|
328. KEESOKAN HARINYA DI ALEXANDROSCENE.
PERUMPAMAAN TENTANG PEKERJA KEBUN ANGGUR.
13 November 1945
Separuh halaman milik ketiga bersaudara itu berada di tempat teduh, separuh lainnya di bawah sinar matahari cerah. Dan tempat itu penuh dengan orang-orang yang datang dan pergi, berbelanja, sementara di luar pintu utama, di alun-alun kecil, orang-orang sibuk di sekitar pasar Alexandroscene yang bising, membeli keledai, domba, anak domba, unggas; karena jelas bahwa orang-orang tidak terlalu cerewet di sini sehingga mereka membawa unggas ke pasar tanpa takut terkontaminasi. Ringkikan, embikan, petok-petok ayam dan kukuruyuk kemenangan ayam jantan berbaur dengan suara orang-orang dalam paduan suara yang riang, nada-nada yang terkadang secara dramatis menjadi tinggi karena pertengkaran.
Juga halaman ketiga bersaudara itu sangat sibuk dan orang-orang sering cekcok mengenai harga atau karena seorang pelanggan mengambil apa yang hendak dibeli orang lain. Kemudian ada erangan penuh keluhan dari para pengemis di alun-alun, dekat pintu utama, meratapi kemalangan mereka dalam nyanyian menjemukan yang sesedih ratapan seorang yang sekarat.
Prajurit-prajurit Romawi hilir-mudik dengan angkuh di sekitar alun-alun dan gudang-gudang. Aku pikir mereka sedang bertugas sebab aku melihat bahwa mereka bersenjata dan tidak pernah sendirian di antara orang-orang Fenisia yang semuanya bersenjata.
Yesus juga berjalan mondar-mandir di halaman bersama keenam rasul, menunggu saat yang tepat untuk berbicara. Dia kemudian pergi ke alun-alun, dan lewat dekat para pengemis yang diberi-Nya sedekah. Orang-orang berhenti sejenak untuk melihat kelompok Galilea dan bertanya-tanya siapakah orang-orang asing itu. Dan ada beberapa orang yang memberitahu mereka, karena orang-orang itu sudah menanyai ketiga bersaudara mengenai tamu mereka.
Bisik-bisik mengikuti langkah-langkah Yesus sementara Dia berjalan-jalan dengan damai seraya membelai anak-anak yang Dia temui dalam perjalanan-Nya. Ada juga seorang yang mencibir dan melontarkan julukan yang tidak menyenangkan kepada orang-orang Ibrani itu, pula ada orang-orang yang dengan jujur ingin mendengarkan 'Nabi' ini, 'Rabbi' ini, 'Orang Kudus' ini, 'Mesias' Israel ini, sebab itulah nama-nama yang mereka gunakan untuk menyebut Dia, menurut iman mereka dan rasa kebenaran mereka.
Aku mendengar dua orang ibu berkata, "Tapi, benarkah itu?"
"Daniel sendiri yang mengatakannya kepadaku. Ketika di Yerusalem, dia berbicara kepada orang-orang yang sudah melihat mukjizat-mikjizat Orang Kudus itu."
"Ya, aku setuju! Tapi apakah ini orang yang sama?"
"Oh! Daniel mengatakan bahwa tidak mungkin itu bukan Dia, karena perkataan-Nya."
"Baiklah... bagaimana menurutmu? Apakah Dia akan menganugerahiku rahmat, bahkan meski aku hanya seorang proselit?"
"Menurutku begitu... Cobalah. Mungkin Dia tidak akan kembali ke sini lagi. Cobalah! Dia pasti tidak akan mencelakaimu!"
"Aku pergi," kata perempuan kecil itu meninggalkan penjual peralatan dapur kepada siapa dia tawar-menawar piring sup. Laki-laki itu, yang mendengar percakapan kedua perempuan, kecewa dan kesal karena tawar-menawar yang bagus tidak menghasilkan apa-apa; dia mencemooh perempuan yang masih tinggal, "proselit terkutuk. Darah Yahudi. Perempuan rusak," dll. dll.
Aku mendengar dua orang laki-laki berjenggot berkata, "Aku ingin mendengarkan Dia. Katanya Dia adalah seorang Rabbi agung."
"Seorang Nabi, seharusnya kau katakan begitu. Dia lebih besar dari Pembaptis. Elia memberitahuku beberapa hal! Hal-hal yang mengagumkan! Dan dia tahu karena saudara perempuannya menikah dengan seorang pelayan dari seorang laki-laki Israel yang kaya raya, dan untuk mendapatkan kabar tentang saudarinya, dia menanyakannya pada sesama pelayannya. Orang kaya itu adalah sahabat baik Sang Rabbi…"
Orang ketiga, seorang laki-laki Fenisia mungkin, yang dekat dengan kedua orang itu dan mendengar apa yang mereka katakan, menyorongkan wajah satirnya [satir = makhluk setengah manusia-setengah kuda dalam mitologi Romawi] yang tirus di antara keduanya dan berkata seraya tertawa mencemooh, "Kekudusan yang indah! Berpakaian kekayaan! Sejauh yang aku tahu, seorang kudus harusnya hidup dalam kemiskinan!"
"Kendalikan lidah terkutukmu, Doro. Kau, kafir, tidak pantas menilai hal-hal ini."
"Ah! Kamu tepat, terutama kau, Samuel. Sebaiknya kau bayar utangmu itu padaku."
"Ini, ambillah, dan jangan dekat-dekat aku lagi, dasar vampir berwajah faun [= makhluk setengah manusia-setengah kambing dalam mitologi Romawi]!"...
Aku mendengar seorang lelaki tua yang setengah buta, dengan dituntun seorang gadis kecil, bertanya, "Di manakah Mesias?" dan gadis itu berkata, "Beri jalan untuk Markus tua! Tolong beritahu Markus tua di mana Mesias!"
Suara lemah dan gemetar si laki-laki tua dan suara si gadis kecil yang jernih dan mantap berkumandang dengan sia-sia ke seluruh alun-alun, sampai seorang lelaki berkata, "Apakah kau ingin pergi kepada Rabbi? Dia telah kembali ke rumah Daniel. Itu Dia, berdiri di sana, sedang berbicara kepada para pengemis."
Aku bisa mendengar dua orang prajurit Romawi bercakap-cakap, "Dia pastilah orang yang dianiaya oleh orang-orang Yahudi yang jahat itu! Hanya dengan melihat-Nya saja kau bisa tahu bahwa Dia lebih baik dari mereka."
"Itulah sebabnya mengapa Dia merupakan gangguan buat mereka."
"Ayo kita pergi dan lapor kepada atasan. Itulah instruksinya."
"Betapa bodoh, hai Caius! Roma berhati-hati terhadap anak domba dan bersabar terhadapnya, tidak, aku akan katakan: membelai harimau."
"Aku pikir tidak demikian, Scipio! Pontius dengan gampang membunuh orang!"
"Ya, tapi dia tidak menutup rumahnya untuk hyena yang mengendap-endap yang menyanjungnya."
"Politik, Scipio! Politik!"
"Pengecut, Caius, dan bodoh. Dia harus berteman dengan Orang ini. Dia akan mendapatkan bantuan untuk membuat pengacau Asia ini patuh. Pontius melayani Romawi dengan buruk dengan mengabaikan Orang baik ini dan menyanjung orang-orang jahat."
"Janganlah mengkritik Gubernur Romawi kita. Kita adalah prajurit dan atasan kita sama sucinya seperti dewa. Kita sudah bersumpah setia kepada Kaisar yang ilahi dan Gubernur Romawi adalah wakilnya."
"Tidak masalah sehubungan dengan tugas kita terhadap tanah air kita yang suci dan abadi. Tapi tidak sehubungan dengan penilaian pribadi seseorang."
"Tapi kepatuhan didasarkan pada penilaian. Jika penilaianmu bertentangan dengan perintah dan mengkritiknya, kau tidak akan patuh sepenuh hati. Romawi mengandalkan kepatuhan buta kita untuk mempertahankan penaklukannya."
"Kau berbicara seperti seorang tribune [= pejabat pemerintah di zaman Romawi kuno yang tugasnya melindungi hak-hak rakyat biasa] dan kau ada benarnya. Tapi aku akan menunjukkan kepadamu bahwa jika Romawi adalah ratu, kita bukan budak. Kita adalah warga negara. Roma tidak memiliki warga negara budak, dan tidak boleh memiliki yang seperti itu. Adalah perbudakan untuk menghalangi warga negara mengutarakan pikiran mereka. Aku katakan bahwa adalah pendapatku bahwa Pontius itu salah dengan tidak mempedulikan Orang Israel ini, sebut Dia Mesias, Kudus, Nabi, Rabbi, sesukamu. Dan aku merasa bahwa aku bisa mengatakannya, karena kesetiaanku kepada Romawi sama sekali tidak dilemahkan. Begitu pula cintaku. Tidak, itulah yang aku inginkan, karena aku merasa bahwa dengan mengajar orang banyak untuk menghormati hukum dan Konsul, Dia bekerja sama demi kesejahteraan Romawi."
"Kau seorang terpelajar, Scipio... Kau akan maju jauh. Kau sudah jauh di depan! Aku seorang prajurit miskin. Tapi, lihat di sana. Ada kerumunan orang di sekeliling Orang itu. Mari kita pergi dan memberitahu atasan kita..."
Dekat pintu utama ketiga bersaudara ada sekelompok orang sekeliling Yesus, Yang terlihat dengan jelas karena Dia tinggi. Kemudian sekonyong-konyong terdengar seruan dan orang-orang menjadi heboh. Banyak orang bergegas dari pasar menuju kelompok itu sementara yang lain meninggalkan kelompok dan berlari menuju alun-alun dan lebih jauh. Pertanyaan... jawaban...
"Apa yang terjadi?"
"Ada apa?"
"Orang Yang dari Israel telah menyembuhkan Markus tua!"
"Selaput sudah lenyap dari matanya."
Sementara itu Yesus telah masuk ke dalam halaman dengan diikuti oleh rombongan orang. Di belakang mereka semua, ada salah seorang dari pengemis yang bergerak dengan susah-payah, dia seorang timpang, yang menyeret dirinya lebih dengan tangannya daripada dengan kakinya. Tapi jika kakinya timpang dan lemah, hingga tanpa kruk dia tidak akan bisa bergerak, suaranya sangat kuat! Dia terdengar seperti sirene yang mengoyak udara pagi yang cerah, "Kudus! Kudus! Mesias! Rabbi! Kasihanilah aku!" Dia berteriak-teriak sangat lantang tanpa henti.
Dua atau tiga orang berbalik, "Jangan buang-buang nafasmu! Markus adalah seorang Yahudi, kau bukan."
"Ia menganugerahkan rahmat kepada orang-orang Israel tulen, bukan kepada anak-anak anjing!"
"Ibuku orang Ibrani..."
"Dan Allah memukulnya karena dosanya, dengan memberinya seorang monster sepertimu. Pergi, kau anak serigala betina! Kembalilah ke tempatmu, dasar lumpur kotor..."
Laki-laki itu bersandar ke dinding, dia patah hati dan ketakutan dengan acungan-acungan tinju... Yesus berhenti, berbalik, menatap padanya. Dia memerintahkan, "Sobat, kemarilah!" Laki-laki itu menatap pada-Nya, menatap pada mereka yang mengancamnya... dan tidak berani maju.
Yesus menerobos kerumunan kecil itu dan pergi kepadanya. Dia memegang tangannya, Dia menumpangkan tangan-Nya pada pundak orang itu dan berkata, "Jangan takut. Ikutlah Aku" dan dengan menatap pada orang-orang yang tak berbelas-kasihan Dia berkata pedas, "Allah adalah milik semua orang yang mencari-Nya dan yang berbelas-kasihan."
Merasa dikritik, mereka sekarang menjadi orang-orang yang tertinggal di ujung belakang rombongan, atau tepatnya, mereka tetap di tempat mereka berada.
Yesus berbalik kembali. Dia melihat bahwa mereka malu dan nyaris hendak pergi, dan Dia berkata kepada mereka, "Tidak, kamu juga boleh ikut. Itu akan baik bagimu juga, akan meluruskan dan memperkuat jiwamu seperti Aku akan meluruskan dan memperkuat orang ini, karena dia punya iman. Sobat, Aku berkata kepadamu, sembuhlah dari cacatmu." Dan Dia melepaskan tangan-Nya dari pundak si orang timpang, sesudah orang itu mengalami sesuatu seperti shock.
Orang itu menegakkan diri di atas kaki-kakinya yang sekarang mantap, membuang kruk usangnya dan berseru, "Ia telah menyembuhkan aku! Terpujilah Allah-nya ibuku! " dan dia berlutut untuk mencium pinggiran mantol Yesus.
Huru-hara mereka yang ingin melihat, atau sudah melihat dan melontarkan komentar-komentar, meningkat hingga ke titik tertinggi. Di aula masuk yang panjang, yang menghantar dari alun-alun ke halaman, teriakan-teriakan bergema dengan resonansi sumur dan digaungkan oleh tembok-tembok Benteng.
Para prajurit berpikir bahwa sedang ada perkelahian - yang bisa saja terjadi di tempat-tempat seperti ini dengan begitu banyak ras dan agama yang kontras - dan satu regu bergegas ke lokasi; mereka menggunakan sikut mereka untuk menerobos garang kerumunan orang banyak seraya menanyakan ada masalah apa.
"Mukjizat, mukjizat! Yunus, si timpang, telah disembuhkan. Itu dia, di sana, dekat orang-orang Galilea."
Para prajurit saling berpandang-pandangan. Mereka tidak berkata-kata hingga seluruh kerumunan orang sudah lewat dan lebih banyak orang sudah berkerumun di belakangnya; orang-orang datang dari gudang-gudang dan alun-alun, di mana hanya para pedagang yang tersisa; para pedagang itu mendongkol dan kesal karena gangguan yang sekonyong-konyong, yang menyebabkan jual-beli gagal total hari itu. Kemudian, ketika mereka melihat salah seorang dari ketiga bersaudara itu lewat, mereka bertanya kepadanya, "Filipus, tahukah kau apa yang akan dilakukan Rabbi sekarang?"
"Dia akan berbicara dan mengajar di halamanku!" jawab Filipus dengan kegembiraan yang meluap-luap. Para prajurit saling berunding, "Haruskah kita tinggal? Haruskah kita pergi?"
"Atasan menyuruh kita untuk mengamati..."
"Siapa? Orang itu? Sejauh menyangkut Dia, kita bisa juga pergi dan bersenang-senang dengan mencicip secawan anggur Siprus," kata Scipio, prajurit yang sebelumnya membela Yesus, berkata kepada rekannya.
"Aku akan mengatakan bahwa Dia membutuhkan perlindungan, bukan hak-hak Romawi! Lihat Dia di sana? Di antara semua dewa kita, tidak ada seorang pun yang begitu lembut namun begitu gagah berwibawa. Khalayak di sini tidak layak bagi-Nya. Dan yang tidak layak selalu jahat. Mari kita tinggal dan melindungi Dia. Jika perlu kita akan membela Dia dan akan mengebaskan pakaian budak galley ini," kata yang lain setengah sinis dan setengah kagum.
"Kau benar, Pudens. Tidak, Actius, pergilah dan panggil Procorus, atasan yang selalu membayangkan komplotan-komplotan melawan Roma... dan promosi bagi dirinya sendiri, sebagai hadiah karena pengawasan ketatnya atas kesehatan Kaisar ilahi dan dewi Romawi, ibu dan majikan dunia, supaya dia bisa memastikan diri bahwa dia tidak akan mendapatkan lencana atau mahkota apa pun di sini."
Seorang prajurit muda berlari pergi dan datang kembali segera dengan berkata, "Procorus tidak akan datang. Dia mengutus Triarius Aquila..."
"Sungguh bagus! Lebih baik dia daripada Cecilius Maximus sendiri. Aquila sudah bertugas di Afrika, di Gaul, dan di hutan-hutan liar di mana Varus dan pasukannya diberantas. Dia mengenal orang-orang Yunani dan orang-orang Briton [= selatan Inggris sebelum dan selama zaman Romawi] dan dia pandai mengatakan... Oh! Salam! Inilah Aquila kita yang mulia! Mari, ajarilah kami orang-orang yang malang ini bagaimana merenungkan nilai manusia!"
"Hidup Aquila, majikan bala tentara!" mereka semua berteriak seraya mengguncang seorang prajurit tua yang wajah, lengannya yang telanjang, dan betisnya ditandai bekas-bekas luka.
Dia tersenyum ramah dan berseru, "Hidup Roma, majikan dunia! Bukan aku, prajurit yang malang. Ada apa?"
"Kami harus mengawasi laki-laki jangkung itu, yang rambutnya seterang tembaga yang sangat terang."
"Baik. Tapi siapa Dia?"
"Kata mereka Dia adalah Mesias. Nama-Nya Yesus dan Dia berasal dari Nazaret. Kau tahu, Dia adalah orang untuk siapa perintah dikeluarkan..."
"H'm! Mungkin... Tapi aku pikir kita sedang mengejar bayangan."
"Mereka mengatakan bahwa Dia ingin memaklumkan Diri-Nya sebagai Raja dan menggantikan Romawi. Kaum Mahkamah Agama, kaum Saduki, kaum Farisi dan kaum Herodian sudah melaporkan Dia ke Pontius. Kau tahu bahwa orang-orang Yahudi memiliki gagasan pasti itu di kepala mereka, dan seorang raja muncul sekali waktu..."
"Aku tahu, aku tahu… Tetapi jika mereka khawatir tentang yang satu ini… Bagaimanapun, marilah kita mendengarkan apa yang Dia katakan. Aku pikir Dia akan berbicara."
"Aku mendengar dari prajurit centurion bahwa Publius Quintillianus mengatakan kepadanya bahwa Dia adalah seorang filsuf ilahi... Para perempuan kekaisaran antusias kepada-Nya...." kata prajurit muda lainnya.
"Aku yakin mereka antusias! Aku sendiri akan antusias andai aku adalah perempuan dan aku ingin memilikinya di tempat tidurku..." kata prajurit muda lain sambil tertawa sepenuh hati.
"Tutup mulutmu, dasar orang mesum! Nafsu berahi akan mengganyangmu!" komentar seorang lain bercanda. "Dan bukan kau, Fabius! Anna, Syra, Alba, Maria..."
"Diamlah, Sabinus, Dia berbicara dan aku ingin mendengarkan-Nya," perintah sang triarius. Mereka semua menjadi diam.
Sebuah peti ditempatkan di depan dinding sebagai pijakan Yesus. Dengan demikian Dia dapat dilihat oleh semua orang. Salam ramah-Nya telah berkumandang di udara, diikuti perkataan, "Anak-anak dari satu-satunya Pencipta, dengarkanlah," dan di tengah kesunyian penuh perhatian orang banyak, Dia melanjutkan.
"Saat Rahmat telah tiba, bukan hanya bagi Israel, tetapi bagi semua orang di dunia. Orang-orang Israel, yang berada di sini karena berbagai alasan, kaum proselit, orang-orang Fenisia, orang-orang bukan Yahudi, semua orang, dengarkanlah Sabda Allah, pahamilah Kebenaran dan menjadi akrablah dengan Cinta Kasih. Jika kamu memiliki Kebijaksanaan, Kebenaran dan Cinta Kasih, kamu memiliki sarana untuk mendapatkan Kerajaan Allah, yang tidak eksklusif bagi anak-anak Israel, tetapi milik semua orang yang mulai dari sekarang akan mengasihi Satu-satunya Allah Yang Benar dan akan percaya pada perkataan Sabda-Nya.
Dengarkanlah. Aku telah datang dari sangat jauh, tetapi tidak dengan ambisi seorang perampas kekuasaan atau dengan kekerasan seorang penakluk. Aku telah datang untuk menjadi satu-satunya Juruselamat jiwamu. Harta, kekayaan, jabatan, tidak menarik hati-Ku; itu tidak berarti apa-apa bagi-Ku dan Aku bahkan tidak memandangnya. Atau lebih tepat Aku memandangnya untuk mengasihaninya, karena aku merasa kasihan padanya, sebab itu adalah rantai yang membelenggu jiwamu sebagai tawanan, mencegahnya datang kepada Tuhan Yang Satu, Kekal, Universal, Kudus, dan Terberkati. Aku memandangnya dan aku menghampirinya seolah itu adalah kesengsaraan terbesar. Dan Aku berupaya menyingkirkan tipu dayanya yang menarik tetapi keji yang menggoda anak-anak manusia, supaya mereka bisa menggunakannya dengan kebenaran dan kekudusan, bukan sebagai senjata keji yang mencelakai dan membunuh manusia.
Tetapi dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu adalah jauh lebih mudah bagi-Ku untuk menyembuhkan tubuh yang cacat daripada jiwa yang sesat; lebih mudah bagi-Ku untuk mengembalikan cahaya pada mata yang buta atau kesehatan pada tubuh yang sekarat, daripada cahaya pada jiwa dan kesehatan pada roh yang sakit. Mengapa? Karena manusia telah kehilangan penglihatan akan tujuan sebenarnya dari hidupnya dan mengabdikan dirinya pada apa yang sementara. Manusia tidak tahu atau tidak ingat, atau meskipun dia ingat, dia tidak mau menaati perintah suci Tuhan - dan Aku mengatakan ini juga kepada orang bukan Yahudi yang mendengarkan Aku - untuk melakukan Yang Baik, yang adalah Yang Baik di Romawi seperti di Atena, di Galia seperti di Afrika, karena hukum moral ada di bawah setiap kolong langit, di setiap agama, dan di setiap hati yang benar. Dan agama, yang dari Allah hingga ke moral individu, mengatakan bahwa bagian kita yang lebih baik akan bertahan hidup dan takdirnya di kehidupan selanjutnya akan sesuai dengan bagaimana ia bertindak di bumi. Tujuan manusia, oleh karenanya, adalah untuk mencapai damai di kehidupan selanjutnya, bukan pesta pora, riba, kesombongan, kesenangan di dunia ini untuk waktu yang singkat, yang harus dibayar dengan siksaan yang paling mengerikan untuk selama-lamanya. Nah, manusia tidak tahu, atau tidak ingat, atau tidak mau mengingat kebenaran itu. Jika dia tidak tahu, dia tidak terlalu bersalah. Jika dia tidak ingat, dia cukup bersalah, karena kebenaran harus terus menyala, seperti obor suci, dalam benak dan hati. Tetapi jika manusia tidak mau mengingatnya, dan ketika ingatan itu bersinar, dia menutup mata agar tidak melihatnya, karena dia menganggapnya sebagai suara yang membangkitkan kebencian seperti suara seorang ahli pidato yang bertele-tele, maka kesalahannya serius, sungguh sangat serius.
Namun demikian Allah mengampuninya, jika jiwa meninggalkan perbuatan salahnya dan bertekad untuk mengejar, selama sisa hidupnya, tujuan manusia yang sebenarnya, yang adalah mendapatkan damai kekal dalam Kerajaan Allah yang benar. Apakah kamu sejauh ini mengikuti jalan yang jahat? Apakah kamu patah semangat dan apakah kamu berpikir bahwa sudah terlambat untuk mengikuti jalan yang benar? Apakah kamu kesepian dan apakah kamu berkata, 'Aku tidak tahu apa-apa tentang semua ini! Dan sekarang aku bodoh dan tidak tahu harus berbuat apa'? Tidak. Jangan berpikir bahwa itu sama seperti perkara-perkara jasmani, dan butuh waktu lama, dan banyak upaya untuk memulainya dari awal lagi, tetapi pikirkanlah dengan cara yang suci. Kasih karunia Tuhan Allah Yang Benar dan Kekal sedemikian rupa hingga Dia tidak akan membuatmu berjalan sepanjang perjalanan kembali untuk menempatkanmu di persimpangan di mana, dengan melakukan kesalahan, kamu sudah meninggalkan jalan yang benar untuk mengambil jalan yang salah. Kasih karunia-Nya sedemikian rupa, hingga dari saat kamu mengatakan, 'Aku ingin menjadi milik Kebenaran,' yaitu, milik Allah, karena Allah adalah Kebenaran, Allah, melalui mukjizat yang sepenuhnya rohani, menanamkan Kebijaksanaan ke dalam dirimu, dengan mana dari tidak tahu kamu menjadi empunya Ilmu pengetahuan rohani, seperti mereka yang sudah memilikinya selama bertahun-tahun.
Kebijaksanaan berarti menginginkan Allah, mengasihi Allah, mengolah jiwa, condong kepada Kerajaan Allah, menyangkal segala sesuatu yang daging - dunia, Setan. Kebijaksanaan berarti ketaatan pada Hukum Allah, yang adalah hukum Cinta Kasih, Ketaatan, Pengendalian Diri, Kejujuran. Kebijaksanaan berarti mengasihi Allah dengan keseluruhan diri kita dan mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Itu adalah dua elemen penting untuk menjadi bijaksana dalam Kebijaksanaan Allah. Dan sesama kita bukan hanya mereka yang sedarah dengan kita sendiri, dari ras dan agama kita, tetapi semua orang, entah kaya atau miskin, bijak atau bodoh, Ibrani, proselit, Fenisia, Yunani, Romawi..."
Yesus disela oleh lolongan mengancam dari beberapa orang yang gempar. Yesus menatap mereka dan berkata, "Ya. Itulah kasih. Aku bukan guru yang adalah budak. Aku mengatakan kebenaran karena itulah yang harus Aku lakukan untuk menaburkan dalam dirimu apa yang diperlukan untuk mendapatkan Hidup yang kekal. Entah kamu suka atau tidak suka, Aku harus mengatakan kepadamu, bahwa Aku melakukan tugas-Ku sebagai Penebus. Kamu harus melakukan tugasmu juga sebab jiwa-jiwa membutuhkan Penebusan. Jadi kita harus mengasihi sesama kita. Semua sesama kita. Dan kasihilah mereka dengan kasih yang suci, bukan dalam persekutuan kepentingan yang bisa dipertanyakan, dengan mana seorang Romawi, Fenisia atau proselit adalah 'terkutuk' atau sebaliknya, sepanjang tidak menyangkut sensualitas atau uang; sedangkan jika kamu ingin berbagi sensualitas atau uang dengan mereka, mereka bukan lagi 'terkutuk'..."
Kerumunan orang banyak sekali lagi gempar, sementara orang-orang Romawi, dari tempat mereka di aula berseru, "Jov! Dia berbicara bagus!"
Yesus menunggu keributan mereda, lalu Dia melanjutkan, "Kita harus mengasihi sesama kita seperti kita sendiri ingin dikasihi. Karena kita tidak suka diperlakukan dengan buruk, dilecehkan, dirampok, ditindas, difitnah, dihina. Setiap orang memiliki perasaan nasional atau personal yang sama. Karena itu, janganlah kita melakukan kejahatan yang kita tidak ingin dilakukan terhadap kita.
Kebijaksanaan berarti ketaatan pada Sepuluh Perintah Allah:
'Akulah Tuhan, Allah-mu. Jangan ada allah-allah selain Aku. Jangan ada berhala-berhala dan janganlah menyembah mereka. Jangan menyebut Nama Allah untuk menyalahgunakannya. Itu adalah Nama Tuhan Allahmu dan Allah akan menghukum mereka yang menggunakannya tanpa alasan, untuk mengutuk atau untuk mengesahkan suatu dosa. Ingatlah untuk menguduskan hari-hari raya. Hari Sabat adalah kudus bagi Tuhan, Yang beristirahat pada hari itu setelah Penciptaan dan memberkatinya dan menguduskannya. Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya kamu bisa hidup damai untuk jangka waktu yang panjang di bumi dan selamanya di Surga. Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan memberikan kesaksian palsu melawan sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini istrinya, pelayannya - laki-laki atau perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apa pun yang menjadi miliknya.'
Itulah Kebijaksanaan. Siapa yang melakukan itu adalah bijaksana dan mendapatkan Hidup dan Kerajaan selamanya. Jadi, mulai hari ini, bertekadlah untuk hidup sesuai dengan Kebijaksanaan, dengan lebih memilihnya daripada hal-hal buruk dari bumi.
Apa yang kamu katakan? Bicaralah. Kamu katakan bahwa sudah terlambat? Tidak. Dengarkan suatu perumpamaan.
Seorang tuan tanah pergi pada waktu fajar untuk menyewa pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya dan dia membuat perjanjian dengan mereka untuk satu dinar sehari. Dia keluar lagi pada jam tiga dan sebab berpikir bahwa para pekerja yang sudah dia pekerjakan terlalu sedikit dan melihat orang-orang lain menganggur di alun-alun menunggu untuk dipekerjakan, dia mengambil mereka dan berkata kepada mereka, 'Pergilah ke kebun anggurku dan aku akan memberimu apa yang aku janjikan pada yang lain-lainnya.' Dan mereka pun pergi. Dia keluar lagi pada jam enam dan jam sembilan dan melihat beberapa pekerja lagi, dia berkata kepada mereka. 'Maukah kamu bekerja untukku? Aku memberikan pada pekerjaku satu dinar sehari.' Mereka setuju dan pergi. Akhirnya dia keluar sekitar jam sebelas dan melihat beberapa pekerja lain berdiri di bawah sinar matahari dan dia bertanya kepada mereka, 'Mengapa kamu berdiri di sini menganggur? Apakah kamu tidak malu berdiri di sini sepanjang hari tanpa melakukan apa-apa?' 'Karena tidak ada yang mempekerjakan kami hari ini. Kami ingin bekerja dan mencari nafkah. Tapi tidak ada yang meminta kami pergi dan bekerja.' 'Baiklah, aku memintamu untuk pergi ke kebun anggurku. Pergilah dan kamu akan mendapatkan upah yang sama sepert yang lain-lainnya.' Dia berkata begitu karena dia adalah pemilik tanah yang baik dan merasa kasihan atas kemalangan sesamanya.
Pada sore hari, ketika pekerjaan selesai, tuan tanah itu memanggil pengurus tanah dan berkata, 'Panggillah para pekerja dan bayarlah upah mereka, sesuai kesepakatan, dimulai dari yang datang terakhir, yang paling membutuhkan, karena mereka tidak punya makanan sepanjang siang - sedangkan yang lain-lainnya sudah diberi makan satu kali dan sebagiannya beberapa kali - dan yang karena rasa terima kasihnya kepadaku, sebab aku berbelas-kasihan pada mereka, sudah bekerja lebih keras dibandingkan yang lain-lainnya; aku, sebenarnya sudah mengamati mereka. Kemudian bubarkan mereka supaya mereka bisa pergi dan beristirahat, seperti yang patut bagi mereka, dan bisa menikmati hasil kerja mereka bersama keluarga mereka." Dan pengurus tanah melakukan seperti yang diperintahkan tuan tanah, dan memberi setiap orang satu dinar.
Ketika yang terakhir datang, yakni yang sudah bekerja sejak fajar, mereka terkejut saat masing-masing menerima satu dinar dan mereka mengeluh kepada pengurus tanah yang berkata kepada mereka: 'Itu adalah perintah yang diberikan kepadaku. Pergi dan mengeluhlah kepada tuan tanah, bukan kepadaku.' Dan mereka pergi dan berkata, 'Kau tidak adil! Kami telah bekerja selama duabelas jam, pertama dalam udara lembab basah oleh embun, lalu di bawah terik matahari, dan sekali lagi dalam kelembaban senja, dan kau memberi kami upah yang sama seperti yang kau berikan kepada para pekerja malas yang bekerja hanya satu jam saja!... Kenapa?' Dan salah seorang dari mereka secara khusus meninggikan suaranya mengatakan bahwa dia sudah dikhianati dan dieksploitasi secara tidak pantas.
'Temanku, dalam hal apa aku bersalah padamu? Apa yang sudah aku sepakati denganmu saat fajar? Kerja sehari penuh dan upah satu dinar. Bukankah begitu?'
'Ya, itu benar. Tetapi kau memberikan upah yang sama kepada mereka yang bekerja jauh lebih sedikit...'
'Apa kau sepakat dengan upah itu karena menurutmu adil?'
'Ya. Aku setuju karena orang-orang lain membayar lebih rendah.'
'Apa kau diperlakukan dengan buruk olehku?'
'Sesungguhnya... tidak.'
'Aku memberimu istirahat panjang di waktu siang dan aku memberimu makan, bukan begitu? Kau mendapatkan tiga kali makan. Dan makanan dan istirahat itu di luar kesepakatan. Apa itu benar?'
"Ya. Itu di luar kesepakatan.'
'Lalu mengapa kau menerimanya?'
'Yah… Kau bilang: "Aku lebih suka melakukannya, supaya kamu tidak letih saat pulang ke rumah." Dan kami hampir tidak percaya bahwa itu benar... Makananmu enak, dan kami menghemat, dan...'
'Itu adalah kemurahan yang aku lakukan untukmu secara cuma-cuma dan tidak ada dari kamu yang bisa berpura-pura. Apa itu benar?'
'Itu benar.'
'Jadi, aku sudah memberimu kebaikan. Nah, kenapa kamu mengeluh? Aku yang seharusnya mengeluh mengenaimu, karena, meskipun kamu tahu bahwa kamu berurusan dengan tuan yang baik, kamu bekerja dengan malas, sedangkan mereka yang datang sesudahmu dan hanya makan satu kali, dan mereka yang datang terakhir yang tidak makan sama sekali, memulai kerja dengan tekad dan dalam waktu yang lebih singkat mereka melakukan pekerjaan yang sama seperti yang kamu lakukan selama duabelas jam. Aku mengkhianatimu jika aku mengambil setengah upahmu untuk membayar mereka. Tapi itu tidak terjadi. Jadi ambil apa yang menjadi milikmu dan pergilah. Apa kamu akan mendatangi rumahku dan memaksaku untuk melakukan apa yang menurutmu cocok untukmu? Aku melakukan apa yang aku suka dan apa yang adil. Janganlah menjadi jahat dan janganlah memaksaku untuk berlaku tidak adil. Karena aku baik.'
Dengan sungguh-sungguh Aku berkata kepada kamu semua yang mendengarkan-Ku, bahwa Allah Bapa membuat perjanjian yang sama dengan semua orang dan menjanjikan ganjaran yang sama untuk semua orang. Mereka yang melayani Tuhan dengan rajin akan diperlakukan oleh-Nya dengan adil, bahkan jika mereka melakukan sedikit pekerjaan, yakni saat nyaris menjelang ajal. Dengan sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu bahwa yang pertama tidak akan selalu menjadi yang pertama di Kerajaan Surga, di mana kita akan melihat bahwa yang terakhir menjadi yang pertama dan yang pertama menjadi yang terakhir. Kita akan melihat di sana bahwa orang-orang yang tidak berasal dari Israel lebih kudus daripada banyak orang Israel... Aku telah datang untuk memanggil semua orang dalam nama Allah. Tetapi jika banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih, karena sedikit yang menghendaki Kebijaksanaan. Yang hidup menurut dunia dan daging, dan tidak menurut Allah, bukanlah orang bijaksana. Dia tidak bijaksana baik untuk bumi maupun untuk Surga. Karena di bumi dia akan membuat musuh-musuh, akan menerima hukuman, dan akan merasa menyesal. Dan dia akan kehilangan Surga untuk selamanya.
Aku ulangi: berbuat baiklah kepada sesamamu, siapa pun dia. Jadilah taat dan serahkan kepada Allah tugas menghukum mereka yang tidak adil dalam memberikan perintah. Kendalikan diri dengan melawan sensualitas, jujur dengan menolak emas, rasional dalam mengatakan kutukan pada apa yang pantas mendapatkannya, bukan sesuai kepentinganmu, anggaplah dirimu bebas untuk berhubungan sesudahnya dengan apa yang sebelumnya kamu kutuk. Jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak ingin dilakukan pada dirimu sendiri, dan kemudian..."
"Pergilah, Engkau, nabi yang membosankan! Engkau telah merusak pasar kami!... Engkau telah membuat pelanggan kami pergi!..." teriak para pedagang yang bergegas masuk ke halaman... Dan mereka yang sudah berteriak-teriak sebelumya di halaman, di awal khotbah Yesus - bukan hanya orang-orang Fenisia, tetapi juga orang-orang Yahudi yang berada di kota ini untuk alasan-alasan yang tidak aku ketahui - bergabung dengan para pedagang yang menghina, mengancam, dan terlebih lagi mengusir pergi orang-orang...
Mereka tidak menyukai Yesus karena Dia tidak menasihatkan hal-hal jahat... Yesus menyilangkan tangan dan memandang. Dia sedih, tapi berwibawa.
Orang banyak, yang terbagi menjadi dua pihak, bertengkar, membela atau menghina si Orang Nazaret. Penghinaan, pujian, kutuk, berkat; sebagian orang berteriak, "Orang Farisi benar. Engkau sudah menjual Diri-Mu kepada Romawi. Kamu adalah pecinta pelacur dan pemungut cukai." Sebagian lain menentang mereka, "Diamlah, lidah penghujat! Kamu yang sudah menjual dirimu kepada Romawi, dasar setan Fenisia!", "Kamu adalah iblis!", "Semoga neraka menelanmu!", "Pergi!", "Pergi, kamu pencuri dan penyusup yang sudah datang ke pasar ini!" dan seterusnya...
Para prajurit turun tangan dengan berkata, "Bukannya penghasut, Dia ini adalah korban!" Dan dengan tombak mereka mengusir semua orang keluar dari halaman dan menutup pintu.
Hanya ketiga bersaudara proselit dan keenam murid yang tinggal di dalam bersama Yesus. "Kenapa, ya ampun, kamu membuat-Nya berbicara?" tanya triarius kepada ketiga bersaudara. "Begitu banyak orang diperbolehkan berbicara!" jawab Elias.
"Tentu saja. Tetapi tidak ada yang terjadi, karena mereka mengajarkan apa yang disukai orang. Dia tidak. Dan Dia membosankan…" Prajurit tua itu menatap kepada Yesus Yang telah turun dari peti dan berdiri dan tampaknya sedang memikirkan sesuatu yang lain.
Kerumunan orang banyak masih bertengkar di luar. Bahkan lebih banyak pasukan datang dari barak dengan dipimpin oleh sang centurion sendiri. Mereka mengetuk pintu dan pintu terbuka, sementara yang sebagian tetap berada di luar untuk mengusir baik mereka yang berteriak, "Hidup Raja Israel!" maupun mereka yang mengutuk-Nya.
Centurion maju dan dia tampak khawatir. Amarahnya meledak terhadap Aquila tua, "Begitukah caramu melindungi Romawi? Dengan membiarkan orang memuji seorang raja asing di wilayah pengawasannya?"
Prajurit tua itu memberi hormat dengan kikuk dan menjawab, "Dia mengajarkan hormat dan ketaatan dan berbicara tentang kerajaan yang bukan dari bumi ini. Itulah sebabnya mereka membenci-Nya. Karena Dia baik dan terhormat. Tidak ada alasan mengapa aku harus menyuruh diam seorang yang tidak melanggar hukum kita."
Centurion itu menjadi tenang dan bergumam, "Jadi ini adalah hasutan lain dari massa busuk ini... Baiklah. Beritahu Orang itu untuk segera pergi. Aku tidak ingin masalah di sini. Laksanakan instruksiku dan kawal Dia ke luar kota segera sesudah jalanan bersih. Dia boleh pergi kemana pun Dia suka. Persetan, jika Dia mau. Asalkan Dia keluar dari yurisdiksiku. Apa kau mengerti?"
"Ya, dan kami akan bertindak sesuai instruksi."
Centurion berbalik memperlihatkan perisai dadanya yang berkilau dan menyebabkan mantol ungunya berkibar, dan dia pergi bahkan tanpa menoleh kepada Yesus.
Ketiga bersaudara itu berkata kepada Guru, "Kami mohon maaf..."
"Itu bukan salahmu. Dan janganlah takut. Tidak ada bahaya yang akan terjadi padamu. Aku berkata kepadamu..."
Ketiganya berubah rona wajahnya... Filipus berkata, "Bagaimana Engkau tahu ketakutan kami?"
Yesus tersenyum ramah, senyum yang bagaikan seberkas sinar mentari pada wajah sedih-Nya, "Aku tahu apa yang ada dalam hati dan apa yang akan terjadi di masa mendatang."
Para prajurit yang menunggu di bawah sinar matahari melirik kepada Yesus dan berkomentar... "Mungkinkah mereka mengasihi kita, ketika mereka membenci bahkan orang yang tidak menindas mereka?"
"Dan yang mengerjakan mukjizat, harusnya kau mengatakan..."
"Demi Hercules! Siapa tadi yang datang untuk memberitahu kita bahwa ada tersangka yang harus diawasi?"
"Caius!"
"Orang yang bersemangat itu! Sementara itu kita sudah kehilangan ransum kita dan aku menerawang bahwa aku akan merindukan ciuman seorang gadis!... Ah!"
"Epicurean! Di mana gadis cantik itu?"
"Aku pasti tidak akan memberitahumu, temanku!"
"Dia ada di belakang rumah tukang tembikar, di Yayasan. Aku tahu. Aku melihatmu di sana beberapa malam yang lalu..." kata yang lain.
Triarius pergi menghampiri Yesus dan berjalan mengitari-Nya, dengan menatap pada-Nya sepanjang waktu. Dia tidak tahu harus berkata apa... Yesus tersenyum untuk menyemangatinya. Laki-laki itu tidak tahu harus berbuat apa... Tapi dia mendekat.
Yesus menunjuk pada bekas-bekas lukanya, "Semuanya luka, bukan? Jadi, kamu adalah prajurit yang gagah berani dan setia..."
Pujian itu membuat si prajurit tua memerah wajahnya.
"Kau sudah sangat banyak menderita demi Tanah Airmu dan kaisarmu... Tidakkah kau siap untuk menderita sesuatu demi Tanah Air yang lebih besar: Surga? Untuk Kaisar yang kekal: Allah?"
Prajurit itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku ini seorang kafir yang malang. Tapi aku mungkin masih sampai pada jam sebelas. Tapi siapakah yang akan mengajariku? Engkau telah lihat!... Mereka mengusir-Mu. Dan itu adalah luka yang menyakitkan, bukan lukaku!... Setidaknya aku sudah mengembalikannya kepada para musuhku. Tapi apakah yang Engkau berikan kepada orang yang menyakiti-Mu?"
"Pengampunan, prajurit. Pengampunan dan kasih."
"Jadi, aku benar. Adalah bodoh mencurigaimu. Selamat tinggal, Orang Galilea."
"Selamat tinggal, orang Romawi."
Yesus ditinggalkan sendirian sampai ketiga bersaudara dan para murid kembali dengan membawa makanan, yang ditawarkan saudara-saudara itu kepada para prajurit, dan ditawarkan para rasul kepada Yesus. Mereka makan tanpa gembira, di bawah sinar matahari, sementara para prajurit makan dan minum dengan riang.
Kemudian seorang prajurit keluar untuk memeriksa alun-alun yang sunyi. "Kita bisa pergi," dia berteriak. "Mereka semua sudah pergi. Hanya ada petugas patroli yang ada di sana."
Yesus berdiri dengan patuh, Dia memberkati dan menghibur ketiga bersaudara, yang dengannya Dia menetapkan janji untuk bertemu saat Paskah di Getsemani, dan Dia pergi keluar, dikawal oleh para prajurit, dan diikuti oleh para murid yang malu. Mereka melangkah di sepanjang jalanan yang kosong hingga mereka tiba di pedesaan.
"Salam, Orang Galilea," kata si triarius.
"Selamat tinggal, Aquila. Tolong, jangan perlakukan Daniel, Elia dan Filipus dengan buruk. Hanya Aku yang bersalah. Beritahu itu pada centurion."
"Aku tidak akan mengatakan apa pun padanya. Dia sudah melupakan semuanya dan ketiga bersaudara itu menyuplai kami dengan banyak barang bagus, khususnya anggur Siprus yang dicintai centurion lebih dari nyawanya sendiri. Pergilah dengan damai. Selamat tinggal."
Mereka pun berpisah. Para prajurit kembali ke gerbang, Yesus dan murid-murid-Nya berangkat ke timur menuju pedesaan yang sunyi.
|
|
|