321. DARI SELEUKIA KE ANTIOKHIA.             


[tanpa tanggal]  

"Kau pasti akan menemukan kereta di pasar. Jika kau mau punyaku, aku akan memberikannya kepadamu, mengingat Teofilus. Jika aku sekarang seorang yang bahagia, aku berhutang kepadanya. Dia membelaku karena dia seorang benar. Dan orang tidak bisa melupakan hal-hal tertentu," kata pengurus penginapan yang sudah lanjut usia, yang berdiri di hadapan para rasul di bawah sinar mentari pagi.

"Masalahnya adalah kami akan membawa keretamu selama beberapa hari... Dan bagaimanapun, siapakah yang akan mengendarainya? Aku bisa melakukannya dengan keledai... Tapi kuda..."

"Tapi itu sama saja, sobat! Aku tidak akan memberimu seekor kuda liar, tapi seekor kuda beban yang bijak, yang sejinak anak domba. Dan kau akan tiba dalam waktu singkat dan tanpa kesulitan apa pun. Kau akan berada di Antiokhia sebelum jam sembilan, juga karena kudanya sudah terbiasa dengan jalan ke sana dan akan pergi dengan sendirinya. Kau akan mengembalikannya kepadaku kapan pun kau mau, tanpa keuntungan apa pun dari pihakku, sebab aku hanya tertarik untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan putra Teofilus, dan kau dapat mengatakan kepadanya bahwa aku selalu berhutang budi kepadanya, bahwa aku mengingatnya dan aku adalah pelayannya."

"Apa yang harus kita lakukan?" Petrus bertanya kepada teman-temannya.

"Apa pun yang menurutmu terbaik. Kau yang memutuskan dan kami akan menaatinya."

"Haruskah kita mencoba dengan kudanya? Aku memikirkan Yohanes... dan juga supaya cepat... Aku merasa seolah-olah aku sedang membawa seseorang ke tiang gantungan dan aku sangat ingin melihat semuanya segera berakhir..."

"Kau benar," kata mereka semua.

"Baiklah, aku akan menerimanya, sobat."

"Dan aku senang memberikannya kepadamu. Aku akan menyiapkan keretanya."

Pengurus penginapan pergi. Petrus sekarang bisa melepaskan bawaan dari dadanya, "Aku sudah kehilangan separuh dari masa hidupku dalam beberapa hari terakhir ini. Betapa menyedihkan! Aku berharap aku memiliki kereta Elia, mantol yang diambil oleh Elisa, apa pun yang cepat dalam melakukan sesuatu... Dan di atas segalanya, dengan harga menanggung kematianku, aku ingin memberikan sesuatu yang bisa menghibur orang-orang malang itu, membuat mereka melupakan... Aku tidak tahu!... Singkat kata, sesuatu yang tidak akan membuat mereka begitu menderita... Tetapi jika aku menemukan siapa penyebab utama dari semua kesedihan ini, aku bukan lagi Simon anak Yunus, jika aku tidak memelintir lehernya seperti kain basah. Aku tidak bermaksud... membunuhnya. Tidak! Tapi aku akan memerasnya seperti dia memeras sukacita dan hidup dari kedua orang malang itu..."

"Kau benar. Sangat menyedihkan. Tapi Yesus mengatakan bahwa kita harus mengampuni penghinaan..." kata Yakobus Alfeus.

"Andai mereka memberikan penghinaan kepadaku, aku akan memaafkan... Dan aku bisa. Aku kuat dan sehat, dan jika ada yang menghinaku, aku punya cukup kekuatan untuk bereaksi melawan kesedihan. Tapi Yohanes yang malang! Tidak, aku tidak bisa melupakan penghinaan kepada orang yang sudah ditebus oleh Tuhan, kepada orang yang sekarat dengan patah hati..."

"Aku sedang berpikir kapan kita sebaiknya mengucapkan selamat tinggal kepadanya..." kata Andreas seraya mendesah.

"Aku juga. Itu ide yang pasti dan itu semakin menyiksaku sementara saatnya semakin dekat..." bisik Matius.

"Ayo kita melakukannya secepat mungkin," kata Petrus.

"Tidak, Simon. Maafkan aku, jika aku menunjukkan kepadamu bahwa kau salah dalam menginginkan itu. Kasihmu untuk sesamamu menjadi licik dan itu tidak boleh terjadi padamu, sebab kau selalu benar," kata Zelot tenang sementara menempatkan tangannya di bahu Petrus.

"Kenapa, Simon? Kau terpelajar dan baik hati. Tunjukkan di mana salahku, dan jika aku melihat bahwa aku salah, aku akan berkata kepadamu: Kau benar."

"Kasihmu menjadi kurang sehat sebab berubah menjadi keegoisan."

"Bagaimana mungkin? Aku bersedih atas mereka, dan aku egois?"

"Ya, Saudaraku, karena kasih yang berlebihan - sesuatu yang berlebihan adalah ketidakteraturan dan dengan demikian menghantar kepada dosa - kau menjadi pengecut. Kau tidak ingin menderita melihat orang lain menderita. Itu adalah keegoisan, saudaraku dalam nama Tuhan."

"Itu benar! Kau benar! Dan aku berterima kasih kepadamu karena sudah mengingatkanku. Itulah yang seharusnya dilakukan di antara teman baik. Baiklah. Aku tidak akan lagi tergesa-gesa... Tapi katakan sejujurnya, bukankah ini situasi yang menyedihkan?"

"Sungguh benar..." kata mereka semua.

"Bagaimana kita akan meninggalkan mereka?"

"Menurutku, kita harus meninggalkan mereka sesudah Filipus memberi mereka tumpangan... kita bisa tinggal beberapa lama di Antiokhia, menyembunyikan diri, meminta Filipus memberitahu kita bagaimana mereka menyesuaikan diri..." saran Andreas.

"Tidak. Perpisahan mendadak seperti itu akan membuat mereka terlalu menderita," kata Yakobus Alfeus.

"Baiklah, mari kita ikuti sebagian saran Andreas. Kita akan tinggal di Antiokhia, tetapi di rumah Filipus. Dan untuk beberapa hari kita akan pergi dan mengunjungi mereka, tapi semakin jarang, sampai kita berhenti mengunjungi mereka," kata Yakobus yang lain.

"Kita akan memperbaharui kesedihan mereka dan mengecewakan mereka dengan kegetiran. Tidak. Itu tidak boleh dilakukan," kata Tadeus. "Apa yang harus kita lakukan, Simon?"

"Ah! Sejauh menyangkut aku, aku lebih suka berada di posisi mereka daripada harus mengucapkan: Selamat tinggal," kata Petrus yang putus asa.

"Aku sarankan ini. Mari kita pergi bersama mereka ke rumah Filipus dan tinggal di sana. Kemudian kita semua akan pergi ke Antigonea. Itu adalah tempat yang menyenangkan... Dan kita akan tinggal di sana. Ketika mereka sudah menyesuaikan diri, kita akan undur diri, dengan cara yang menyedihkan tetapi jantan. Begitu menurutku. Kecuali Simon Petrus sudah menerima instruksi yang berbeda dari Guru," kata Simon Zelot.

"Padaku? Tidak. Dia berkata kepadaku: 'Lakukan segala sesuatunya dengan baik, dengan kasih, tanpa berlambat, tapi tanpa tergesa-gesa, dengan cara yang menurutmu terbaik.' Sejauh ini aku pikir aku sudah melakukannya. Hanya tinggal satu hal: Aku sudah mengatakan bahwa aku adalah seorang nelayan!... Tetapi, andai aku tidak mengatakannya, dia tidak akan mengizinkanku naik ke geladak."

"Jangan punya kebimbangan batin yang bodoh, Simon. Itu adalah jerat iblis untuk membuatmu kesal," kata Tadeus menghiburnya.

"Ya. Benar sekali! Aku pikir dia ada di sekitar kita lebih dari sebelumnya, menciptakan hambatan-hambatan dan berusaha menakut-nakuti kita untuk mendorong kita melakukan tindakan pengecut," kata rasul Yohanes, dan dia mengakhirinya dengan suara rendah, "Aku pikir dia ingin membuat mereka berdua putus asa dengan menahan mereka di Palestina... dan sekarang sesudah mereka menghindari jeratnya, dia melampiaskan murkanya pada kita... Aku merasa dia ada di sekitarku seperti ular bersembunyi di rerumputan... Dan aku sudah merasakan seperti itu selama berbulan-bulan... Tapi, itu dia si pengurus penginapan yang datang dari satu sisi dan Yohanes bersama Sintikhe dari sisi lainnya. Aku akan memberitahumu sisanya nanti, saat kita sendirian, jika itu menarik minatmu."

Sesungguhnya, sebuah kereta yang kokoh dengan ditarik seekor kuda yang gagah datang dari satu sisi halaman, dengan dituntun oleh tuan rumah, sementara kedua murid datang ke arah mereka dari sisi lainnya.

"Waktunya untuk pergi?" tanya Sintikhe.

"Ya. Apa kau sudah berbalut mantol dengan baik, Yohanes. Apa nyerimu membaik?"

"Ya. Aku terbungkus rapat dalam pakaian wol, dan minyak urapan sudah banyak menolongku."

"Kalau begitu, naiklah, dan kami akan bersamamu sebentar lagi."

... Dan ketika mereka selesai memuat bawaan, dan semua orang sudah berada dalam kereta, mereka berangkat melalui pintu yang lebar, sesudah berulang kali diyakinkan oleh tuan rumah mengenai jinaknya si kuda. Mereka melintasi sebuah alun-alun seperti yang ditunjukkan kepada mereka dan mengambil jalan dekat tembok-tembok sampai mereka keluar melalui sebuah gerbang dan mereka kemudian melanjutkan perjalanan pertama-tama sepanjang sebuah kanal yang dalam dan lalu sepanjang sungai. Ini adalah jalan yang terawat baik, terbentang ke timur laut, dengan mengikuti belokan sungai. Di sisi lain ada pegunungan, lereng-lereng gunung, anak-anak sungai dan ngarai-ngarai yang sangat hijau, dan di tempat-tempat yang paling terpapar matahari orang bisa melihat permata-permata gembung yang adalah banyak semak belukar.

"Betapa banyak pohon myrtle!" seru Sintikhe.

"Dan pohon salam!" tambah Matius.

"Dekat Antiokhia ada tempat yang disucikan bagi Apollo," kata Yohanes En-Dor. "Mungkin angin sudah menerbangkan benih-benihnya sampai jauh kemari..."

"Mungkin. Tapi seluruh area di sini penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang indah," kata Zelot.

"Karena kau pernah ke sini, menurutmu apakah kita sebaiknya lewat dekat Dafne?"

"Harus. Kau akan melihat salah satu lembah terindah di dunia. Terlepas dari kultus cabul, yang sudah merosot menjadi pesta pora kotor, itu adalah lembah surga duniawi, dan jika Iman memasukinya, itu akan menjadi surga sesungguhnya. Oh! betapa banyak kebaikan yang akan bisa kau lakukan di sini! Aku berharap kau punya hati yang sesubur tanah..." kata Zelot untuk membangkitkan pikiran yang menghibur dalam diri kedua murid itu. Yohanes menundukkan kepalanya dan Sintikhe mendesah.

Kuda berderap dengan langkah berirama dan Petrus tidak berbicara, tegang sebab dia mengendarai kereta, meski kuda berderap dengan aman tanpa membutuhkan bimbingan ataupun pacuan. Mereka melakukan perjalanan dengan sangat cepat sampai mereka berhenti di jembatan untuk makan dan membiarkan kuda beristirahat. Mentari tengah hari bersinar dan segala keelokan terindah negeri tampak oleh mata.

"Tapi… aku lebih suka ini daripada laut…" kata Petrus seraya memandang sekeliling. "Betapa badai yang dahsyat!"

"Tuhan berdoa untuk kita. Aku merasa bahwa Dia ada dekat kita saat kita sedang berdoa di geladak. Seolah-olah Dia ada di antara kita..." kata Yohanes tersenyum.

"Aku ingin tahu di mana Dia sekarang. Aku khawatir sebab Dia tidak membawa pakaian... Dan bagaimana jika Dia basah? Dan apa yang akan Dia makan? Dia cukup kuat berpuasa..."

"Kau boleh yakin bahwa Dia berbuat demikian untuk membantu kita," kata Yakobus Alfeus mantap.

"Dan untuk alasan-alasan lain juga. Saudara kami itu sangat tertekan beberapa waktu belakangan. Aku pikir Dia melakukan laku tapa terus-menerus untuk mengalahkan dunia," kata Tadeus.

"Maksudmu iblis yang ada di dunia," kata Yakobus Zebedeus.

"Itu sama saja."

"Tapi Dia tidak akan berhasil. Hatiku terbebani oleh rasa takut…" kata Andreas mendesah.

"Oh! Sekarang kami sudah jauh, segalanya akan membaik!" kata Yohanes En-Dor dengan agak getir.

"Jangan kau percaya itu! Kau dan Sintikhe sama sekali bukan apa-apa dibandingkan dengan 'kesalahan-kesalahan besar' Mesias menurut para penguasa Israel," kata Tadeus tajam.

"Apa kau yakin? Di atas semua permasalahanku, aku juga punya rasa sakit ini dalam hatiku: bahwa aku sudah mencelakai Yesus dengan datang kepada-Nya. Jika aku yakin tidak demikian, aku tidak akan begitu menderita," kata Yohanes En-Dor.

"Apa menurutmu aku tulus, Yohanes?" tanya Tadeus.

"Ya."

"Jadi, dalam nama Allah dan namaku, aku yakinkan kau bahwa kau sudah memberikan Yesus satu saja kesedihan: bahwa Dia harus mengutusmu ke sini untuk sebuah misi. Kau tidak ada hubungannya dengan semua duka-Nya di masa lalu, masa sekarang, ataupun di masa mendatang."

Senyuman pertama, sesudah hari-hari sedih yang melankolis mencerahkan pipi cekung Yohanes En-Dor, yang berkata, "Betapa kelegaan yang kau berikan kepadaku! Hari terasa lebih cerah bagiku, penyakitku tidak terlalu menyusahkan, dan hatiku lebih nyaman... Terima kasih, Yudas Alfeus, terima kasih!"

Mereka naik kereta lagi dan sesudah menyeberangi jembatan mereka menyusuri tepian sungai yang lain, dengan mengikuti jalan yang langsung menuju ke Antiokhia, melalui daerah yang sangat subur.

"Ini dia! Dafne berada di lembah puitis itu dengan kuilnya dan semak-semaknya. Dan di sana, di dataran, ada Antiokhia dan menaranya di tembok-tembok. Kita akan memasuki gerbang dekat sungai. Rumah Lazarus tidak terlalu jauh dari tembok-tembok. Rumah-rumahnya yang paling indahnya sudah dijual. Sisanya yang satu ini, dulunya adalah tempat di mana para pelayan dan rekan-rekan usaha Teofilus singgah dan beristirahat, dan di sana ada banyak kandang dan lumbung. Filipus tinggal di sana. Suatu jiwa tua yang baik, yang setia kepada Lazarus. Kau akan betah di sana. Dan kita akan pergi ke Antigonea ke rumah Eucheria [ibunda Lazarus] tinggal bersama anak-anaknya, yang waktu itu masih sangat kecil..."

"Kota ini berbenteng kokoh, bukan begitu?" tanya Petrus, yang sekarang santai, karena dia menyadari bahwa ujiannya sebagai seorang kusir sudah berhasil.

"Ya, sangat. Tembok-tembok yang sangat tinggi dan lebar, lebih dari seratus menara, yang, seperti kau lihat, terlihat seperti raksasa-raksasa yang berdiri di tembok-tembok, dengan parit-parit tak terseberangi di kaki mereka. Dan Gunung Silpius juga telah meminjamkan puncak-puncaknya guna membantu sistem pertahanan, sebagai penopang di bagian-bagian tembok yang paling lemah... Ini dia gerbangnya. Lebih baik jika kau berhenti dan pergi dengan menuntun kekang kudanya. Aku akan memandumu karena aku tahu jalannya..."

Mereka melewati gerbang yang diawasi oleh bangsa Romawi.

Rasul Yohanes berkata, "Aku ingin tahu apakah prajurit dari Gerbang Ikan ada di sini... Yesus akan senang mengetahuinya..."

"Kita akan mencarinya. Tapi, sekarang kita lanjut," perintah Petrus, yang jelas khawatir akan ide pergi ke sebuah rumah yang tak dikenal.

Yohanes taat tanpa bicara; dia hanya mengamati dengan cermat setiap prajurit yang dia lihat.

Tak berapa jauh, ada sebuah rumah sederhana tapi dibangun kokoh, yakni tembok tinggi tanpa jendela. Hanya ada satu pintu besar di bagian tengah tembok.

"Sampailah kita. Berhenti," kata Zelot.

"Oh! Simon! Berbaik-hatilah! Kau yang akan berbicara sekarang, ya?!"

"Ya, jika itu akan membuatmu senang," dan Zelot mengetuk pintu yang berat itu. Dia bertindak sebagai utusan Lazarus. Dia masuk sendirian. Dia keluar bersama seorang laki-laki tua yang berwibawa, yang berulang kali membungkuk dan memerintahkan seorang pelayan untuk membuka gerbang dan membiarkan kereta masuk. Dan dia meminta maaf karena sudah membiarkan mereka semua masuk lewat sana dan tidak melalui pintu utama.

Kereta berhenti di sebuah halaman yang luas dengan serambi-serambi, terawat dengan baik, dengan sebatang pohon berangan raksasa di masing-masing dari keempat sudutnya dan dua batang pohon di tengah yang menaungi sebuah sumur dan palung air untuk kuda.

"Uruslah kudanya," pengurus rumah memberikan perintah kepada pelayan. Dia kemudian berkata kepada para tamu, "Silakan ikut bersamaku dan semoga Tuhan diberkati sebab Dia telah mengirimkan kepadaku hamba-hamba-Nya dan sahabat-sahabat majikanku. Pelayanmu siap melayanimu, beri aku perintahmu."

Wajah Petrus merona merah karena perkataan dan bungkukan badan pengurus rumah ditujukan terutama kepadanya, dan dia tidak tahu harus berkata apa... Zelot datang menyelamatkannya.

"Murid-murid Sang Mesias Israel, yang dibicarakan Lazarus Teofilus kepadamu, dan yang mulai sekarang akan tinggal di rumahmu untuk melayani Tuhan, tidak membutuhkan apa-apa selain istirahat. Bisakah kau tunjukkan kamar mereka?"

"Oh? Selalu ada kamar-kamar yang siap untuk para peziarah, seperti di zaman nyonyaku. Mari..." Dan dengan diikuti oleh semua orang, dia menyusuri koridor masuk ke sebuah halaman kecil yang di ujungnya adalah rumah sesungguhnya. Dia membuka pintu, melewati lorong, lalu berbelok ke kanan. Ada tangga. Mereka naik ke lantai atas, di mana ada koridor lain dengan kamar-kamar di kedua sisinya.

"Ini dia. Dan semoga masa tinggalmu menyenangkan. Sekarang aku akan memesan air dan beberapa linen. Semoga Allah besertamu," kata orang tua itu dan dia pun pergi.

Mereka membuka jendela dari kamar-kamar yang mereka pilih. Tembok-tembok dan menara-menara Antiokhia berada di seberang kamar di satu sisi; halaman yang damai berhiaskan semak-semak mawar rambat, yang sekarang gundul karena musim, dapat terlihat dari kamar-kamar di sisi lain koridor.

Dan akhirnya, setelah bepergian begitu jauh, sebuah rumah, sebuah kamar, sebuah tempat tidur... adalah tempat peristirahatan bagi sebagian orang, dan tujuan akhir bagi sebagian lainnya...
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama