|
355. MENUJU GADARA.
10 Desember 1945
Yesus sudah jauh dari Sungai Yordan. Dan dari apa yang aku tahu, kota yang bisa aku lihat berada di puncak sebuah bukit hijau adalah Gadara, dan itu adalah kota pertama yang mereka capai sesudah mendarat di pantai tenggara Danau Galilea. Sebenarnya di sanalah mereka mendarat, karena mereka tidak turun di Hippo, di mana mereka didahului oleh perahu-perahu yang ditumpangi oleh orang-orang yang memusuhi Yesus. Aku pikir mereka mendarat di seberang Tarichea, di mana Sungai Yordan mengalir keluar dari danau.
"Kau tahu jalan terpendek ke Gadara, bukan? Apa kau ingat?" tanya Yesus.
"Tentu saja! Saat kita berada di sumber air panas dekat Sungai Yarmuk, yang harus kita lakukan hanyalah mengikuti jalannya," jawab Petrus.
"Dan di mana kau akan menemukan sumber airnya?" tanya Tomas.
"Oh! Hidungmu akan memberitahumu di mana. Dari baunya, ia satu mil dari sini!" seru Petrus sembari mengangkat hidungnya dengan jijik.
"Aku tidak tahu bahwa kau punya masalah penyakit..." kata Yudas Iskariot.
"Sakit? Aku? Tidak pernah!"
"Hei! Kalau kau begitu mengenal sumber air panas di Yarmuk, kau pasti pernah ke sana."
"Aku tidak pernah butuh sumber air panas untuk menjadi bugar! Racun di tulang-tulangku selalu keluar bersama keringat dari kerjaku yang jujur... bagaimanapun, karena aku lebih banyak bekerja daripada bersenang-senang, selalu ada sangat sedikit saja racun dalam tubuhku..."
"Jadi, yang itu untukku, ya kan? Aku bersalah atas segalanya..." kata Yudas marah.
"Siapa yang menggigitmu? Kau mengajukan pertanyaan dan aku menjawabmu, seperti aku akan menjawab Guru atau teman. Dan aku pikir tidak seorang pun dari mereka, bahkan Matius... yang adalah seorang yang suka berpelesir, akan salah mengartikannya."
"Baik, aku yang salah menafsirkannya!"
"Aku tidak tahu bahwa kau sangat mudah tersinggung. Tapi aku minta maaf jika itu kau anggap sindiran. Demi Guru, kau tahu. Dia begitu tertekan oleh orang-orang asing dan kita tidak perlu membuatnya-Nya lebih depresi. Daripada memuaskan rasa tersinggungmu sendiri, lihatlah Dia, apa kau sadar betapa Dia membutuhkan damai dan kasih."
Yesus tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap Petrus dan tersenyum penuh terima kasih.
Yudas tidak membalas perkataan Petrus. Dia diam dan mendongkol. Dia ingin tampak baik, tetapi amarah, suasana hatinya yang buruk, dan kekecewaan hatinya jelas terungkap lewat mata, suara dan wajahnya, dan bahkan oleh gaya jalannya yang angkuh, sementara dia menghentak tanah dengan marah melampiaskan apa yang mendidih dalam dirinya.
Namun dia berusaha tampak tenang dan ramah, dia tidak berhasil, tapi dia mencoba... Dia bertanya kepada Petrus, "Jadi, bagaimana kau tahu tempat ini? Mungkin kau pernah ke sini untuk istrimu?"
"Tidak, kami lewat di sini ketika di bulan Ethanim kami datang ke Hauran bersama Guru. Aku mengantar BundaNya dan para murid perempuan ke rumah Khuza. Dengan datang melalui Bozrah, kami lewat di sini," jawab Petrus dengan tulus dan bijak.
"Apa kau sendirian?" tanya Yudas ironis.
"Kenapa? Apa kau pikir bahwa aku sendirian tidak sebaik beberapa orang ketika masalahnya adalah menunjukkan betapa cerdasnya kau, dan ada tugas penting yang harus dilakukan dan orang melakukannya dengan kehendak baik?
"Oh! Betapa bangganya kau! Aku akan senang melihatmu kala itu!"
"Kau akan melihat seorang laki-laki serius yang menyertai para perempuan kudus."
"Tapi apa kau sungguh seorang diri?" tanya Yudas dengan sikap benar-benar layaknya seorang penyelidik.
"Aku bersama saudara-saudara Tuhan."
"Ah! Kau mulai mengaku!"
"Dan kau mulai membuatku kesal! Katakan, ada masalah apa denganmu?"
"Benar. Memalukan," kata Tomas.
"Sudah waktunya kau menghentikannya," dukung Yakobus Zebedeus.
"Tidak pantas bagimu mengejek Simon," kata Bartolomeus dengan nada mencela.
"Kau harus ingat bahwa dia adalah Kepala kita semua," kata Zelot mengakhiri.
Yesus diam.
"Oh! Aku tidak mengejek siapa pun, dan tidak ada masalah denganku. Aku hanya ingin sedikit menggodanya..."
"Itu tidak benar! Kau pembohong! Kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan licik sebab kau ingin sampai pada suatu kesimpulan. Seorang yang licik berpikir bahwa semua orang licik. Kami tidak punya rahasia. Kami semua ada di sana, dan kami semua melakukan hal yang sama: apa yang dikatakan Guru. Dan tidak ada yang lain. Apakah itu jelas?" teriak Yudas lainnya yang benar-benar marah.
"Diam. Kamu seperti perempuan-perempuan yang suka ribut. Kamu semua bersalah. Dan Aku malu akan kamu," kata Yesus tegas.
Ada keheningan total sementara mereka menuju kota di atas bukit. Tomas memecah kesunyian dengan berseru, "Bau yang mengerikan!"
"Itu sumber airnya. Itu adalah Yarmuk dan bangunan-bangunan itu adalah Thermae [= fasilitas permandian] Romawi. Di baliknya ada jalan berubin yang indah yang menghantar ke Gadara. Orang-orang Romawi suka bepergian dengan nyaman. Gadara itu indah!" kata Petrus.
"Bahkan lebih indah karena kita tidak akan menemukan... makhluk-makhluk itu di tempat ini, setidaknya tidak banyak dari mereka," gumam Matius lirih.
Mereka menyeberangi jembatan di atas sungai dengan bau air belerang yang menyengat. Mereka lewat dekat Thermae, di antara kendaraan Romawi, dan mengambil jalan yang indah, berubin lempengan-lempengan besar, yang membawa ke kota di atas bukit, sebuah kota indah yang dikelilingi tembok-tembok.
Yohanes mendekati Guru dan bertanya, "Benarkah bahwa di masa lalu suatu jiwa terkutuk dilemparkan ke dalam perut bumi di mana air itu berada? Ibuku biasa mengatakan itu kepada kami ketika kami masih kecil untuk membuat kami mengerti bahwa orang tidak boleh berbuat dosa, jika tidak, neraka akan terbuka di bawah kaki jiwa yang dikutuk oleh Tuhan itu dan menelan si orang berdosa. Dan kemudian sebagai kenangan dan sebagai peringatan, celah-celah itu tetap tinggal melalui mana bau, panas dan air neraka muncul. Aku menjadi takut mandi di sana..."
"Takut apa, Nak? Itu tidak akan menginfeksimu. Lebih mudah terinfeksi oleh orang-orang yang memiliki neraka dalam diri mereka dan menghembuskan bau dan racun neraka. Tetapi yang terkontaminasi hanyalah mereka yang cenderung menjadi demikian dari dirinya sendirinya."
"Mungkinkah aku terkontaminasi?"
"Tidak. Bahkan jika kau berada di antara kerumunan setan."
"Kenapa tidak? Apakah yang dia miliki yang berbeda dari orang-orang lainnya?" tanya Yudas Keriot spontan.
"Dia murni dalam segala sikapnya dan dengan demikian dia bisa melihat Allah," jawab Yesus dan Yudas tertawa jahat.
Yohanes bertanya lagi, "Jadi sumber air itu bukan mulut neraka?"
"Bukan. Sebaliknya itu adalah sesuatu yang baik yang diciptakan Allah untuk anak-anak-Nya. Neraka tidak dilingkupi bumi. Neraka ada di bumi, Yohanes, dalam hati manusia. Dan ia berkembang lebih jauh di sana."
"Tapi apakah neraka benar-benar ada?" tanya Iskariot.
"Apa yang kau katakan?" tanya teman-temannya yang benar-benar terguncang.
"Aku bertanya: apakah neraka benar-benar ada? Aku tidak percaya neraka itu ada, dan aku bukan satu-satunya yang berpendapat seperti itu."
"Kafir!" mereka berteriak ngeri.
"Tidak. Bangsa Israel. Banyak dari kita di Israel yang tidak percaya omong kosong macam itu."
"Baik, bagaimana kau bisa percaya akan Firdaus?", "Dan keadilan Allah?", "Di mana kau tempatkan orang-orang berdosa?", "Bagaimana dengan Setan?" banyak dari para rasul berteriak keberatan.
"Aku mengatakan apa yang aku pikirkan. Beberapa saat yang lalu aku disalahkan sebagai seorang pembohong. Aku buktikan bahwa aku tulus, bahkan meski apa yang aku katakan membuatmu terguncang dan membuatku dibenci di matamu. Bagaimanapun aku bukan satu-satunya di Israel, karena Israel sudah meningkat dalam pengetahuan melalui kontak dengan kaum Helenis dan Romawi yang berpendapat seperti itu. Dan Guru, satu-satunya yang pendapat-Nya aku hormati, tidak bisa mencela aku atau Israel, karena Dia melindungi kaum Romawi dan Yunani dan secara terbuka adalah teman mereka... Aku mendasarkan diri pada konsep filosofis berikut. Jika semua dikendalikan oleh Allah, maka semua yang kita lakukan tergantung pada kehendak-Nya, dan Dia harus mengganjari kita semua dengan cara yang sama, karena kita hanyalah automata [=mesin] yang digerakkan oleh-Nya. Kita adalah makhluk tanpa kehendak. Guru sendiri berkata: 'Kehendak Yang Mahatinggi. Kehendak Bapa.' Itulah satu-satunya Kehendak. Dan itu begitu tak terbatas hingga meremukkan dan menghancurkan kehendak makhluk yang terbatas. Sebagai konsekuensinya, yang Baik maupun yang Jahat, yang tampaknya kita lakukan, dilakukan oleh Allah, Yang menimpakannya pada kita. Dengan demikian Dia tidak akan menghukum kita karena perbuatan-perbuatan jahat, dan keadilan-Nya akan diberikan dengan cara itu, karena dosa-dosa kita bukan atas kehendak kita melainkan ditimpakan oleh Dia Yang ingin kita melakukannya, supaya yang baik maupun yang jahat bisa ada di bumi. Dia yang buruk adalah sarana silih bagi mereka yang tidak begitu buruk. Dan dia menderita dalam dirinya sendiri karena dia tidak bisa dianggap baik, dan dengan demikian menyilih bagian dosanya. Yesus berkata demikian. Neraka ada di bumi dan dalam hati manusia. Aku tidak merasakan Setan. Dia tidak ada. Dulu aku percaya ia ada. Tetapi untuk beberapa waktu lamanya aku sudah meyakinkan diriku sendiri bahwa itu adalah omong kosong belaka. Dan orang mendapatkan rasa damai melalui keyakinan macam itu."
Yudas menguraikan sebegitu rupa… teori dengan begitu banyak lagak hingga yang lain-lainnya menahan napas sebab tercengang... Yesus diam. Dan Yudas menggoda-Nya, "Benar kan aku, Guru?"
"Tidak." Dan "tidak"-Nya begitu tajam hingga terdengar bagai ledakan.
"Dan meski begitu... Aku tidak merasakan Setan, aku juga tidak mengakui kehendak bebas atau yang Jahat. Dan semua kaum Saduki sependapat denganku, juga banyak orang lain di Israel. Tidak, Setan tidak ada."
Yesus menatap padanya. Tatapan-Nya begitu kompleks hingga tidak bisa dianalisis. Itu adalah tatapan seorang Hakim, seorang Dokter, seorang yang terperanjat sedih... Ada semuanya dalam tatapan itu...
Yudas, yang sudah memulai sesuatu yang menantang, menyimpulkan, "Mungkin karena aku lebih baik dan lebih sempurna daripada yang lain-lainnya, aku sudah mengatasi ketakutan manusia akan Setan."
Dan Yesus diam. Namun Yudas menggoda-Nya, "Katakanlah! Kenapa aku tidak takut?" Yesus tetap diam. "Apakah Kau tidak menjawab, Guru? Kenapa? Apakah Kau takut?"
"Tidak. Aku adalah cinta kasih. Dan Cinta Kasih menahan pendapatnya sampai ia terpaksa memberikannya... Tinggalkan Aku dan pergilah," Dia berkata pada akhirnya, karena Yudas mencoba untuk memeluk-Nya, dan ketika Dia direngkuh dengan paksa dalam pelukan si penghujat, Dia berbisik kepadanya, "Kau membuat-Ku jijik! Kau tidak melihat atau merasakan Setan, karena dia sepenuhnya bersatu denganmu. Pergilah, kau setan!"
Yudas mencium-Nya dengan kurang ajar dan tertawa, seolah-olah Guru telah memujinya secara diam-diam. Dia kembali kepada yang lain-lainnya yang begitu terperanjat hingga mereka berhenti dan dia berkata kepada mereka, "Lihat? Aku tahu bagaimana membuka hati Guru. Dan aku membuat-Nya bahagia dengan menunjukkan kepercayaan diriku dan aku belajar. Kamu, sebaliknya!... Kamu tidak pernah berani berbicara kepada-Nya. Karena kamu membanggakan diri. Oh! Aku akan tahu lebih banyak tentang Dia daripada siapa pun. Dan aku akan bisa berbicara..."
Mereka mencapai gerbang kota. Mereka semua masuk bersama-sama, karena Yesus telah menantikan mereka. Namun ketika melewati lorong masuk, Yesus memberi perintah, "Saudara-saudara-Ku dan Simon, pergilah mendahului dan kumpulkan orang-orang."
"Kenapa bukan aku, Guru? Apakah Kau tidak memberiku misi lagi untuk dilaksanakan? Apakah itu tidak perlu lagi sekarang? Kali lalu Kau memberiku dua, satu dan satu lagi, dan itu berlangsung selama berbulan-bulan..."
"Dan kau mengeluh dan mengatakan bahwa Aku ingin menjauhkanmu. Apa kau sekarang mengeluh karena Aku ingin kau tetap bersama-Ku?'
Yudas tidak tahu harus menjawab apa dan diam. Dia maju ke depan bersama Tomas, Zelot, Yakobus Zebedeus dan Andreas. Yesus berhenti untuk membiarkan Filipus, Bartolomeus, Matius dan Yohanes lewat, seolah-olah Dia ingin dibiarkan sendiri. Mereka tidak mengganggu-Nya.
Namun hati Yohanes yang penuh kasih, yang matanya kerap berkilau airmata selama perselisihan dengan Yudas yang menghujat, memaksa rasul itu untuk berbalik sebentar kemudian, tepat pada saatnya untuk melihat Yesus menekan dahi-Nya dengan kedua tangan-Nya, dengan gerakan berdukacita, dan membungkuk ke depan seperti orang kesakitan. Yesus melakukannya dengan berpikir bahwa Dia tidak akan terlihat di jalan kecil yang sepi, yang juga gelap karena banyak bangunan melengkung di atasnya. Yohanes yang berambut terang meninggalkan rekan-rekannya dan kembali kepada Guru-nya, "Ada apa, Tuhan-ku? Apakah Kau Menderita lagi seperti ketika kami mendapati-Mu di Akhzib? Oh! Tuhan-ku!"
"Bukan apa-apa, Yohanes! Tolonglah Aku dengan kasihmu. Dan jangan katakan apa pun kepada yang lain-lainnya. Berdoalah untuk Yudas."
"Ya, Guru. Dia sangat tidak bahagia, ya kan? Dia berada dalam kegelapan, dan tidak tahu. Dia berpikir bahwa dia sudah memperoleh damai... Apakah itu damai?"
"Dia sangat tidak bahagia," kata Yesus sedih.
"Janganlah begitu sedih, Guru. Pikirkanlah berapa banyak orang berdosa yang sudah menjadi baik, meskipun mereka dulunya keras dalam dosa. Yudas akan sama seperti itu. Oh! Kau pasti akan menyelamatkannya! Aku akan menghabiskan malam dengan berdoa untuk itu. Aku akan mengatakan kepada Bapa untuk membuatku hanya mampu mengasihi, aku tidak menginginkan yang lain. Tadinya aku berharap untuk memberikan hidupku bagi-Mu atau untuk membuat kuasa-Mu bersinar melalui karyaku. Sekarang tidak lagi begitu. Aku menyangkal segalanya, aku memilih hidup yang paling sederhana dan biasa dan aku akan meminta Bapa untuk memberikan apa yang menjadi milikku kepada Yudas... untuk membuatnya bahagia... sehingga dia dapat berbalik kepada kekudusan... Tuhan... aku harus memberitahu-Mu sesuatu... Aku rasa aku tahu mengapa Yudas seperti itu."
"Datanglah malam ini. Kita akan berdoa bersama dan berbicara."
"Dan akankah Bapa mendengarkanku? Akankah Dia menerima kurbanku?"
"Bapa akan memberkatimu. Tapi kau akan menderita..."
"Oh! Tidak! Cukup bagiku melihat bahwa Engkau bahagia... dan bahwa Yudas... dan bahwa Yudas..."
"Ya, Yohanes. Lihat, mereka memanggil kita. Ayo kita lari."
Jalan kecil itu menjadi jalan yang indah, berhiaskan serambi-serambi dan sumber-sumber mataair. Dan dipercantik dengan beberapa alun-alun yang indah: yang satu lebih elok dari yang lain. Jalan ini melintasi jalan utama lainnya, yang sama indahnya, dan di ujungnya ada amfiteater. Beberapa orang sakit sudah berkumpul di sudut serambi-serambi menunggu Sang Juruselamat.
Petrus datang menghampiri Yesus, "Mereka bertahan dalam iman pada apa yang kami wartakan kepada mereka tentang Engkau di bulan Ethanim. Mereka datang segera."
"Dan Aku akan mengganjari iman mereka dengan segera. Ayo kita pergi."
Dan sementara matahari terbenam dan mewarnai bangunan-bangunan pualam dengan warna merah, Dia pergi untuk menyembuhkan mereka yang menantikan-Nya dengan iman.
|
|
|