|
318. KEBERANGKATAN DARI TIRUS DENGAN KAPAL KRETA.
4 November 1945
Tirus terbangun di antara hembusan kencang angin mistral. Laut berkilau dengan ombak-ombak kecil biru-putih yang cemerlang, di bawah langit biru dan awan gemawan putih tipis yang berarak di atas, sementara ombak berbuih bergerak di sini di bawah. Matahari menikmati hari yang cerah sesudah cuaca buruk yang begitu suram.
"Begitu," kata Petrus, berdiri di perahu di mana dia tidur. "Saatnya pergi. Dan 'itu' (dan dia menunjuk ke laut, yang bergelora bahkan dalam pintu masuk pelabuhan) memerciki kita dengan air pentahiran... H'm! Ayo kita pergi dan menggenapi bagian kedua dari kurban... Katakan padaku, Yakobus... Tidakkah menurutmu kita membawa dua kurban untuk dikurbankan? Aku pikir begitu."
"Aku juga berpikir begitu, Simon. Dan... aku berterima kasih kepada Guru karena punya anggapan yang tinggi atas kita. Tapi... aku lebih suka tidak melihat begitu banyak kesedihan. Dan aku tidak akan pernah berpikir bahwa aku harus melihat semua ini..."
"Aku juga tidak... Tapi... Kau tahu? Aku katakan bahwa Guru tidak akan melakukan ini, andai Mahkamah Agama tidak ikut campur dalam perkara ini..."
"Sesungguhnya Dia berkata demikian... Tapi siapa yang memberitahu Mahkamah Agama? Itulah yang ingin aku ketahui..."
"Siapa? Allah Yang Kekal, buatlah aku diam dan jangan biarkan aku berpikir! Aku membuat nazar ini untuk mengenyahkan kecurigaan yang menyiksaku. Tolonglah aku, Yakobus, untuk tidak berpikir. Bicaralah tentang hal lain."
"Tentang apa? Tentang cuaca?"
"Ya, itu lebih baik."
"Masalahnya aku tidak tahu apa-apa tentang laut..."
"Aku pikir kita akan diombang-ambingkan…" kata Petrus seraya memandangi laut.
"Tidak! Hanya ombak kecil. Bukan apa-apa. Kemarin lebih buruk. Akan menyenangkan melihat laut yang lebih tenang ini dari dek atas kapal. Yohanes akan menyukainya... Itu akan membuatnya bernyanyi. Kapal yang manakah itu?"
Dia berdiri juga, melihat pada kapal-kapal di sisi yang lain yang struktur atasnya yang tinggi menjadi terlihat terutama ketika perahu terangkat oleh gerakan naik turun ombak. Mereka mengamati berbagai kapal, menebak-nebak... Pelabuhan menjadi ramai dengan orang-orang.
Petrus bertanya kepada seorang tukang perahu, atau semacam itu, yang sibuk di dermaga, "Bisakah kau memberitahuku apakah di pelabuhan sana, ada kapal... tunggu sebentar, aku baca namanya... (dan dia mengeluarkan perkamen yang diikatkan pada ikat pinggangnya), ini dia: Nicomedes Philadelphius Filipus, seorang Kreta dari Paleocaster..."
"Oh! Si navigator hebat! Siapa yang tidak kenal dia? Aku pikir dia terkenal tidak hanya dari Teluk Mutiara hingga ke pilar-pilar Hercules, tetapi juga sejauh laut-laut yang dingin, di mana mereka mengatakan bahwa malam berlangsung selama berbulan-bulan! Kau seorang pelaut, bagaimana kau tidak mengenalnya?"
"Tidak. Aku tidak mengenalnya, tetapi aku akan segera bertemu dengannya, karena aku mencarinya atas nama teman kami Lazarus anak Teofilus, mantan gubernur Siria."
"Ah! Ketika aku dulu seorang pelaut - aku sudah tua sekarang - dia di Antiokhia... Masa-masa indah... Temanmu? Dan kau mencari Nicomedes, orang Kreta? Kau tidak perlu khawatir. Lihat kapal di sana, yang paling tinggi, dengan warna-warna cerah? Itu kapalnya. Dia akan berlayar sebelum jam enam. Dia tidak takut laut!..."
"Sebenarnya tidak perlu takut. Tidak terlalu dahsyat." Tapi gelombang yang tinggi berkata sebaliknya, membasahi mereka berdua dari kepala hingga kaki.
"Kemarin terlalu tenang, hari ini terlalu dahsyat. Benar-benar gila. Aku lebih suka danau..." gerutu Petrus mengeringkan wajahnya.
"Aku sarankan kau pergi ke teluk kecil. Semua orang pergi ke sana."
"Tapi kami akan pergi. Kami akan naik kapal... kapalnya... tunggu: Nicomedes dan seterusnya!" kata Petrus yang tidak bisa mengingat nama-nama Kreta yang aneh.
"Kau tidak akan menaikkan perahumu juga ke dalam kapal?"
"Tentu saja tidak!"
"Baiklah, di teluk kecil ada tempat untuk perahu dan orang-orang untuk menjaganya sampai kau kembali. Satu koin sehari sampai kau kembali. Aku pikir kau akan kembali..."
"Tentu saja. Kami akan pergi dan kembali sesudah melihat keadaan kebun-kebun Lazarus, itu saja."
"Ah! Kau pengurus rumah tangganya?"
"Ya, dan sesuatu yang lebih dari itu..."
"Baik. Ikutlah bersamaku. Aku akan tunjukkan tempatnya kepadamu. Tempat itu benar-benar dibuat untuk mereka yang meninggalkan perahunya di sana, sepertimu..."
"Tunggu... Itu yang lain-lainnya. Kami akan bersamamu sebentar lagi." Dan Petrus melompat ke dermaga dan berlari menemui teman-temannya yang datang menghampiri.
"Apa kau tidur nyenyak, saudaraku?" tanya Andreas ramah.
"Seperti bayi dalam buaian. Dan aku dibuai tidur dengan nina bobo..."
"Aku pikir kau juga sudah mandi dengan baik," kata Tadeus tersenyum.
"Ya! Laut... begitu baik hingga ia membasuh wajahku untuk membangunkanku."
"Kelihatannya sangat dahsyat bagiku," kata Matius.
"Oh! Tapi jika kau tahu dengan siapa kita akan pergi! Dia yang terkenal bahkan juga di kalangan ikan-ikan di lautan yang sedingin es."
"Apa kau sudah bertemu dengannya?"
"Tidak, tapi aku diberitahu oleh seseorang yang mengatakan bahwa ada tempat untuk perahu, sebuah depo... Ayo, kita akan menurunkan lemari dan pergi, karena Nikodemus, bukan, Nicomedes, si orang Kreta, akan segera berlayar."
"Di kanal Siprus kita akan diombang-ambingkan dengan gaya yang bagus," kata Yohanes En-Dor.
"Ya kah?" tanya Matius cemas.
"Ya. Tapi Allah akan menolong kita."
Sekali lagi mereka berada dekat perahu mereka.
"Kami di sini, sobat. Kami akan menurunkan barang-barang bawaan ini dan lalu kami akan pergi, sebab kau sangat baik."
"Kita saling menolong..." kata si orang dari Tirus.
"Tentu saja! Kita menolong satu sama lain, kita harus menolong satu sama lain. Kita harus saling mengasihi satu sama lain, karena itulah Hukum Allah..."
"Aku dengar bahwa seorang Nabi baru telah muncul di Israel dan itulah yang Dia khotbahkan. Apa itu benar?"
"Itu benar! Itu dan masih banyak lagi! Dan mukjizat-mukjizat yang Dia kerjakan! Ayo, Andreas, hei ho! hei ho! sedikit ke kananmu. Betul, saat ombak mengangkat perahu... Itu dia, di atas!... Aku katakan, sobat: dan mukjizat yang luar biasa! Orang mati dibangkitkan, orang sakit disembuhkan, orang buta melihat, pencuri dipertobatkan dan bahkan... Lihat? Andai Dia di sini, Dia akan berkata kepada laut, 'Tenanglah' dan laut akan tenang... Bisakah kau mengatasinya, Yohanes? Tunggu, aku akan datang dan membantumu. Pegangi perahunya supaya diam dan dekat... Naik, naik... sedikit lagi... Simon, pegangi pegangannya... Awas tanganmu, Yudas! Naik, naik... Terima kasih, sobat... Hati-hati jangan sampai kamu tercebur ke dalam air, anak-anak Alfeus... Naik... Ini dia! Puji Tuhan! Kita menghadapi lebih sedikit kesulitan saat menurunkannya daripada saat menaikkannya... Tapi lenganku sakit sesudah latihan kemarin... Jadi, aku katakan tentang laut..."
"Tapi, benarkah?"
"Benarkah? Aku di sana dan melihatnya!"
"Ya kah? Oh!... Tapi di mana itu?"
"Di danau Genesaret. Masuklah ke perahu, sementara pergi ke teluk kecil, aku akan menceritakannya kepadamu..." dan dia pergi bersama laki-laki itu dan Yakobus, dengan mendayung di kanal yang menuju teluk kecil.
"Dan Petrus mengatakan bahwa dia tidak tahu bagaimana melakukannya..." kata Zelot. "Sebaliknya, dia punya bakat untuk menceritakan sesuatu dengan cara yang sederhana dan dia lebih efisien dari siapa pun lainnya."
"Yang begitu aku sukai darinya adalah kejujurannya" kata Yohanes En-Dor.
"Dan kegigihannya," tambah Matius.
"Dan kerendahan hatinya. Dia tidak menyombongkan diri menjadi 'kepala' kita! Dia bekerja lebih dari siapa pun dan lebih mengkhawatirkan kita daripada dirinya sendiri..." kata Yakobus Alfeus.
"Dan dia begitu luhur dalam perasaannya. Seorang saudara yang baik. Tidak lebih..." Sintikhe menimpali.
"Jadi semuanya sudah beres: kamu akan dianggap sebagai saudara dan saudari?" tanya Zelot kepada kedua murid itu sesudah beberapa waktu.
"Ya, lebih baik begitu. Dan itu bukanlah kebohongan, melainkan kebenaran rohani. Dia adalah kakak laki-lakiku, dari perkawinan yang berbeda, tetapi dari bapa yang sama. Bapa adalah Allah, perkawinan yang berbeda: Israel dan Yunani; dan Yohanes lebih tua, seperti yang bisa dilihat, berdasarkan usia, dan - dan orang tidak bisa melihatnya tetapi itu benar - dengan menjadi murid sebelum aku. Itu dia Simon kembali..."
"Semuanya sudah selesai. Ayo, kita pergi."
Melalui tanah genting yang sempit mereka masuk ke dalam pelabuhan yang lain dengan memanggul kedua lemari. Orang dari Tirus itu, sebab akrab dengan tempat tersebut, membawa mereka melalui lorong-lorong sempit di antara tumpukan bal barang-barang di bawah naungan yang sangat lebar, ke kapal Kreta yang kokoh, yang sedang bersiap untuk berangkat. Dia berteriak kepada orang-orang di kapal untuk menurunkan tangga-ke-geladak-kapal yang sudah mereka angkat.
"Itu tidak mungkin. Kami sudah selesai memuat," teriak kepala awak kapal.
"Dia membawa surat untuk diberikan kepadamu," kata laki-laki itu dengan menunjuk Simon Yunus.
"Surat? Dari siapa?"
"Dari Lazarus anak Teofilus, mantan gubernur Antiokhia."
"Ah! Aku akan memberitahu bos."
Simon berkata kepada Simon yang lain dan Matius, "Kamu yang akan bicara sekarang. Aku terlalu kasar untuk berbicara kepada seorang seperti dia..."
"Tidak. Kau adalah kepala dan kau yang akan berbicara karena kau melakukannya dengan sangat baik. Kami akan membantumu, jika perlu. Tapi itu tidak akan perlu."
"Di mana orang yang membawa surat itu? Biarkan dia naik," kata seorang laki-laki berkulit segelap kulit orang Mesir: dia kurus, tampan, gesit, bertampang serius, sekitar empatpuluh tahun, atau sedikit lebih tua, dan melihat ke bawah dari sisi kapal yang tinggi. Dan dia memerintahkan supaya tangga ke geladak kapal diturunkan.
Simon Yunus, yang sudah mengenakan jubah dan mantolnya sementara menunggu jawaban, naik dengan sikap berwibawa. Zelot dan Matius mengikutinya.
"Damai sertamu, sobat," sapa Petrus dengan serius.
"Salam. Mana suratnya?" tanya si Kreta.
"Ini dia."
Orang Kreta itu membuka segel, lalu membuka gulungan dan membaca.
"Para utusan dari keluarga Teofilus dipersilakan! Orang-orang Kreta tidak lupa bahwa dia seorang yang baik dan murah hati. Tapi cepatlah. Apa banyak yang harus dimuat?"
"Seperti yang kau lihat di dermaga."
"Dan kamu ada berapa orang?..."
"Sepuluh."
"Bagus. Kami akan menyiapkan tempat untuk si perempuan. Kamu akan menyesuaikan diri sebaik mungkin. Cepatlah. Kita harus berlayar sebelum angin bertiup lebih kencang dan itu akan terjadi sesudah jam enam."
Dengan siulan yang memekakkan dia memerintahkan supaya kedua lemari dimuat dan ditempatkan dengan baik. Kemudian para rasul dan kedua murid naik ke kapal. Tangga ke geladak kapal diangkat, sisi kapal ditutup, tambatan dilepaskan, layar dinaikkan. Dan kapal mulai meluncur dengan hentakan saat meninggalkan pelabuhan. Lalu layar-layar yang terkembang berkeriat-keriut saat angin menghembusnya, dan dengan gerakan naik turun kapal menyongsong laut dengan berlayar laju menuju Antiokhia...
Sekalipun angin bertiup sangat kencang, Yohanes dan Sintikhe, yang berdekatan satu sama lain, dengan berpegangan pada sebuah takal, di buritan kapal, menatap ke pantai, tanah Palestina yang menjauh, dan mereka menangis...
|
|
|