|
354. NIKOLAUS DARI ANTIOKHIA.
PEMAKLUMAN KEDUA TENTANG SENGSARA.
9 Desember 1945
Yesus sendirian di teras rumah Tomas di Kapernaum. Kota ini sunyi pada hari Sabat dan populasinya sudah sangat berkurang, karena mereka yang paling giat dalam menjalankan agamanya sudah pergi ke Yerusalem, juga mereka yang pergi ke sana bersama keluarga mereka dan memiliki anak-anak yang tidak dapat berjalan jauh dan dengan demikian memaksa orang-orang dewasa untuk sering berhenti dan melakukan perjalanan-perjalanan pendek. Dengan demikian, orang merindukan celoteh ceria anak-anak, terlebih lagi pada hari yang agak mendung. Yesus termenung. Dia duduk di bangku rendah di sudut dekat tembok pembatas, dengan punggung-Nya menghadap tangga, hampir tersembunyi oleh tembok pembatas; Dia menumpangkan satu siku di lutut-Nya dan mengistirahatkan kepala-Nya di tangan-Nya dengan gerakan letih yang nyaris seperti tersiksa.
Dia diinterupsi dalam meditasi-Nya oleh kedatangan seorang anak laki-laki kecil yang ingin mengucapkan selamat tinggal kepada-Nya sebelum berangkat ke Yerusalem. "Yesus! Yesus!" dia memanggil di setiap langkah; dia tidak bisa melihat Yesus sebab tembok rendah yang menyembunyikan-Nya dari pandangan siapa pun yang berada di bawah. Dan Yesus begitu tenggelam dengan pikiran-Nya sehingga Dia tidak mendengar suara lembut ataupun langkah si anak, yang seringan burung merpati... sehingga ketika anak itu tiba di teras, Dia masih dalam posisi tersiksa yang sama. Dan anak kecil itu ketakutan. Dia berhenti di ambang pintu, meletakkan jarinya di antara bibirnya dan berpikir... dia lalu mengambil keputusan dan bergerak maju perlahan... dia sekarang hampir berada di belakang Yesus... dia membungkuk untuk melihat apa yang sedang Yesus lakukan... dan berkata, "Jangan, Yesus terkasih! Jangan menangis! Kenapa? Karena orang-orang jahat dan jelek kemarin? Ayahku mengatakan kepada Yairus bahwa mereka tidak layak bagi-Mu. Tapi Engkau jangan menangis. Aku mengasihi-Mu. Dan adik perempuanku, dan Yakobus dan Toby, dan Yohana, dan Maria, dan Mikha, dan semua anak di Kapernaum, mereka semua mengasihi-Mu. Jangan menangis lagi…" dan dia memeluk leher Yesus sambil membelai-Nya dan berkata, "Kalau tidak, aku juga akan menangis dan aku akan menangis sepanjang perjalanan…"
"Tidak, Daud, Aku tidak menangis lagi. Kau sudah menghibur-Ku. Apa kau sendirian? Kapan kau berangkat?"
"Sesudah matahari terbenam. Kami akan naik perahu sampai ke Tiberias. Ikutlah bersama kami. Ayahku mengasihi-Mu, Kau tahu?"
"Ya, Aku tahu, sayang-Ku. Tapi Aku harus pergi ke anak-anak lain... Terima kasih sudah datang mengucapkan selamat tinggal kepada-Ku. Aku memberkatimu, Daud kecil. Ayo kita saling cium selamat tinggal dan lalu kau kembali ke ibumu. Apa dia tahu kau di sini?..."
"Tidak. Aku lari karena aku tidak melihat-Mu bersama murid-murid-Mu dan aku pikir mungkin Kau menangis."
"Aku tidak menangis lagi, kau lihat? Kembalilah ke ibumu, yang mungkin sedang mencarimu dan khawatir. Selamat tinggal. Awas keledai-keledai caravan. Lihat? Mereka berhenti di mana saja."
"Apa Kau sungguh-sungguh tidak menangis lagi?"
"Tidak. Aku tidak lagi sedih. Kamu sudah menghibur-Ku. Terima kasih, anak-Ku."
Anak itu berlari menuruni tangga sementara Yesus mengawasinya. Dia lalu menggelengkan kepala-Nya dan kembali ke tempat-Nya dalam meditasi duka yang sama seperti sebelumnya.
Beberapa waktu berlalu. Matahari yang tengah terbenam sesekali muncul saat langit yang mendung menjadi cerah.
Langkah-langkah berat terdengar menaiki tangga. Yesus mendongak. Dia melihat Yairus pergi menghampiri-Nya. Yesus menyapa dan Yairus menjawab penuh hormat.
"Kenapa kau ada di sini, Yairus?"
"Tuhan! Mungkin aku telah melakukan hal yang salah. Tapi seperti yang Engkau lihat, hati manusia Engkau mengenalnya, bahwa tidak ada niat buruk dalam diriku. Aku tidak mengundang-Mu untuk berbicara di sinagoga hari ini. Tapi aku sangat menderita untuk-Mu kemarin, dan aku melihat Engkau sangat menderita... sehingga aku tidak berani. Aku berbicara kepada murid-murid-Mu. Mereka mengatakan kepadaku: 'Dia ingin sendirian'... Tetapi beberapa saat yang lalu Filipus, ayah Daud, datang kepadaku mengatakan bahwa putranya melihat-Mu menangis. Dia mengatakan bahwa Engkau berterima kasih kepada si bocah karena sudah datang menemui-Mu. Jadi aku datang juga. Guru, orang-orang yang masih di Kapernaum akan bertemu di sinagoga. Dan sinagogaku adalah milik-Mu, Tuhan."
"Terima kasih, Yairus. Orang-orang lain akan berbicara di sana hari ini. Aku akan datang sebagai seorang percaya awam..."
"Dan Engkau tidak diwajibkan untuk datang. Dunia adalah sinagoga-Mu. Apakah Engkau benar-benar tidak akan datang, Guru?"
"Tidak, Yairus. Aku tinggal di sini dengan roh-Ku di hadapan Bapa Yang memahami Aku dan tidak mendapati kesalahan pada-Ku." Mata sedih Yesus berkilau dengan airmata.
"Aku pun juga tidak mendapati kesalahan pada-Mu... Selamat tinggal, Tuhan."
"Selamat tinggal, Yairus." Dan Yesus duduk sekali lagi, bermeditasi.
Putri Yairus, berbalut gaun putih, menaiki tangga dengan langkah-langkah seringan burung merpati. Dia melihat sekeliling... Dia kemudian memanggil dengan suara pelan: "Juruselamat-ku!"
Yesus melihat sekeliling, melihatnya, tersenyum dan berkata, "Datanglah dekat-Ku."
"Ya, Tuhan-ku. Tapi aku ingin membawa-Mu kepada yang lain-lain. Mengapa sinagoga harus menjadi sunyi hari ini?"
"Ada bapamu dan banyak orang lain yang akan mengisinya dengan kata-kata."
"Tapi itu adalah kata-kata... Sedangkan kata-kata-Mu adalah Sabda. Oh! Tuhan-ku! Melalui Sabda-Mu, Engkau mengembalikanku kepada ibu dan bapaku, dan aku saat itu mati. Tapi lihatlah mereka yang sekarang pergi ke sinagoga! Banyak dari mereka yang lebih mati daripada aku kala itu. Ayo datanglah dan beri mereka Hidup."
"Putri-Ku sayang, kau pantas mendapatkannya; mereka... Tidak ada kata-kata yang bisa memberi hidup kepada mereka yang memilih kematian bagi diri mereka sendiri."
"Ya, Tuhan-ku. Tapi, bagaimanapun datanglah. Ada juga beberapa orang yang hidup lebih tekun ketika mereka mendengarkan-Mu... Ayolah. Berikan tangan-Mu padaku dan marilah kita pergi. Aku adalah saksi kuasa-Mu dan aku siap untuk bersaksi, juga di hadapan musuh-musuh-Mu, bahkan dengan mengorbankan nyawa kedua ini, yang bagaimanapun juga bukan lagi milikku. Engkau yang memberikannya kepadaku, Guru-ku terkasih, karena kasihan kepada seorang ibu dan seorang bapa. Tetapi aku..." Gadis itu, seorang gadis cantik, hampir seorang perempuan muda, dengan mata besar yang cemerlang dan wajah yang cerdas dan murni, terhenti sebab tersekat oleh airmata, yang dari bulu matanya yang lentik mengalir menuruni kedua pipinya.
"Mengapa kau menangis sekarang?" tanya Yesus seraya menempatkan tangan-Nya pada rambutnya.
"Karena... Aku diberitahu bahwa Engkau mengatakan Engkau akan mati..."
"Semua orang akan mati, gadis-Ku."
"Tapi tidak seperti yang Engkau katakan!... Aku... oh! sekarang aku lebih suka tidak dihidupkan kembali supaya aku tidak melihat itu, tidak berada di sana ketika... hal mengerikan itu terjadi..."
"Kalau begitu, kau juga tidak akan berada di sini untuk menghibur-Ku seperti yang kau lakukan sekarang. Tidak tahukah kau bahwa sepatah kata, bahkan sepatah kata saja, dari suatu jiwa murni yang mengasihi Aku, mengenyahkan segala dukacita dari-Ku?"
"Benarkah? Oh! Jadi, janganlah Engkau bersedih lagi karena aku mengasihi-Mu lebih dari aku mengasihi bapaku, ibuku, dan hidupku sendiri!"
"Memang begitu."
"Jadi, ayolah. Jangan sendirian saja. Berbicaralah untukku, untuk Yairus, untuk ibuku, untuk Daud kecil, untuk mereka yang mengasihi-Mu. Kami banyak, dan kami akan lebih banyak. Tapi janganlah sendirian. Itu membuat-Mu sedih," dan melalui naluri keibuan, seperti setiap perempuan yang baik, dia mengakhiri perkataannya dengan, "Tidak seorang pun yang akan menyakiti-Mu jika aku berada dekat-Mu. Bagaimanapun, aku akan membela-Mu."
Yesus berdiri dan menurutinya. Dengan tangan-Nya dalam genggaman tangannya, mereka menyeberangi jalan dan memasuki sinagoga melalui pintu samping.
Yairus, yang sedang membaca sebuah gulungan dengan suara lantang, berhenti membaca dan membungkuk hormat seraya berkata, "Guru, sudi berbicaralah kepada mereka yang hatinya benar. Persiapkan kami untuk Paskah dengan sabda suci-Mu."
"Kau sedang membaca Kitab Raja-Raja, bukan?"
"Ya, Guru. Aku berusaha membuat mereka merenungkan bahwa mereka yang berpisah dari Allah yang benar akan menjadi pemuja berhala anak lembu emas."
"Kau sungguh benar. Apakah ada yang ingin berbicara?"
Orang banyak mulai berbisik-bisik. Sebagian ingin Yesus berbicara, sebagian berteriak, "Kami tergesa-gesa. Mari kita daraskan doa dan bubarkan umat. Bagaimanapun juga, kami akan pergi ke Yerusalem dan kami akan mendengarkan para rabbi di sana." Mereka yang berteriak demikian adalah para pembelot yang tertahan di Kapernaum karena hari Sabat.
Yesus menatap mereka dengan duka mendalam dan berkata, "Kamu tergesa-gesa. Itu benar. Allah juga tergesa-gesa untuk menghakimimu. Kamu boleh pergi." Kemudian berbicara kepada orang-orang yang mengecam para pembelot itu, Dia berkata, "Jangan cela mereka. Setiap pohon menghasilkan buahnya sendiri."
"Guru! Ulangi tindakan Nehemia! Karena Engkau adalah Imam Besar, berbicaralah menentang mereka!" teriak Yairus dengan marah, dan para rasul, para murid yang setia, dan orang-orang Kapernaum bergabung dengannya.
Yesus merentangkan tangan-Nya menyilang; Dia sangat pucat dan wajah-Nya amat berdukacita, meski sangat baik, ketika Dia berseru, "Ingatlah Aku, AllahKu! Ingatlah Aku dengan penuh kasih! Dan ingatlah mereka dengan penuh kasih juga! Aku mengampuni mereka!"
Sinagoga segera kosong, hanya mereka yang setia kepada Yesus yang tinggal... Ada seorang asing di pojok. Seorang laki-laki yang kekar yang tidak diperhatikan siapa pun dan yang tidak diajak bicara oleh siapa pun. Di lain pihak, dia juga tidak berbicara kepada siapa pun. Dia menatap Yesus sedemikian rupa, hingga Sang Guru mengarahkan mata-Nya kepadanya dan bertanya kepada Yairus siapa orang itu.
"Aku tidak tahu. Dia pastilah seorang yang kebetulan lewat."
Yesus bertanya kepadanya, "Siapakah kau?"
"Nikolaus, seorang proselit dari Antiokhia. Aku akan pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah."
"Siapakah yang kau cari?"
"Engkau, Tuhan, Yesus dari Nazaret. Aku ingin berbicara kepada-Mu."
"Jadi, kemarilah." Dan ketika dia datang, Yesus pergi keluar bersamanya dan masuk ke kebun sayur-mayur dan buah-buahan di belakang sinagoga, untuk mendengarkan dia.
"Di Antiokhia aku berbicara dengan seorang murid-Mu, yang bernama Feliks. Aku sudah sangat ingin bertemu dengan-Mu. Dia mengatakan bahwa Engkau sering berada di Kapernaum dan bahwa BundaMu tinggal di Nazaret. Dan bahwa Engkau pergi ke Getsemani atau ke Betania. Bapa Yang Kekal menganugerahiku untuk menemukan-Mu pada kesempatan pertama. Aku di sini kemarin... Dan aku berada dekat-Mu tadi pagi, ketika Engkau menangis dan berdoa dekat sumber mataair... Aku mengasihi-Mu, Tuhan, karena Engkau kudus dan lemah lembut. Aku percaya kepada-Mu. Perbuatan-Mu dan sabda-Mu telah menaklukkanku. Tapi belas kasihan-Mu beberapa saat yang lalu, kepada orang-orang yang bersalah, akhirnya meyakinkanku. Tuhan, terimalah aku menggantikan mereka yang meninggalkan-Mu! Aku akan datang kepada-Mu dengan semua yang kumiliki: hidupku, kekayaanku, segalanya." Dia berlutut sementara mengucapkan perkataan terakhir.
Yesus menatapnya... lalu Dia berkata, "Ayo. Sejak hari ini kau milik Guru. Ayo kita pergi kepada rekan-rekanmu."
Mereka kembali masuk sinagoga di mana para murid dan para rasul berdiskusi penuh semangat dengan Yairus.
"Dia adalah murid baru. Bapa telah menghibur Aku. Kasihilah dia sebagai saudaramu. Ayo kita pergi dan berbagi roti kita dengannya. Lalu, pada malam hari, kamu akan berangkat ke Yerusalem bersamanya dan kami akan pergi ke Hippo dengan perahu... Dan jangan beritahu siapa pun arah yang Aku tuju supaya Aku tidak tertahan."
Sementara itu hari Sabat sudah berakhir dan mereka yang ingin menghindari Yesus sudah berkumpul di pantai untuk menawar harga perahu ke Tiberias. Dan mereka bertengkar dengan Zebedeus yang tidak mau menyewakan perahunya, yang sudah siap dekat perahu Petrus untuk berangkat pada malam hari bersama Yesus dan keduabelas rasul.
"Aku akan pergi dan membantunya!" kata Petrus kesal.
Untuk menghindari perselisihan yang lebih sengit, Yesus menahannya dan berkata, "Kita semua yang akan pergi, bukan hanya kau sendiri."
Dan mereka pun pergi... Dan mereka mengalami kekecewaan pahit melihat para pembelot itu pergi bahkan tanpa anggukan, menghindari semua kontak demi menjauh dari Yesus... dan mereka juga mendengar beberapa julukan yang tidak menyenangkan dan nasihat pedas kepada para murid yang setia...
Yesus berbalik untuk kembali ke rumah sesudah orang banyak yang bersikap memusuhi itu pergi, dan Dia berkata kepada si murid baru, "Apa kau sudah mendengarnya? Itulah apa yang kau dapatkan jika kau mengikut-Ku."
"Aku tahu. Itu sebabnya aku tinggal. Aku melihat-Mu pada suatu hari yang mulia ketika orang banyak bersorak-sorai dan mengelu-elukan-Mu sebagai 'raja'. Aku mengangkat bahuku dan berkata: 'Seorang malang lain yang adalah pemimpi di siang bolong! Suatu tulah lain bagi Israel!', dan aku tidak mengikut-Mu karena Engkau tampak seperti seorang raja dan aku melupakan semua tentang-Mu. Sekarang aku akan mengikut-Mu karena aku melihat Mesias yang dijanjikan dalam sabda dan kebaikan-Mu."
"Kau sungguh lebih benar daripada banyak orang lain. Tapi sekali lagi Aku peringatkan kau. Dia yang berharap bahwa Aku adalah raja duniawi, sebaiknya pergi. Dia yang merasa bahwa dia akan malu karena Aku, di hadapan dunia yang mendakwa Aku, sebaiknya pergi. Dia yang akan terguncang melihat Aku diperlakukan sebagai pelaku kejahatan, sebaiknya pergi. Aku memberitahumu supaya kau bisa melakukannya sebelum dikompromikan di mata dunia. Tirulah mereka yang meloloskan diri dalam perahu-perahu itu, jika kau merasa bahwa kau tidak bisa berbagi bagian-Ku dalam aib, supaya bisa berbagi kelak dalam kemuliaan. Karena inilah yang akan terjadi: Putra Manusia akan didakwa dan diserahkan ke dalam tangan manusia, yang akan membunuh-Nya sebagai seorang kriminal dan akan percaya bahwa mereka sudah mengalahkan-Nya. Tetapi mereka akan melakukan kejahatan mereka dengan sia-sia. Karena setelah tiga hari Aku akan bangkit dari mati dan menang. Berbahagialah mereka yang bisa bertahan bersama-Ku hingga akhir!"
Mereka sekarang sudah tiba di rumah dan Yesus mempercayakan pendatang baru itu kepada para murid, dan Dia naik ke atas di mana Dia berada sebelumnya. Dia masuk ke ruang atas dan duduk bermeditasi.
Tak lama kemudian Iskariot naik ke lantai atas bersama Petrus.
"Guru, Yudas sudah membuatku merenungkan hal-hal tertentu yang aku pikir benar."
"Katakanlah."
"Engkau telah menerima Nikolaus ini, seorang proselit, yang latar belakangnya tidak kita ketahui. Kita sudah mengalami begitu banyak masalah... dan kita masih terus mengalaminya. Dan sekarang? Apa yang kita ketahui tentang dia? Bisakah kita mempercayainya? Yudas dengan tepat mengatakan bahwa dia mungkin seorang mata-mata yang diutus oleh musuh kita."
"Tentu saja! Seorang pengkhianat! Mengapakah dia tidak mau mengatakan kepada kita dari mana asalnya dan siapa yang mengutusnya? Aku sudah menanyainya, tetapi dia hanya mengatakan, 'Aku Nikolaus dari Antiokhia, seorang proselit.' Aku sangat curiga."
"Aku mengingatkanmu bahwa dia datang karena dia melihat Aku dikhianati."
"Itu mungkin saja bohong! Mungkin pengkhianatan!"
"Dia yang melihat kebohongan dan pengkhianatan di mana-mana, adalah jiwa yang bisa berbuat hal-hal seperti itu, karena dia mengukur orang dengan dirinya sendiri," jawab Yesus serius.
"Tuhan, Engkau menyinggung aku!" teriak Yudas marah.
"Jadi, tinggalkan Aku, dan pergilah bersama mereka yang meninggalkan Aku."
Yudas keluar seraya membanting pintu dengan sangat kasar.
"Tapi, Tuhan, Yudas tidak sepenuhnya salah... Bagaimanapun, aku tidak suka orang itu... menyebut Yohanes. Pasti maksudnya Felix, yang dari En-Dor, yang mengirimnya kepada-Mu..."
"Memang begitu. Tapi Yohanes En-Dor adalah orang yang bijaksana, dan dia menyebutkan nama lamanya. Jangan khawatir, Simon. Seorang yang menjadi murid karena dia menyadari bahwa perkara kemanusiaan-Ku hancur, tidak bisa tidak adalah roh yang benar. Sangat berbeda dengan dia yang baru saja keluar dan yang datang kepada-Ku karena dia berharap menjadi seorang pangeran dari seorang raja yang berkuasa... dan dia tidak dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa Aku adalah Raja hanya untuk roh..."
"Apakah Engkau mencurigainya, Tuhan?"
"Aku tidak mencurigai siapa pun. Tetapi dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu bahwa rasul Yudas anak Simon, seorang Israel dan seorang Yudea, tidak akan pernah sampai sejauh Nikolaus, seorang murid dan proselit."
"Tuhan, aku ingin menanyakan kepada Nikolaus… kabar Yohanes."
"Tidak, jangan. Yohanes tidak mempercayakan tugas apa pun kepadanya, karena dia bijaksana. Jangan menjadi orang yang tidak bijaksana."
"Tidak, Tuhan, aku hanya bertanya kepada-Mu..."
"Mari kita turun dan bergegas santap malam. Tengah malam kita akan pergi... Simon... apakah kau mengasihi Aku?"
"Oh! Guru! Apakah yang Engkau tanyakan ini?"
"Simon, hatiku lebih gelap dari danau di malam berbadai dan segalau itu ..."
"Oh! Guru-ku!... Apakah yang harus aku katakan kepada-Mu, jika aku lebih muram dan galau dari-Mu? Aku hanya bisa mengatakan: 'Ini Simon-Mu. Dan jika hatiku bisa menghibur-Mu, ambillah.' Itulah satu-satunya yang aku punya, tetapi itu tulus."
Untuk sesaat Yesus mengistirahatkan kepala-Nya di dada Petrus yang lebar dan kuat dan kemudian berdiri dan turun ke bawah bersamanya.
|
|
|