. Aku punya banyak murid dan jumlah mereka akan bertambah. Tetapi hanya sedikit dari mereka yang akan bertekun hingga akhir. Ketekunan! Suatu perkataan yang agung. Untuk segala hal yang baik.

Ketika kamu melemparkan jaring untuk menangkap kerang, apakah kamu melakukannya hanya sekali saja? Tidak. Banyak kali, selama berjam-jam, selama berhari-hari, selama berbulan-bulan, dan kamu bersedia untuk kembali ke tempat yang sama tahun berikutnya, sebab pekerjaanmu itu mendatangkan roti dan kenyamanan untukmu dan untuk keluargamu. Dan akankah kamu berperilaku berbeda untuk hal-hal yang terlebih penting, seperti kepentingan-kepentingan Allah dan jiwamu, jika kamu adalah orang-orang percaya; kepentinganmu dan saudara-saudaramu, jika kamu adalah para murid? Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu bahwa adalah perlu untuk bertekun hingga akhir, untuk menyarikan sari ungu bagi pakaian-pakaian abadi. Dan sekarang marilah kita tinggal di sini sebagai sahabat-sahabat baik hingga waktunya bagi kita untuk kembali. Dengan demikian kita akan saling mengenal dengan terlebih baik dan akan mudah untuk mengenali satu sama lain…"

Dan mereka menyebar di teluk kecil berbatu itu, dengan memasak kerang dan kepiting yang mereka tangkap di batu-batu karang, dan ikan-ikan kecil yang tertangkap oleh jaraing-jaring kecil mereka. Sebagian tidur di atas ganggang laut kering dalam gua-gua yang terbuka dalam batu-batu karang oleh sebab gempa atau oleh laut, sementara langit dan lautan biru kemilau saling bertukar kecupan di cakrawala. Burung-burung camar terbang pulang pergi, dari laut ke sarang-sarang mereka di batu-batu karang, sembari memekik dan mengepak-ngepakkan sayap mereka, satu-satunya suara yang dapat terdengar, bersama dengan suara deburan ombak lautan, pada jam-jam musim panas yang terik ini.  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama