388. TIBA DI EN-GEDI.             


20 Februari 1946   

Para peziarah, meski letih sesudah perjalanan jauh, yang mungkin mereka tempuh dalam dua tahap, dari matahari terbenam sampai fajar hari ini, menyusuri jalan-jalan yang sulit, tak dapat tidak melontarkan seruan kekaguman ketika, sesudah bentangan jalan yang panjang di sepanjang lereng bukit yang berkilauan bagai berlian di bawah sinar mentari pagi, mereka mendapati pemandangan Laut Mati secara utuh di hadapan mereka, dari pantai ke pantai. Sisi barat memiliki dataran sempit antara laut dan perbukitan subur khas Yudea di wilayah pedalaman, sementara di barat pegunungan menurun terjal ke ceruk laut. Orang mendapat kesan seakan tanah, dalam suatu bencana alam yang mengerikan, longsor dengan potongan yang rapi, meninggalkan celah-celah vertikal ke danau, dari mana arus deras mengalir turun dengan air berlimpah, ditakdirkan untuk menguap menjadi garam dalam air gelap Laut Mati yang terkutuk. Di kejauhan, di balik danau, dan deretan perbukitan pertama, ada lebih banyak lagi lereng yang indah di bawah sinar mentari pagi. Di sebelah utara terlihat muara sungai Yordan yang hijau kebiruan, dan pegunungan yang membingkai danau di sebelah selatan.

Sungguh pemandangan yang agung, khidmad, sedih, dan yang memperingatkan dengan anggun, di mana pemandangan mempesona pengunungan berbaur dengan pemandangan suram Laut Mati, pemandangan yang seakan-akan hendak mengingatkan kita akan dosa dan murka Allah yang dapat diakibatkanya. Karena hamparan air yang begitu luas tanpa layar, perahu, burung, binatang yang melintasinya, terbang di atasnya atau minum di tepiannya, ia tampak sungguh menakutkan! Dan, kontras dengan pemandangan laut yang seolah menghukum, ada keajaiban matahari di pegunungan kecil, di bukit-bukit pasir, sejauh pasir gurun, di mana kristal-kristal garam terlihat bagai batu-batu jasper yang tersebar di pasir, di bebatuan, di batang tumbuh-tumbuhan gurun yang kaku, dan dengan demikian segala sesuatunya sungguh indah, cemerlang oleh debu berlian. Dan yang lebih menakjubkan lagi adalah aspek subur dari suatu dataran tinggi yang luas, sekitar seratus limapuluh meter di atas permukaan laut, dengan banyak pohon palma dan segala jenis pohon dan tumbuhan merambat, dan di mana air biru mengalir dan sebuah kota yang indah telah dibangun, dikelilingi oleh pedesaan yang berkembang baik. Menyaksikan pemandangan ini, yang begitu indah, mempesona, dan berbunga-bunga ini, sesudah mengkontemplasikan pemandangan laut yang suram, pemandangan pantai timur yang menyiksa, yang menampilkan ketenangan yang menyedihkan hanya di sebidang tanah rendah yang hijau yang menjorok ke bagian tenggara laut, gurun Yudea yang gersang, pemandangan pegunungan Yudea yang tandus, orang seakan sekonyong-konyong terbangun dari mimpi buruk yang menindas yang berubah menjadi pemandangan damai yang lembut.

"Ini En-Gedi, yang dipuji oleh para penyair Tanah Air kita. Lihatlah betapa indah wilayahnya, disegarkan oleh air yang begitu berlimpah, di tengah kegersangan yang begitu rupa! Marilah kita turun dan masuk ke dalam taman-tamannya, sebab semuanya yang di sini adalah taman: padang rumput hijau, hutan, kebun anggur. Ini adalah Hazazon-Tamar kuno, nama yang membangkitkan kenangan akan pohon-pohon palmanya yang indah, yang di bawahnya bahkan terlebih indah untuk membangun pondok-pondok dan mengolah tanahnya, saling mengasihi satu sama lain, dan membesarkan anak-anak, dan memelihara ternak di bawah suara gemerisik daun-daun palma nan merdu. Ini adalah oasis yang menyukakan hati, yang selamat dari tanah Eden yang dihukum Tuhan, yang dikelilingi, bagai sebutir mutiara dalam bingkai cincin, oleh jalan-jalan yang hanya dapat dilewati oleh kambing dan rusa-roe, seperti tertulis dalam Kitab Raja-Raja, dan di sepanjang jalan itu ada gua-gua untuk orang-orang yang teraniaya, letih dan sedih. Ingatlah Daud, raja kita, dan betapa baiknya dia terhadap musuhnya, Saul. Inilah Hazazon-Tamar, sekarang En-Gedi, sumber mataair, kota terberkati, keindahan yang darinya para musuh bergerak melawan Yosafat dan anak-anak bangsanya, yang ketakutan dan dihibur oleh Yahaziel, putra Zakharia, yang melaluinya Roh Allah bersabda. Dan mereka meraih kemenangan besar karena mereka beriman kepada Tuhan dan mereka layak mendapatkan pertolongan-Nya, karena mereka melakukan penitensi dan berdoa sebelum pertempuran. Inilah kota yang dimadahkan Salomo, yang diumpakaman sebagai Yang Tercantik dari semua perempuan cantik. Yang disebutkan oleh Yehezkiel, karena ia disegarkan oleh air yang dari Tuhan… Mari kita turun! Mari kita pergi dan membawa Air hidup yang turun dari Surga, kepada permata Israel." Dan Dia mulai berlari menuruni jalan yang sangat curam, yang secara zigzag menuruni batu kapur kemerahan, hingga di tempat yang paling dekat dengan laut yang mencapai tepi gunung, yaitu pinggirannya yang sempit. Jalan yang akan membuat pusing bahkan para pendaki gunung yang paling ahli sekalipun.

Para rasul nyaris tak mampu mengikuti-Nya, dan mereka yang lebih tua tertinggal jauh ketika Sang Guru berhenti di pepohonan palma dan kebun-kebun anggur pertama di dataran tinggi yang subur itu, di mana air sejernih kristal menggelegak dan segala jenis burung berkicau. Domba-domba putih merumput di bawah naungan gemerisik pepohonan palma, mimosa, tumbuh-tumbuhan balsam, pepohonan pistasio dan lain-lain yang menebarkan aroma harum atau menyengat, yang berbaur dengan aroma semak mawar, lavander yang sedang mekar, kayu manis, mur, dupa, kunyit, melati, lily, lily dari lembah, dan bunga gaharu, yang sangat besar di sini, cengkeh dan kemenyan, yang terpancar bersama getah-getah lain dari sayatan-sayatan di batang pohon. Ini benar-benar "taman tertutup, sumber mataair di taman", dan buah-buahan, bunga-bungaan, aroma harum semerbak, keindahan ditemukan di mana-mana! Tidak ada tempat di Palestina yang seindah ini, baik dari segi ukuran maupun pesona alamnya. Saat mengkontemplasikannya, orang akan mengerti banyak tulisan dari para penyair Timur, di mana mereka memuji keindahan oasis seakan-akan itu adalah firdaus yang tersebar di muka bumi.

Para rasul, berkeringat tetapi penuh ketakjuban, menggabungkan diri dengan Guru dan mereka semua bersama-sama menuruni sebuah jalan yang terawat baik menuju pantai, di mana mereka tiba sesudah melintasi beberapa tanggul yang ditanami, dari mana air yang berlimpah mengalir dalam jeram-jeram kecil yang tersenyum untuk memberi makan semua tumbuh-tumbuhan hingga sejauh dataran, dan berakhir di pantai. Setengah jalan menuruni lereng bukit mereka memasuki kota putih, yang berada di antara pohon-pohon palma yang bergemerisik dan semak-semak mawar yang harum mewangi serta ribuan bebungaan di tamannya, dan mereka mencari penginapan, dalam nama Tuhan, di rumah-rumah pertama. Dan rumah-rumah, selembut alam, terbuka tanpa ragu sedikit pun, sementara penghuninya bertanya-tanya siapakah gerangan ini "Nabi Yang mirip Salomo, berpakaian linen dan berseri-seri dalam keindahan." ... Yesus, bersama Yohanes dan Petrus, memasuki sebuah rumah di mana ada seorang janda bersama putranya. Yang lainnya berpencar ke berbagai penjuru, setelah diberkati oleh Sang Guru dan sepakat untuk bertemu di alun-alun utama saat matahari terbenam.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 6                 Daftar Istilah                    Halaman Utama