|
326. PENGINJILAN DI PERBATASAN FENISIA.
[tanpa tanggal]
Jalan yang datang dari Fenisia menuju Ptolemais adalah jalan yang indah yang melintasi dataran antara lautan dan pegunungan. Karena dirawat dengan baik, jalan ini sangat sibuk. Ada banyak persimpangan dengan jalan-jalan kecil yang terhampar dari kota-kota di dataran ke kota-kota di pesisir, dan di banyak persimpangan jalan biasanya ada sebuah rumah, sebuah sumur, dan bengkel sederhana untuk hewan berkaki empat yang mungkin membutuhkan sepatu.
Yesus, bersama keenam rasul yang bersama-Nya, menempuh perjalan cukup jauh, sekitar dua kilometer, dengan melihat hal-hal yang sama sepanjang waktu. Pada akhirnya Dia berhenti dekat salah satu dari rumah-rumah itu yang dengan sebuah sumur dan sebuah bengkel penempaan, di persimpangan jalan dekat sungai yang diseberangi dengan sebuah jembatan, yang meskipun dibangun kokoh, cukup lebar hanya untuk dilewati satu kereta pada satu lintasan dan dengan demikian para pengelana terpaksa berhenti bergantian, karena dua arus lalu lintas yang berlawanan tidak bisa lewat pada saat yang bersamaan. Dan sejauh yang bisa aku lihat, hal itu memberikan kepada para pengelana dari berbagai ras, orang-orang Fenisia dan orang-orang Israel tulen, kesempatan untuk bergabung dalam satu niat saja: mengutuk Roma, meskipun mereka sendiri saling membenci... Walaupun, tanpa Roma, mereka tidak akan memiliki jembatan itu dan ketika sungai meluap, aku tidak tahu bagaimana mereka akan bisa menyeberanginya. Tapi begitulah hidup! Seorang penindas selalu dibenci, bahkan meski dia melakukan hal-hal yang berguna!
Yesus berhenti dekat jembatan, di sudut yang terkena sinar matahari di mana rumah itu berada; di sisinya di sepanjang aliran sungai terdapat sebuah bengkel pandai besi yang bau, di mana mereka sedang menempa sepatu untuk seekor kuda dan dua ekor keledai, yang sudah kehilangan sepatunya. Kuda itu diikatkan ke sebuah kereta Romawi di mana beberapa prajurit bersenang-senang membuat ekspresi wajah konyol pada orang-orang Yahudi yang mengutuk. Dan mereka melemparkan segenggam tahi kuda pada seorang lelaki tua berhidung besar, yang paling penuh dengki dari semuanya, dengan mulut tajam berbisa, seorang yang aku pikir akan dengan senang hati menggigit orang-orang Romawi itu untuk meracuni mereka. Bisa dibayangkan apa yang terjadi! Si Yahudi tua itu lari terbirit-birit seolah-olah dia sudah terinfeksi kusta dan orang-orang Yahudi lain mengikutinya. Ironisnya, orang-orang Fenisia berteriak, "Apa kau suka manna baru itu? Makanlah, itu akan memberimu energi untuk berteriak melawan orang-orang yang terlalu baik padamu, dasar ular-ular berbisa yang munafik!" Para prajurit tertawa mencemooh... Yesus diam saja.
Kereta Romawi itu pun akhirnya berangkat dan mereka menyalami si tukang tempa dengan berseru, "Salam, Titus, semoga sejahtera!" Laki-laki itu, yang tegap, tua, berleher banteng, bercukur bersih dengan mata yang sangat gelap di atas hidung yang kokoh dan di bawah dahi lebar yang menonjol, yang botak di pelipisnya, sedangkan rambutnya pendek dan keriting, mengangkat sebuah palu yang berat sambil melambaikan selamat jalan kepada mereka dan lalu kembali ke paron, di mana seorang pemuda sudah meletakkan sebatang besi panas membara, sementara anak laki-laki lainnya membakar kuku seekor keledai kecil untuk mempersiapkannya dipasangi sepatu.
"Hampir semua tukang tempa di sepanjang jalan adalah orang-orang Romawi. Yakni para prajurit yang tetap tinggal di sini ketika masa dinas mereka sudah berakhir. Dan mereka mendapatkan banyak uang... Tidak ada yang pernah menghalangi mereka merawat hewan-hewan... Dan seekor keledai bisa saja kehilangan sepatunya sebelum matahari terbenam pada hari Sabat, atau pada saat Pentahbisan..." kata Matius.
"Orang yang memasang sepatu Antonius menikah dengan seorang perempuan Yahudi," kata Yohanes.
"Dan perempuan bodoh lebih banyak daripada perempuan bijaksana," kata Yakobus Zebedeus.
"Dan milik siapakah anak-anaknya? Milik Allah atau kekafiran?" tanya Andreas.
"Pada umumnya milik yang lebih kuat dari keduanya," jawab Matius. "Dan, kecuali si perempuan seorang murtad, mereka adalah orang-orang Ibrani, sebab laki-laki, setidaknya orang-orang ini, tidak ikut campur. Mereka bahkan tidak terlalu... fanatik tentang Olympus mereka. Aku pikir sekarang mereka tidak percaya apa pun selain kebutuhan uang. Mereka semua memiliki keluarga besar."
"Tapi mereka orang jahat. Mereka tidak punya iman, tidak punya tanah air... mereka tidak disukai semua orang...," kata Tadeus.
"Tidak. Kau salah. Romawi tidak memandang rendah mereka. Sebaliknya, Romawi selalu membantu mereka. Mereka lebih berguna sekarang daripada saat mereka masih bertugas. Mereka masuk ke negeri kita lebih karena korupsi darah [= karena hukuman seseorang kehilangan nyawa, harta benda, gelar, juga hak untuk mewariskan] daripada karena kekerasan. Adalah generasi pertama, pada akhirnya, yang menderita. Kemudian mereka menyebar dan... dunia melupakan..." kata Matius yang tampaknya tahu banyak.
"Ya, anak-anaklah yang menderita. Tapi juga para perempuan Yahudi, yang menikah seperti itu... Untuk diri mereka sendiri dan untuk anak-anak mereka. Aku merasa kasihan kepada mereka. Tidak ada lagi yang berbicara kepada mereka tentang Allah. Tapi itu tidak akan terjadi di masa mendatang. Tidak akan ada lagi pemisahan orang dan negara seperti itu, karena jiwa-jiwa akan dipersatukan di satu Tanah Air saja: Tanah Air-Ku," kata Yesus, Yang telah diam selama ini.
"Tapi saat itu mereka akan sudah mati!..." seru Yohanes.
"Tidak. Mereka akan dihimpun dalam Nama-Ku. Bukan lagi orang Romawi atau orang Libya, orang Yunani atau orang-orang dari wilayah Laut Hitam, orang Iberia atau orang Galia, orang Mesir atau orang Ibrani, melainkan jiwa-jiwa Kristus. Dan celakalah mereka yang akan membedakan jiwa-jiwa - yang Aku kasihi sama rata dan yang untuknya Aku menderita sama rata - menurut kebangsaan mereka. Dia yang melakukan itu akan membuktikan bahwa dia belum memahami Cinta Kasih, yang adalah universal."
Para rasul memahami teguran terselubung itu dan menundukkan kepala mereka tanpa bicara...
Dentang besi yang ditempa di paron sudah berhenti dan pukulan palu pada kuku terakhir seekor keledai terdengar mematikan. Dan Yesus memanfaatkan situasi itu untuk berbicara lantang agar orang banyak bisa mendengar-Nya. Dia tampaknya melanjutkan pembicaraan-Nya dengan para rasul, tetapi sebenarnya Dia berbicara kepada mereka yang lalu-lalang dan mungkin juga kepada mereka yang ada di rumah-rumah, pastinya kepada para perempuan, karena suara perempuan yang memanggil satu sama lain bisa terdengar di udara yang lembut.
"Selalu ada hubungan di antara manusia, meskipun kelihatannya tidak ada: yaitu, asalnya yang dari Satu-satunya Pencipta. Jika kemudian anak-anak dari Bapa Yang Satu itu menjadi terpisah, ikatan asal mereka tidak berubah, seperti darah seorang anak yang menyangkal keluarga ayahnya tidak berubah. Dalam pembuluh darah Kain ada darah Adam, juga sesudah kejahatan yang memaksanya untuk berkeliaran di dunia luas. Dan dalam pembuluh darah anak-anak yang dilahirkan sesudah duka Hawa, yang menangisi putranya yang dibunuh, ada darah yang sama yang mendidih dalam pembuluh darah Kain yang nun jauh. Hal yang sama, dan untuk alasan yang lebih murni, berlaku atas kesetaraan anak-anak Sang Pencipta. Apakah mereka sesat, terbuang, murtad, bersalah, berbicara dalam bahasa yang berbeda dari kita, apakah mereka percaya pada keyakinan yang kita benci, apakah mereka rusak karena menikahi orang-orang yang tidak mengenal Allah? Ya? Tetapi jiwa mereka berasal dari Allah Yang Satu, dan jiwa mereka selalu sama, bahkan meski terkoyak-koyak, sesat, terbuang, rusak... Bahkan meski mereka adalah penyebab duka bagi Allah Bapa, mereka masih tetap jiwa-jiwa yang diciptakan oleh-Nya. Anak-anak yang baik dari Bapa Yang sangat baik pastilah memiliki perasaan yang baik. Baik terhadap Bapa, baik terhadap sesama, apapun mereka jadinya, karena mereka adalah anak-anak dari Bapa yang sama. Baik terhadap Bapa dengan berusaha menghibur-Nya dalam duka-Nya, dengan membawa kembali anak-anak-Nya kepada-Nya, karena mereka adalah penyebab duka-Nya, entah karena mereka adalah orang-orang berdosa atau karena mereka murtad atau kafir. Baik terhadap mereka karena mereka memiliki jiwa yang diciptakan oleh Bapa, yang terkurung dalam tubuh yang bersalah, cemar dan sudah menjadi tumpul karena agama yang salah, tetapi selalu adalah jiwa-jiwa yang dari Allah yang setara dengan jiwa kita sendiri.
Ingatlah, hai orang Israel, bahwa tidak ada seorang pun, bahkan penyembah berhala yang paling jauh dari Allah karena agama berhalanya, bahkan orang yang paling kafir dari orang kafir, atau orang yang paling ateis, yang sama sekali tidak memiliki jejak asal-usulnya. Ingatlah, kamu yang sudah bersalah, dengan melepaskan diri dari Agama kita yang benar dengan merosot ke kawin campur, yang dikutuk oleh Agama kita, bahkan meski kamu pikir bahwa segala sesuatu yang dulu Israel sekarang sudah mati dalam dirimu, tercekik oleh cintamu untuk seorang yang berbeda iman dan ras, tetapi ia tidak mati. Ada sesuatu yang masih hidup, dan itu adalah Israel. Dan adalah kewajibanmu untuk meniup api yang nyaris padam, untuk menyalakan percikan yang masih ada dengan kehendak Allah, sehingga bisa mengatasi cinta jasmani. Cinta jasmani berakhir dengan kematian, tapi jiwamu tidak. Ingatlah itu. Dan kamu, siapa pun itu, yang melihat, dan terkadang ngeri melihat kawin campur antara seorang putri Israel dengan seorang laki-laki yang berbeda ras dan iman, ingatlah bahwa adalah tugas dan kewajibanmu untuk membantu saudari yang salah jalan itu dengan cinta kasih, sehingga dia bisa menemukan jalan kembali kepada Bapa. Ini adalah Hukum suci yang baru, yang menyenangkan Tuhan: bahwa para pengikut Sang Penebus bisa menebus siapa pun yang perlu ditebus, sehingga Tuhan dapat tersenyum karena jiwa-jiwa yang kembali ke Rumah Bapa dan kurban Sang Penebus tidak dijadikan tidak berbuah dan jahat.
Untuk meragi adonan ibu rumah tangga mengambil sedikit adonan dari minggu sebelumnya. Oh! hanya sedikit sekali dari keseluruhan gumpalan! Dan dia membenamkannya dalam adonan, dan melindunginya dari angin dingin yang berbahaya, dalam kehangatan rumah yang nyaman. Lakukanlah hal yang sama, hai pengikut Kebaikan, dan kamu juga, yang sudah pergi dari Bapa dan dari Kerajaan-Nya. Biarkan pengikut Kebaikan memberikan sedikit bagian dari ragi mereka untuk mendukung dan memperkuat mereka yang sudah pergi dari Bapa dan dari Kerajaan-Nya, supaya mereka menambahkannya pada partikel kebenaran yang masih ada dalam diri mereka. Dan kamu berdua, lindungilah ragi baru dari angin dingin Yang Jahat dalam kehangatan Cinta Kasih, sesuai dengan apa yang ada dalam dirimu. Dukunglah dengan kehangatan rumahmu, dengan iman dari agama yang sama yang sekarang meragi dalam hati saudara seiman yang salah jalan, supaya dia bisa merasakan bahwa dia masih dicintai, dia masih putri Zion, dan saudarimu, dan kehendak baiknya bisa terwujud dan Kerajaan Surga bisa datang ke segenap jiwa."
"Tetapi siapakah Dia?" orang-orang bertanya, dan mereka tampaknya tidak lagi tergesa-gesa menyeberangi jembatan meskipun sekarang sudah sepi, atau terburu-buru melanjutkan perjalanan, jika mereka sudah menyeberanginya.
"Seorang rabbi."
"Seorang rabbi Israel."
"Di sini? Di perbatasan Fenisia? Ini adalah pertama kalinya hal itu terjadi!"
"Dan meski begitu, benar. Aser mengatakan kepadaku bahwa Dia adalah Yang Kudus, sebagaimana orang-orang menyebut-Nya."
"Mungkin Dia mencari perlindungan di sini karena mereka menganiaya-Nya di sana."
"Mereka memang ular!"
"Adalah baik jika Dia tinggal bersama kita! Dia akan mengerjakan mukjizat-mukjizat..."
Sementara itu Yesus telah pergi jauh menyusuri jalan setapak di ladang-ladang.
|
|
|