|
308. SIMON KEMBALI KEPADA YESUS.
21 Oktober 1945
Mereka disambut di sebuah rumah miskin di mana ada seorang nenek kecil yang dikelilingi oleh sekelompok kecil anak-anak, dari usia sepuluh hingga sekitar dua tahun. Rumah itu terletak di tengah ladang, yang agak terabaikan, banyak di antaranya adalah padang-padang rumput dengan beberapa pohon buah-buahan yang masih bertahan hidup.
"Damai sertamu, Yohana. Apakah semuanya lebih baik hari ini? Apakah mereka datang dan membantumu?"
"Ya, Guru dan Yesus. Dan mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka akan kembali untuk menabur. Ini terlambat, tetapi mereka memberitahku bahwa benihnya akan tumbuh."
"Tentu saja. Apa yang akan menjadi mukjizat tanah dan benih, akan menjadi mukjizat Allah. Jadi, suatu mukjizat yang sempurna. Ladangmu akan menjadi yang terbaik di daerah ini, dan burung-burung kecil yang ada di sekitarmu ini akan memiliki banyak gandum untuk mulut mereka. Janganlah menangis lagi. Tahun depan situasinya akan jauh lebih baik. Tetapi Aku akan tetap membantumu. Atau lebih tepatnya: seorang perempuan baik yang namanya sama dengan namamu, dan yang tidak pernah puas berbuat baik, akan membantumu. Lihat: ini untukmu, sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu hingga waktu panen."
Perempuan tua itu menyambut kantong dan tangan Yesus sekaligus dan sambil menangis mencium tangan-Nya. Dia lalu bertanya, "Katakan padaku siapa perempuan baik ini, supaya aku dapat menyebut namanya kepada Allah."
"Murid-Ku dan saudarimu. Namanya dikenal oleh-Ku dan oleh Bapa di Surga."
"Oh! Engkau!..."
"Aku ini miskin, Yohana. Aku memberikan apa yang diberikan orang kepadaku. Dari Aku sendiri Aku hanya punya mukjizat. Dan Aku minta maaf sebab Aku tidak mendengar mengenai kemalanganmu sebelumnya. Aku datang begitu Susana memberitahu-Ku. Sekarang sudah terlambat. Tapi, dengan demikian karya Allah akan bersinar lebih cemerlang."
"Terlambat! Ya, sudah terlambat! Kematian begitu cepat bergerak di sini! Dan ia merenggut mereka yang muda. Bukan aku, yang sekarang tidak berguna. Bukan mereka ini: yang belum dewasa. Tapi mereka yang cocok untuk bekerja. Terkutuklah bulan Elul, yang sarat dengan pengaruh jahat!"
"Janganlah mengutuk planet. Planet tidak ada hubungannya dengan itu... Apakah anak-anak kecil ini baik? Kemarilah. Lihat? Juga bocah laki-laki ini tidak memiliki ayah ataupun ibu. Dan dia bahkan tidak bisa tinggal bersama kakeknya. Tapi Allah tidak meninggalkannya. Dan tidak akan meninggalkannya selama dia baik. Benar begitu, Marjiam?"
Marjiam mengangguk setuju dan berbicara kepada anak-anak kecil yang berkumpul sekelilingnya; mereka lebih muda darinya, tetapi beberapa dari antara mereka sedikit lebih tinggi. Dia berkata, "Oh! Benar bahwa Allah tidak meninggalkan orang. Aku bisa bilang begitu. Kakekku berdoa untukku. Dan ayah dan ibumu pastilah berdoa untukmu di dunia selanjutnya. Dan Allah mendengarkan doa-doa itu, karena Dia Sangat Baik, dan Dia selalu mendengarkan doa orang-orang benar, entah mereka hidup atau mati. Orangtuamu yang sudah meninggal dan nenekmu yang terkasih di sini pasti sudah mendoakanmu. Apakah kamu mengasihinya?"
"Ya, ya ..." celoteh kawanan anak-anak yatim piatu terdengar antusias.
Yesus terdiam untuk mendengarkan percakapan murid kecil-Nya dengan anak-anak yatim piatu.
"Itu benar. Kita tidak boleh membuat orang tua menangis. Sesungguhnya, kita tidak boleh membuat siapa pun menangis, sebab mereka yang menyusahkan sesamanya, menyusahkan Allah. Terlebih orang tua! Guru baik kepada semua orang. Tetapi Dia lebih dari baik dan penuh kasih kepada orang-orang tua dan anak-anak. Karena anak-anak tidak berdosa dan orang-orang tua menderita. Mereka sudah begitu banyak menangis! Kita harus mengasihi mereka dua kali lipat, tiga kali lipat, sepuluh kali lipat, atas nama mereka yang tidak lagi mengasihi orang-orang tua itu. Yesus selalu mengatakan bahwa dia yang tidak menghormati seorang tua adalah orang yang jahatnya dua kali lipat, seperti dia yang berlaku jahat terhadap seorang anak. Karena orang tua dan anak-anak tidak bisa membela diri. Jadi bersikap baiklah kepada ibumu yang sudah tua."
"Terkadang aku tidak membantunya..." kata salah seorang anak yang lebih besar.
"Kenapa? Bagaimanapun kau makan roti yang dia dapatkan untukmu dengan kerjanya! Tidakkah rotimu berasa airmata saat kau menyusahkannya? Dan kau, perempuan, (perempuan itu umurnya paling tua sepuluh tahun dan dia adalah anak yang sangat kurus pucat) apakah kau membantunya?"
Semua saudara kecil menjawab serempak, "Oh! Rahel itu baik! Dia tidur sampai larut malam untuk memintal sedikit wol yang kami punya dan dia bekerja sampai demam di ladang mempersiapkannya agar bisa ditabur ketika bapa kami meregang nyawa."
"Allah akan mengganjarimu untuk itu," kata Marjiam dengan serius.
"Ia telah mengganjariku dengan melegakan nenekku dari kekhawatirannya."
Yesus ikut berbicara, "Apakah kau tidak menginginkan suatu yang lain?"
"Tidak, Tuhan."
"Tapi apa kau sudah sembuh?"
"Belum, Tuhan. Tapi itu tidak mengapa. Bahkan jika aku mati sekarang, nenekku sudah terbantu. Sebelumnya aku tidak mau mati karena aku membantunya."
"Tapi kematian itu mengerikan, Nak..."
"Seperti Allah menolongku dalam hidup, Dia akan menolongku dalam kematian dan aku akan pergi kepada ibuku... Oh! jangan menangis, Nenek! Aku mengasihimu juga, Nenek tersayang. Aku tidak akan mengatakannya lagi jika itu membuatmu menangis. Tidak, jika kau menginginkannya, aku akan minta Tuhan untuk menyembuhkanku... Jangan menangis, ibu kecilku..." dan dia memeluk perempuan tua yang bersedih itu.
"Sembuhkanlah dia, Tuhan. Engkau membuat kakekku bahagia karena aku. Buatlah perempuan tua ini bahagia sekarang."
"Rahmat didapatkan melalui kurban. Kurban apa yang akan kau lakukan untuk mendapatkannya?" tanya Yesus serius.
Marjiam berpikir... Dia mencari hal yang paling menyakitkan untuk dipersembahkan... dan lalu dia tersenyum, "Aku tidak akan makan madu lagi selama sebulan penuh."
"Itu tidak banyak! Bulan Chislev sudah lama berlalu..."
"Saat aku mengatakan sebulan, yang aku maksudkan adalah empat fase bulan. Dan coba pikirkan... selama hari-hari itu ada Pesta Cahaya dan kue madu..."
"Itu benar. Nah, Rahel akan sembuh, terima kasih kepadamu. Sekarang, ayo kita pergi. Selamat tinggal, Yohana. Aku akan kembali sebelum aku pergi. Selamat tinggal, Rahel, selamat tinggal, Toby. Jadilah baik. Selamat tinggal, kamu anak-anak kecil. Kiranya berkat-Ku turun atasmu semua, dan damai-Ku sertamu."
Mereka pergi keluar disertai berkat dari perempuan tua itu dan anak-anak. Marjiam, sesudah menjadi "rasul dan kurban" mulai melompat-lompat seperti seorang anak kecil dan berlari mendahului.
Simon berkomentar seraya tersenyum, "Khotbah pertamanya dan kurban pertamanya. Dia adalah anak yang menjanjikan, bukankah begitu menurutmu, Guru?"
"Ya. Tapi dia sudah pernah berkhotbah sebelumnya. Juga kepada Yudas anak Simon..."
"... dan Allah sepertinya membuat anak-anak berbicara kepadanya... Mungkin untuk menghindari balas dendam olehnya..."
"Bukan balas dendam... Aku rasa dia tidak akan bertindak sejauh itu. Tapi reaksi yang keras, ya... Dia yang pantas dicela, tidak mencintai kebenaran... Tapi itu harus dikatakan..." kata Yesus dengan mendesah.
Simon mengamati-Nya, lalu dia bertanya, "Guru, katakan padaku yang sebenarnya. Engkau telah mengirimnya pergi, dan Engkau memutuskan untuk mengirim semua orang pulang untuk hari raya Pentahbisan Bait Allah, guna mencegah Yudas berada di Galilea sekarang. Aku tidak akan bertanya kepada-Mu dan aku tidak ingin Engkau mengatakan kepadaku mengapa adalah lebih baik orang dari Keriot itu tidak bersama kita. Aku hanya ingin tahu apakah tebakanku benar. Kami semua berpikir begitu, Engkau tahu? Bahkan Tomas. Dia berkata kepadaku, 'Aku tidak akan bereaksi karena aku tahu bahwa ada alasan serius di balik itu.' Dan dia menambahkan, 'Guru benar dengan melakukan apa yang dilakukan-Nya. Ada terlalu banyak Nahum, Zadok, Yohanan dan Eleazar di antara teman-teman Yudas...' Tomas tidak bodoh!... Dia sangat tulus dalam kasihnya kepada-Mu..."
"Aku tahu. Dan apa yang kamu semua sangkakan itu benar. Kamu akan segera mengetahui alasannya..."
"Kami tidak meminta-Mu untuk mengatakannya kepada kami."
"Tapi Aku akan harus memintamu untuk membantu-Ku dan Aku harus mengatakannya kepadamu."
Marjiam berlari balik dan berkata, "Guru di sana, di persimpangan jalan dengan jalan utama, ada sepupu-Mu Simon; dia berkeringat seperti orang yang baru saja berlari. Dia bertanya kepadaku, 'Di mana Yesus?' Aku jawab, 'Ia di sini, di belakangku, bersama Simon Zelot.' Dia berkata kepadaku, 'Apa Dia akan lewat sini?' 'Tentu saja,' jawabku. 'Ia akan lewat sini untuk pulang ke rumah, kecuali Dia melakukan apa yang dilakukan burung: mereka terbang dari segala arah untuk pulang ke sarang mereka. Apa kau ingin menemui-Nya?' aku bertanya padanya. Dia tetap bimbang. Meski begitu aku yakin dia ingin menemui-Mu."
"Guru, dia sudah bertemu dengan istrinya... Mari kita lakukan ini. Marjiam dan aku akan membuat-Mu sendirian. Kami akan memutari belakang Nazaret. Bagaimanapun... kita tidak tergesa-gesa. Dan Engkau akan melalui jalan utama."
"Ya, terima kasih, Simon. Sampai jumpa nanti."
Mereka berpisah dan Yesus mempercepat langkah-Nya menuju jalan utama. Simon di sana, bersandar pada sebuah pohon, terengah-engah dan menyeka keringatnya. Begitu melihat Yesus, dia mengangkat tangannya... lalu menjatuhkannya kembali dan menundukkan kepalanya dengan sedih.
Ketika Yesus tiba di dekatnya, Dia menumpangkan tangan pada pundaknya seraya bertanya, "Apa yang kau inginkan, Simon? Membuat-Ku bahagia dengan perkataan kasih, seperti yang telah Aku nantikan selama berhari-hari?"
Simon semakin menundukkan kepalanya dan diam...
"Jadi, bicaralah. Apa Aku mungkin seorang asing bagimu? Tidak, kau sungguh selalu saudara-Ku Simon yang baik, dan aku adalah Yesus adikmu, Yang biasa kau gendong, dengan sudah payah, tetapi dengan cinta yang begitu besar, ketika kami kembali ke Nazaret."
Laki-laki itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan jatuh berlutut, "Oh! Yesus-ku! Akulah yang bersalah, tapi aku sudah cukup dihukum..."
"Ayo, berdirilah! Kita bersaudara. Apa yang kau inginkan?"
"Putraku! Dia..." ada sekat di tenggorokannya yang menghalanginya berbicara.
"Putramu? Kenapa dia?"
"Dia hampir mati. Dan cinta Salome juga hampir mati bersamanya... dan aku ditinggalkan dengan penyesalan ganda: aku kehilangan putra dan sekaligus istri... Tadi malam aku pikir anakku benar-benar sudah mati dan istriku kelihatan seperti hyena. Dia berteriak padaku, 'Pembunuh putramu!' Aku berdoa semoga itu tidak terjadi, dan aku bersumpah pada diriku sendiri bahwa aku akan datang kepada-Mu, jika anak itu sedikit lebih baik, juga dengan resiko diusir - sebagaimana pantas bagiku - untuk mengatakan kepada-Mu bahwa Engkau-lah satu-satunya yang bisa mencegah kemalanganku. Saat fajar, anak itu sedikit lebih baik... Aku berlari dari rumahku ke rumah-Mu, dengan memutari belakang kota, untuk menghindari kemungkinan halangan... Aku mengetuk pintu. Maria membukanya dan terperanjat. Dia bisa saja memperlakukanku dengan buruk. Tapi Dia hanya berkata, 'Ada apa denganmu, Simon yang malang?' Dan Dia membelaiku seolah-olah aku seorang anak kecil... Dan itu membuatku menangis. Dan dengan demikian, kesombongan dan keragu-raguanku lenyap. Apa yang dikatakan Yudas kepada kami tidak mungkin benar, maksudku Yudas, rasul-Mu, bukan saudaraku. Aku tidak mengatakan itu kepada Maria, tetapi aku mengatakannya pada diriku sendiri, menebah dadaku, dan mencela diriku sendiri sejak itu. Aku bertanya kepada-Nya, 'Apakah Yesus ada? Ini untuk Alfeus. Dia hampir mati...' Maria menjawab, 'Larilah! Dia sudah pergi ke Kana bersama si bocah dan seorang rasul. Dia ada di jalan menuju Kana. Tapi kau harus bergegas.Ia pergi saat fajar. Dia akan segera kembali. Aku akan berdoa supaya kau bisa bertemu dengan-Nya.' Tidak ada kata celaan, tidak satu pun, meski aku pantas menerima begitu banyak celaan!"
"Juga Aku tidak akan mencelamu. Tetapi Aku merentangkan tangan-Ku untukmu untuk..."
"Betapa malang! Untuk mengatakan kepadaku bahwa Alfeus sudah mati!..."
"Tidak. Untuk mengatakan kepadamu bahwa Aku mengasihimu."
"Jadi, ayo! Cepat!"
"Tidak. Itu tidak perlu."
"Apa Engkau tidak mau datang? Ah! Apa Engkau tidak mau memaafkanku? Atau apa Alfeus sudah mati? Tetapi meskipun begitu, Yesus, karena Engkau membangkitkan orang mati, kembalikan anakku! Oh! Yesus yang baik!... Yesus yang Kudus! Yang aku tinggalkan!... Yesus... Yesus..." Jalan yang sunyi dipenuhi dengan air mata seorang, yang dengan berlutut, meremas erat mantol Yesus, atau mencium kaki-Nya, tersiksa oleh duka, sesal dan kasih seorang bapa...
"Apa kau belum pulang sebelum datang kemari?"
"Belum. Aku lari kemari seperti orang gila... Kenapa? Apa ada masalah lain yang muncul? Apa Salome sudah kabur? Apa dia sudah gila? Dia kelihatan seperti orang gila semalam..."
"Salome sudah berbicara kepada-Ku. Dia menangis, dia percaya. Pulanglah, Simon. Putramu sudah sembuh."
"Engkau!... Engkau!... Engkau telah melakukan itu, untukku yang menyakiti-Mu dengan mempercayai ular itu? Oh! Tuhan! Aku tidak pantas mendapatkan begitu banyak! Ampuni aku! Katakan padaku apa yang Engkau ingin aku lakukan untuk menebus kesalahanku, untuk membuat-Mu tahu bahwa aku mengasihimu, untuk meyakinkan-Mu bahwa aku menderita karena bersikap angkuh, untuk mengatakan kepada-Mu bahwa aku ingin berbicara kepada-Mu, sejak Engkau ada di sini, bahkan sebelum Alfeus sakit parah!... Tapi... tapi..."
"Sudahlah. Semuanya telah berlalu. Aku sudah melupakannya. Lakukan hal yang sama pada dirimu sendiri. Dan lupakan juga perkataan Yudas Keriot. Dia masih anak-anak. Yang Aku inginkan darimu adalah ini: bahwa kau tidak akan pernah mengulangi perkataan itu kepada para murid-Ku, para rasul-Ku, dan setidaknya, kepada BundaKu. Itu saja. Sekarang pulanglah, Simon. Pergi dan tinggallah dalam damai... Jangan tunda untuk ikut ambil bagian dalam sukacita yang sudah memenuhi rumahmu. Pergilah." Dia menciumnya dan dengan lembut mendorongnya ke arah Nazaret.
"Apakah Engkau tidak ikut denganku?"
"Aku akan menunggu kau bersama Salome dan Alfeus di rumah-Ku. Pergilah. Dan ingatlah bahwa untuk sukacita sekarang yang datang padamu, berterima kasihlah kepada istrimu, yang mempercayai kebenaran."
"Apakah yang Engkau maksudkan bahwa aku..."
"Tidak. Maksud-Ku, Aku mengerti bahwa kau sudah bertobat. Dan Engkau bertobat karena dia berteriak mendakwamu... Allah benar-benar berseru melalui mulut orang-orang baik, dengan mencela dan menasihati!... Dan aku melihat iman Salome yang teguh dan rendah hati. Pergilah, kata-Ku. Jangan tunggu lebih lama untuk berterima kasih padanya."
Dan Yesus nyaris mendorongnya dengan kasar untuk membujuknya pergi. Dan ketika Simon pada akhirnya pergi, Dia memberkatinya... dan lalu Dia menggelengkan kepalanya, berbicara sendiri dalam kebisuan, dan airmata perlahan mengalir turun di pipi-Nya yang pucat... Satu kata saja yang menjadi petunjuk apa yang sedang dipikirkan-Nya: "Yudas!"...
Ia berangkat menyusuri jalan yang sama yang ditempuh oleh Zelot, di balik perbatasan desa, menuju rumah-Nya.
|
|
|