297. YATIM PIATU KECIL MARIA DAN MATIAS.            


8 Oktober 1945  

Aku melihat Danau Merom lagi, di suatu hari yang basah dan membosankan... Lumpur dan mendung. Sunyi dan berkabut. Cakrawala menghilang di balik kabut. Barisan pegunungan Hermon terkubur di bawah selimut awan gemawan yang rendah. Namun dari tempat aku berada - suatu dataran tinggi yang luas dekat danau kecil, yang berwarna abu-abu dan kekuningan karena lumpur dari ribuan sungai kecil yang masuk ke dalamnya dan karena langit mendung bulan November - orang bisa mendapatkan pemandangan indah dari danau kecil ini yang mendapatkan airnya dari Yordan Tinggi, dan yang mengalir keluar darinya masuk ke dalam Danau Genesaret yang lebih besar.

Hari semakin gelap dan senja menjadi semakin suram dan basah sementara Yesus melangkahkan kaki sepanjang jalan yang melintasi Sungai Yordan sesudah Danau Merom, dan Dia kemudian mengambil jalan setapak menuju sebuah rumah...

(Yesus berkata: "Kamu akan menempatkan di sini penglihatan mengenai yatim piatu kecil Matias dan Maria, yang kamu lihat pada tanggal 20 Agustus 1944.")




20 Agustus 1944  

Suatu penglihatan manis lainnya tentang Yesus dan dua orang anak. Aku mengatakan demikian sebab aku melihat Yesus, sementara melewati suatu jalan setapak di antara ladang-ladang yang tentunya baru saja ditabur, karena tanahnya masih lunak dan gelap kelihatan seperti sesudah ditaburi benih, berhenti untuk membelai dua orang anak: seorang anak laki-laki tidak lebih dari empat tahun dan seorang anak perempuan sekitar delapan atau sembilan tahun. Mereka pastilah anak-anak yang sangat miskin karena mereka mengenakan pakaian yang lusuh dan juga compang-camping dan wajah mereka tirus dan sedih.

Yesus tidak menanyakan apa pun. Dia hanya memandangi mereka sementara Dia membelainya. Dia lalu bergegas menuju sebuah rumah di ujung jalan setapak. Rumah itu adalah rumah pedesaan, dibangun dengan baik, dengan tangga luar yang menghantar orang dari bawah naik ke sebuah teras di mana terdapat sebuah pergola tanaman anggur, yang sekarang tanpa buah anggur maupun dedaunan. Hanya sehelai daun kuning yang aneh tergantung dan berayun-ayun diterpa angin lembap di suatu hari musim gugur yang kurang menyenangkan. Beberapa burung merpati berdekut di tembok pembatas rumah menantikan hujan yang dijanjikan oleh langit yang mendung.

Yesus, dengan diikuti oleh para rasul-Nya, mendorong pintu gerbang pedesaan kecil dari tembok rendah yang mengelilingi rumah, dan memasuki halaman, yang lebih baik kita sebut lantai pengirikan, di mana ada sebuah sumur dan sebuah oven batu di sudut. Aku kira itulah yang serupa lemari kecil itu, yang dindingnya hitam dengan asap, yang keluar bahkan sekarang ini dan tertiup ke tanah oleh angin.

Mendengar suara langkah-langkah kaki, seorang perempuan melongok dari lemari itu dan ketika dia melihat Yesus, dia menyapa-Nya dengan sukacita dan berlari untuk memberitahu orang-orang dalam rumah.

Seorang laki-laki berumur yang gempal datang ke pintu rumah dan bergegas menghampiri Yesus. "Suatu kehormatan besar, Guru, bisa bertemu dengan-Mu!" dia berseru menyapa-Nya.

Yesus menyalaminya, "Damai sertamu," dan menambahkan, "Hari sudah mulai gelap dan hujan akan segera turun. Aku mohon kepadamu untuk memberikan tempat berteduh dan sepotong roti untuk-Ku dan murid-murid-Ku."

"Masuklah, Guru. Rumahku adalah rumah-Mu. Pelayan baru saja hendak mengeluarkan roti dari oven. Aku senang bisa menawarkannya kepada-Mu dengan keju dari domba-dombaku dan buah-buahan dari kebunku. Masuklah, sebab anginnya dingin dan lembab..." dan dia dengan ramah memegangi pintu agar terbuka dan membungkuk ketika Yesus lewat. Namun sekonyong-konyong nada bicaranya berubah sementara berkata-kata kepada seseorang yang dilihatnya, dan dia berkata dengan berang, "Kau masih di sini? Pergi. Tidak ada apa-apa untukmu. Pergi. Apa kau mengerti? Tidak ada tempat di sini untuk gelandangan..." Dan dia bergumam, "dan... dan mungkin pencuri sepertimu."

Suara tangis lirih menjawab, "Kasihanilah, Tuan. Setidaknya sepotong roti untuk adik kecilku. Kami lapar..."

Yesus, Yang telah masuk ke dalam dapur yang besar, yang nyaman sebab ada perapian besar yang juga berfungsi sebagai penerangan, datang ke ambang pintu. Wajah-Nya telah berubah. Dengan ekspresi serius dan sedih Dia bertanya, bukan kepada si tuan rumah, tetapi secara umum. Dia tampak seolah bertanya kepada halaman yang sunyi, pohon ara yang meranggas, sumur yang gelap, "Siapa yang lapar?"

"Aku, Tuan. Aku dan saudaraku. Hanya sepotong roti saja, dan kami akan pergi."

Yesus sekarang berada di luar, di mana hari semakin gelap karena senja telah tiba dan hujan yang akan segera turun. "Kemarilah," kata-Nya.

"Aku takut, Tuan!"

"Aku berkata, kemarilah. Jangan takut pada-Ku."

Gadis kecil yang malang itu muncul dari balik sudut rumah. Adik laki-lakinya memegangi pakaian lusuhnya. Mereka menatap dengan malu-malu pada Yesus dan dengan ketakutan di mata mereka pada si tuan tanah, yang melemparkan tatapan jahat pada mereka dan berkata, "Mereka gelandangan, Guru. Dan pencuri. Baru beberapa saat yang lalu aku mendapatinya mengais-ngais dekat penggilingan minyak. Dia pasti ingin pergi dan mencuri sesuatu. Entah dari mana mereka datang. Mereka bukan penduduk sini."

Yesus tidak terlalu atau sama sekali tidak memedulikannya. Dia menatap pada wajah kurus gadis kecil itu dengan dua kuncir yang dikepang acak-acakan di samping telinganya, dan diikat di ujung-ujungnya dengan tali kumal. Wajah Yesus melembut sementara Dia menatap pada anak-anak malang itu. Dia sedih, tapi Dia tersenyum untuk membesarkan hati anak itu. "Apa benar bahwa kau ingin mencuri? Katakan yang sebenarnya pada-Ku."

"Tidak, Tuan. Aku minta sedikit roti, karena aku lapar. Mereka sama sekali tidak memberiku. Aku melihat kerak roti yang berminyak di sana, di tanah, dekat penggilingan minyak dan aku pergi ke sana untuk memungutnya. Aku lapar, Tuan. Aku hanya diberi sepotong roti kemarin dan aku menyimpannya untuk Matias... Mengapa mereka tidak memasukkan kami ke dalam kubur bersama ibu kami?" Gadis kecil itu menangis pilu dan adik laki-lakinya ikut menangis.

"Jangan menangis." Yesus menghibur dengan membelainya dan menariknya dekat pada-Nya. "Katakan pada-Ku: dari mana kau?"

"Dari dataran Esdraelon."

"Dan kau sudah datang dari sebegitu jauh?"

"Ya, Tuan."

"Apa ibumu sudah lama meninggal? Apa kamu tidak punya ayah?"

"Ayahku meninggal karena sengatan matahari pada waktu panen dan ibuku meninggal bulan lalu... dan bayi yang dilahirkannya meninggal bersamanya..." Dia semakin tenggelam dalam tangis.

"Apa kamu tidak punya sanak saudara?"

"Kami datang dari jauh! Kami tidak miskin... Kemudian ayahku harus bekerja sebagai pelayan. Tapi dia sekarang sudah meninggal dan ibu bersamanya."

"Siapa tuannya?"

"Ismael, orang Farisi."

"Ismael, orang Farisi! (Adalah tidak mungkin menggambarkan bagaimana Yesus mengulangi nama itu). Apa kau pergi atas kemauanmu sendiri, atau apa dia mengusirmu?"

"Dia mengusirku, Tuan. Dia katakan: 'Jalanan adalah tempat untuk anjing-anjing yang kelaparan.'"

"Dan kau, Yakub, mengapa kau tidak memberikan sedikit roti kepada anak-anak ini? Sedikit roti, sedikit susu dan sedikit jerami di atas mana mereka bisa mengistirahatkan tubuh mereka yang letih?..."

"Tapi… Guru… Aku hanya punya cukup roti untuk diriku sendiri… dan hanya ada sedikit susu di rumah… Mereka seperti binatang yang tersesat. Jika Engkau memperlakukan mereka dengan baik, mereka tidak mau pergi lagi..."

"Dan kau tidak punya tempat dan makanan untuk dua anak malang ini? Bisakah kau mengatakannya dengan jujur? Panenan yang melimpah, anggur yang banyak, minyak yang meruah dan buah-buahan yang membuat perkebunanmu termashyur tahun ini, mengapa semua itu datang kepadamu? Apa kau ingat? Tahun sebelumnya hujan es menghancurkan panenanmu dan kau cemas akan hidupmu di masa mendatang… Aku datang dan Aku meminta sedikit roti. Kau pernah mendengar-Ku berbicara dan kau tetap setia kepada-Ku... dan dalam kesusahanmu kau buka hatimu dan rumahmu untuk-Ku dan kau memberi-Ku roti dan tempat berteduh. Dan apakah yang Aku katakan kepadamu saat Aku pergi keesokan paginya? 'Yakub, kau sudah mengerti Kebenaran. Selalu berbelas kasihanlah dan kau akan menerima belas kasihan. Karena roti yang kau berikan kepada Putra Manusia, maka ladang-ladang ini akan memberimu panenan yang melimpah dan pohon zaitunmu akan sarat dengan zaitun laksana butiran pasir di pantai, dan cabang-cabang pohon apelmu akan merunduk sampai ke tanah.' Kau menerima semua itu, dan tahun ini kau adalah orang terkaya di daerah ini. Dan kau menolak memberikan sepotong roti kepada dua orang anak!..."

"Tapi, Engkau adalah Rabbi..."

"Dan karena Aku adalah Rabbi, aku bisa saja mengubah batu menjadi roti. Mereka tidak bisa. Sekarang Aku katakan kepadamu: kau akan melihat suatu mukjizat baru dan Engkau akan sangat menyesalinya... Tetapi, tebahlah dadamu dan lalu katakan: 'Aku pantas mendapatkannya.'"

Yesus berbalik kepada anak-anak,"Jangan menangis. Pergi ke pohon itu dan petiklah buahnya."

"Tapi pohon itu gundul, Tuan," sanggah gadis kecil itu.

"Pergilah."

Gadis itu pergi dan kembali dengan gaunnya terangkat dan penuh dengan apel-apel merah yang elok.

"Makanlah itu dan ikutlah dengan-Ku," dan kepada para rasul, "Mari kita pergi dan bawa dua anak kecil ini kepada Yohana Khuza. Dia ingat kebaikan-kebaikan yang dia terima dan karena kasih dia berbelas kasihan kepada mereka yang berbelas kasihan kepadanya. Ayo kita pergi."

Laki-laki yang terpana dan merasa malu itu berusaha untuk dimaafkan. "Ini malam, Guru. Mungkin akan hujan sementara Engkau dalam perjalanan. Kembali masuklah ke dalam rumahku. Ada pelayan yang akan mengeluarkan roti dari oven... Aku akan memberi-Mu sebagian juga untuk mereka."

"Itu tidak perlu. Kau akan memberikannya karena takut akan hukuman yang Aku janjikan padamu, bukan karena kasih."

"Jadi bukan ini mukjizatnya?" (dan dia menunjuk pada buah-buah apel yang dipetik dari pohon yang gundul dan yang dimakan dengan rakus oleh kedua anak yang kelaparan itu).

"Bukan." Yesus sangat serius.

"Oh! Tuhan, kasihanilah aku! Aku mengerti. Engkau ingin menghukumku lewat panenan! Kasihanilah, Tuhan!"

"Tidak semua orang yang menyebut-Ku 'Tuhan' akan mendapatkan-Ku, sebab kasih dan hormat tidak dibuktikan dengan perkataan, tetapi dengan perbuatan. Kau akan menerima belas kasihan yang dulu kau miliki."

"Aku mengasihi-Mu, Tuhan-ku."

"Itu tidak benar. Dia yang mengasihi Aku adalah dia yang mengasihi sesamanya. Itulah apa yang Aku ajarkan. Kau hanya mengasihi dirimu sendiri. Saat kau mengasihi Aku seperti yang Aku ajarkan, Tuhan akan datang kembali. Aku sekarang pergi. Kediaman-Ku adalah melakukan yang baik, menghibur yang menderita, menghapus airmata anak-anak yatim piatu. Seperti induk ayam merentangkan sayap-sayapnya di atas anak-anak ayam yang tidak berdaya, demikianlah Aku merentangkan kuasa-Ku atas mereka yang menderita dan tersiksa. Ayo, anak-anak. Kamu akan segera punya rumah dan roti. Selamat tinggal, Yakub."

Dan tidak puas dengan sekedar pergi, Dia memerintahkan para rasul untuk menggendong gadis yang letih itu. Andreas menggendongnya dan membungkusnya dalam mantolnya, sementara Yesus membawa si anak laki-laki kecil, dan demikianlah mereka menyusuri jalanan yang sekarang gelap, dengan beban mereka yang malang yang tidak lagi menangis.

Petrus berkata, "Guru! Anak-anak ini sungguh sangat beruntung bahwa Engkau datang. Tapi untuk Yakub!... Apakah yang akan Engkau lakukan, Guru?"

"Keadilan. Dia tidak akan kelaparan, karena lumbung-lumbungnya punya cukup persediaan untuk jangka waktu yang lama. Tetapi dia akan menderita kekurangan, karena benih yang ditaburnya tidak akan menghasilkan gandum dan pepohonan zaitun dan pepohonan apelnya akan diselimuti dedaunan saja. Anak-anak yang tak berdosa ini sudah menerima roti dan naungan dari Bapa, bukan dari-Ku. Karena BapaKu adalah Bapa anak-anak yatim piatu juga. Dan Dia memberikan sarang dan makanan pada burung-burung di hutan. Anak-anak ini dan bersama mereka semua yang malang, orang-orang malang yang adalah 'anak-anak-Nya yang tak berdosa dan penuh kasih' bisa mengatakan bahwa Tuhan menempatkan makanan di tangan mereka yang kecil dan memimpin mereka dengan kasih kebapakan ke rumah yang memberi tumpangan."

Penglihatan berakhir demikian dan aku ditinggalkan dalam damai yang luar biasa.




Yesus berkata:

"Ini hanya untukmu, hai jiwa yang menangis melihat salib masa lalu dan awan masa mendatang. Bapa akan selalu punya roti untuk ditempatkan di tanganmu dan sarang untuk menaungi merpati-Nya yang menangis.

Pelajaran bahwa Aku adalah 'Tuhan Yang Adil' berlaku bagi semua orang. Dan Aku tidak tertipu atau tersanjung oleh penghormatan palsu. Dia yang menutup hatinya untuk saudaranya, menutup hatinya untuk Tuhan dan Tuhan untuknya.

Manusia, inilah perintah pertama: Kasih dan kasih. Dia yang tidak mengasihi berdusta dalam pengakuannya sebagai seorang Kristen. Tidak ada gunanya sering merayakan sakramen dan ritus, tidak ada gunanya berdoa jika orang tidak punya amal kasih. Itu semua menjadi rumusan belaka dan bahkan sakrilegi. Bagaimana kamu bisa datang ke Roti abadi dan memuaskan rasa laparmu dengannya, ketika kamu sudah menolak memberikan sepotong roti kepada orang yang kelaparan? Apa rotimu lebih berharga dari Roti-Ku? Apa rotimu lebih suci? Hai orang-orang munafik! Aku tidak membatasi diri dalam memberikan Diri-Ku bagi kemalanganmu, dan kamu, yang adalah kemalangan itu sendiri, tidak berbelas kasihan atas kemalangan-kemalangan yang, di mata Allah, tidak sebegitu mengerikan seperti kemalanganmu. Karena kemalangan-kemalangan itu adalah nasib buruk, sementara kemalanganmu adalah dosa. Terlalu sering kamu berkata kepada-Ku, 'Tuhan, Tuhan,' untuk membuat-Ku mendengarkan kepentinganmu. Namun kamu tidak mengatakannya untuk sesamamu. Kamu tidak melakukan apa pun untuk sesamamu dalam nama Tuhan. Lihat: apa yang sudah diberikan oleh agama palsumu dan kurangnya amal kasihmu, baik sehubungan dengan komunitasmu maupun individu-individunya? Ditinggalkan oleh Tuhan. Dan Tuhan akan datang kembali saat kamu belajar untuk mengasihi seperti yang Aku ajarkan.

Namun Aku berkata kepadamu, kawanan kecil orang baik yang menderita: 'Kamu tidak pernah menjadi yatim piatu. Kamu tidak pernah terlantar. Perlu tidak adanya Tuhan, sebelum anak-anak-Nya bisa tanpa Penyelenggaraan. Rentangkan tanganmu: Bapa akan memberimu segalanya, sebagai seorang 'bapa', yaitu, dengan kasih yang tidak mempermalukan. Hapuslah airmatamu. Aku akan membawamu dan memimpinmu karena Aku berbelas kasihan atas kelembamanmu.' Manusia adalah yang paling dikasihi dalam ciptaan. Bisakah kamu ragu bahwa Bapa mungkin lebih berbelas kasihan kepada burung-burung daripada orang-orang yang setia, sebab Dia bersikap lunak terhadap orang-orang berdosa dan memberi mereka waktu dan kesempatan untuk datang kepada-Nya? Oh! andai dunia mengerti siapa itu Tuhan!

Pergilah dalam damai, Maria. Kau Aku kasihi seperti kedua anak yatim piatu yang kau lihat, dan kau bahkan lebih tersayang. Pergilah dalam damai. Aku sertamu."




21 Agustus 1944  

Maria berkata:

"Maria, Bunda yang berbicara. YesusKu telah berbicara tentang masa pertumbuhan awal roh, persyaratan esensial untuk mendapatkan Kerajaan. Kemarin Dia menunjukkan kepadamu satu peristiwa dari kehidupan-Nya sebagai seorang Guru. Kau melihat anak-anak. Anak-anak yang malang. Tidak ada lagikah yang harus dikatakan? Ya, ada, dan Aku mengatakannya kepadamu, sebab Aku ingin membuatmu semakin tersayang bagi Yesus. Adalah nuansa dalam lukisan yang berbicara kepada rohmu, atas nama roh banyak orang. Namun, nuansalah yang menjadikan lukisan indah dan menyingkapkan keterampilan si pelukis dan pengetahuan si pengamat.

Aku ingin menunjukkan kerendahan hati YesusKu kepadamu.

Gadis malang itu, dalam kepolosan ketidakmengertiannya, tidak memperlakukan orang berdosa yang keras hati itu secara berbeda dari PutraKu. Dia tidak tahu tentang Sang Rabbi atau Sang Mesias. Dia tidak pernah mendengar-Nya atau melihat-Nya, karena dia hidup, hampir seperti seorang anak kecil yang liar di ladang dan di rumah di mana Sang Guru dibenci, sesungguhnya si orang Farisi itu memang membenci YesusKu.

Ayah dan ibunya, yang terkuras habis tenaganya oleh pekerjaan kejam yang dituntut tuan mereka yang bengis, tidak punya waktu dan kesempatan untuk mengangkat kepalanya dari bongkah-bongkah tanah yang harus mereka pecahkan. Saat mereka memotong jerami atau menuai panenan atau memetik buah-buahan dan anggur, atau menggilas buah zaitun di penggilingan, mereka mungkin pernah mendengar orang-orang memadahkan hosana dan mungkin mereka mengangkat kepalanya yang letih sejenak. Tetapi ketakutan dan keletihan segera menundukkan kembali kepala mereka di bawah kuk mereka. Dan mereka mati sementara berpikir bahwa dunia ini bukan apa-apa selain kebencian dan penderitaan. Padahal dunia adalah kasih dan kekayaan sebab kaki-kaki YesusKu yang tersuci menapakinya. Para hamba yang malang dari tuan yang kejam ini mati tanpa melihat, bahkan meski hanya sekali saja, wajah dan senyum YesusKu, tanpa mendengar sabda-Nya, yang memberikan penghiburan bagi jiwa-jiwa, sehingga mereka yang miskin merasa seolah-olah kaya, yang lapar seolah-olah kenyang, yang sakit seolah-olah sehat, yang berduka seolah-olah dihiburkan.

Yesus tidak mengatakan, 'Aku-lah Tuhan dan Aku berkata kepadamu: lakukan itu.' Dia tetap anonim. Dan si gadis kecil, yang begitu polos hingga dia tidak mengerti bahkan ketika dia melihat mukjizat pohon apel yang gundul menumbuhkan daun-daunnya, cabangnya menjadi sarat dengan buah-buah apel untuk memuaskan rasa lapar mereka, masih terus memanggil-Nya: 'Tuan', seperti dia memanggil Ismael, tuannya, dan si Yakub yang kejam. Dia merasa tertarik kepada Tuan yang baik, sebab kebaikan selalu menarik hati. Namun, tidak lebih. Dia mengikuti-Nya dengan penuh percaya. Dan gadis malang yang tersesat di dunia dan dalam ketidaktahuan yang ditawarkan oleh dunia, oleh 'dunia besar orang-orang berkuasa yang mencintai kesenangan,' yang antusias menahan orang-orang bawahan dalam kegelapan agar dapat menganiayanya dengan lebih mudah dan mengeksploitasi mereka dengan lebih rakus, si gadis seketika itu juga secara naluriah mengasihi-Nya.

Dia akan belajar kelak siapa 'Tuan' itu, yang sama seperti dirinya, sama miskin, sama tak punya rumah dan tak punya ibu, yang tak punya makanan, karena Dia telah meninggalkan segalanya demi kasih-Nya kepada manusia, juga kepadanya, seorang gadis kecil yang lemah dan malang; dan dia akan mengerti bahwa Tuhan telah memberinya buah ajaib, untuk menghilangkan dari bibirnya dan dari hatinya kepahitan dari kejahatan manusia, yang membuat orang-orang miskin membenci orang-orang yang berkuasa, dan Dia telah melakukannya melalui buah dari Bapa, dan bukan melalui kerak roti, yang ditawarkan terlalu terlambat dan bagaimanapun juga akan berasa penderitaan dan airmata. Apel-apel itu benar-benar mengingatkan kita akan apel Firdaus Duniawi. Apel-apel itu muncul di cabang untuk Yang Baik dan untuk Yang Jahat, adalah tanda penebusan dari segala kemalangan, pertama-tama dari ketidaktahuan akan Allah, sehubungan dengan kedua anak yatim piatu itu, dan tanda hukuman bagi orang itu, yang, meskipun dia sudah tahu akan Sabda, berperilaku seolah-olah tidak tahu. Dan gadis kecil itu akan belajar dari perempuan baik yang membuatnya disambut dalam nama Yesus, siapa itu Yesus. Dia adalah Juruselamat-nya yang berlipat ganda: dari kelaparan, dari cuaca buruk, dari mara bahaya dunia dan dari dosa asal.

Yesus selalu memberinya terang hari itu, dan Dia selalu menampakkan diri kepadanya dalam terang itu: Tuhan yang baik, sebaik dalam dongeng, Tuhan Yang punya belaian dan hadiah, Tuhan Yang membuatnya lupa bahwa dia tidak punya ayah, ibu, rumah dan pakaian, karena Dia senantiasa sebaik seorang ayah kepadanya, semanis seorang ibu, Dia telah memberikan rumah bagi tubuh letih mereka dan pakaian bagi tubuh telanjang mereka, dengan dada-Nya dan mantol-Nya sendiri dan dengan bantuan orang-orang baik lainnya yang bersama-Nya. Suatu terang kebapakan yang lemah lembut yang tidak memudar dalam aliran air mata, tidak bahkan ketika dia mengetahui bahwa Dia telah mati disiksa di kayu salib, tidak bahkan ketika, sebagai seorang percaya kecil yang setia dari Gereja awali, dia melihat bagaimana wajah 'Tuhan'-nya telah menjadi tak serupa manusia oleh pukulan dan duri dan dia memikirkan bagaimana Dia sekarang, di Surga, di sebelah kanan Bapa. Terang yang tersenyum kepadanya di saat-saat akhirnya di bumi, yang memimpinnya tanpa gentar menuju Juruselamat-nya. Terang yang tersenyum sekali lagi kepadanya, dengan suatu cara yang begitu manis tak terperi, dalam semarak Firdaus.

Yesus juga menatap padamu seperti itu. Selalu pikirkan Dia seperti yang dilakukan gadis kecil yang senama denganmu itu dan berbahagialah dikasihi oleh-Nya. Jadilah sesederhana, serendah hati, dan sesetia Maria kecil yang malang yang sekarang sudah kamu kenal. Lihat seberapa jauh dia telah sampai, kendati dia adalah seorang gadis kecil Israel yang malang dan tidak tahu apa-apa: di Hati Tuhan. Kasih menyingkapkan Diri-Nya kepadanya seperti yang Dia lakukan kepadamu dan dia menjadi terpelajar dalam Kebijaksanaan sejati.

Milikilah iman. Tinggallah dalam damai. Tidak ada kemalangan yang tidak bisa diubah oleh PutraKu menjadi kekayaan dan tidak ada kesendirian yang tidak bisa Dia isi kembali karena tidak ada kesalahan yang tidak bisa dibatalkan-Nya. Masa lalu tidak lagi ada, begitu kasih membatalkannya. Bahkan masa lalu yang mengerikan. Apa kau akan takut sementara Disma, si penyamun, tidak? Kasihilah dan jangan takut akan apa pun.

Bunda meninggalkanmu dengan berkat-Nya."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 5                 Daftar Istilah                    Halaman Utama