357. DI PELLA.            


12 Desember 1945  

Jalan yang menghantar orang dari Gadara ke Pella melintasi suatu daerah subur di antara dua baris perbukitan, yang satu lebih tinggi dari yang lain. Mereka terlihat seperti dua anak tangga yang sangat besar bagi para raksasa untuk mendaki dari lembah Yordan ke pegunungan Hauran. Di mana jalan terhampar lebih dekat ke bagian gunung yang berjenjang-jenjang di sebelah barat, pemandangan terbentang tidak hanya sejauh pegunungan di sisi lain, yang aku pikir adalah pegunungan Galilea selatan dan tentu saja pegunungan Samaria, tetapi juga sampai ke tumbuh-tumbuhan indah asri yang membentuk pagar tanam-tanaman ganda di sepanjang kedua tepian sebuah sungai biru. Di mana, sebaliknya, jalan lebih dekat ke barisan pegunungan sebelah timur, maka orang kehilangan pemandangan lembah Yordan, tetapi puncak-puncak gunung yang hijau dari barisan pegunungan Samaria dan Galilea masih bisa terlihat berdiri menjulang di langit kelabu pada hari yang cerah; akan terlihat sebagai pemandangan yang indah dengan warna-warna cerah yang menawan. Namun hari ini langit sudah mendung dengan awan-gemawan yang rendah, yang digerakkan oleh angin sirocco yang semakin kencang dan menghembuskan gumpalan-gumpalan awan baru ke awan yang sudah ada, menurunkan langit dengan begitu banyak gumpalan abu-abu di sana-sini, dan dengan demikian pemandangan kehilangan nuansa hijau cerahnya, yang terlihat pudar seolah-olah mereka dilihat melalui kabut.

Sesekali sebuah desa dicapai dan ditinggalkan tanpa suatu yang luar biasa terjadi. Sang Guru diterima dan diikuti dengan acuh tak acuh. Hanya para pengemis yang menunjukkan minat pada kelompok peziarah Galilea dan meminta sedekah. Dan ada orang-orang buta biasanya yang matanya dalam banyak kasus sudah rusak oleh trachoma, atau orang-orang yang nyaris buta, yang berjalan dengan kepala tertunduk, karena mereka tidak tahan cahaya, di sepanjang tembok-tembok, sendirian atau ditemani seorang perempuan atau anak. Di sebuah desa, di mana jalan menuju Pella melintasi jalan Bozrah-Gerasa ke Danau Tiberias, ada kerumunan orang buta yang menyerang caravan-caravan dengan erangan mereka, yang serupa rintihan anjing dan sesekali disela dengan lolongan. Mereka berdiri di tembok rumah-rumah pertama, mendengarkan, dalam kelompok yang menyedihkan, gembel dan compang-camping, seraya mengunyah sedikit demi sedikit kerak roti dan buah zaitun, atau tertidur, sementara lalat-lalat memakan kelopak matanya yang memborok; tetapi begitu mendengar suara pertama gerakan kaki atau langkah kaki, mereka semua berdiri dan bergerak seperti paduan suara compang-camping dari tragedi kuno, sambil mengucapkan kata-kata yang sama dan membuat gerakan yang sama kepada para pendatang baru. Ketika koin atau kerak roti dilemparkan kepada mereka, orang-orang buta atau setengah buta itu meraba-raba di debu dan kotoran untuk memungut derma.

Yesus mengamati mereka dan berkata kepada Simon Zelot dan Filipus, "Beri mereka uang dan roti. Uang ada pada Yudas, dan roti pada Yohanes."

Keduanya pergi segera untuk melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka berhenti untuk berbicara, sementara Yesus maju perlahan, sebab Dia terhambat oleh barisan keledai yang menghalangi jalan.

Para pengemis tercengang dengan sapaan dan kebaikan orang-orang yang berbicara kepada mereka, dan dibantu oleh para pendatang baru mereka bertanya, "Siapa kamu, siapa yang begitu baik kepada kami?"

"Murid-murid Yesus dari Nazaret, Rabbi Israel. Dia, Yang mencintai mereka yang miskin dan mereka yang malang karena Dia adalah Juruselamat, dan Dia lewat, dengan memaklumkan Injil dan mengerjakan mukjizat-mukjizat."

"Inilah mukjizatnya," kata seorang yang kelopak matanya rusak parah. Dan dia menyambar potongan rotinya yang bersih, seperti binatang yang hanya mengerti dan menghargai hal-hal materi.

Seorang perempuan, yang lewat dengan memegang buyung tembaga dan mendengarnya, berkata, "Diamlah, kau pemalas gembel." Dia kemudian berbicara kepada para murid, "Dia bukan dari desa kami. Dia suka bertengkar dan kasar terhadap sesamanya. Dia harus diusir karena dia merampok orang-orang miskin di desa. Tapi kami takut dia akan membalas dendam kepada kami," lalu dengan suara yang sangat rendah, yang nyaris tak bisa didengar, dia berbisik, "Katanya dia adalah seorang perampok dan selama bertahun-tahun dia merampok dan membunuh, dan dia turun dari pegunungan Caracamoab dan Sela, yang sekarang disebut Petra oleh para penguasa, mereka yang membuat jalan di padang pasir. Katanya dia adalah orang yang mangkir dari ketentaraan Romawi yang datang... untuk membuat Roma terkenal... Helius, aku pikir, dan nama lain... Jika kau memberinya minum, dia akan mengatakannya padamu... Sekarang dia buta dan kebetulan datang ke sini... Apakah itu Juruselamat?" dia bertanya, menunjuk pada Yesus, Yang sedang berjalan maju.

"Ya. Apakah kau ingin berbicara dengan-Nya?"

"Oh! tidak!" kata perempuan itu acuh tak acuh.

Kedua rasul mengucapkan selamat tinggal kepadanya dan berangkat untuk menggabungkan diri dengan Guru. Namun timbul keributan di antara orang-orang buta sementara seorang anak terdengar menangis. Beberapa orang berbalik dan perempuan yang terlihat sebelumnya, yang sekarang berdiri di depan pintu rumahnya, berkata, "Pasti orang keji itu mengambil uang dari mereka yang lebih lemah. Dia selalu berbuat seperti itu."

Yesus juga berbalik untuk melihat...

Sesungguhnya seorang anak laki-laki, atau lebih tepatnya seorang remaja, keluar dari kelompok itu dengan berdarah dan menangis dan dia mengeluh, "Dia merampas semuanya dariku! Dan ibuku tidak punya roti lagi!"

Beberapa orang iba padanya, sebagian lain menertawakannya...

"Siapa dia?" Yesus bertanya kepada si perempuan.

"Seorang remaja dari Pella. Dia miskin dan datang ke sini untuk mengemis. Mereka semua buta dalam keluarganya, karena mereka saling menulari satu sama lain. Ayahnya meninggal dan ibunya tinggal di rumah. Remaja itu meminta sedekah kepada orang-orang yang lewat dan kepada para petani."

Remaja itu maju dengan tongkat kecilnya, menyeka air mata dan darah yang mengaliri keningnya dengan ujung mantel usangnya.

Perempuan itu memanggil, "Berhenti, Jaia. Aku akan membasuh keningmu dan memberimu roti!"

"Aku punya uang dan roti untuk beberapa hari! Aku tidak punya apa-apa lagi sekarang! Ibuku menungguku untuk bisa makan sesuatu…" keluh pemuda malang itu seraya menyeka keningnya dengan air dari perempuan itu.

Yesus bergerak maju dan berkata, "Aku akan memberimu apa yang Aku punya. Jangan menangis."

"Tapi, Tuhan! Kenapa? Bagaimana kita akan membayar penginapan kita? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Yudas cemas.

"Kita akan memuji Tuhan karena memelihara kita tetap sehat. Itu suatu anugerah yang luar biasa."

Remaja itu berkata, "Oh! Ya, sungguh benar. Andai aku bisa melihat! Aku akan bekerja untuk ibuku."

"Apa kau ingin sembuh?"

"Ya."

"Kenapa kau tidak pergi ke dokter?"

"Tak seorang pun dari mereka yang pernah menyembuhkan kami. Kami diberitahu bahwa ada Dia di Galilea, Yang bukan seorang dokter, tetapi bisa menyembuhkan. Tetapi bagaimana orang bisa pergi kepada-Nya?"

"Pergilah ke Yerusalem. Ke Getsemani. Itu adalah hutan kecil pohon zaitun di sisi Bukit Zaitun dekat jalan ke Betania. Tanyalah Markus dan Yunus. Semua orang di daerah Ofel akan memberitahumu. Kau dapat bergabung dengan caravan. Ada begitu banyak yang lewat. Tanyalah kepada Yunus di mana Yesus dari Nazaret berada..."

"Itu dia! Itulah nama-Nya! Apakah Dia akan menyembuhkanku?"

"Ya, jika kau punya iman."

"Aku punya iman. Ke manakah Engkau pergi, Engkau yang begitu baik?"

"Ke Yerusalem, untuk Paskah."

"Oh! Bawalah aku bersama-Mu. Aku tidak akan merepotkan-Mu. Aku akan tidur di udara terbuka dan sepotong roti akan cukup untukku! Marilah kita pergi ke Pella... Kau akan pergi ke sana, ya kan? Dan kita akan memberitahu ibuku, dan lalu kita akan pergi... Oh! Jika aku bisa melihat! Jadilah baik, Tuhan!..." Dan remaja itu berlutut mencari kaki Yesus untuk menciumnya.

"Ikutlah. Aku akan membawamu kepada terang."

"Semoga Engkau diberkati!"

Mereka berjalan dan jari-jemari Yesus yang lentik memegang lengan remaja itu untuk membimbing dalam perjalanan. Dan remaja itu bertanya, "Siapakah Engkau? Seorang murid Juruselamat?"

"Bukan."

"Tapi Engkau mengenal-Nya, setidaknya?"

"Ya."

"Dan apakah menurut-Mu Dia akan menyembuhkanku?"

"Ya."

"Tapi... apakah Dia menginginkan uang? Aku tidak punya apa-apa. Dokter meminta begitu banyak! Kami sudah melarat supaya bisa sembuh..."

"Yesus dari Nazaret hanya menginginkan iman dan kasih."

"Dia sangat baik, kalau begitu. Tapi Engkau juga baik," kata si remaja, dan untuk meraih tangan yang membimbingnya itu guna membelainya, dia menyentuh lengan jubahnya. "Betapa bagusnya pakaian-Mu! Kau seorang terhormat! Apakah Engkau tidak malu akan aku, karena aku compang-camping?"

"Aku hanya malu akan dosa, yang mengaibkan manusia."

"Kesalahanku adalah bahwa kadang-kadang aku mengeluhan keadaanku dan aku menginginkan pakaian hangat, roti, dan di atas segalanya, penglihatan."

Yesus membelainya, "Itu bukan kesalahan yang mengaibkan. Tetapi cobalah untuk menghindari bahkan ketidaksempurnaan macam itu dan kau akan menjadi kudus."

"Jika aku sembuh, aku tidak akan punya kesalahan macam itu lagi... Atau... Jika aku tidak sembuh, dan Engkau akan tahu, dan akankah Engkau mempersiapkanku untuk takdirku, dan mengajariku untuk menjadi kudus seperti Ayub?"

"Kau akan sembuh. Tetapi sesudahnya, di atas segalanya, kau harus selalu bergembira dengan keadaanmu bahkan meski itu bukan salah satu yang paling menyenangkan."

Mereka tiba di Pella. Kebun sayur-mayur dan buah-buahan, yang selalu ditemui di luar kota, memperlihatkan kesuburan tanah melalui tumbuh-tumbuhannya yang subur. Beberapa perempuan yang bekerja di ladang atau sibuk dengan cucian mereka menyapa Jaia dan berkata kepadanya, "Kau kembali lebih awal hari ini. Apakah harimu menyenangkan?" Atau, "Sudahkah kau menemukan seorang pelindung, anak malang?" Seorang perempuan tua berteriak dari ujung kebun sayur-mayur dan buah-buahannya, "Jaia! Kalau kau lapar ada sepiring sup untukmu. Atau untuk ibumu. Apakah kau akan pulang? Bawalah."

"Aku akan memberitahu ibuku bahwa aku akan pergi dengan laki-laki yang baik hati ini ke Yerusalem untuk disembuhkan. Dia mengenal Yesus dari Nazaret dan akan membawaku ke sana."

Jalanan, dekat gerbang Pella, dipadati banyak orang. Ada beberapa pedagang dan juga peziarah.

Seorang perempuan yang berpenampilan terhormat, yang bepergian di atas punggung seekor keledai, dengan ditemani seorang pelayan perempuan dan seorang pelayan laki-laki, berbalik ketika mendengar Yesus disebutkan, lalu menarik kekang, menghentikan keledainya, turun dan pergi ke arah Yesus. "Apakah Engkau mengenal Yesus dari Nazaret? Apakah Kau akan pergi kepada-Nya? Aku akan pergi juga... Supaya seorang putra disembuhkan. Aku ingin berbicara dengan Guru karena..." dia meledak dalam tangis di balik kerudung tebalnya.

"Ada apa dengan putramu? Di mana dia?"

"Dia dari Gerasa. Tapi sekarang dia menuju Yudea. Dia berkeliaran seperti orang kerasukan... Oh! Apa yang sudah aku katakan!"

"Apakah dia kerasukan?"

"Ya, Tuhan, dan tadinya dia sudah disembuhkan. Sekarang... dia lebih buruk dari sebelumnya karena... Oh! Aku hanya bisa mengatakannya kepada Yesus dari Nazaret!"

"Yakobus, bawalah anak itu di antaramu dan Simon dan lanjutkan perjalanan bersama yang lain-lainnya. Tunggu Aku di sisi lain gerbang. Perempuan, kau bisa menyuruh para pelayanmu mendahului. Kita akan bisa berbicara satu sama lain, hanya kita berdua."

Perempuan itu berkata, "Tetapi Engkau bukan Orang Nazaret itu! Hanya kepada-Nya aku akan berbicara. Karena hanya Dia yang bisa mengerti dan berbelas-kasihan."

Mereka sekarang sendirian. Yang lain semuanya sudah pergi mendahului. Yesus menunggu hingga jalanan sepi dan kemudian berkata, "Kau bisa berbicara. Aku Yesus dari Nazaret."

Perempuan itu menyerukan erangan mendalam dan akan jatuh berlutut.

"Tidak. Orang tidak boleh tahu untuk sementara ini. Ayo kita pergi. Ada sebuah rumah yang terbuka di sana. Kita akan minta mereka untuk mengizinkan kita beristirahat dan kita akan bisa berbicara. Ayo."

Di sepanjang jalan antara dua kebun sayur-mayur dan buah-buahan, mereka pergi menuju ke sebuah rumah orang biasa di mana anak-anak bermain di lantai pengirikan.

"Damai sertamu. Maukah kau mengizinkan-Ku membiarkan perempuan ini beristirahat di sini selama beberapa menit? Aku harus berbicara dengannya. Kami datang dari jauh untuk berbicara satu sama lain dan Allah telah mempertemukan kami sebelum tempat yang sudah ditentukan."

"Masuklah. Tamu adalah berkat. Kami akan memberi-Mu susu dan roti dan air untuk kakimu yang letih," kata seorang perempuan tua.

"Itu tidak perlu. Yang kami butuhkan hanyalah tempat yang tenang di mana kami bisa berbicara."

"Mari," dan dia membawa mereka ke sebuah teras yang dihiasi dengan pohon anggur yang sedang mekar dengan daun-daun hijau zamrud.

Mereka ditinggalkan sendirian. "Bicaralah, perempuan. Aku sudah mengatakan bahwa Allah membuat kita bertemu sebelum akhir perjalanan kita, demi kelegaanmu."

"Tidak ada lagi kelegaan bagiku! Aku memiliki seorang putra. Dia menjadi kerasukan. Dia berperilaku seperti binatang liar di tengah kuburan. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Dia melihat-Mu. Dia memuja-Mu dengan bibir iblis dan Kau menyembuhkannya. Dia ingin ikut bersama-Mu. Tetapi Kau memikirkan ibunya dan Kau menyuruhnya pulang kepadaku, untuk memulihkan hidup dan pikiranku, yang dijadikan kacau oleh duka akibat putra yang kerasukan. Dan Engkau mengutusnya juga untuk mewartakan-Mu, sebab dia ingin mengasihi-Mu. Oh!... menjadi seorang ibu sekali lagi... dari seorang putra yang kudus! Dari seorang hamba-Mu! Tapi katakan padaku! Ketika Kau menyuruhnya kembali kepadaku, apakah Kau tahu bahwa dia... bahwa dia akan menjadi iblis lagi? Karena dia adalah iblis, yang meninggalkan-Mu sesudah menerima begitu banyak kebaikan, sesudah mengenal-Mu, sesudah dipilih bagi Surga... Katakanlah! Tahukah Kau? Tapi aku meracau! Aku berbicara tetapi aku belum memberitahu-Mu mengapa dia adalah iblis... Untuk beberapa waktu dia menjadi seperti orang gila lagi, oh! hanya beberapa hari! tapi jauh lebih mendukakanku daripada tahun-tahun panjang ketika dia kerasukan... Dan kemudian aku pikir aku tidak akan pernah bisa lebih sedih daripada saat ketika... Dia datang ... dia menghancurkan iman yang dimiliki Gerasa untuk-Mu, dan dia berbicara keji tentang-Mu. Dan dia mendahului-Mu menuju arungan Yerikho untuk mencelakai-Mu!"

Perempuan itu, yang tidak pernah membuka kerudung di balik mana dia tersedu-sedan dengan getir, melemparkan diri ke kaki Yesus seraya memohon, "Pergilah! pergilah! Jangan biarkan mereka menghina-Mu! Aku datang dengan persetujuan penuh dari suamiku yang sakit, dengan berdoa kepada Allah agar aku menemukan-Mu. Dia mendengarkan doaku! Oh! Semoga Dia diberkati untuk itu! Aku tidak ingin Engkau, Juruselamat, diperlakukan dengan buruk karena putraku! Aku tidak akan membiarkan itu! Oh! kenapa aku melahirkannya ke dunia? Dia mengkhianati-Mu, Tuhan! Dia memutar-balikkan sabda-Mu. Iblis sudah sekali lagi menguasainya. Dan... oh! Tuhan Yang Mahatinggi dan Mahakudus! Kasihanilah seorang ibu! Dan dia akan dikutuk. Putraku! Sebelumnya bukan salahnya jika dia kerasukan setan. Itu adalah kemalangan yang menimpanya. Tetapi sekarang setelah Engkau menyembuhkannya, sekarang dia sudah mengenal Allah dan telah diajar oleh-Mu! Sekarang dia ingin menjadi iblis dan tidak ada kuasa yang akan membebaskannya lagi! Oh!" Perempuan itu tergeletak di tanah, bagai setumpuk pakaian dan daging yang terguncang-guncang oleh isak tangis. Dan dia mengerang, "Katakanlah, katakan padaku, apa yang harus aku lakukan untuk-Mu, untuk putraku? Untuk menebus kesalahan! Untuk menyelamatkannya! Tidak. Untuk menebus kesalahan! Kau bisa melihat bahwa dukacitaku adalah tebusan. Tapi untuk menyelamatkannya! Aku tidak bisa menyelamatkan orang yang menyangkal Allah. Dia terkutuk... Dan apa itu artinya bagiku, seorang Israel? Ini adalah siksaan."

Yesus membungkuk dan menempatkan tangan-Nya di pundaknya. "Berdiri, tenanglah! Kau terkasih bagi-Ku. Dengarkan, ibu yang malang."

"Engkau tidak mengutukiku karena aku melahirkannya?!"

"Oh! tidak! Kau tidak bertanggung jawab atas kesalahannya, dan demi kelegaanmu sendiri, kau harus tahu bahwa kau bisa mendatangkan keselamatan atasnya. Kerusakan anak-anak bisa diperbaiki oleh ibu. Dan itulah apa yang akan kau lakukan. Dukacitamu, sebab itu tulus, tidaklah mandul, melainkan subur. Jiwa yang kau kasihi akan diselamatkan melalui penderitaanmu. Kau menebus untuknya, dan dengan niat yang begitu benar hingga kau adalah indulgensi bagi putramu. Dia akan kembali kepada Allah. Jangan menangis."

"Tapi kapan? Kapan?"

"Ketika air matamu akan larut dalam Darah-Ku."

"Darah-Mu? Jadi benar apa yang dia katakan? Bahwa Kau akan dibunuh karena Kau pantas mati?... Hujat yang mengerikan!"

"Bagian yang pertama sungguh-sungguh benar. Aku akan dibunuh untuk membuatmu layak untuk Hidup. Aku adalah Juruselamat, perempuan. Dan keselamatan dianugerahkan melalui sabda, melalui kerahiman dan melalui kurban. Itulah yang dibutuhkan bagi putramu dan itulah yang akan Aku berikan. Tapi... tolong Aku. Beri Aku dukamu. Pergilah dengan berkat-Ku. Simpanlah itu dalam hatimu, supaya kau berbelas-kasihan dan sabar terhadap putramu, dan dengan demikian mengingatkan dia, bahwa Yang Lain telah berbelas-kasihan kepadanya. Pergilah, pergilah dalam damai."

"Tapi janganlah Kau berbicara di Pella. Janganlah berbicara di Perea. Dia telah membuat mereka melawan-Mu. Dan dia tidak sendirian. Tetapi aku hanya melihat dan berbicara tentang dia…"

"Aku akan berbicara melalui perbuatan. Dan itu akan cukup untuk menghancurkan pekerjaan yang lainnya. Pulanglah dalam damai."

"Tuhan, sekarang Engkau telah memberiku absolusi karena melahirkannya, lihatlah wajahku, agar Engkau bisa tahu seperti apa wajah seorang ibu ketika hatinya terkoyak-koyak," dan dia membuka kerudung wajahnya seraya berkata, "Ini dia wajah dari ibu Markus Yosia, penyangkal Mesias dan penganiaya ibunya," dan lalu dia menurunkan kerudung tebal menutupi wajahnya yang rusak karena tangisan dan erangan, "Tidak ada ibu lain di Israel yang akan berdukacita sedalam aku!"

Mereka meninggalkan rumah tumpangan dan turun ke jalan lagi. Mereka memasuki Pella dan perempuan itu bergabung dengan para pelayannya dan Yesus bergabung dengan para murid-Nya. Namun perempuan itu mengikuti-Nya, seolah-olah terpesona, sementara Yesus mengikuti si remaja yang menuju gubuk-Nya, yang terletak di ruang bawah tanah dari sebuah bangunan yang bersandar pada sisi gunung, yang merupakan ciri khas kota ini yang dibangun di teras gunung, sehingga tanah di sisi barat adalah lantai pertama dari sisi timur, tetapi pada kenyataannya, itu adalah tanah bahkan di sana, karena seseorang dapat mencapainya dari jalan menjorok, yang berada di tingkat yang sama dengan lantai atas. Aku tidak tahu apakah penjelasanku bisa dimengerti.

Anak laki-laki itu berteriak dengan suara lantang, "Ibu! Ibu!"

Seorang perempuan buta, yang masih muda dan bergerak dengan bebas dan lincah, sebab dia mengenal sekitarnya, keluar dari gua gelap yang menyedihkan. "Kau sudah kembali, anakku? Apakah sedekahnya begitu melimpah sehingga memungkinkanmu untuk kembali saat matahari masih tinggi?"

"Ibu, aku menemukan orang yang mengenal Yesus dari Nazaret, dan yang mengatakan bahwa dia akan membawaku kepada-Nya untuk disembuhkan. Dia sangat baik hati. Apakah kau mengizinkanku pergi, Ibu?"

"Tentu saja, Jaia! Bahkan meski aku harus tinggal sendirian, kau boleh pergi, dan semoga kau diberkati dan melihat Juruselamat juga atas namaku!" Persetujuan dan iman perempuan itu sungguh total.

Yesus tersenyum. Dia berkata, "Perempuan, apa kau tidak meragukan-Ku atau Juruselamat?"

"Tidak. Jika Kau mengenal Dia dan adalah sahabat-Nya, Kau juga pasti baik. Dan tentang Dia!... Pergilah, Nak. Jangan menunggu barang sebentar pun. Beri aku ciuman dan pergilah bersama Allah."

Mereka saling mencium, dengan meraba-raba...

Yesus meninggalkan di atas meja yang kasar seketul roti dan beberapa koin. "Selamat tinggal, perempuan. Kau dapat membeli makanan untuk dirimu sendiri dengan apa yang Aku tinggalkan di sini. Damai sertamu."

Mereka keluar. Kelompok itu melanjutkan perjalanan sementara tetes-tetes hujan pertama turun. "Apakah kita tidak akan berhenti? Hari hujan…" kata para rasul.

"Kita akan berhenti di Yabey-Gilead. Sekarang teruslah berjalan."

Mereka menarik mantol mereka ke atas kepala dan Yesus menudungi kepala si anak dengan mantol-Nya sendiri. Ibu dari Markus Yosia mengikuti-Nya bersama para pelayan, di atas keledai kecilnya. Dia tampak seakan tidak bisa berpisah dari-Nya.

Mereka meninggalkan Pella dan masuk ke dalam wilayah hijau yang terlihat sedih di hari hujan.

Setelah sekitar satu kilometer Yesus berhenti. Dia meraih kepala si anak buta dengan kedua tangan-Nya dan mencium kedua matanya yang buta seraya berkata, "Dan sekarang kembalilah. Pergi dan katakan kepada ibumu bahwa Tuhan mengganjari mereka yang beriman dan katakan kepada orang-orang di Pella bahwa Aku-lah Tuhan." Dia membiarkan anak itu pergi dan menjauh dengan cepat.

Tetapi dalam waktu kurang dari tiga menit, anak itu berteriak, "Tapi aku bisa melihat! Oh! Jangan lari! Kau adalah Yesus! Biarkan aku melihat-Mu sebagai hal pertama yang kulihat!" dan dia jatuh berlutut di jalanan yang basah.

Perempuan Gerasa dan para pelayannya di satu sisi, para rasul di sisi lain berlari untuk melihat mukjizat itu.

Yesus juga kembali, perlahan, sembari tersenyum. Dia membungkuk untuk membelai si anak. "Pergilah, pergilah kepada ibumu dan percayalah kepada-Ku... selalu."

"Ya, Tuhanku... Tapi tidak suatu pun untuk ibuku?! Apakah dia akan tetap dalam kegelapan, meskipun dia percaya seperti aku?"

Yesus tersenyum lebih lebar. Dia melihat sekeliling dan di pinggir jalan Dia melihat seberkas bunga daisy yang basah oleh hujan. Dia membungkuk dan memetiknya, Dia memberkatinya dan menyerahkannya kepada si anak. "Usapkan ini pada mata ibumu, dan dia akan melihat. Aku tidak akan kembali. Aku harus pergi. Biarlah mereka yang baik mengikuti Aku dengan jiwa mereka dan berbicara tentang Aku kepada mereka yang ragu-ragu. Berbicaralah tentang Aku kepada orang-orang Pella yang imannya goyah. Pergilah. Allah bersamamu."

Dia kemudian berpaling kepada perempuan Gerasa, "Dan kau, ikutilah dia. Inilah jawaban Allah kepada semua orang yang mencoba melemahkan iman manusia kepada Kristus. Dan biarlah itu memperkuat imanmu dan iman Yosia. Pergilah dalam damai."

Mereka berpisah. Yesus melanjutkan perjalanan-Nya ke selatan. Si anak, perempuan Gerasa dan para pelayannya pergi ke utara. Hujan deras memisahkan mereka bagai tabir asap...
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama