330. IBU DARI KANAAN.            


15 November 1945  

"Apakah Guru bersamamu?" petani tua Yunus bertanya kepada Yudas Tadeus yang tengah memasuki dapur, di mana api sudah menyala untuk menghangatkan susu dan ruangan yang agak dingin di fajar suatu hari yang indah di penghujung Januari, aku pikir, atau awal Februari.

"Ia pasti sudah keluar untuk berdoa. Dia sering keluar saat fajar, ketika Dia tahu Dia bisa sendirian. Dia akan segera datang. Kenapa kau bertanya?"

"Aku juga sudah bertanya kepada yang lain-lain, yang sudah pergi mencari-Nya, sebab ada seorang perempuan di kamar sebelah, bersama istriku. Dia berasal dari desa di sisi lain perbatasan, dan aku tidak begitu tahu bagaimana dia mengetahui bahwa Guru ada di sini. Tapi dia tahu dan dia ingin berbicara kepada-Nya."

"Baiklah. Dia akan berbicara kepada-Nya. Mungkin dia adalah perempuan yang Dia tunggu, dengan putri kecilnya yang sakit. Semangatnya pastilah sudah membawanya ke sini."

"Tidak. Dia sendirian. Tidak ada anak bersamanya. Aku mengenalnya karena desa kami saling berdekatan... dan lembah itu milik semua orang. Bagaimanapun aku pikir bahwa kita seharusnya tidak bersikap kasar kepada sesama kita, bahkan meski mereka adalah orang Fenisia, jika kita ingin melayani Tuhan. Aku mungkin salah, tapi..."

"Juga Guru selalu mengatakan bahwa kita harus berbelas-kasihan kepada semua orang."

"Dia penuh belas kasihan, bukan?"

"Sungguh benar."

"Hanas mengatakan kepadaku bahwa Dia diperlakukan dengan buruk bahkan baru-baru ini. Selalu diperlakukan dengan buruk!... Di Yudea, di Galilea, di mana-mana. Mengapa Israel begitu jahat kepada Mesias-nya? Yang aku maksudkan pra penguasa di Israel. Karena orang-orang mengasihi-Nya."

"Bagaimana kau tahu hal itu?"

"Oh! Aku tinggal di sini, sangat jauh. Tapi aku seorang Israel setia. Cukuplah pergi ke Bait Allah pada hari-hari perayaan wajib untuk mengetahui semua yang baik dan semua yang jahat! Tetapi orang mendengar lebih banyak yang jahat daripada yang baik karena yang baik itu rendah hati dan tidak memuji diri sendiri. Mereka yang menerimanya yang seharusnya memberitakannya. Tetapi hanya sedikit orang yang bersyukur sesudah menerima rahmat. Manusia menerima pertolongan dan melupakannya... Sebaliknya, yang jahat meniup terompetnya dengan nyaring dan perkataannya didengar bahkan oleh mereka yang tidak ingin mendengarnya. Kamu, murid-murid-Nya, tidak tahukah kamu betapa mereka mempergunjingkan dan mendakwa Mesias di Bait Allah! Dalam pengajaran mereka, para ahli Taurat tidak berbicara tentang hal lain. Aku pikir mereka pasti sudah membuat kumpulan pelajaran tentang bagaimana mendakwa Guru, serta kumpulan fakta-fakta yang mereka tunjukkan sebagai tuduhan yang masuk akal terhadap-Nya. Dan hati nurani orang harus benar, teguh, dan bebas untuk dapat melawan dan menilai dengan bijaksana. Tahukah Dia mengenai manuver-manuver yang demikian?"

"Ia tahu segalanya. Dan kami juga kurang lebih tahu. Tapi Dia tidak khawatir. Dia melanjutkan karya-Nya dan murid-murid serta orang-orang yang percaya kepada-Nya bertambah dari hari ke hari."

"Semoga Allah menganugerahi rahmat agar mereka bisa bertekun hingga akhir. Tapi pikiran manusia berubah-ubah. Dan lemah... Itu dia, Guru datang ke rumah bersama tiga orang murid."

Dan laki-laki tua itu keluar, diikuti Yudas Tadeus, untuk memberi hormat kepada Yesus, Yang penampilannya mengesankan sementara Dia berjalan menuju rumah.

"Damai sertamu hari ini dan selalu, Yunus."

"Kemuliaan dan damai bagi-Mu, Guru, selamanya."

"Damai sertamu, Yudas. Apa Andreas dan Yohanes belum kembali?"

"Belum. Aku tidak mendengar mereka keluar. Aku tidak mendengar siapa pun. Aku tidur lelap."

"Masuklah, Guru. Masuklah, semuanya. Udara dingin pagi ini. Pasti sangat dingin di hutan. Ada susu hangat untuk semua orang di sana."

Mereka mengambil susu masing-masing dan semua orang, kecuali Yesus, mencelupkan potongan besar roti ke dalamnya, ketika Andreas dan Yohanes datang bersama Hanas, si gembala.

"Ah! Engkau di sini! Kami kembali untuk mengatakan kepada yang lain-lainnya bahwa kami tidak menemukan-Mu..." seru Andreas.

Yesus menyampaikan salam damai kepada ketiganya dan menambahkan, "Cepatlah. Ambil bagianmu dan ayo kita segera pergi sebab Aku ingin setidaknya berada di kaki gunung Akhzib sebelum senja. Sabat dimulai malam ini."

"Bagaimana dengan domba-dombaku?"

Yesus tersenyum dan menjawab, "Mereka akan sembuh setelah Aku memberkatinya."

"Tapi kawanan domba itu ada di sisi timur gunung! Engkau pergi ke sisi barat untuk menemui perempuan itu..."

"Serahkan kepada Tuhan, dan Dia akan memastikan semuanya baik."

Sarapan sudah selesai dan para rasul naik ke atas untuk mengambil tas perjalanan mereka dan bersiap untuk pergi.

"Guru... perempuan di kamar sebelah itu... apakah Engkau tidak akan mendengarkannya?"

"Aku tidak punya waktu, Yunus. Perjalanan-Ku jauh dan bagaimanapun Aku datang untuk domba-domba Israel. Selamat tinggal, Yunus. Semoga Allah mengganjari amal kasihmu. Aku memberkatimu dan seluruh sanakmu. Ayo kita pergi..."

Namun, laki-laki tua itu mulai berteriak dengan sangat lantang, "Anak-anak! Perempuan! Guru akan segera pergi! Ayo, cepatlah!"

Seperti anak-anak ayam yang tersebar di halaman berjerami bergegas menuju induk ayam yang memanggilnya, demikianlah para perempuan dan laki-laki - sebagian sudah sibuk, sebagian masih setengah tidur - bergegas dari setiap penjuru, bersama dengan anak-anak yang setengah telanjang yang tersenyum meskipun mereka baru saja bangun... Mereka semua berkumpul sekeliling Yesus, Yang berada di tengah-tengah tempat pengirikan, dan para ibu membungkus anak-anak mereka dengan rok mereka yang lebar untuk melindungi mereka dari udara dingin, atau memeluk mereka sampai seorang pelayan membawakan pakaian dan memakaikannya.

Juga seorang perempuan, yang bukan dari rumah tangga itu, maju. Seorang perempuan pemalu yang malang dan menangis… Dia membungkuk dalam-dalam dan maju, nyaris merayap, dan ketika dia mencapai kelompok di mana Yesus berada, dia mulai berteriak, "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Putra Daud! Putriku disiksa dengan sangat kejam oleh setan yang membuatnya melakukan hal-hal yang memalukan. Kasihanilah aku karena aku sangat menderita, sebab semua orang mencemooh aku karena itu, seolah-olah anakku bersalah atas apa yang dia lakukan... Kasihanilah aku, ya Tuhan, Engkau bisa melakukan segalanya. Angkatlah suara-Mu dan tangan-Mu dan perintahkan roh najis itu untuk keluar dari Palma. Dia adalah putri tunggalku dan aku seorang janda... Oh! janganlah pergi! Kasihanilah!..."

Yesus, sesungguhnya, sesudah memberkati setiap anggota rumah tangga dan menegur mereka yang lebih tua karena memberitahu orang-orang mengenai kedatangan-Nya di sana - dan mereka membela diri dengan mengatakan, "Kami tidak mengatakan apa-apa, percayalah kepada kami, Tuhan!" - pergi; Yesus entah kenapa bersikap keras terhadap perempuan malang itu, yang menyeret dirinya dengan berlutut dan kedua tangan terulur dalam sikap memohon, seraya terengah-engah dia berkata, "Aku melihat-Mu kemarin ketika Engkau sedang menyeberangi sungai dan aku mendengar mereka memanggilmu 'Guru.' Aku mengikuti-Mu, di antara semak-semak, dan aku mendengar apa yang dikatakan orang-orang ini. Aku tahu siapa Engkau... Dan aku datang kemari pagi ini sebelum fajar dan aku tetap di sini, di ambang pintu, bagai seekor anjing kecil, sampai Sara bangun dan menyuruhku masuk. Berbelas kasihanlah, Tuhan-ku, pada seorang ibu dan seorang gadis kecil!"

Tetapi Yesus berjalan cepat dan menutup telinga terhadap permohonannya.

Orang-orang dari rumah tangga itu berkata kepadanya, "Undur dirilah! Dia tidak akan mendengarkanmu. Dia sendiri sudah mengatakan: Dia datang untuk anak-anak Israel..."

Perempuan itu putus asa tetapi pada saat yang sama penuh iman, dan dia berdiri seraya berkata, "Tidak. Aku akan berdoa sampai Dia mendengarkanku." Dan dia mengikuti Guru sambil terus meneriakkan permohonannya, sehingga menarik ke pintu rumah-rumah di desa semua orang yang sudah bangun dan yang, seperti orang-orang di rumah Yunus, mulai mengikuti perempuan itu untuk melihat apa yang terjadi.

Sementara itu para rasul, yang diliputi keheranan, saling berpandangan dan berbisik, "Kenapa Dia berlaku seperti itu? Belum pernah Dia berlaku seperti itu sebelumnya!..."

Dan Yohanes berkata, "Ia juga menyembuhkan dua orang itu di Alexandroscene."

"Tapi mereka proselit," jawab Tadeus.

"Dan bagaimana dengan perempuan yang akan Dia sembuhkan sekarang?"

"Ia seorang proselit juga," kata gembala Hanas.

"Oh! Tetapi betapa sering Dia menyembuhkan orang-orang bukan Yahudi ataupun orang-orang yang tidak mengenal Allah! Dan bagaimana dengan gadis Romawi itu?..." kata Andreas sangat sedih, karena dia tidak bisa tenang melihat sikap kasar Yesus terhadap perempuan Kanaan itu.

"Aku akan memberitahumu kenapa," seru Yakobus Zebedeus. "Guru marah. Kesabaran-Nya sudah habis sebab begitu banyak serangan dari kejahatan manusia. Tidak bisakah kau lihat betapa berubahnya Dia? Dia benar! Mulai sekarang Dia akan mengabdikan Diri-Nya hanya untuk mereka yang Dia kenal. Dan Dia melakukan hal yang tepat!"

"Bagus. Tapi sementara itu perempuan ini mengikuti kita sambil meraung-raung dan iring-iringan orang mengikuti di belakangnya. Meskipun Dia tidak ingin diperhatikan, Dia telah menemukan cara untuk menarik perhatian bahkan dari pepohonan..." gerutu Matius.

"Mari kita pergi dan meminta-Nya untuk menyuruh perempuan itu pergi… Lihatlah prosesi indah yang ada di belakang kita! Jika kita sampai di jalan konsuler seperti ini, kita akan mendapat masalah! Dan dia tidak akan meninggalkan kita kecuali Guru mengusirnya…" kata Tadeus yang sangat kesal. Tadeus bahkan berbalik dan berkata kepada perempuan itu dengan nada memerintah, "Diam dan pergilah!" Dan Yakobus Alfeus solider kepada saudaranya.

Namun perempuan itu tidak bergeming oleh ancaman ataupun perintah dan terus memohon.

"Ayo kita pergi dan meminta Guru untuk menyuruhnya pergi, karena Dia tidak ingin mendengarkannya. Tidak bisa terus-menerus seperti ini!" kata Matius, sementara Andreas berbisik, "Perempuan malang!" dan Yohanes terus-menerus mengulang, "Aku tidak mengerti... aku tidak mengerti..." Yohanes sungguh tercengang atas sikap Yesus.

Mereka mempercepat langkah dan berhasil menyusul Guru yang berjalan secepat seolah Dia sedang dikejar. "Guru, tolong suruhlah pergi perempuan itu! Itu skandal! Dia berteriak-teriak mengejar kita! Dia menunjukkan kita kepada semua orang! Jalan semakin ramai dengan orang... dan banyak orang yang mengikutinya. Katakan padanya untuk pergi."

"Kau bisa mengatakannya padanya sendiri. Aku sudah menjawab dia."

"Dia tidak mau mendengarkan kami. Tolonglah! Engkau yang harus mengatakannya padanya. Dan dengan sangat tegas."

Yesus berhenti dan berbalik. Perempuan itu menganggapnya sebagai tanda rahmat, dia mempercepat langkahnya, dia menaikkan nada suaranya yang sudah melengking sementara wajahnya menjadi pucat dengan meningkatnya harapannya.

"Diamlah, perempuan. Dan pulanglah. Aku sudah memberitahumu. Aku datang untuk domba-domba Israel. Untuk menyembuhkan mereka yang sakit dan menemukan mereka yang hilang. Kau bukan dari Israel."

Namun perempuan itu sudah berada di kaki-Nya dan dia mencium kaki Yesus, menyembah-Nya, bertaut erat-erat pada pergelangan kaki-Nya, seolah-olah dia adalah orang yang kapalnya karam yang telah menemukan batu keselamatan, dan dia mengerang, "Tuhan, tolonglah aku! Engkau bisa menolongku, Tuhan. Berilah perintah kepada setan itu, karena Engkau kudus... Tuhan, Engkau adalah tuan atas segala sesuatu, atas rahmat dan atas dunia. Semuanya tunduk kepada-Mu, Tuhanku. Aku tahu. Aku percaya. Karenanya, ambillah kekuatan-Mu dan gunakanlah untuk putriku."

"Tidaklah benar mengambil roti anak-anak di rumah dan melemparkannya pada anjing-anjing di jalan."

"Aku percaya kepada-Mu. Dan melalui imanku, dari anjing jalanan aku sudah menjadi anjing rumah. Aku sudah mengatakannya kepada-Mu: Aku datang sebelum fajar untuk berbaring di ambang pintu rumah di mana Engkau berada, dan andai Engkau keluar dari rumah, pastilah Engkau sudah menginjakku. Tetapi Engkau keluar dari sisi yang lain dan tidak melihatku. Engkau tidak melihat anjing malang yang sedih ini, yang kelaparan akan rahmat-Mu, menunggu untuk masuk, dengan merayap, ke tempat Engkau berada, untuk mencium kaki-Mu, memohon agar Engkau tidak mengusirnya..."

"Tidaklah benar melemparkan roti anak-anak pada anjing," ulang Yesus.

"Tetapi anjing masuk ke dalam ruangan di mana tuan rumah makan bersama anak-anaknya, dan anjing memakan apa yang jatuh dari meja, atau sisa-sisa makanan, yang diberikan keluarga kepadanya, sebab sisa itu tidak ada gunanya lagi. Aku tidak memintamu untuk memperlakukanku sebagai seorang putri dan membiarkanku duduk di meja-Mu. Tapi berilah aku setidaknya remah-remahnya..."

Yesus tersenyum. Oh! Betapa transfigurasi yang dilakukan oleh senyum sukacita yang mengembang di wajah-Nya!...

Orang-orang, para rasul, perempuan itu menatap pada-Nya penuh kagum... mereka tahu bahwa sesuatu akan terjadi.

Dan Yesus berkata, "Oh! perempuan! Sungguh besar imanmu. Dan kau menghibur roh-Ku dengannya. Oleh sebab itu, pergilah, dan terjadilah padamu sesuai keinginanmu. Sebab dari saat ini, setan itu sudah keluar dari putrimu. Pergilah dalam damai. Dan seperti dari seekor anjing yang tersesat kau ingin menjadi anjing rumah, berusahalah agar di masa mendatang kau menjadi seorang putri yang duduk di meja Bapa. Selamat tinggal."

"Oh! Tuhan! Tuhan-ku!... Aku ingin berlari dan melihat Palma-ku tercinta... Dan aku ingin tinggal bersama-Mu, dan mengikuti-Mu! Diberkatilah! Kudus!"

"Pergilah, perempuan. Pergilah dalam damai."

Dan Yesus melanjutkan perjalanan-Nya sementara perempuan Kanaan itu, yang lebih gesit dari seorang gadis muda, berlari sepanjang jalan darimana dia tadi datang, dengan diikuti oleh orang banyak yang antusias ingin melihat mukjizat...

"Tetapi, Guru, mengapa Engkau membuatnya begitu sangat memohon, sebelum Engkau mendengarkannya?" tanya Yakobus Zebedeus.

"Karena kesalahanmu dan kesalahanmu semua. Itu bukan kekalahan, Yakobus. Aku tidak diusir, dicemooh atau dikutuk di sini... Biarlah itu melegakan rohmu yang patah hati. Aku sudah makan santapan yang paling lezat hari ini. Dan Aku memberkati Allah untuk itu. Dan sekarang ayo kita pergi dan melihat perempuan lainnya yang percaya dan bisa menunggu dengan iman yang teguh."

"Dan bagaimana dengan domba-dombaku, Tuhan? Sebentar lagi aku harus mengambil jalan yang terpisah dari jalan-Mu, untuk pergi ke tempat penggembalaanku…"

Yesus tersenyum tetapi tidak menjawab.

Sungguh indah berjalan sekarang ketika matahari menghangatkan udara dan membuat daun-daun baru di hutan dan rerumputan di padang berkilau bagai zamrud, dengan mengubah setiap bunga menjadi tempat tetesan embun yang berkilau di begitu banyak bunga-bunga liar yang beraneka warna. Dan Yesus melangkah maju dengan tersenyum. Dan para rasul, yang segera merasa lega, ikut tersenyum...

Mereka tiba di persimpangan jalan. Gembala Hanas, yang tampak sangat malu, berkata, "Dan aku harus meninggalkan-Mu di sini... Apakah Engkau benar-benar tidak datang untuk menyembuhkan domba-dombaku? Aku juga percaya; dan aku seorang proselit... Berjanjilah, setidaknya, Engkau akan datang sesudah hari Sabat!"

"Oh! Hanas! Mungkinkah bahwa kau belum mengerti bahwa domba-dombamu sudah menjadi sembuh saat Aku mengangkat tangan-Ku dekat Lesemdan? Kau bisa pergi juga untuk melihat mukjizat dan memberkati Tuhan."

Aku pikir istri Lot, ketika dia berubah menjadi tiang garam, sangat mirip dengan si gembala, yang tetap tak bergerak, sedikit membungkuk ke depan, dengan wajah mendongak ke atas untuk memandang Yesus, dengan satu tangan setengah terentang di udara... Dia terlihat seperti patung. Dan label bisa ditempatkan di bawahnya: "Si Pemohon." Dia kemudian datang dan bersujud sambil berkata, "Engkau diberkati! Kudus! Baik!... Tapi aku menjanjikanmu banyak uang, dan aku hanya punya beberapa dirham padaku sekarang ini... Datanglah menengokku sesudah hari Sabat..."

"Aku akan datang. Bukan untuk uang, tapi untuk memberkatimu sekali lagi karena imanmu yang polos. Selamat tinggal, Hanas. Damai sertamu."

Dan mereka pun berpisah...

"Dan itu juga bukan kekalahan, Sahabat-sahabat-Ku! Mereka juga tidak mencemooh, mengusir atau mengutuk-Ku di sini... Ayo, cepatlah! Ada seorang ibu yang sudah menunggu kita selama berhari-hari..."

Dan perjalanan mereka berlanjut, dengan istirahat sejenak untuk menyantap roti dan keju dan minum dari mata air...

Saat itu tengah hari ketika mereka melihat persimpangan jalan muncul.

"Di situlah langkah-langkah ke Tirus dimulai, di sana," kata Matius. Dan dia gembira memikirkan bahwa mereka sudah menempuh sebagian besar perjalanan.

Bersandar di batu petunjuk jalan Romawi ada seorang perempuan. Di kakinya, di kursi lipat, ada seorang gadis kecil, sekitar tujuh atau delapan tahun. Perempuan itu memandang ke segala arah. Ke anak-anak tangga di batu. Ke jalan Ptolemais. Ke jalan di mana Yesus sedang berjalan, dan sesekali dia membungkuk untuk membelai anaknya, untuk melindungi kepalanya dari matahari dengan sehelai kain, untuk menutupi kaki dan tangannya dengan selendang...

"Itu dia si perempuan! Aku ingin tahu di mana dia tidur beberapa hari terakhir ini?" tanya Andreas.

"Mungkin di rumah itu yang dekat persimpangan jalan. Tidak ada rumah lain di dekatnya," jawab Matius.

"Atau di luar di udara terbuka," kata Yakobus Alfeus.

"Tidak. Tidak bersama anaknya, pasti!" jawab saudaranya.

Yesus tidak berkata apa-apa. Namun Dia tersenyum. Semuanya dalam satu barisan, dengan yang di tengah, tiga di setiap sisinya, mereka memenuhi badan jalan, pada saat seperti ini, saat ketika para pengelana berhenti untuk makan, di mana pun mereka berada pada waktu tengah hari. Yesus, berperawakan tinggi, tampan, ada di tengah barisan; Dia tersenyum dan wajah-Nya begitu bercahaya hingga semua cahaya matahari seolah terpusat padanya sementara berkas-berkas cahaya terpancar darinya.

Perempuan itu mendongak... Jarak mereka sekarang sekitar limapuluh meter. Yesus menatap padanya, yang mungkin menarik perhatiannya, teralihkan sejenak oleh tangisan si anak. Dia melihat Yesus dan dalam gerak refleks cemas, dia menekankan tangannya ke jantungnya.

Yesus tersenyum lebih lebar. Dan senyum cemerlang-Nya yang tak terlukiskan pastilah melakukan sesuatu yang besar pada perempuan itu, sebab dia tidak lagi cemas, tetapi tersenyum, seakan-akan dia sudah bahagia, dia membungkuk untuk mengangkat anaknya, dan menggendongnya dalam kursi lipat, dengan kedua tangan terentang, seolah-olah dia mempersembahkannya kepada Allah, dia maju, ketika dia tiba di kaki Yesus, dia berlutut, mengunjukkan setinggi mungkin anaknya yang duduk di kursi, yang menatap dalam ekstase wajah Yesus yang paling tampan.

Perempuan itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Dan apa lagi yang bisa dia katakan yang belum terekspresikan secara mendalam dalam keseluruhan sikapnya?...

Dan Yesus mengucapkan hanya sepatah kata saja, tapi perkataan membahagiakan yang penuh kuasa, seperti "Fiat" Allah saat penciptaan dunia: "Ya." Dan Dia menumpangkan tangan-Nya pada dada si gadis kecil.

Dan si anak, dengan teriakan bagai teriakan seekor burung woodlark yang dibebaskan dari sangkar, berteriak, "Mama!" dan sekonyong-konyong duduk, dan meluncur turun, berdiri di atas kakinya, dan memeluk ibunya, yang, sebab kehabisan tenaga, terhuyung-huyung dan nyaris jatuh pingsan karena kelelahan, karena kecemasan yang sekarang mereda, karena sukacita yang menguasai kekuatan hatinya, yang sudah lemah oleh begitu banyak penderitaan.

Yesus sudah siap memeluknya. Dukungan yang jauh lebih kuat daripada gelayutan si gadis kecil, yang membebani ibunya dengan berat badannya sendiri, dan yang tentunya bukan sarana terbaik untuk mendukung ibunya. Yesus membuatnya duduk dan memasukkan kekuatan ke dalam dirinya... Dan Dia menatap padanya sementara airmata dalam bisu mengaliri wajah letih tapi bahagia si perempuan. Kemudian kata-kata meluncur dari bibirnya, "Terima kasih, Tuhan-ku! Terima kasih dan berkat! Harapanku sudah dimahkotai... Aku menunggu-Mu begitu lama... Tapi aku bahagia sekarang..."

Perempuan itu, sesudah siuman, berlutut sekali lagi, menyembah, menggendong gadis kecil itu di depan dadanya, sementara Yesus membelai si anak. Dan dia menjelaskan, "Sebatang tulang sudah membusuk di punggungnya selama dua tahun, membuatnya lumpuh dan menghantarnya pada kematian yang perlahan-lahan dengan kesakitan yang dahsyat. Kami sudah membawanya ke dokter-dokter di Antiokhia, Tirus, Sidon, dan bahkan ke Kaisarea dan Paneas, dan kami menghabiskan begitu banyak uang untuk dokter dan obat-obatan sehingga kami terpaksa menjual rumah yang kami miliki di kota dan undur diri ke rumah di pedesaan, memberhentikan para pelayan rumah dan mempertahankan mereka yang bekerja di ladang, menjual hasil panen yang dulunya kami konsumsi sendiri... Tapi tidak ada yang menolong! Aku melihat Engkau. Aku tahu apa yang telah Engkau lakukan di tempat-tempat lain. Aku berharap aku sendiri beroleh kasih karunia... Dan aku mendapatkannya! Aku sekarang akan pulang ke rumah, tanpa khawatir, dan sepenuhnya bahagia... dan aku akan membuat suamiku bahagia... Adalah Yakobus yang membangkitkan harapan dalam hatiku dengan memberitahuku apa yang dikerjakan kuasa-Mu di Galilea dan Yudea. Oh! Andai kami tidak khawatir tidak menemukan-Mu, kami pasti akan sudah datang bersama si kecil. Tapi Engkau selalu pergi berkeliling!..."

"Dan dengan pergi berkeliling Aku datang kepadamu... Tapi di mana kau tinggal beberapa hari terakhir ini?"

"Di rumah itu... Tapi pada malam hari hanya anakku yang di sana. Ada seorang perempuan baik yang menjaganya untukku. Aku tetap di sini sepanjang waktu, karena aku takut Engkau mungkin lewat pada malam hari."

Yesus menumpangkan tangan-Nya ke atas kepalanya, "Engkau adalah ibu yang baik. Itulah sebabnya mengapa Allah mengasihimu. Kau bisa lihat bahwa Allah telah menolongmu dalam segala hal."

"Oh! Ya! Aku bisa merasakannya ketika aku datang kemari. Aku datang ke kota berharap untuk bertemu dengan-Mu, jadi aku membawa sedikit uang bersamaku dan aku sendirian. Kemudian, mengikuti nasihat orang itu, aku datang kemari. Aku mengirim kabar ke rumah dan aku datang... dan aku tidak pernah kekurangan apa pun: baik makanan, atau tumpangan, atau keberanian."

"Dengan beban itu dalam tanganmu sepanjang waktu? Tidak bisakah kau mendapatkan kereta?..." tanya Yakobus Alfeus, yang merasa iba.

"Tidak. Dia akan terlalu banyak menderita: itu akan sudah cukup untuk membunuhnya. Yohana-ku datang kepada Rahmat dalam pelukan ibunya."

Yesus membelai kepala ibu dan anak, "Kau boleh pergi sekarang dan selalu setialah kepada Tuhan. Kiranya Allah dan damai-Ku sertamu."

Yesus pun melanjutkan perjalanan-Nya menuju Ptolemais.

"Dan itu juga bukan kekalahan, Sahabat-sahabat-Ku! Dan Aku juga tidak diusir, dicemooh, atau dikutuk di sini..."

Dengan mengikuti jalan yang lurus, mereka segera tiba di bengkel pandai besi dekat jembatan. Si tukang tempa Romawi sedang beristirahat di bawah sinar matahari, duduk bersandar pada dinding rumahnya. Dia mengenali Yesus dan menyalami-Nya. Yesus membalas salam itu dan berkata, "Maukah kau mengizinkan-Ku berhenti di sini dan beristirahat sebentar, sementara kami makan roti?"

"Tentu saja, Rabbi. Istriku ingin bertemu dengan-Mu... karena aku memberitahunya apa yang belum dia dengar dari khotbah-Mu terakhir kali Engkau di sini. Ester adalah seorang Ibrani. Tetapi karena aku orang Romawi, aku tidak berani mengatakannya kepada-Mu. Aku pasti akan menyuruhnya datang pada-Mu..."

"Kalau begitu, panggillah dia." Dan Yesus duduk di bangku dekat dinding, sementara Yakobus Zebedeus membagikan roti dan keju...

Seorang perempuan berusia sekitar empatpuluh tahun keluar, dia kelihatan malu dan tersipu.

"Damai sertamu, Ester. Apakah kau sangat ingin bertemu dengan-Ku? Kenapa?"

"Karena apa yang Engkau katakan... Para rabbi membenci kami, karena kami menikah dengan orang Romawi... Tapi aku punya anak-anak dan aku sudah membawa mereka semua ke Bait Allah dan anak laki-laki semuanya sudah disunat. Aku sudah mengatakan kepada Titus sebelumnya, ketika dia ingin menikahiku... Dan dia baik ... Dan dia memberiku kebebasan sepenuhnya atas anak-anak. Semuanya Ibrani di sini, adat-istiadat, ritus! ... Tapi para rabbi dan kepala sinagoga mengutuk kami. Engkau tidak... Engkau punya perkataan penuh kasih untuk kami. Oh! Apakah Engkau tahu betapa berartinya itu bagi kami? Itu seperti dipeluk oleh ayah dan ibu, yang tidak mengakui kami dan mengutuk kami dan bersikap keras kepada kami... Seperti pulang ke rumah yang kami tinggalkan dan tidak merasa asing di dalamnya... Titus seorang yang baik. Pada hari-hari suci kita, dia menutup bengkel, meski kehilangan kesempatan mendapat banyak uang, dan membawaku serta anak-anak ke Bait Suci. Karena menurutnya orang tidak bisa hidup tanpa agama. Dia mengatakan bahwa agamanya sekarang adalah keluarganya dan pekerjaannya, sebelumnya agamanya adalah tugasnya sebagai prajurit... Tapi aku... Tuhan-ku... aku ingin berbicara kepada-Mu tentang satu hal... Engkau mengatakan bahwa para pengikut Allah Yang benar harus mengambil sedikit dari ragi suci mereka dan menempatkannya dalam tepung yang baik untuk membuatnya berkembang secara suci. Aku sudah melakukannya dengan suamiku. Aku sudah mencoba, selama duapuluh tahun kami bersama, untuk mengerjakan jiwanya, yang baik, dengan ragi Israel. Tapi dia tidak bisa mengambil keputusan... dan dia sudah tua... Aku ingin dia bersamaku di kehidupan selanjutnya... Dipersatukan oleh iman seperti kami sekarang dipersatukan oleh cinta... Aku tidak meminta kekayaan, kesejahteraan, kesehatan. Apa yang kami miliki sudah cukup, puji Tuhan untuk itu! Tapi itulah yang aku inginkan... Berdoalah untuk suamiku! Supaya dia bisa menjadi milik Allah Yang benar..."

"Akan terjadi demikian. Kau bisa yakin tentang hal itu. Kau meminta sesuatu yang suci dan itu akan dianugerahkan kepadamu. Kau sudah mengerti kewajiban seorang istri kepada Allah dan kepada suaminya. Aku berharap semua istri melakukannya! Dengan sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu bahwa banyak yang harus meneladanimu. Teruslah berlaku seperti itu dan kau akan beroleh sukacita memiliki Titus di sisimu, dalam doa dan di Surga. Sekarang tunjukkan kepada-Ku anak-anakmu."

Perempuan itu memanggil anak-anaknya yang banyak, "Yakub, Yudas, Lewi, Maria, Yohanes, Anna, Eliza, Markus." Dia kemudian masuk ke dalam rumah dan keluar kembali dengan satu anak yang nyaris belum bisa berjalan dan satu anak berusia paling banyak tiga bulan, "Dan yang ini adalah Ishak dan yang kecil ini adalah Yudit," katanya mengakhiri perkenalan.

"Banyaknya!" kata Yakobus Zebedeus tertawa.

Dan Yudas berseru, "Enam anak laki-laki! Dan semuanya sudah disunat! Dan dengan nama yang murni! Sangat bagus!"

Perempuan itu bahagia dan dia memuji Yakub, Yudas dan Lewi, yang membantu ayahnya "setiap hari kecuali pada hari Sabat, ketika Titus bekerja sendirian memasang sepatu kuda dengan sepatu yang dibuat sebelumnya," katanya. Dan dia memuji Maria dan Anna "yang membantu ibunya." Dia tidak lupa memuji juga keempat anak kecil "sebab mereka baik dan tidak nakal. Titus membantuku mendidik mereka, karena dia adalah seorang prajurit yang disiplin," katanya sambil melirik penuh kasih pada laki-laki itu, yang, bersandar pada tiang pintu dengan berkacak pinggang, sudah mendengarkan semua yang dikatakan istrinya, dengan senyum sepenuh hati pada wajahnya yang jujur, dan yang sekarang menjadi tersanjung mendengar jasanya sebagai seorang prajurit disebutkan.

"Sungguh baik. Disiplin prajurit tidak dibenci oleh Allah, ketika prajurit melakukan kewajibannya secara manusiawi. Poin pentingnya adalah selalu jujur secara moral, dalam setiap tugas, agar selalu saleh. Disiplin masa lalumu, yang sekarang kau tanamkan kepada anak-anakmu, harus mempersiapkanmu untuk masuk ke suatu pelayanan yang lebih tinggi: pelayanan kepada Allah. Kita harus berpisah sekarang. Aku harus berhasil tiba di Akhzib sebelum matahari terbenam. Damai sertamu, Ester, dan rumahmu. Kiranya kamu semua menjadi milik Allah, tidak lama lagi."

Ibu dan anak-anak berlutut sementara Yesus mengangkat tangan-Nya memberkati mereka. Laki-laki itu, seolah-olah dia sekali lagi seorang prajurit Romawi di depan kaisarnya, berdiri dengan kaku dan memberi hormat dalam gaya Romawi.

Dan mereka pun pergi... Setelah beberapa langkah Yesus menumpangkan tangan-Nya pada bahu Yakobus, "Dan sekali lagi, keempat kalinya hari ini, Aku akan menunjukkan kepadamu bahwa itu bukan kekalahan, dan Kita tidak diusir, dicemooh, dikutuk ... Apa yang kau katakan sekarang?"

"Bahwa aku bodoh, Tuhan-ku" kata Yakobus Zebedeus seturut kata hatinya.

"Tidak. Kau, dan semua yang lainnya, masih dan selalu terlalu manusiawi dan kamu memiliki semua alternatif dari mereka yang dikuasai lebih oleh sifat manusiawi mereka daripada oleh roh mereka. Ketika roh yang berkuasa, roh tidak terpengaruh oleh setiap hembusan angin yang tidak bisa selalu angin sepoi-sepoi yang harum... Roh mungkin menderita, tetapi tidak akan berubah. Aku selalu berdoa supaya kamu bisa mencapai penguasaan roh seperti itu. Tapi kamu harus membantu Aku dengan usahamu... Nah! Kita sudah sampai di akhir perjalanan kita. Selama itu Aku telah menabur apa yang perlu untuk mempersiapkan karya bagimu, ketika kamu akan menginjili. Kita sekarang bisa memulai istirahat Sabat kita dengan kesadaran bahwa kita telah melakukan kewajiban kita. Dan kita akan menunggu yang lain-lainnya... Kemudian kita akan berangkat... lagi... selalu... sampai semuanya selesai..."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama