348. TRANSFIGURASI DAN PENYEMBUHAN PENDERITA EPILEPSI.             


3 Desember 1945  

Siapakah yang belum pernah melihat, setidaknya sekali, fajar yang cerah di bulan Maret? Jika ada, pastilah dia sangat tidak bahagia, karena dia tidak tahu salah satu pesona alam yang paling indah yang terbangun di musim semi, ketika ia menjadi si gadis perawan seperti yang pasti terjadi pada hari pertama penciptaan.

Dalam pesona menawan yang demikian, yang murni dari setiap sudut pandang, dari herba berembun yang segar, hingga bunga-bunga kecil yang mekar bagai bayi yang baru lahir, hingga senyum pertama tengah hari, hingga burung-burung yang bangun dan mengepakkan sayapnya serta mengucapkan kicauan pertama mereka, yang terdengar seperti pertanyaan dan adalah pembukaan bagi semua percakapan nyanyian mereka hari itu, hingga aroma udara itu sendiri yang sepanjang malam sudah dibersihkan dari semua polusi debu, asap, dan bau tubuh manusia melalui pembasuhan oleh embun dan ketidakhadiran manusia, Yesus berjalan bersama para rasul dan para murid-Nya. Simon Alfeus juga bersama mereka. Mereka pergi ke selatan, dengan melintasi bukit-bukit yang mengelilingi Nazaret dan sebuah aliran sungai, dan berjalan menyeberangi sebuah dataran sempit di antara bukit-bukit Nazaret dan sekelompok gunung di sebelah timur. Gunung-gunung ini didahului oleh kerucut Tabor yang setengah terpotong, yang puncak anehnya mengingatkanku pada topi segitiga prajurit kavaleri kami.

Mereka mencapainya. Yesus berhenti dan berkata, "Petrus, Yohanes, dan Yakobus Zebedeus akan naik gunung bersama-Ku. Sisanya akan menyebar di kaki gunung, pergi berkelompok ke jalan-jalan yang ada di sekitarnya untuk mewartakan Tuhan. Aku ingin kembali ke Nazaret sore hari. Jadi jangan pergi terlalu jauh. Damai sertamu." Dan berbicara kepada ketiga orang yang Dia pilih, Dia berkata, "Ayo kita pergi." Dan Dia mulai mendaki tanpa berbalik lagi dan dengan langkah yang begitu cepat hingga Petrus susah payah mengikuti-Nya.

Ketika mereka beristirahat sejenak, Petrus, dengan wajah memerah dan berkeringat, bertanya kepada-Nya dengan terengah-engah, "Tetapi kemana kita akan pergi? Tidak ada rumah di gunung. Di puncak hanya ada benteng tua itu. Apa Kau mau pergi dan berkhotbah di sana?"

"Jika mau berkhotbah, Aku akan sudah pergi ke sisi lain. Tetapi kau bisa lihat bahwa Aku tidak melakukannya. Kita tidak akan pergi ke benteng, dan mereka yang berada di dalamnya bahkan tidak akan menemui kita. Aku akan pergi untuk bersatu dengan BapaKu, dan Aku ingin kamu bersama-Ku, karena Aku mengasihimu. Ayo, cepat!"

"Oh! Tuhan-ku! Tidak bisakah kita pergi sedikit lebih lambat, dan berbicara tentang apa yang sudah kita dengar dan lihat kemarin, yang membuat kita terjaga sepanjang malam untuk membicarakannya?"

"Kamu selalu pergi dengan cepat untuk janji temu dengan Allah. Ayo, Simon Petrus. Aku akan membiarkanmu beristirahat di sana." Dan Dia kembali melanjutkan pendakian...

(Yesus berkata: "Tempatkan di sini Transfigurasi yang kau lihat pada tanggal 5 Agustus 1944, tetapi tanpa dikte yang ditambahkan padanya. Sesudah menyalin Transfigurasi tahun lalu, P.M. akan menyalin apa yang akan Aku tunjukkan padamu sekarang.")




5 Agustus 1944.

Aku bersama Yesus-ku berada di atas sebuah gunung yang tinggi. Petrus, Yakobus, dan Yohanes ada bersama Yesus. Mereka mendaki lebih tinggi dan mata mereka menjelajahi cakrawala terbuka yang detailnya tergambar dengan baik, bahkan di kejauhan, di hari yang cerah dan indah itu.

Gunung itu bukan bagian dari rangkaian pegunungan seperti yang ada di Yudea, melainkan menjulang sendirian, dengan timurnya di depan, dilihat dari tempat kami berada, utaranya di kiri, selatannya di kanan, dan di belakang, di barat, puncaknya, yang kira-kira seratus langkah lebih tinggi. Sungguh sangat tinggi dan pemandangannya terbentang dalam rentang yang sangat luas.

Danau Genesaret tampak bagai secarik langit yang turun untuk ditempatkan dalam hijaunya bumi, bagai sebentuk batu pirus oval yang dikelilingi oleh zamrud berbagai warna, bagai cermin yang bergetar dan beriak ditiup angin sepoi-sepoi, dan di mana perahu-perahu dengan layar terkembang meluncur segesit burung camar, sedikit terbungkuk di atas air biru, tepat dengan keanggunan terbang burung pekakak yang meluncur di air untuk mencari mangsa. Kemudian suatu alur mengalir keluar dari pirus raksasa itu, warnanya biru pucat di mana palung sungai lebih lebar, dan biru lebih gelap di mana tepiannya menyempit dan airnya lebih dalam dan di bawah naungan pepohonan yang tumbuh subur dekat sungai sebab dipelihara oleh airnya. Sungai Yordan tampak bagai suatu sapuan kuas yang nyaris lurus di tengah dataran nan asri.

Beberapa desa tersebar di sana-sini di kedua sisi sungai. Sebagian hanya dengan segelintir rumah, sebagian lain agak lebih besar dengan suasana serupa kota kecil. Jalan-jalan utama terlihat bagai garis-garis kekuningan di antara kehijauan. Namun di sini, di sisi gunung, datarannya lebih diolah dan subur dan benar-benar indah. Berbagai warna tumbuh-tumbuhan adalah pemandangan yang paling menyenangkan di bawah sinar matahari yang indah di suatu hari yang sangat cerah.

Pastilah saat itu musim semi, mungkin bulan Maret, jika aku memperhitungkan garis lintang Palestina, karena aku melihat gandum, yang sudah tinggi, meski masih hijau, melambai-lambai bagai laut biru-hijau dan aku melihat puncak-puncak pohon buah-buahan awal menghiasi laut kecil tumbuh-tumbuhan hijau ini dengan sesuatu yang seperti awan-awan kecil putih dan kemerahan, dan padang-padang rumput bertabur bunga-bunga, di mana kawanan domba yang merumput terlihat seperti tumpukan salju yang tersebar di sana-sini di atas rerumputan hijau.

Tepat dekat gunung, di kaki perbukitan pendek yang rendah, ada dua kota kecil, satu di selatan dan yang lainnya di utara. Dataran yang sangat subur terbentang terutama dan lebih luas ke selatan.

Yesus, setelah beristirahat sejenak di bawah naungan sejuk sekelompok pepohonan, rehat yang pastinya Dia berikan karena kasihan kepada Petrus, yang jelas-jelas mendaki dengan susah payah, kembali mendaki. Dia naik hampir ke puncak, di mana ada dataran tinggi luas yang berumput dengan pohon-pohon membentuk setengah lingkaran dekat sisi gunung.

"Kamu bisa beristirahat, sahabat-Ku. Aku akan pergi ke sana untuk berdoa." Dan Dia menunjuk ke sebuah batu besar, sebuah batu yang muncul di permukaan gunung dan tidak dekat lereng, tetapi terletak di dalam, ke arah puncak.

Yesus berlutut di rerumputan dan meletakkan kedua tangan dan kepala-Nya di atas batu, dalam posisi yang akan Dia ambil juga ketika berdoa di Getsemani. Puncak gunung melindungi-Nya dari matahari. Bagian yang tersisa dari tanah terbuka berselimutkan rumput itu berada di bawah sinar matahari yang cerah sampai sejauh pohon-pohon perbatasan, tempat para rasul duduk di bawah naungan.

Petrus melepaskan sandalnya, mengibaskan debu dan pasir, dan tetap bertelanjang kaki, dengan kakinya yang letih di atas rerumputan yang sejuk, nyaris berbaring, dengan kepalanya bersandar pada rerumputan hijau zamrud sebagai bantal. Yakobus melakukan hal yang sama, tetapi supaya nyaman, dia mencari sebatang pohon, di mana dia menyandarkan mantelnya dan mengistirahatkan punggungnya. Yohanes tetap duduk menatap Sang Guru. Namun ketenangan tempat itu, angin sepoi-sepoi yang segar, keheningan dan keletihan menguasainya juga dan dia menundukkan kepala dan mengatupkan matanya. Tak satu pun dari mereka yang tertidur lelap, tetapi mereka dalam keadaan mengantuk akibat musim panas yang membuat orang lesu.

Mereka (ketiga Rasul: Yakobus, Yohanes, Petrus) dibangunkan oleh kecemerlangan yang begitu mencolok hingga mengungguli kecemerlangan matahari dan menyebar dan menembus bahkan ke dalam naungan semak-semak dan pepohonan di mana para rasul berada.

Mereka membuka mata mereka dan tercengang melihat Yesus bertransfigurasi. Dia persis seperti yang aku lihat dalam penampakan tentang Firdaus. Tentu saja Dia tidak menyandang Luka-luka dan tidak ada tulisan di Salib. Namun kemuliaan Wajah dan Tubuh-Nya sama, kecemerlangannya juga sama dan pakaian-Nya juga, identik: dari merah tua telah berubah menjadi kain non-material berlian dan mutiara, seperti Dia berpakaian di Surga. Wajah-Nya bersinar dengan terang astral yang luar biasa intens di mana mata biru safir-Nya bercahaya. Dia tampak lebih tinggi, seolah-olah pemuliaan-Nya telah menambah tinggi-Nya. Aku tidak bisa mengatakan apakah kecemerlangan itu, yang membuat bahkan dataran tinggi berpendar, berasal sepenuhnya dari-Nya, atau apakah kecemerlangan-Nya sendiri bercampur dengan kecemerlangan yang adalah semua terang di Semesta Alam dan Surga terkonsentrasi pada-Nya. Aku hanya bisa mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang tak terlukiskan.

Yesus sekarang berdiri, aku akan mengatakan bahwa Dia naik dari tanah, karena antara Dia dan padang rumput hijau ada sesuatu yang seperti uap bercahaya, suatu ruang yang hanya terdiri dari cahaya di mana Dia tampaknya berdiri. Namun itu begitu terang sehingga aku mungkin salah, dan sebenarnya aku tidak lagi melihat rumput hijau di bawah kaki Yesus mungkin karena terang cemerlang yang bergetar dan bergelombang, seperti yang sering terlihat di api unggun. Ini adalah terang pijar seputih salju. Yesus menatap ke langit dan tersenyum pada suatu penglihatan yang memikat-Nya.

Para Rasul nyaris ketakutan dan mereka memanggil-Nya, karena Dia bertransfigurasi sebegitu rupa hingga Dia tidak lagi tampak seperti Guru mereka. Mereka memanggil-Nya, "Guru, Guru!" Dia tidak mendengar mereka. "Ia dalam ekstasi," kata Petrus gemetar. "Aku ingin tahu apa yang Dia lihat?"

Ketiga Rasul sekarang berdiri. Mereka ingin mendekati Yesus, tetapi mereka tidak berani.

Terang semakin meningkat karena dua terang yang turun dari langit dan mengambil tempat di sisi Yesus. Ketika kedua terang sudah turun di dataran tinggi, selubung mereka tersingkap dan dua tokoh mulia yang cemerlang muncul. Yang satu lebih tua dari yang lain, dengan wajah yang tajam dan serius, dan dia memiliki jenggot dengan dua ujung runcing. Dua tanduk cahaya terpancar dari dahinya dan membuatku mengerti bahwa dia adalah Musa. Tokoh satunya kurus kering, berjenggot dan berbulu, kurang lebih serupa Pembaptis, yang menurutku mirip dalam tingginya, kurusnya, struktur dan keseriusannya. Sementara cahaya yang terpancar dari Musa berwarna putih, seperti cahaya Yesus, khususnya sehubungan dengan sinar yang terpancar dari dahi mereka, cahaya Elia seperti nyala terang matahari.

Kedua Nabi mengambil sikap hormat di hadapan Allah Inkarnasi dan meski Dia berbicara kepada mereka dengan akrab, mereka tidak meninggalkan sikap hormat mereka. Aku tidak mengerti bahkan satu kata pun yang mereka ucapkan.

Ketiga rasul jatuh berlutut karena gemetar dan menutupi wajah mereka dengan tangan. Mereka ingin melihat, tetapi mereka takut. Akhirnya Petrus berkata, "Guru, dengarkanlah aku." Yesus berpaling seraya tersenyum kepada Petrus-Nya, yang berbesar hati kembali dan berkata, "Sungguh menakjubkan berada di sini bersama-Mu, Musa dan Elia. Jika Engkau mau, kami akan membuat tiga kemah, satu untuk-Mu, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia, dan kami akan tinggal di sini untuk melayani-Mu..."

Yesus menatapnya dan tersenyum lebih hangat. Dia juga menatap Yohanes dan Yakobus, suatu tatapan yang adalah pelukan penuh kasih. Juga, Musa dan Elia menatap pada ketiganya. Mata mereka memancarkan api. Pastilah seperti sinar yang menembusi hati.

Para Rasul tidak berani berkata apa-apa lagi. Karena ketakutan, mereka bungkam dalam kebisuan. Mereka kelihatan seperti orang mabuk, seperti orang linglung. Namun kemudian suatu tabir, yang bukan kabut, bukan awan, bukan sinar, menyelubungi Ketiga tokoh mulia itu di balik tabir yang bahkan lebih cemerlang daripada yang mengelilingi sebelumnya, dan menyembunyikan mereka dari pandangan para Rasul; suatu Suara merdu yang penuh kuasa bergetar memenuhi udara, ketiga rasul membungkuk dengan wajah mereka mencium rumput.

Suara itu berkata, "Inilah PutraKu yang terkasih, kepada-Nya Aku sungguh berkenan. Dengarkanlah Dia."

Petrus jatuh tersungkur seraya berseru, "Kasihanilah aku, orang berdosa! Itu adalah Kemuliaan Allah yang turun!!" Yakobus tidak mengucapkan sepatah kata pun. Yohanes berbisik dengan helaan nafas, seolah-olah dia akan pingsan, "Tuhan berbicara!"

Bahkan ketika keheningan total kembali, tak seorang pun dari mereka yang berani mengangkat kepala. Dengan demikian mereka bahkan tidak melihat bahwa terang telah kembali ke keadaan alami siang hari dan bahwa Yesus sendirian dan telah menjadi Yesus yang biasanya yang mengenakan jubah merah-Nya.

Ia berjalan ke arah mereka seraya tersenyum, menyentuh mereka dan memanggil mereka dengan namanya. "Berdirilah. Ini Aku. Jangan takut," Dia berkata, karena ketiganya tidak berani mengangkat wajah mereka dan memohon belas kasihan atas dosa-dosa mereka, takut kalau-kalau Anak Domba Allah ingin menghadapkan mereka kepada Yang Mahatinggi. "Berdirilah, sekarang. Aku perintahkan kamu," ulang Yesus penuh wibawa. Mereka mendongak dan melihat Yesus tersenyum.

"Oh! Guru, Allah-ku!" seru Petrus. "Bagaimana kami akan dapat hidup dekat-Mu, sekarang sesudah kami melihat Kemuliaan-Mu? Bagaimana kami bisa hidup di antara manusia dan di antara kami sendiri, sebab kami adalah orang-orang berdosa, dan kami sudah mendengar Suara Allah?"  

"Kamu harus hidup di sisi-Ku dan melihat kemuliaan-Ku hingga akhir. Jadilah layak untuk itu karena waktunya sudah dekat. Taati BapaKu dan Bapa-mu. Ayo sekarang kita kembali di antara manusia karena Aku datang untuk tinggal bersama mereka dan untuk membawa Allah kepada mereka. Ayo kita pergi. Jadilah kudus, kuat dan setia dengan mengingat saat ini. Kamu akan ikut ambil bagian dalam kemuliaan-Ku yang lebih besar. Tetapi jangan berbicara sekarang kepada siapa pun tentang apa yang sudah kamu lihat. Jangan beritahu rekan-rekanmu juga. Ketika Putra Manusia telah bangkit dari mati dan kembali ke kemuliaan Bapa, maka kamu akan berbicara. Karena pada waktu itu akan perlu untuk percaya, untuk ambil bagian dalam Kerajaan-Ku."

"Tetapi bukankah Elia datang untuk mempersiapkan orang-orang bagi Kerajaan-Mu? Demikian yang dikatakan para rabbi."

"Elia sudah datang untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Semuanya terjadi seperti yang sudah disingkapkan. Tetapi mereka yang mengajarkan wahyu tidak tahu dan tidak memahaminya, juga tidak melihat atau mengenali tanda-tanda waktu ataupun para utusan Allah. Elia telah kembali satu kali. Dia akan datang untuk kedua kalinya ketika waktu terakhir sudah dekat untuk mempersiapkan yang terakhir bagi Allah. Dia sekarang datang untuk mempersiapkan yang pertama bagi Kristus, dan orang-orang menolak untuk menerima dia, mereka menyiksanya dan membunuhnya. Mereka akan melakukan hal yang sama kepada Putra Manusia, karena manusia tidak mau menerima apa yang baik bagi mereka."

Ketiganya menundukkan kepala dan menjadi termenung dan sedih sementara mereka menuruni gunung bersama Yesus melalui jalan yang sama ketika mereka naik.




[kelanjutan 3 Desember 1945]

... Dan Petrus lagi yang berkata, sementara berhenti setengah jalan menuruni gunung, "Ah! Tuhan! Aku juga mengatakan apa yang dikatakan BundaMu kemarin, 'Mengapa Kau lakukan itu kepada kami?' dan aku juga mengatakan: "Mengapa Kau katakan itu kepada kami?' Kata-kata terakhir-Mu telah menghancurkan dalam hati kami sukacita akan penglihatan yang mulia! Ini adalah hari ketakutan yang hebat! Pertama, kami ketakutan karena terang dahsyat yang membangunkan kami, yang lebih kuat daripada jika seluruh gunung terbakar, atau bulan telah turun untuk menerangi dataran tinggi tepat di depan kami; kemudian penglihatan tentang-Mu dan Kau terangkat dari tanah seolah-olah Kau hendak terbang. Aku takut bahwa Kau, muak dengan kejahatan Israel, akan kembali ke Surga, mungkin atas perintah Yang Mahatinggi. Kemudian aku ketakutan ketika aku melihat Musa muncul, karena orang-orang pada zamannya tidak dapat memandangnya tanpa selubung, begitu terang pancaran Allah pada wajahnya, dan dia masih seorang manusia, sedangkan sekarang dia adalah roh terberkati yang bernyala-nyala dengan Allah, dan Elia... Kerahiman Ilahi! Aku pikir aku sudah datang ke saat akhirku, dan semua dosa hidupku, sejak aku masih kecil dan biasa mencuri buah di dapur, hingga yang terakhir, ketika beberapa hari lalu aku memberi-Mu nasihat yang salah, mengusik benakku. Dan gemetar ketakutan aku bertobat! Kemudian aku mendapat kesan bahwa kedua orang benar itu menyukaiku... dan aku berani berbicara. Tetapi bahkan kasih mereka membuatku takut, karena aku tidak pantas mendapatkan kasih dari roh-roh seperti itu. Dan kemudian!... Yang paling menakutkan dari semua ketakutan! Suara Allah!... Yahwe telah berbicara! Dia berkata kepada kami: 'Dengarkanlah Dia!' Engkau! Dan Dia memaklumkan-Mu: 'PutraNya yang terkasih kepada siapa Dia sungguh berkenan.' Betapa menakutkan! Yahweh!... bagi kami!... Jelas hanya kuasa-Mu saja yang membuat kami tetap hidup!... Ketika Kau menyentuh kami, dan jari-jari-Mu serasa membakar seperti titik-titik api, itu ketakutan terakhirku. Aku pikir bahwa saatnya sudah tiba ketika aku akan diadili dan bahwa Malaikat menyentuhku untuk membawa jiwaku kepada Yang Mahatinggi... Tapi bagaimana BundaMu bisa melihat... mendengar... dan hidup, pada saat itu yang Kau ceritakan kepada kami kemarin, dan tidak mati, dan Dia sendirian, seorang gadis muda, tanpa-Mu?"

"Maria, Sang Immaculata [= Yang Tak Berdosa], tidak bisa takut akan Allah. Hawa tidak takut, sewaktu dia tidak berdosa. Dan Aku ada di sana. Aku, Bapa dan Roh, Kami, Yang ada di Surga dan di bumi dan di mana-mana, dan Yang memiliki Tabernakel kami dalam hati Maria," kata Yesus dengan lembut.

"Betapa mengagumkan!... Tapi kemudian Kau berbicara tentang kematian... Dan sukacita kami berakhir... Tapi mengapa semua itu hanya untuk kami bertiga? Bukankah lebih baik untuk memberikan penglihatan kemuliaan-Mu kepada semua orang?"

"Tepat karena kamu kehilangan akal sehat ketika kamu mendengar Aku berbicara tentang kematian, dan kematian oleh siksa aniaya, dari Putra Manusia, maka Manusia-Allah memutuskan untuk menguatkanmu untuk saat itu dan untuk masa mendatang, melalui pengetahuan sebelumnya tentang bagaimana Aku setelah Kematian. Ingatlah semua itu, supaya kau bisa mewartakannya kepada orang-orang pada waktunya... Sudah mengertikah kau?"

"Oh! ya, Tuhan. Tidak mungkin melupakannya. Dan akan sangat tidak berguna untuk memberitahu orang-orang. Mereka akan mengatakan bahwa kami 'mabuk.'"

Mereka melanjutkan perjalanan turun menuju lembah. Namun ketika mereka tiba di suatu titik, Yesus mengambil jalan setapak yang sangat curam menuju En-Dor, yang berlawanan arah dengan tempat di mana Dia meninggalkan para murid.

"Kita tidak akan menemukan mereka," kata Yakobus. "Matahari mulai terbenam. Mereka akan berkumpul di tempat Engkau meninggalkan mereka, menantikan-Mu."

"Ikut saja dan jangan khawatir tentang pikiran bodoh." Sesungguhnya, di mana semak belukar terbuka ke sebuah padang rumput yang melandai lembut sampai ke jalan utama, mereka melihat di kaki gunung seluruh kelompok para murid, yang sangat bersemangat, dan bersama mereka ada beberapa musafir yang penuh rasa ingin tahu dan beberapa ahli Taurat yang sudah datang dari mana aku tidak tahu.

"Aduh! Ahli Taurat!... Dan mereka sudah berdiskusi!" kata Petrus seraya menunjuk mereka. Dan dia berjalan turun di beberapa meter terakhir dengan setengah hati.

Tetapi para rasul di bawah sana juga sudah melihat mereka dan mereka saling menunjukkannya dan kemudian mereka mulai berlari ke arah Yesus sambil berteriak, "Bagaimana mungkin, Guru, Kau ada di sini? Kami baru saja akan pergi ke tempat yang ditentukan. Tapi kami tertahan oleh diskusi dengan ahli-ahli Taurat dan oleh permohonan seorang ayah yang khawatir."

"Apa yang kamu diskusikan?"

"Kami sedang berselisih pendapat tentang seorang yang kerasukan. Para ahli Taurat mengejek kami sebab kami tidak bisa membebaskannya. Yudas Keriot mencoba beberapa kali karena kesal. Tapi sia-sia. Jadi kami katakan kepada mereka, 'Coba saja sendiri.' Mereka menjawab: 'Kami bukan pengusir setan.' Beberapa orang yang datang dari Caslot-Tabor kebetulan lewat dan di antara mereka ada dua orang pengusir setan. Tapi mereka juga tidak berhasil. Inilah ayah yang datang untuk memohon kepada-Mu. Dengarkanlah dia."

Seorang laki-laki maju ke depan memohon dan dia berlutut di depan Yesus, Yang masih di padang rumput yang landai dan dengan demikian setidaknya tiga meter lebih tinggi dari jalan dan terlihat jelas oleh semua orang.

Orang itu berkata kepada-Nya, "Guru, aku pergi ke Kapernaum dengan putraku, mencari-Mu. Aku membawa anakku yang malang kepada-Mu, supaya Engkau membebaskannya, sebab Engkau mengusir setan dan Engkau menyembuhkan semua penyakit. Dia sering dirasuki oleh roh bisu. Saat roh itu merasukinya, putraku hanya bisa berteriak serak, seperti binatang yang tercekik. Roh itu melemparkannya ke tanah, di mana dia berguling-guling dengan menggertakkan giginya, mulutnya berbusa seperti kuda menggigit bit, atau dia melukai dirinya sendiri, atau dia mengambil risiko mati tenggelam, atau terbakar, atau hancur, karena roh lebih dari satu kali sudah melemparkannya ke dalam air, ke dalam api, atau jatuh dari tangga. Murid-murid-Mu mencoba, tetapi mereka tidak berhasil. Oh! Tuhan yang baik! Kasihanilah aku dan anakku!"

Yesus menyala dengan kemuliaan sementara Dia berteriak, "Hai angkatan yang jahat, hai himpunan setani, legiun pemberontak, orang-orang neraka yang tidak percaya dan keji, berapa lama lagi Aku harus berhubungan denganmu? Berapa lama Aku harus bertahan menghadapimu?" Dia begitu mengesankan hingga seketika itu juga ada keheningan total dan ejekan para ahli Taurat berhenti.

Yesus berkata kepada sang ayah, "Berdirilah dan bawa putramu kemari."

Laki-laki itu pergi dan kembali dengan orang-orang lain dan di tengah kelompok ada seorang anak laki-laki berusia sekitar duabelas atau empatbelas tahun. Dia adalah anak yang tampan, tetapi terlihat agak bodoh, seolah-olah dia linglung. Ada luka merah panjang di dahinya dan di bawahnya ada bekas luka lama berwarna putih. Begitu dia melihat Yesus Yang menatapnya dengan mata magnet-Nya, dia berteriak-teriak serak dan seluruh tubuhnya menggeliat-geliat kejang dan dia jatuh ke tanah dengan berbusa dan memutar matanya, sehingga hanya bola matanya yang putih yang bisa terlihat, sementara dia berguling-guling di tanah dalam serangan khas epilepsi.

Yesus maju beberapa langkah untuk mendekatinya dan berkata, "Sudah berapa lama itu terjadi padanya? Bicaralah dengan suara lantang, supaya semua orang bisa mendengarmu."

Dan sementara orang banyak berdesakan mendekat dan para ahli Taurat pergi ke tempat yang lebih tinggi dari Yesus untuk mendominasi peristiwa, laki-laki itu berkata dengan berteriak, "Sejak dia masih kecil. Aku sudah mengatakan kepada-Mu: dia sering jatuh ke dalam api, ke dalam air, atau jatuh dari tangga atau dari pohon, karena roh itu menyerangnya secara tiba-tiba dan melemparkannya untuk membunuhnya. Dia penuh bekas luka dan luka bakar. Dia beruntung api perapian tidak membutakannya. Tidak ada dokter, tidak ada pengusir setan, bahkan murid-murid-Mu yang mampu menyembuhkannya. Tetapi Engkau, jika, seperti yang aku yakin teguh, bisa melakukan sesuatu, kasihanilah kami dan tolonglah kami."

"Jika kau bisa percaya seperti itu, segala sesuatu adalah mungkin bagi-Ku, karena segala sesuatu diberikan kepada mereka yang percaya."

"Oh! Tuhan, aku benar-benar percaya! Tetapi jika aku tidak cukup percaya, tambahlah imanku, supaya imanku genap dan aku bisa mendapatkan mukjizat," kata laki-laki itu sambil menangis, sementara dia berlutut di samping putranya, yang sudah semakin parah kejang-kejangnya.

Yesus menegakkan diri, mundur dua langkah, dan sementara lingkaran orang banyak semakin mendekat, Dia berteriak lantang, "Roh terkutuk, yang membuat anak ini bisu tuli, dan menyiksanya, Aku perintahkan kepadamu: keluarlah darinya dan jangan pernah kembali lagi padanya!"

Anak laki-laki itu, meskipun terbaring di tanah, melambung-lambung dengan mengerikan, melengkungkan punggungnya dengan kaki dan kepala di tanah, melontarkan seruan-seruan yang bukan dari manusia; dan sesudah melambung terakhir kalinya, dia membalik, jatuh tertelungkup dengan membenturkan dahi dan mulutnya ke sebuah batu besar di rerumputan, yang sekarang berlumuran darah, dan dia terbaring tak bergerak.

"Dia mati!" banyak orang berteriak. "Anak malang!", "Ayah yang malang!" kata mereka yang iba kepada mereka. Dan ahli-ahli Taurat, sambil mencibir berkata, "Orang Nazaret ini telah melayanimu dengan baik!", atau "Guru, bagaimana bisa? Beelzebul sudah membuat-Mu memberikan kesan buruk kali ini..." dan mereka tertawa penuh dengki.

Yesus tidak menjawab siapa pun. Bahkan tidak menjawab sang ayah, yang sudah membalikkan tubuh anaknya dan menyeka darah dari dahi dan bibir yang terluka, mengerang dan memohon kepada Yesus. Dan Sang Guru membungkuk, memegang tangan anak itu. Dan anak itu membuka matanya dengan desahan yang dalam, seolah-olah dia bangun dari tidur, dia duduk dan tersenyum. Yesus menariknya dekat kepada-Nya, membuatnya berdiri dan menyerahkannya kepada ayahnya, sementara orang banyak bersorak dengan antusias, dan ahli-ahli Taurat lari sebab dicecar ejekan orang banyak...

"Dan sekarang marilah kita pergi," kata Yesus kepada murid-murid-Nya. Dan setelah membubarkan orang banyak, Dia mengitari sisi gunung menuju jalan di mana Dia datang tadi pagi.




Yesus berkata:

"Dan di sini P.M. sekarang bisa menempatkan komentar tentang penglihatan tertanggal 5 Agustus 1944 (copybook A 930) dimulai dari perkataan: 'Aku memilihmu bukan hanya untuk tujuan membuatmu mengenal kesedihan dan dukacita Guru-mu. Mereka yang dapat tinggal bersama-Ku berbagi dukacita-Ku harus berbagi kemuliaan-Ku juga.' Dan kau, Yohanes kecilku yang setia, beristirahatlah, sebab kamu pantas mendapatkannya. Kiranya damai-Ku mendatangkan sukacita bagimu."




[kelanjutan 5 Agustus 1944]

Yesus berkata:

"Aku memilihmu bukan hanya untuk tujuan membuatmu mengenal kesedihan dan dukacita Guru-mu. Mereka yang dapat tinggal bersama-Ku berbagi dukacita-Ku harus berbagi kemuliaan-Ku juga.

Ketika kamu berada di hadapan Yesus-mu dan Dia memperlihatkan Diri-Nya kepadamu, Aku ingin kamu memiliki perasaan kerendahan hati dan tobat yang sama seperti yang dimiliki para rasul-Ku. Jangan pernah sombong. Kamu akan dihukum dengan kehilangan Aku. Kamu harus selalu mencamkan dalam benakmu Siapa Aku dan siapa kamu. Kamu harus selalu ingat kesalahan-kesalahanmu dan kesempurnaan-Ku, supaya hatimu dapat dibersihkan dengan sesal mnedalam. Tetapi pada saat yang sama kamu harus menampatkan begitu banyak kepercayaan kepada-Ku.

Aku katakan: 'Janganlah takut. Berdirilah. Mari kita pergi. Mari kita pergi di antara manusia, karena Aku telah datang untuk bersama mereka. Jadilah kudus, kuat, dan setia dalam kenangan akan saat ini.' Aku berkata demikian juga kepadamu dan kepada semua kesayangan-Ku di antara manusia, kepada mereka yang memiliki Aku dengan cara yang istimewa.

Janganlah takut kepada-Ku. Aku memperlihatkan Diri-Ku kepadamu untuk meninggikan kamu semua, bukan untuk membakarmu.

Bangunlah: kiranya sukacita kasih karunia memberimu energi dan jangan biarkan itu menumpulkan pikiranmu dengan menarik diri dan bersikap pasif, dengan beranggapan bahwa kamu sudah selamat karena Aku telah menunjukkan Surga kepadamu.

Mari kita pergi bersama di antara manusia. Aku telah mengundangmu untuk perbuatan-perbuatan ilahi melalui penglihatan dan pelajaran ilahi, supaya kamu bisa lebih banyak membantu-Ku. Aku menjadikan kamu rekan dalam karya-Ku. Tapi Aku belum pernah dan Aku tidak pernah beristirahat barang semenit pun. Karena Kejahatan tidak pernah beristirahat dan Kebaikan harus selalu aktif untuk sebanyak mungkin melumpuhkan karya Musuh. Kita akan beristirahat ketika Saatnya genap. Sekarang kita harus maju tanpa kenal lelah, kita harus bekerja terus-menerus dan mengorbankan diri kita tanpa henti demi panenan Allah.

Kiranya kontak-Ku yang terus-menerus menguduskanmu, kiranya pengajaran-Ku yang terus-menerus menguatkanmu dan kiranya kasih sayang-Ku kepadamu membuatmu setia melawan segala perangkap. Janganlah seperti para rabbi tua yang mengajarkan Wahyu tetapi tidak mempercayainya, sampai-sampai tidak bisa mengenali tanda-tanda zaman dan para utusan Allah. Pastikan kamu mengenali para perintis jalan Kristus dalam kedatangan-Nya yang kedua, karena kekuatan Antikristus terus bergerak maju. Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu bahwa apa yang dianggap banyak orang adalah kemenangan atas Antikristus, perdamaian sekarang sudah dekat (Perang Dunia II), hanya akan menjadi jeda untuk memberi waktu kepada Musuh Kristus untuk memperoleh kekuatan baru, untuk membalut luka-lukanya, dan mengumpulkan pasukannya untuk pertarungan yang lebih sengit.

Karena kamu adalah 'suara-suara' Yesus-Mu, Raja segala raja, raja yang setia dan benar yang mengadili dan berperang dengan keadilan dan yang akan mengalahkan Binatang itu dan para pelayan dan para nabinya, pastikan bahwa kamu tahu apa Yang Baik dan ikutilah itu selamanya. Jangan biarkan penampilan palsu memikatmu, jangan biarkan penganiayaan menggentarkanmu. Biarkan 'suara-suara'-mu mengulangi sabda-Ku. Biarkan hidupmu didedikasikan untuk karya ini. Dan jika di bumi kamu harus berbagi takdir yang sama seperti Kristus, sebagai Perintis Jalan dan Elia-Nya, takdir berdarah atau takdir yang tunduk pada aniaya moral, tersenyumlah pada takdir aman masa mendatang yang akan kamu nikmati bersama Kristus, bersama Perintis Jalan dan Elia-Nya.

Kita akan setara dalam karya kita, dalam dukacita kita, dalam kemuliaan kita. Inilah Aku Sang Guru dan Sang Teladan. Di sana Aku akan menjadi Ganjaran dan Raja. Memiliki Aku akan menjadi berkatmu. Itu akan berarti melupakan kesedihan. Ini akan menjadi apa yang wahyu apa pun tidak cukup membuatmu mengerti, karena sukacita kehidupan selanjutnya jauh lebih unggul daripada yang mungkin dibayangkan oleh manusia ciptaan yang masih bersatu dengan tubuh manusia.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama