|
314. MENUJU YIFTAH-EL.
31 Oktober 1945
Pastilah hujan sepanjang malam. Tetapi saat fajar, angin kering telah menghembus awan ke arah selatan, melewati perbukitan Nazaret. Dengan begitu matahari musim dingin yang malu-malu berani mengintip keluar dan menerangi dengan sinarnya sebentuk berlian di setiap daun zaitun. Namun itu adalah gaun pesta yang akan segera ditanggalkan dari pohon zaitun, sebab angin mengebaskannya dari dedaunan, yang tampak bagai keping-keping berlian, dan akan hilang sirna di antara rerumputan yang berembun atau di jalanan yang berlumpur.
Petrus mempersiapkan kereta dan keledai dengan bantuan Yakobus dan Andreas. Yang lainnya belum muncul. Namun mereka segera keluar, satu demi satu, dari dapur, mungkin, karena mereka berkata kepada tiga orang yang berada di luar itu, "Kamu bisa pergi sekarang dan makan sesuatu." Dan mereka pun pergi dan keluar segera sesudahnya bersama Yesus.
"Aku sudah memasang penutupnya kembali karena angin," jelas Petrus. "Jika Engkau benar-benar ingin pergi ke Yiftah-El, kita akan segera melihatnya... dan itu akan sangat dingin menggigit. Aku tidak mengerti mengapa kita tidak mengambil jalan langsung ke Sicaminon dan lalu jalan di sepanjang pantai... Rutenya lebih panjang tapi tidak terlalu sulit. Apakah Engkau mendengar apa yang dikatakan gembala itu, orang yang aku desak untuk berbicara? Dia mengatakan, 'Yotopata tertutup selama bulan-bulan musim dingin. Hanya ada satu jalan untuk pergi ke sana, tetapi tidak mungkin pergi ke sana dengan kawanan domba... Kau tidak bisa membawa apa-apa di pundakmu karena ada jalan-jalan di mana kau maju lebih dengan tanganmu daripada dengan kakimu, dan domba tidak bisa berenang. Ada dua sungai, yang seringkali banjir, dan jalannya sendiri adalah arus deras yang mengalir di atas palung yang berbatu-batu. Aku pergi ke sana sesudah hari raya Pondok Daun dan di musim semi, dan aku melakukan perdagangan yang bagus, karena mereka membeli persediaan untuk berbulan-bulan.' Itulah yang dia katakan... Dan kita... dengan benda ini... (dan dia menendang roda kereta)... dan dengan keledai ini... bah!..."
"Jalan langsung dari Seforis ke Sicaminon memang lebih baik. Tapi sangat sibuk. Ingatlah bahwa kita jangan sampai meninggalkan jejak Yohanes…"
"Guru benar. Dan kita mungkin mendapati Ishak dengan beberapa murid… Bagaimanapun di Sicaminon!..." kata Zelot.
"Jadi, ayo kita pergi…"
"Aku akan memanggil keduanya…" kata Andreas.
Dan sementara dia melakukannya, Yesus berpamitan kepada seorang perempuan tua dan seorang anak laki-laki yang keluar dari kandang domba dengan ember-ember susu. Juga beberapa gembala berjanggut tiba dan Yesus berterima kasih kepada mereka atas keramah-tamahan yang diberikan kepada-Nya selama malam hujan.
Yohanes dan Sintikhe sudah berada dalam kereta, yang berangkat di sepanjang jalan, dengan dikendarai oleh Petrus. Yesus, dengan Zelot dan Matius di sisi-Nya dan diikuti oleh Andreas, Yakobus, Yohanes dan kedua putra Alfeus, mempercepat langkah untuk mencapainya.
Angin menusuk-nusuk wajah mereka dan menggembungkan mantel mereka. Penutup yang dibentangkan di atas lengkungan atap kereta patah bagai layar meskipun hujan semalam sudah membuatnya berat, "Tidak apa, akan segera kering!" erang Petrus melihatnya. "Asalkan paru-paru orang malang itu tidak mengering!... Tunggu, Simon Yunus... Inilah yang perlu kau lakukan." Dan dia menghentikan keledai, melepaskan mantelnya, naik ke kereta dan dengan hati-hati membungkus Yohanes dengan mantelnya.
"Kenapa? Aku sudah pakai..."
"Karena menarik keledai, aku sudah sepanas dalam oven roti. Dan aku terbiasa telanjang di perahu, terutama saat ada badai. Dingin memacuku dan aku lebih cepat. Ayo, pastikan kau terbungkus dengan baik. Maria memberikan begitu banyak nasihat kepadaku di Nazaret, jika kau sampai jatuh sakit, aku tidak akan punya muka bertemu dengan-Nya lagi..."
Dia turun dari kereta, mengambil tali kekang kembali dan memacu keledainya. Namun dia segera harus memanggil saudaranya dan juga Yakobus untuk menolong keledai keluar dari tempat berlumpur di mana sebuah roda sudah terperosok. Dan mereka maju, dengan mendorong kereta secara bergantian untuk membantu keledai yang sudah menjejakkan kaki-kakinya dengan kuat dalam lumpur dan menarik kereta. Hewan malang itu terengah-engah karena kelelahan dan kerakusan karena Petrus membujuknya untuk maju dengan menawarkan potongan-potongan roti dan apel, yang, walau begitu, hanya dibiarkannya dilahap saat mereka berhenti sejenak.
"Kamu curang, Simon Yunus," kata Matius berkelakar sesudah melihat kelakuan Petrus.
"Tidak. Aku membuatnya melakukan tugasnya, dan aku melakukannya dengan lembut. Jika aku tidak melakukan itu, aku akan harus menggunakan cambuk. Dan aku tidak suka itu. Aku tidak memukul perahuku ketika ia menyimpang, meskipun ia dari kayu. Mengapa aku harus mencambuk keledai, yang adalah daging? Ini adalah kapalku sekarang... di dalam air... dan memang! Jadi aku memperlakukannya seperti aku memperlakukan perahuku. Aku bukan Doras, kau tahu? Aku ingin menamainya Doras, sebelum aku membelinya. Kemudian aku mendengar namanya, dan aku menyukainya. Jadi aku tidak menggantinya..."
"Siapa namanya?" mereka bertanya penuh rasa ingin tahu.
"Tebak!" dan Petrus tertawa melalui jenggotnya.
Nama-nama paling aneh disebutkan, termasuk nama-nama orang Farisi dan Saduki yang paling garang, dll. dll. Tetapi Petrus selalu menggelengkan kepala. Mereka menyerah.
"Antonius namanya! Bukankah itu nama yang indah? Orang Romawi terkutuk itu! Tak pelak lagi bahwa orang Yunani yang menjual keledai itu kepadaku pasti punya dendam terhadap Antonius!"
Mereka semua tertawa sementara Yohanes En-Dor menjelaskan, "Dia mungkin salah seorang yang diperas uangnya sesudah kematian Kaisar. Apakah dia tua?"
"Umurnya sekitar tujuh puluh tahun... dan pasti sudah melakukan segala macam pekerjaan... Dia sekarang memiliki sebuah hotel di Tiberias..."
Mereka berada di persimpangan Seforis dengan jalan-jalan Nazaret-Ptolemais, Nazaret-Sicaminon, Nazaret-Yotopata (Aku ingin mengatakan bahwa mereka mengucapkan Y sebagai G yang sangat lembut). Di batu penunjuk jalan ada nama Ptolemais, Sicaminon, Yotopata.
"Apakah kita akan pergi ke Seforis, Guru?"
"Itu tidak berguna. Mari kita pergi ke Yiftah-El, tanpa henti. Kita akan makan sesuatu sambil berjalan. Kita harus tiba di sana sebelum malam."
Mereka melanjutkan perjalanan dan menyeberangi dua sungai kecil yang sedang banjir, dan mulai mendaki lereng-lereng perbukitan yang terbentang di selatan-utara dengan dataran curam ke utara yang membentang ke timur.
"Yiftah-El ada di sana," kata Yesus.
"Aku tidak bisa melihat apa-apa," kata Petrus.
"Di utara. Pantainya sangat curam di arah kita, begitu juga di timur dan barat."
"Jadi kita harus mengitari semua gunung itu?"
"Tidak. Ada jalan di kaki gunung tertinggi, di lembah. Ini jalan pintas, tapi jalannya sangat curam."
"Engkau pernah ke sana?"
"Tidak. Tapi Aku tahu."
Jalannya benar-benar curam! Begitu curam, hingga ketika mereka tiba di sana, mereka ketakutan. Malam seolah runtuh semuanya sekaligus, begitu gelapnya di dasar lembah, yang begitu mengerikan dan terjal hingga mengingatkanku pada Dantesque Malebolge; ini adalah jalan yang dibuat di batu karang, begitu curam hingga nyaris mendaki dalam anak-anak tangga, suatu jalan liar yang sempit, yang dilingkup di antara aliran air berarus deras dan sisi gunung yang bahkan lebih terjal yang menjadi semakin curam saat orang melanjutkan perjalanan ke utara.
Jika cahaya bertambah sedikit demi sedikit saat orang naik lebih tinggi, kelelahan juga meningkat, dan nyatanya mereka menurunkan barang-barang pribadi dari kereta dan Sintikhe juga turun agar kereta menjadi seringan mungkin. Yohanes En-Dor, yang sesudah beberapa patah kata tidak membuka mulutnya selain terbatuk-batuk, hendak turun juga. Tetapi mereka tidak mengizinkannya dan dia tetap tinggal di tempatnya, sementara yang lainnya mendorong atau menarik kereta, dan keledai bermandikan keringat di setiap tanjakan curam jalan. Namun tidak ada yang mengeluh. Sebaliknya mereka semua berpura-pura puas dengan olah raga tersebut agar tidak membuat kedua murid untuk siapa mereka melakukan semua itu merasa tidak enak sebab keduanya sudah lebih dari sekali menyatakan penyesalannya atas begitu banyak kerja keras.
Jalan berbelok di sudut kanan, lalu ada sudut lainnya, yang lebih pendek, yang berakhir di sebuah kota yang bertengger di lereng yang begitu curam hingga, seperti dikatakan Yohanes Zebedeus, kota itu seolah nyaris meluncur turun ke lembah beserta semua rumah-rumahnya.
"Sesungguhnya, ini sangat kokoh. Semuanya menyatu dengan batu."
"Jadi, seperti Ramot..." kata Sintikhe yang ingat tempat itu.
"Bahkan lebih lagi. Bebatuan di sini merupakan bagian dari rumah-rumah, bukan sekedar fondasinya. Ini mengingatkan satu lagi Gamala. Apa kau ingat?"
"Ya, dan kami ingat babi-babi itu juga..." kata Andreas.
"Dari sanalah kita berangkat ke Tarichea, Tabor dan En-Dor…" kata Simon Zelot.
"Adalah takdirku membuat kamu teringat akan kenangan yang menyakitkan dan kerja keras..." kata Yohanes En-Dor menghela napas panjang.
"Tidak pernah! Kau telah memberi kami persahabatan yang setia dan tidak ada yang lain, sahabatku," kata Yudas Alfeus spontan. Dan semua orang bergabung dengannya untuk meneguhkan pernyataannya.
"Meski begitu... aku belum dicintai... Tidak ada yang mengatakannya padaku... Tapi aku bisa merenungkannya dan menyatukan berbagai fakta, bagai dalam sebuah gambar. Kepergian ini bukannya tidak diantisipasi dan bukan suatu keputusan spontan..."
"Kenapa kau berkata begitu, Yohanes?" tanya Yesus lembut, meski Dia menderita.
"Karena itu benar. Aku tidak diinginkan. Aku yang dipilih untuk pergi jauh, bukan orang-orang lain, bahkan bukan para murid yang hebat."
"Lalu, bagaimana dengan Sintikhe?" tanya Yakobus Alfeus, bersedih karena keterus-terangan orang En-Dor itu.
"Sintikhe ikut supaya tidak menyuruhku pergi sendirian... untuk menyembunyikan kebenaran yang menyedihkan..."
"Tidak, Yohanes!..."
"Ya Guru. Lihat? Aku juga bisa mengatakan kepada-Mu nama penyiksaku. Tahukah Engkau di mana aku bisa membacanya? Hanya dengan melihat kedelapan rasul yang baik ini aku bisa membacanya! Hanya dengan mempertimbangkan ketidakhadiran dari yang lainnya aku bisa membacanya! Orang melalui siapa aku ditemukan oleh-Mu adalah juga orang yang ingin aku ditemukan oleh Beelzebul. Dan dia mengantarku ke saat ini, dan dia mengantarmu ke sini, Guru, karena Engkau menderita sebanyak yang aku derita, mungkin lebih lagi, dan dia mengantarku ke saat ini untuk membuatku jatuh kembali ke dalam keputusasaan dan kebencian. Karena dia jahat, keji, dengki. Dan banyak lagi. Yudas Keriot adalah jiwa gelap di antara para pelayan-Mu, yang semuanya seterang cahaya..."
"Jangan berkata seperti itu, Yohanes. Dia bukan satu-satunya yang absen. Mereka semua pergi untuk hari raya Pentahbisan Bait Allah, kecuali Zelot, yang tidak punya keluarga. Orang tidak bisa datang dari Keriot pada musim ini dalam beberapa waktu. Jaraknya sekitar dua ratus mil. Dan adalah benar jika dia seharusnya pergi menemui ibunya, seperti Tomas. Aku juga mengecualikan Natanael, karena dia sudah tua, dan Filipus, untuk memberikan dia sebagai pendamping Natanael..."
"Ya. Tiga lagi yang absen... Tapi, ya Yesus yang baik! Engkau tahu hati manusia, karena Engkau adalah Yang Kudus. Tapi Engkau bukan satu-satunya yang mengenal mereka! Juga orang jahat mengenal orang jahat, karena mereka mengenal satu sama lain. Aku dulu jahat, dan aku melihat diriku lagi, dengan insting terburukku, dalam diri Yudas. Tapi aku mengampuninya. Hanya untuk satu alasan saja aku mengampuninya sebab dia sudah mengirimku untuk mati begitu jauh: karena hanya melalui dia aku datang kepada-Mu. Dan semoga Allah mengampuninya untuk yang lainnya... untuk semua lainnya."
Yesus tidak menyangkal... Dia membisu. Para rasul saling memandang satu sama lain sementara mendorong kereta di jalan yang licin.
Hampir malam ketika mereka tiba di kota, sebagai yang tak dikenal di antara orang-orang yang tak dikenal. Mereka menginap di sebuah penginapan yang berada di ujung selatan kota. Letaknya di tepi sebuah jurang, yang membuat orang pusing melihat ke bawah, karena sangat curam dan dalam. Di bagian bawah: suatu suara dan tidak ada lagi yang lainnya dalam bayang-bayang kedamaian yang sudah ada di lembah, di mana sebuah aliran air menderu.
|
|
|