304.  PENGAJARAN YESUS UNTUK MARJIAM.           


17 Oktober 1945  

Yesus keluar dari rumah dengan menggandeng tangan si bocah. Mereka tidak pergi ke pusat Nazaret, sebaliknya mereka meninggalkan desa dengan menyusuri jalan yang sama yang dilalui Yesus saat pertama kali Dia meninggalkan rumah untuk kehidupan publik-Nya. Ketika mereka tiba di hutan kecil zaitun pertama, mereka meninggalkan jalan utama dan mengikuti jalan-jalan setapak di antara pepohonan untuk mencari sinar matahari yang hangat sesudah hari-hari badai.

Yesus mendorong Marjiam untuk berlari-lari dan melompat, tapi si bocah menjawab, "Aku lebih suka tinggal bersama-Mu. Aku sudah besar sekarang, dan aku seorang murid."

Yesus tersenyum pada... pernyataan yang mantap tentang usia dan martabat. Benar bahwa seorang dewasa kecil yang berjalan di samping-Nya. Tidak ada seorang pun yang akan mengatakan bahwa dia lebih dari sepuluh tahun. Tetapi tidak seorang pun bisa menyangkal bahwa dia adalah seorang murid, dan setidaknya Yesus, Yang hanya berkata, "Tetapi kamu akan bosan diam saja sementara Aku berdoa. Aku membawamu ke sini supaya kamu bisa bersenang-senang."

"Aku tidak bisa bersenang-senang belakangan ini... Tapi adalah suatu kelegaan besar bagiku untuk berada di samping-Mu... Aku telah begitu sangat merindukan-Mu akhir-akhir ini... karena... karena..." Si bocah mengatupkan bibirnya yang gemetar dan tidak berbicara lagi.

Yesus menumpangkan tangan-Nya ke atas kepalanya seraya berkata, "Dia yang percaya pada sabda-Ku tidak boleh sesedih mereka yang tidak percaya. Aku selalu mengatakan kebenaran. Juga ketika Aku meyakinkanmu bahwa tidak ada perpisahan antara jiwa-jiwa orang benar yang ada di pangkuan Abraham dengan jiwa-jiwa orang benar yang ada di bumi. Aku Kebangkitan dan Hidup, Marjiam. Dan Aku telah membawa Hidup bahkan sebelum Aku menunaikan misi-Ku. Kau telah selalu mengatakan kepada-Ku bahwa orangtuamu merindukan kedatangan Mesias dan mereka memohon kepada Allah untuk hidup cukup lama untuk bisa melihat-Nya. Jadi mereka percaya kepada-Ku. Mereka meninggal dalam iman itu. Oleh karenanya, mereka sudah diselamatkan olehnya, dan sudah bangkit kembali dan sekarang hidup melaluinya. Karena iman-Ku memberi hidup dengan memberikan haus akan kebenaran. Renungkanlah berapa banyak kali mereka tentunya sudah melawan pencobaan agar layak bertemu dengan Sang Juruselamat..."

"Tapi mereka meninggal tanpa melihat-Mu, Tuhan... Dan mereka meninggal dangan cara seperti itu... Aku melihat mereka, Kau tahu, ketika mereka menggali dan mengeluarkan semua orang yang mati di desa dari dalam bumi... Ibuku, ayahku... adik-adikku… Apa peduliku jika mereka mengatakan kepadaku untuk menghiburku, "Keluargamu tidak seperti ini. Mereka tidak menderita"? Oh! Mereka tidak menderita! Jadi, apakah bulu dan bukan batu yang menimpa mereka? Dan apakah udara dan bukan tanah serta air yang mencekik mereka? Dan apakah mereka tidak menderita memikirkanku, ketika mereka merasa sedang sekarat?..." Si bocah terguncang oleh kesedihan. Dia menggerak-gerakkan tangan penuh semangat dengan berdiri di depan Yesus, dan nyaris agresif...

Tetapi Yesus memahami kesedihannya dan kebutuhannya untuk mengungkapkan kesedihan itu, dan Dia membiarkannya berbicara. Yesus bukanlah satu dari mereka yang mengatakan, "Diamlah. Kau membuat ribut," kepada mereka yang meracau dalam kesedihannya.

Si bocah melanjutkan, "Dan sesudahnya? Apa yang terjadi sesudahnya? Engkau tahu apa yang terjadi! Jika Engkau tidak datang, Aku pasti akan menjadi binatang liar atau aku pasti akan mati di hutan seperti ular. Dan Aku tidak akan pergi menggabungkan diri dengan ibu, ayah dan saudara-saudaraku, karena Aku membenci Doras dan... dan aku tidak lagi mengasihi Allah seperti sebelumnya, semasa ada ibuku yang mengasihiku dan membuatku mengasihi sesamaku. Aku hampir-hampir membenci burung, karena burung-burung itu memenuhi ladang, punya bulu yang hangat dan membangun sarang mereka, sementara aku kelaparan, pakaianku compang-camping dan aku tidak punya tempat tinggal... Dan aku, yang tadinya mencintai burung, akan menghalau mereka, karena Aku dikuasai amarah dengan membandingkan diriku sendiri dengan mereka, dan lalu aku akan menangis sebab menyadari bahwa aku begitu jahat dan pantas masuk neraka..."

" Ah! Jadi, engkau bertobat karena menjadi jahat?"

"Ya, Tuhan-ku. Tapi bagaimanakah aku bisa menjadi baik? Bapa tuaku baik. Tapi dia biasa mengatakan, "Semuanya akan segera berakhir. Aku sudah tua... Tapi aku belum tua! Berapa tahun lagi aku harus menunggu sebelum aku bisa bekerja dan makan seperti layaknya manusia dan tidak seperti anjing liar? Aku pasti sudah menjadi pencuri, andai Engkau tidak datang."

"Tidak akan, karena ibumu berdoa untukmu. Kau bisa lihat bahwa Aku datang dan membawamu. Itu adalah bukti bahwa Allah mengasihimu dan bahwa ibumu mengawasimu."

Si bocah terdiam dan merenung. Dia tampak seperti sedang mencari pencerahan dari tanah tempat dia menjejakkan kaki, berjalan di samping Yesus di atas rerumputan pendek yang kering oleh angin utara hari-hari sebelumnya. Dia mendongak dan bertanya, "Tapi bukankah akan menjadi bukti yang terlebih indah jika Dia tidak membiarkan ibuku mati?"

Yesus tersenyum atas logika manusiawi dari pikirannya yang belia. Dan Dia dengan lembut namun sungguh-sungguh menjelaskan, "Sekarang, Marjiam, Aku akan membuatmu memahami situasinya melalui suatu perumpamaan. Kau katakan kepada-Ku bahwa kau suka burung-burung kecil,  ya kan? Sekarang dengarkan. Apakah burung-burung kecil diciptakan untuk terbang atau dikurung dalam sangkar?"

"Untuk terbang."

"Bagus. Dan apa yang dilakukan induk burung untuk memelihara mereka?"

"Memberi mereka makan."

"Ya. Tapi dengan apa?"

"Dengan biji-bijian, lalat, ulat, atau remah-remah roti, atau potongan buah yang mereka temukan beterbangan."

"Bagus sekali. Sekarang dengarkan. Jika pada suatu musim semi kau menemukan sebuah sarang di tanah, dengan burung-burung kecil di dalamnya dan induk mereka bersamanya, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan mengambilnya."

"Semuanya? Seperti adanya? Termasuk induknya?"

"Semuanya. Karena terlalu menyedihkan menjadi anak-anak kecil tanpa ibu."

"Tapi dalam Kitab Ulangan ada tertulis bahwa orang hanya boleh mengambil anak-anaknya saja, dan membiarkan ibunya bebas, karena adalah misinya untuk berkembang biak."

"Tapi, jika ia adalah ibu yang baik, ia tidak akan pergi. Dia akan terbang kepada anak-anaknya. Itulah yang akan dilakukan ibuku. Dia pun tidak akan memberikanku kepada-Mu selamanya, karena aku masih anak-anak. Dia pun juga tidak bisa ikut bersamaku sebab saudara-saudaraku lebih muda dariku. Jadi dia tidak akan membiarkanku pergi."

"Sangat baik. Tapi dengarkan: menurutmu, apakah kau akan lebih mencintai ibu burung dan anak-anak burung-burung kecil itu jika kau membiarkan sangkarnya tetap terbuka sehingga ia bisa datang dan pergi dengan makanan yang sesuai, atau jika kau memenjarakannya juga dalam penjara?"

"Eh!... Aku akan lebih mencintainya dengan membiarkannya datang dan pergi sampai anak-anak burung kecil sudah tumbuh besar... dan cintaku akan lengkap jika aku memelihara mereka dan sesudah mereka besar, aku membiarkan ibunya bebas, karena burung-burung diciptakan untuk terbang... Sungguh... untuk menjadi benar-benar baik... sesudah anak-anak burung kecil itu dewasa aku harus membiarkan mereka bebas juga, dan membiarkan mereka terbang pergi... Itu akan menjadi cinta terbaik yang bisa aku miliki untuk mereka... Dan yang paling benar... Tentu saja! Yang paling benar karena aku tidak akan melakukan apa pun selain membiarkan apa yang Allah kehendaki bagi burung-burung itu digenapi..."

"Kamu sangat pintar, Marjiam! Kau telah berbicara sebagai seorang yang bijak. Kau akan menjadi seorang guru yang hebat bagi Tuhan-mu, dan mereka yang mendengarkanmu akan percaya kepadamu, sebab kau berbicara kepada mereka sebagai seorang bijak!"

"Benarkah, Yesus?" Wajah mungilnya, yang tadinya galau dan sedih, lalu tenggelam dalam pemikiran, larut dalam upaya menilai apa yang terbaik, menjadi tenang dan berbinar karena sukacita menerima pujian.

"Ya, sungguh. Sekarang lihat! Kau telah menilai demikian, karena kau seorang anak yang pintar. Sekarang pikirkanlah bagaimana Allah akan menilai, karena Dia adalah Kesempurnaan itu sendiri, sehubungan dengan jiwa-jiwa dan apa yang terbaik bagi mereka. Jiwa itu seperti burung, terkurung dalam sangkar tubuh. Bumi adalah tempat ke mana mereka dibawa dalam sangkarnya. Tapi mereka merindukan kebebasan Surga; merindukan Matahari yang adalah Allah; merindukan Makanan yang sesuai bagi mereka, yang adalah kontemplasi akan Allah. Tidak ada kasih manusiawi, bahkan kasih suci seorang ibu untuk anak-anaknya atau kasih anak-anak untuk ibunya, yang begitu kuat hingga bisa mencekik kerinduan begitu rupa dari jiwa-jiwa untuk bersatu kembali dengan Asal mereka, yang adalah Allah. Begitu pula Allah, karena kasih-Nya yang sempurna bagi kita, tidak menemukan alasan yang begitu kuat yang bisa melebihi kerinduan-Nya untuk bersatu kembali dengan jiwa yang merindukan-Nya. Lalu apa yang terjadi? Terkadang Dia sangat mengasihi jiwa hingga Dia berkata kepadanya, "Ayo! Aku akan membebaskanmu." Dan Dia berkata demikian bahkan meski ada anak-anak di sekeliling seorang ibu. Allah melihat segalanya. Dia tahu segalanya. Apa yang Dia lakukan, Dia melakukannya dengan baik. Ketika Dia membebaskan suatu jiwa - inteligensi manusia yang terbatas mungkin tidak berpikir demikian, tetapi adalah benar bahwa - ketika Dia membebaskan suatu jiwa, Dia selalu melakukannya demi kesejahteraan yang terlebih baik bagi jiwa itu sendiri dan kerabatnya. Seperti yang telah Aku katakan kepadamu, Dia kemudian menambahkan kepada pelayanan malaikat pelindung, pelayanan jiwa yang telah Dia panggil kepada Diri-Nya, dan yang mengasihi kerabatnya dengan kasih yang bebas dari beban manusiawi, karena jiwa mengasihi mereka dalam Allah. Ketika Dia membebaskan suatu jiwa, Dia mengikatkan Diri-Nya untuk mengambil alih pemeliharaan dari mereka yang masih bertahan hidup. Bukankah Dia melakukan itu padamu? Bukankah Dia telah menjadikanmu, anak kecil Israel, murid-Ku, calon imam-Ku mendatang?"

"Ya, Tuhan-ku. Itu benar."

"Sekarang pikirkanlah ini. Ibumu akan dibebaskan oleh-Ku dan tidak akan membutuhkan doa-doa intensimu. Tetapi andai dia meninggal sesudah Penebusan dan membutuhkan doa intensi, kau bisa berdoa untuknya sebagai seorang imam. Pikirkanlah: yang bisa kau lakukan hanyalah membelanjakan sejumlah uang untuk memberikan persembahan kepada seorang imam di Bait Allah supaya dia, atas nama ibumu, memberikan persembahan kurban, seperti anak domba atau merpati atau buah-buahan hasil bumi. Itu andai kau tetap tinggal sebagai petani kecil Yabes dekat ibumu. Sebaliknya, kau, Marjiam, imam Kristus, bisa mempersembahkan secara langsung untuk ibumu Kurban sejati dari Kurban yang sempurna, yang dalam nama-Nya semua beroleh pengampunan!"

"Dan apakah aku tidak akan lagi bisa melakukannya?"

"Bukan untuk ayah, ibu, dan adik-adikmu. Tetapi kau akan bisa melakukannya untuk para teman dan murid. Bukankah itu indah?"

"Ya, Tuhan."

"Baik, kalau begitu, ayo kita pulang dan cerialah kembali."

"Ya... Tapi aku membuat-Mu tidak berdoa!... Maafkan aku..."

"Tapi kita sungguh berdoa! Kita merenungkan kebenaran, kita mengontemplasikan Allah dalam kemurahan-Nya... Semua itu adalah doa. Dan kau melakukannya seperti seorang dewasa sejati. Sekarang, ayo. Mari kita menyanyikan mazmur pujian karena sukacita yang ada dalam diri kita." Dan Dia mulai menyanyi, "Hatiku dikobarkan oleh permenungan mulia..."

Marjiam menggabungkan suara merdunya dengan suara emas Yesus.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama