74. YESUS PERGI KE PENGINAPAN DI BETLEHEM DAN BERKHOTBAH DARI PUING-PUING RUMAH ANNA
![]() jenis burung kecil berekor panjang yang terus mengibaskan ekornya sementara berdiri
9 Januari 1945
Suatu pagi hari yang cerah di musim panas. Langit seolah dilukis dengan sapuan-sapuan kuas merah muda oleh awan-awan kecil tipis yang bagai carik-carik kain kasa, yang dijatuhkan di atas sehelai karpet biru turquoise yang halus. Alam dipenuhi kicau burung, yang kegirangan karena sinar yang terang… Burung-burung pipit, blackbird, dan redbreast bersiul, mencicit, berebut atas sebuah batang, cacing, ranting yang ingin mereka bawa ke sarang mereka, atau makan, atau gunakan sebagai tempat bertengger. Burung-burung pipit menukik cepat dari langit turun ke sungai kecil untuk membasahi dada mereka yang berwarna seputih salju dengan puncaknya berwarna kuning coklat, dan sesudah menerima kesegaran dari air dan menangkap seekor lalat kecil yang masih tidur di atas sebuah batang kecil, mereka membubung cepat ke langit secepat kilatan sebuah pisau yang mengkilat, berceloteh dengan gembira.
Dua ekor burung wagtails berkepala biru, berbalut sutera pucat abu-abu, berjalan lemah-gemulai, bagai dua nyonya kecil, sepanjang tepi sungai, dengan menegakkan ekor-ekor mereka yang panjang yang berhiaskan bintik-bintik beludru hitam kecil, mereka memandangi diri mereka sendiri di air, dan, puas dengan penampilan mereka yang cantik, mereka kembali berjalan, sementara seekor blackbird, si nakal kecil hutan, mengejek mereka, bersiul kepada mereka dengan paruh kuningnya yang panjang. Dalam kerimbunan sebatang pohon apel liar, yang tumbuh sendirian dekat puing-puing, seekor burung bulbul sedang memanggil-manggil pasangannya dengan tiada henti, dan dia baru diam hanya ketika dia melihat pasangannya datang dengan seekor ulat panjang yang menggeliat-geliat dalam jepitan paruhnya yang tipis. Dua ekor burung merpati kota, yang mungkin telah melarikan diri dari rumah merpati dan memilih tempat tinggal bebas di celah-celah menara yang hancur, meluahkan gejolak cinta mereka dengan mendekut begitu rupa hingga si jantan tampaknya berupaya merayu si betina yang sopan.
Yesus, dengan tangan-tangan disilangkan, melihat pada semua makhluk kecil yang bahagia, dan Ia tersenyum.
"Apakah Engkau sudah siap, Guru?" tanya Simon, yang muncul dari belakang-Nya.
"Ya. Apakah yang lain masih tidur?"
"Ya."
"Mereka masih muda... Aku membasuh diri di sungai itu... Airnya sangat dingin hingga menjernihkan pikiran..."
"Aku akan pergi dan membasuh diri sekarang."
Sementara Simon, dengan hanya mengenakan sehelai jubah pendek, membasuh diri dan lalu mengenakan pakaiannya, Yudas dan Yohanes keluar. "Salam, Guru, apakah kami terlambat?"
"Tidak. Baru saja pagi. Tapi sekarang cepatlah dan mari kita pergi."
Keduanya membasuh diri dan mengenakan jubah serta mantol mereka.
Yesus, sebelum berangkat, memetik beberapa bunga kecil yang tumbuh di antara celah-celah dua batu, dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak kayu kecil, di mana sudah ada barang-barang lain, yang tak dapat aku lihat dengan jelas. Ia menjelaskan: "Aku akan membawanya untuk BundaKu. Ia akan menyukainya… Ayo kita pergi."
"Kemana, Guru?"
"Ke Betlehem."
"Lagi? Aku pikir situasinya tidak menguntungkan bagi kita…"
"Tak masalah. Ayo kita pergi. Aku ingin menunjukkan kepada kalian di mana para Majus datang dan di mana Aku berada."
"Jika begitu halnya, dengarkan. Maafkan aku, apakah Engkau mengijinkanku, Guru? Biar aku yang berbicara. Mari kita lakukan satu hal. Di Betlehem dan di penginapan, biar aku yang berbicara dan mengajukan pertanyaan. Kalian orang-orang Galilea sama sekali tidak disukai di Yudea, dan lebih lagi di sini dibanding tempat lain manapun. Tidak, baiklah kita melakukan ini: pakaian-Mu menunjukkan bahwa Engkau dan Yohanes adalah orang-orang Galilea. Sangat mudah. Dan lalu… rambut kalian! Mengapakah kalian bersikeras memanjangkannya? Simon dan aku akan bertukar mantol dengan kalian. Simon, berikan mantolmu kepada Yohanes, aku akan memberikan mantolku kepada Guru. Begitu! Lihat? Kau sudah tampak lebih sedikit serupa dengan orang-orang Yudea. Sekarang ambillah ini." Dan dia menanggalkan kain yang menutup kepalanya: kain panjang bergaris-garis kuning, coklat, merah, hijau, seperti mantolnya, yang dipasangkan pada tempatnya dengan seutas tali kuning, lalu dia menempatkannya di atas kepala Yesus, menatanya sepanjang pipi-Nya untuk menyembunyikan rambut pirang-Nya. Yohanes mengenakan penutup kepala serupa berwarna hijau pekat milik Simon. "Oh! Begitu lebih baik sekarang. Aku punya nalar yang praktis."
"Ya, Yudas, kau punya nalar yang praktis. Itu benar. Akan tetapi, berhati-hatilah, agar itu tidak mengungguli yang lain."
"Yang mana, Guru?"
"Perasaan rohani."
"Tidak! Tidak! Tapi dalam perkara-perkara tertentu lebih berguna menjadi seperti politikus daripada seperti duta. Dan dengarkan… jadilah baik sedikit lebih lama… demi kebaikan-Mu sendiri… Janganlah menentangku jika aku harus mengatakan sesuatu… sesuatu… yang tidak benar."
"Apa maksudmu? Mengapa berbohong? Aku adalah Kebenaran dan Aku menghendaki tidak ada dusta dalam diri-Ku atau sekeliling-Ku."
"Oh! Aku hanya akan mengatakan setengah bohong. Aku akan katakan bahwa kita semua kembali dari tempat-tempat yang jauh, dari Mesir misalnya, dan bahwa kita sedang mencari kabar tentang para sahabat. Aku akan katakan bahwa kita adalah orang-orang Yudea yang kembali dari pengasingan. Lagipula, ada sebagian kebenaran dalam semuanya, dan aku yang akan berbicara, dan… yang satu berbohong lebih banyak, yang satu berbohong lebih sedikit…"
"Tetapi Yudas! Mengapa menipu?"
"Tidak apa-apa, Guru! Dunia hidup berdasarkan tipuan. Dan terkadang menipu itu suatu kebutuhan. Baiklah: demi menyenangkan-Mu, aku hanya akan mengatakan bahwa kita datang dari jauh dan bahwa kita adalah orang-orang Yudea. Yang adalah benar bagi tiga dari kita berempat. Dan kau, Yohanes, jangan berbicara sama sekali. Kau pasrah saja."
"Aku akan diam."
"Lalu... jika semuanya berjalan lancar… kami akan mengatakan yang selebihnya. Tapi aku tidak percaya… aku pintar, aku cepat menangkap."
"Aku tahu itu, Yudas. Tapi Aku lebih suka kau sederhana."
"Itu tidak banyak membantu. Dalam kelompok-Mu, aku yang akan menjadi orang yang diserahi misi-misi sulit. Biar aku lanjutkan."
Yesus enggan. Tapi Ia diam saja.
Mereka berangkat. Mereka berjalan mengitari puing-puing, kemudian sepanjang tembok raksasa yang tak berjendela yang diseberangnya orang dapat mendengar lenguhan, ringkikan keledai dan kuda, embikan dan teriakan aneh unta berpunuk satu dan berpunuk dua. Tembok membentuk sebuah segitiga. Mereka mengitarinya. Sekarang mereka berada di alun-alun Betlehem. Sumber mataair ada di tengah alun-alun, bentuknya masih miring seperti dulu, meski ada perbedaan di sisi seberang penginapan. Di sana, di mana dulu berdiri sebuah rumah kecil, yang aku masih ingat sepenuhnya keperakan di bawah cahaya sang Bintang, sekarang ada sebuah lubang besar, dengan serakan reruntuhan. Hanya tangga kecil yang masih berdiri, dengan landasan kecilnya. Yesus melihat dan menghela napas panjang.
Alun-alun penuh dengan orang sekeliling para penjaja makanan, peralatan, pakaian, dll. Semua barang ditempatkan di atas tikar-tikar atau dalam keranjang-keranjang di tanah, dan sebagian besar pedagang juga meringkuk di tengah... toko mereka, dengan pengecualian mereka yang berdiri di sana, berteriak dan menggerak-gerakkan tangan kepada para pembeli yang pelit.
"Hari pasar," kata Simon. Gerbang utama penginapan dibuka lebar dan sebaris keledai-keledai sarat dengan barang keluar. Yudas adalah yang pertama masuk. Dia melihat sekeliling. Dengan penuh keangkuhan, ia merenggut seorang pelayan dekil berpakaian lengan pendek, yakni dengan jubah pendek tanpa lengan, yang terjuntai hingga ke lututnya. "Pelayan!" teriaknya. "Pemilik penginapan! Cepat! Cepatlah! Aku tidak biasa disuruh menunggu orang."
Anak itu lari, dengan menyeret sapu di belakangnya.
"Tetapi Yudas! Yang sopan!"
"Diamlah, Guru. Biarkan aku. Adalah penting mereka mengangap kita orang-orang kaya yang datang dari kota."
Pemilik penginapan bergegas datang, dan dia membungkuk berulang kali di depan Yudas, yang sangat mengesankan dalam balutan mantol merah tua Yesus di atas jubah kuningnya yang mewah penuh jumbai-jumbai.
"Kami datang dari jauh, sobat. Kami adalah orang-orang Yudea dari komunitas Asiatic. Orang-orang ini, yang dilahirkan di Betlehem dan teraniaya, sekarang mencari beberapa sahabat lama. Kami bersama dengan Dia. Kami datang dari Yerusalem, di mana kami menyembah Yang Mahatinggi di Bait-Nya. Dapatkah engkau memberi kami informasi?"
"Tuanku... hambamu... akan melakukan segalanya untukmu. Berikan perintahmu."
"Kami ingin beberapa informasi tentang banyak... dan khususnya mengenai Anna, perempuan yang rumahnya di seberang penginapanmu."
"Oh! perempuan malang! Kau hanya akan menemukannya dalam pangkuan Abraham. Dan anak-anaknya bersamanya."
"Apakah dia meninggal? Bagaimana?"
"Tidak tahukah kau mengenai pembantaian Herodes? Seluruh dunia membicarakannya dan bahkan Kaisar menyebutnya 'babi yang makan darah'. Oh! Apakah yang sudah aku katakan? Jangan laporkan aku! Apakah kau sungguh seorang Yudea?"
"Ini tanda sukuku. Lalu? Bicaralah."
"Anna dibunuh oleh tentara-tentara Herodes, bersama semua anak-anaknya, terkecuali satu anak perempuan."
"Tapi kenapa? Bukankah dia sangat baik?"
"Apakah kau mengenalnya?"
"Ya, sangat baik." Yudas berbohong dengan tidak tahu malu.
"Dia dibunuh sebab dia memberikan tumpangan kepada mereka yang mengatakan bahwa mereka adalah bapa dan bunda sang Mesias… Ke marilah, masuklah ke dalam ruangan ini… Tembok-tembok punya telinga dan sangat berbahaya berbicara mengenai hal-hal tertentu."
Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan gelap yang rendah. Mereka duduk di dipan yang rendah.
"Sekarang... aku punya penciuman yang bagus. Bukannya sia-sia aku menjadi pengurus penginapan. Aku dilahirkan di sini, putra dari putra pemilik penginapan. Tipu muslihat ada dalam darahku. Tapi aku tidak memanfaatkannya. Aku bisa saja memberikan sebuah celah untuk mereka. Tapi… mereka orang-orang Galilea yang miskin dan tak dikenal… Oh! tidak! Hizkia tidak akan jatuh ke dalam perangkap! Dan aku merasa... aku merasa mereka berbeda... perempuan itu... Mata-Nya... sesuatu... tidak, tidak... pastilah ada setan dalam diri-Nya dan Ia berbicara kepadanya. Dan Ia membawanya… bukan kepadaku... tapi ke kota. Anna lebih polos dari seekor anak domba kecil, dan dia memberi mereka tumpangan beberapa hari kemudian, ketika Ia sudah melahirkan Bayi-Nya. Mereka mengatakan bahwa Ia adalah Mesias… Oh! uang yang aku hasilkan sepanjang hari-hari itu! Sensus tak ada artinya dibandingkan itu! Banyak orang yang tak ada hubungannya dengan sensus berdatangan kemari. Mereka datang bahkan dari tepi laut, bahkan dari Mesir untuk melihat… dan itu berlangsung selama berbulan-bulan! Betapa keuntungan yang aku raup! Yang terakhir datang adalah ketiga raja, tiga orang yang berkuasa, tiga ahli sihir… aku tidak tahu! Rombongan yang luar biasa! Yang tak habis-habisnya! Mereka mengambil semua kandang dan mereka membayar dengan emas untuk begitu banyak jerami yang bisa untuk sebulan, dan mereka pergi keesokan harinya, meninggalkan semuanya di sini. Dan betapa hadiah-hadiah yang mereka berikan kepada para pelayan dan para perempuan!
Dan bagiku! Oh! Aku hanya dapat berbicara yang baik tentang Mesias, entah Ia yang asli atau yang palsu. Ia membuatku menghasilkan berkantong-kantong uang. Dan aku tak mengalami bencana. Tak seorang pun dari keluargaku tewas, sebab aku baru saja menikah. Jadi… tapi yang lain!"
"Kami ingin melihat tempat-tempat pembantaian."
"Tempat-tempat? Tapi setiap rumah adalah tempat pembantaian. Ada orang-orang terbunuh bermil-mil sekitar Betlehem. Ikutlah denganku."
Mereka mendaki sebuah tangga menuju ke sebuah atap teras yang besar. Dari sana, orang dapat melihat banyak wilayah pedesaan dan seluruh Betlehem tersebar di bukit-bukit, bagai sebuah kipas terbuka.
"Dapatkah kau lihat tempat-tempat yang hancur itu? Di sana juga rumah-rumah dibumi-hanguskan sebab para ayah mempertahankan anak-anak mereka dengan senjata mereka. Dapatkah kau lihat di sebelah sana semacam sumur yang diselubungi tanaman ivy? Itu adalah reruntuhan sinagoga. Sinagoga dibakar bersama kepala sinagoga yang memaklumkan bahwa itu adalah Mesias. Dibakar oleh mereka yang selamat, yang beringas karena pembantaian anak-anak mereka. Kami mendapat masalah untuk itu sesudahnya… Dan di sana, dan di sana, di sana… lihat makam-makam itu? Para kurban dikuburkan di sana. Mereka seperti domba-domba kecil yang tersebar di seluruh kehijauan, sejauh mata dapat memandang. Semua kanak-kanak yang tak berdosa dan ayah serta ibu mereka… Lihat tangki itu? Airnya menjadi merah sesudah para pembunuh membasuh senjata-senjata dan tangan-tangan mereka di dalamnya. Dan anak sungai di belakang sini, apakah kau melihatnya? Airnya menjadi merah muda karena darah yang mengalir ke dalamnya dari pembuangan air. Dan di sana, di sana, di depan kita. Itulah apa yang tersisa dari rumah Anna."
Yesus menangis.
"Apakah Kau kenal baik dengannya?"
Yudas menjawab: "Dia seperti seorang saudara bagi Bunda-Nya. Benar begitu, sahabatku?"
Yesus hanya menjawab: "Ya."
"Aku mengerti," kata pemilik penginapan yang menjadi tercenung.
Yesus membungkuk ke depan untuk berbicara kepada Yudas dengan suara pelan.
"Teman-ku ingin pergi ke reruntuhan itu," kata Yudas.
"Silakan Ia pergi! Itu milik semua orang!"
Mereka turun, mengucapkan selamat tinggal dan pergi. Pemilik penginapan kecewa. Mungkin dia berharap menerima sesuatu.
Mereka menyeberangi alun-alun. Dan mereka mendaki tangga kecil yang masih tersisa.
"Dari sini," kata Yesus, "BundaKu membuat-Ku melambaikan tangan-Ku kepada Tiga Orang Bijak dan kami berangkat dari sini menuju ke Mesir." Orang-orang melihat kepada keempat orang di tengah reruntuhan. Seorang bertanya: "Apakah mereka sanak Anna?"
"Mereka adalah teman-teman."
Seorang perempuan berteriak: "Jangan mencelakai perempuan malang yang sudah mati, jangan kalian lakukan itu, seperti yang dilakukan teman-temannya yang lain ketika dia masih hidup, dan lalu mereka melarikan diri."
Yesus berdiri di atas landasan di sebelah tembok kecil yang melingkunginya. Ia, karenanya, sekitar dua meter lebih tinggi dari alun-alun, dengan tak suatu pun di belakang-Nya. Sketsa figur-Nya dengan jelas memotong matahari yang bersinar di belakang-Nya: sehingga terbentuklah sebuah halo sekeliling rambut keemasan-Nya, dan menjadikan jubah linen-Nya yang seputih salju bahkan tampak lebih putih sebab itulah satu-satunya pakaian yang dikenakan-Nya, mantol-Nya telah terlepas dari bahu-Nya dan sekarang tergeletak di kaki-Nya bagai alas tumpuan warna-warni. Jauh di belakang, ada latar belakang hijau tak terawat dari apa yang dulunya adalah kebun sayur-mayur dan buah-buahan serta ladang Anna, yang sekarang dibiarkan terbengkalai dan ditebari puing-puing. Yesus merentangkan kedua tangan-Nya. Ketika Yudas melihat gerakan itu, dia berkata: "Jangan berbicara! Itu tidak bijaksana!"
Tapi suara Yesus yang lantang memenuhi alun-alun: "Orang-orang dari Yehuda! Orang-orang dari Betlehem, dengarkanlah! Perempuan-perempuan dari tanah yang suci bagi Rahel, dengarkanlah! Dengarkanlah Dia Yang adalah keturunan Daud, dan yang telah menderita karena penganiayaan dan telah menjadi pantas untuk berbicara, dan yang sekarang sedang berbicara kepada kalian untuk memberi kalian terang dan penghiburan. Dengarkanlah."
Orang-orang berhenti berteriak, berkelahi dan membeli dan mereka berkumpul.
"Ia adalah seorang rabbi!"
"Ia pasti datang dari Yerusalem."
"Siapakah gerangan Dia?"
"Betapa tampan!"
"Dan betapa suara yang mengagumkan!"
"Dan perilaku-Nya!"
"Tentu saja, Ia dari keturunan Daud!"
"Jadi, Ia salah seorang sanak kita!"
"Mari kita mendengarkan-Nya!"
Segenap khalayak ramai sekarang telah berkumpul dekat tangga kecil yang tampak bagai sebuah mimbar.
"Dalam kitab Kejadian dikatakan: 'Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini: engkau dan perempuan: Ia akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumit-Nya.' Dikatakan juga: 'Susah payahmu waktu mengandung akan Ku-buat sangat banyak… dan semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkan tanah bagimu.' Itulah hukuman atas laki-laki, perempuan dan si ular. Aku telah datang dari jauh untuk menghormati makam Rahel, dan dalam sepoi-sepoi sore, dalam embun malam, dalam nyanyian pagi yang sedih burung bulbul, Aku mendengar isak tangis Rahel yang di masa lampau yang diulang-ulang, dan isak tangis itu diulang-ulang oleh mulut banyak ibu di Betlehem, dalam kuburan mereka atau dalam hati mereka. Dan aku mendengar raungan kesedihan Yakub dalam kepedihan para suami yang tanpa istri, yang dijauhkan dari istri-istri mereka yang telah dibunuh oleh duka… Aku menangis bersama kalian… Tapi dengarkanlah, saudara-saudara setanah air-Ku. Betlehem, tanah terberkati, yang paling kecil dari antara kota-kota di Yehuda, namun yang terbesar di mata Allah dan di mata umat manusia, membangkitkan kedengkian Setan sebab itu adalah tempat buaian sang Juruselamat, seperti dikatakan Mikha, ditakdirkan untuk menjadi tabernakel di mana Kemuliaan Allah, Api Allah, Inkarnasi Kasih-Nya akan beristirahat.
'Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini: engkau dan perempuan: Ia akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumit-Nya.' Permusuhan manakah yang terlebih besar dari permusuhan yang ditujukan kepada anak-anak seorang ibu, jantung hati seorang perempuan? Dan tumit manakah yang lebih kuat dari tumit Bunda sang Juruselamat? Pembalasan oleh Setan yang dikalahkan, karenanya, adalah sesuatu yang alami: dia tidak menyerang tumit, melainkan hati para ibunda, sebab karena Bunda.
Oh! Betapa sakit dilipatgandakan ketika anak-anak mati sesudah melahirkan mereka! Oh! betapa petaka menjadi seorang bapa yang tanpa anak sesudah menabur dan bersusah payah demi keturunan! Dan meski demikian, Betlehem, bersukacitalah! Darah murni kalian, darah kanak-kanak yang tak bersalah telah mempersiapkan sebuah jalan ungu yang menyala bagi sang Mesias…"
Orang banyak, yang telah menjadi semakin bergolak sesudah Yesus menyebutkan Juruselamat dan BundaNya, sekarang menunjukkan tanda-tanda jelas pergolakan.
"Diamlah, Guru," kata Yudas. "Dan ayolah kita pergi."
Tetapi Yesus tidak mendengarkannya. Ia melanjutkan: "... untuk Mesias bahwa Rahmat Allah-Bapa menyelamatkan dari para tirani demi melindungi-Nya untuk umat-Nya dan keselamatan dan…"
Suara melengking seorang perempuan berteriak: "Lima, aku melahirkan lima, dan tak seorang pun yang sekarang ada dalam rumahku. Betapa malangnya aku!" Dan dia menjerit-jerit histeris. Itulah awal dari keributan.
Seorang perempuan lain, berguling-guling di atas debu, dia mengoyakkan pakaiannya, dan memperlihatkan payudara yang putus putingnya, seraya berteriak: "Di sini, di sini pada mama ini mereka membantai putra sulungku! Pedang itu sekaligus memotong wajahnya dan putingku. Oh! Ellisku!"
"Dan bagaimana denganku! Bagaimana denganku? Di sana istana kerajaanku. Tiga pusara dalam satu makam, yang dijaga oleh sang ayah: suamiku dan anak-anakku bersama. Di sana, di sana! Jika ada Juruselamat, biarkan Ia mengembalikan anak-anakku, suamiku, biarkan Ia menyelamatkanku dari keputus-asaan, dari Beelzebul Ia harus menyelamatkanku."
Mereka semua berteriak: "Anak-anak kami, suami kami, ayah kami! Biarkan Ia mengembalikan mereka, jika Ia ada!"
Yesus melambaikan tangan-Nya memohon tenang. "Saudara-saudara setanah air-Ku: Aku ingin mengembalikan anak-anak kalian, dalam daging. Tapi Aku katakan kepada kalian: jadilah baik, pasrah diri, mengampuni, berharap, bersukacita dalam pengharapan dan bersukaria dalam satu kepastian: kalian akan segera mendapatkan anak-anak kalian, para malaikat di Surga, sebab Mesias akan membuka gerbang-gerbang Surga, dan jika kalian benar, kematian akan merupakan suatu Hidup baru dan suatu Kasih baru…"
"Ah! Apakah Engkau Mesias? Demi nama Allah, katakan kepada kami."
Yesus menurunkan tangan-Nya, dalam suatu gerakan yang begitu manis dan lembut seolah Ia sedang memeluk mereka semua, dan Ia berkata:
"Ya."
"Enyah! Enyah! Jadi, itu kesalahan-Mu!"
Sebuah batu dilemparkan di tengah ejekan dan cemoohan.
Yudas langsung bereaksi dengan suatu cara yang amat terpuji... Oh! andai dia selalu bersikap seperti itu! Dia melompat ke depan Yesus, berdiri di atas tembok landasan yang rendah, dengan mantolnya terbuka lebar dan tanpa gentar dia melindungi Yesus dari batu-batu. Wajahnya berdarah dan dia berteriak kepada Yohanes dan Simon: "Bawa Yesus pergi. Ke balakang pohon-pohon itu. Aku akan menyusul. Pergilah, dalam nama Surga!" Dan dia berteriak kepada orang banyak: "Anjing-anjing gila! Aku dari Bait Allah dan aku akan melaporkan kalian kepada Bait Allah dan kepada Romawi."
Khalayak ramai ketakutan untuk sekejap. Dan para pelempar batu segera beraksi kembali, tapi untungnya, mereka tidak ahli. Dan Yudas, tanpa takut, memungutnya, dan membalas dengan kata-kata kasar kepada para pengutuk dari antara orang banyak. Tidak: dia menangkap sebuah batu yang dilemparkan ke arahnya, dan dia melemparkannya balik ke kepala seorang laki-laki tua yang berteriak-teriak seperti burung magpie yang gagah berani! Dan sementara mereka berusaha memanjat alas tumpuannya, dia cepat memungut sebatang dahan tua dari tanah, (dia sekarang telah meninggalkan tembok kecil) dan dia mengayunkannya sekeliling pada punggung-punggung, kepala-kepala dan tangan-tangan tanpa kenal ampun. Beberapa prajurit bergegas datang ke tempat kejadian dan dengan tombak mereka menerobos orang banyak: "Siapakah engkau? Kenapa ribut-ribut ini?"
"Aku seorang Yudea dan aku telah diserang oleh orang-orang kampungan ini. Seorang rabbi, yang terkenal di kalangan para imam, ada bersamaku. Ia berbicara kepada anjing-anjing ini. Tapi mereka menjadi liar dan menyerang kami."
"Siapakah engkau?"
"Yudas dari Keriot, aku orang dari Bait Allah, sekarang aku adalah murid Rabbi Yesus dari Galilea. Aku teman Simon orang Farisi, Yohanan orang Saduki, dan Yusuf dari Arimatea, Penasehat Mahkamah Agama, dan terakhir, Eleazar ben Anna, sahabat Proconsul, dan kalian dapat mengeceknya."
"Akan aku cek. Kemanakah kau hendak pergi?"
"Aku akan pergi ke Keriot bersama temanku, lalu ke Yerusalem."
"Pergilah. Kami akan melindungi kalian."
Yudas menyerahkan beberapa keping uang kepada prajurit. Pastinya ilegal... tapi sudah lumrah, sebab sang prajurit dengan cepat dan berhati-hati mengambilnya, dia memberi hormat dan tersenyum. Yudas melompat turun dari platform, dia berjalan melintasi ladang yang tak ditanami, sesekali melompat, dan dia sampai pada teman-temannya.
"Apakah kau terluka parah?"
"Tidak, bukan apa-apa, Guru! Dalam segala perkara, demi Engkau… Tapi aku mengalahkan mereka juga. Tentunya aku berlumuran darah…"
"Ya, di pipimu. Ada aliran darah di sini."
Yohanes membasahi secarik kecil kain dan menyeka pipi Yudas.
"Maafkan aku, Yudas... Tapi lihat... mengatakan kepada mereka bahwa kita adalah orang-orang Yudea, seturut nalar praktismu…"
"Mereka itu binatang buas. Aku yakin Engkau sekarang percaya, Guru. Dan aku harap Engkau tidak akan bersikeras..."
"Oh! tidak! Bukan karena Aku takut. Tapi karena itu tidak ada gunanya, sekarang ini. Apabila mereka tidak menghendaki kita, kita tidak boleh mengutuk mereka, melainkan memanjatkan doa untuk orang-orang malang yang bodoh, yang nyaris mati kelaparan tapi tak dapat melihat Roti. Marilah kita pergi sepanjang jalan yang menyimpang ini, ke tempat para gembala, jika kita dapat menemukan mereka. Aku pikir kita akan dapat naik ke jalan ke Hebron…"
"Untuk mendapatkan lebih banyak batu yang dilemparkan kepada kita?"
"Tidak. Untuk mengatakan kepada mereka: 'Aku di sini.'"
"Apa?... Mereka pasti akan memukuli kita. Mereka telah menderita selama tigapuluh tahun karena Engkau."
"Kita lihat saja." Mereka memasuki sebuah hutan kecil yang lebat, sejuk, teduh, dan aku kehilangan penglihatan atas mereka.
|
|