73. YESUS DI BETLEHEM DI RUMAH PETANI DAN DI GROTTO
8 Januari 1945
Sebuah jalanan berbatu, berdebu, dan datar, yang kering oleh matahari musim panas. Jalanan itu terbentang sepanjang pohon-pohon zaitun besar, yang semuanya sarat dengan buah-buah zaitun kecil yang baru terbentuk. Tanah, di mana tidak ditapaki orang, bertabur lapisan bunga-bunga zaitun kecil, yang berguguran sesudah penyerbukan.
Yesus, bersama ketiga murid, berjalan beriringan sepanjang tepi jalan, di mana rerumputan masih hijau, terlindungi oleh naungan pepohonan zaitun dan karenanya tidak terlalu berdebu.
Jalanan berbelok ke kanan, sesudah itu menanjak halus menuju sebuah lembah besar berbentuk seperti tapal kuda, di mana banyak rumah berserakan membentuk sebuah kota kecil. Pada belokan kanan jalan, terdapat sebuah bangunan kubus dengan sebuah kubah kecil yang rendah di atasnya. Semuanya tertutup, seolah ditinggalkan.
"Itu makam Rahel," kata Simon.
"Kalau begitu, kita hampir sampai. Apakah kita akan segera masuk ke dalam kota?"
"Tidak, Yudas, pertama-tama Aku ingin menunjukkan kepadamu suatu tempat… Lalu kita akan masuk ke dalam kota, dan sebab hari masih siang terang dan sore hari akan ada terang bulan, kita akan dapat berbicara kepada orang banyak. Jika mereka mau mendengarkan kita."
"Apakah menurut-Mu mereka tidak mau mendengarkan-Mu?"
Mereka telah tiba di makam, sebuah monumen kuno namun terawat baik, dilabur putih bersih.
Yesus berhenti untuk minum di sebuah sumur pedesaan dekat sana. Seorang perempuan yang telah datang untuk menimba air menawari-Nya minum. Yesus bertanya kepadanya: "Apakah kau dari Betlehem?"
"Ya. Tapi sekarang di musim panen, aku tinggal di desa di sini bersama suamiku, untuk merawat kebun sayur-sayuran dan kebun buah-buahan. Apakah Engkau seorang Galilea?"
"Aku dilahirkan di Betlehem, tapi Aku tinggal di Nazaret di Galilea."
"Apakah Engkau seorang yang mengalami aniaya juga?"
"Keluarga-Ku ya. Tapi mengapakah kau mengatakan: 'Engkau juga'? Apakah ada banyak orang yang mengalami aniaya di kalangan orang-orang Betlehem?"
"Tidak tahukah Kau? Berapa umur-Mu?"
"Tigapuluh."
"Jadi Engkau dilahirkan tepat ketika…oh! betapa tragedi besar! Tetapi kenapakah Ia dilahirkan di sini?"
"Siapa?"
"Dia yang kata mereka adalah Juruselamat. Terkutuklah orang-orang bodoh yang, sebab mabuk, beranggapan bahwa awan-awan adalah para malaikat dan embikan serta ringkikan adalah suara-suara dari Surga, dan dalam keadaan mabuk mereka salah mengenali tiga orang miskin sebagai orang-orang paling kudus di dunia. Terkutuklah mereka! Dan terkutuklah mereka yang mempercayainya."
"Tapi, dengan segala kutukanmu, engkau tidak menceritakan kepada-Ku apa yang terjadi. Mengapakah kau mengutuk?"
"Karena... Dengar: ke manakah Kau hendak pergi?"
"Ke Betlehem bersama teman-teman-Ku. Aku ada urusan di sana. Aku harus mengunjungi beberapa teman lama dan menyampaikan kepada mereka salam dari BundaKu. Tapi Aku ingin tahu banyak hal sebelumnya, sebab kami telah lama pergi, kami sekeluarga, selama bertahun-tahun. Kami meninggalkan kota ketika Aku baru berumur beberapa bulan."
"Jadi sebelum tragedi. Dengar, jika Engkau tidak enggan datang ke rumah seorang petani, mari dan makanlah bersama kami. Engkau dan teman-teman-Mu. Kita akan bercakap-cakap sewaktu makan malam dan aku akan menyediakan tempat bermalam bagi kalian semua. Rumahku kecil. Tapi di atas kandang ada banyak jerami, tertimbun tinggi. Malam jernih dan hangat. Jika Kau mau, Kau bisa tidur di sana."
"Kiranya Allah Israel mengganjari keramahan-tamahanmu. Aku akan senang datang ke rumahmu."
"Seorang peziarah membawa berkat bersamanya. Tapi aku masih harus menyiramkan enam buyung air pada sayur-sayuran yang baru saja bersemi."
"Dan Aku akan membantumu."
"Tidak, Engkau seorang terhormat, perilaku-Mu mengatakan demikian."
"Aku seorang pekerja, perempuan. Yang ini seorang nelayan. Kedua orang Yudea itu kaya dan bekerja. Aku tidak." Dan Ia mengambil sebuah buyung yang tergeletak kempis pada bagian perut gendutnya dekat tembok sumur yang sangat rendah, Ia mengikatkannya ke tali, dan menurunkannya ke dalam sumur. Yohanes membantu-Nya. Juga yang lain ingin turut serta membantu dan mereka bertanya kepada perempuan itu: "Di manakah sayur-sayurannya? Katakan kepada kami dan kami akan membawa buyung-buyung ini ke sana."
"Semoga Allah memberkati kalian! Punggungku mau patah karena kecapaian. Mari…"
Dan sementara Yesus menarik buyung-Nya, ketiga murid menghilang di sebuah jalan setapak... dan kembali dengan dua buyung kosong, yang mereka isi dan lalu pergi lagi. Dan mereka tidak melakukannya tiga kali, tapi sepuluh kali. Dan Yudas tertawa, berkata: "Dia berteriak memberkati kita sampai serak. Kita memberi begitu banyak air pada sayur-mayurnya, hingga tanah akan basah untuk setidaknya dua hari, dan perempuan itu tidak akan harus mematahkan punggungnya." Ketika dia kembali untuk terakhir kalinya, dia berkata: "Guru, aku khawatir kita tidak sedang beruntung."
"Kenapa, Yudas?"
"Karena dia punya dendam terhadap Mesias. Aku katakan kepadanya: 'Janganlah mengutuk. Tidak tahukah engkau bahwa Mesias adalah anugerah terbesar bagi umat Allah? Yahweh menjanjikan-Nya kepada Yakub, dan sesudahnya kepada segenap para Nabi dan orang-orang benar di Israel. Dan engkau membenci-Nya?' Dia menjawab: 'Bukan Dia. Tapi dia yang oleh beberapa gembala mabuk dan tiga peramal terkutuk dari Timur disebut "Mesias"'. Dan sebab itu adalah Engkau…"
"Tidak masalah. Aku tahu Aku ditempatkan sebagai pencobaan dan pertentangan bagi banyak orang. Apakah kau katakan kepadanya siapa Aku?"
"Tidak, aku tidak bodoh. Aku ingin menyelamatkan punggung-Mu dan punggung kami."
"Kau melakukan yang benar. Bukan karena punggung kita. Tapi karena Aku ingin menunjukkan Diri-Ku ketika Aku pikir waktunya tepat. Mari kita pergi."
Yudas menghantar-Nya ke kebun sayur-mayur.
Perempuan itu mengosongkan ketiga buyung terakhir dan dia lalu membawa-Nya ke sebuah bangunan pedesaan di tengah kebun buah-buahan. "Masuklah," katanya. "Suamiku sudah di rumah."
Mereka melongok ke dalam sebuah darpur rendah yang berasap. "Damai bagi rumah ini." Yesus menyampaikan salam.
"Siapa pun Engkau, semoga Engkau dan teman-teman-Mu diberkati. Masuklah," jawab laki-laki itu. Dan dia membawa keluar bagi mereka sebaskom air agar mereka dapat menyegarkan dan membasuh diri. Lalu mereka semua masuk dan duduk sekeliling sebuah meja kasar.
"Terima kasih sudah membantu istriku. Dia mengatakannya kepadaku. Aku tidak pernah berhubungan dengan orang-orang Galilea sebelumnya dan Aku diberitahu bahwa mereka kasar dan suka berkelahi. Tapi Engkau lembut dan baik. Meski sudah capai... Engkau mau bekerja begitu keras. Apakah kalian datang dari jauh?"
"Dari Yerusalem. Kedua orang ini adalah orang Yudea. Yang satunya dan Aku Sendiri dari Galilea. Tapi, percayalah pada-Ku, teman: kau akan mendapati yang baik dan yang jahat di mana pun."
"Itu benar. Aku, pertama kali aku bertemu orang-orang Galilea, aku dapati mereka orang-orang baik. Perempuan, bawakan makanan. Aku hanya punya roti, sayur-mayur, buah zaitun dan keju. Aku seorang petani."
"Aku Sendiri bukan seorang terhormat. Aku seorang tukang kayu."
"Apa? Engkau? Dengan perilaku-Mu?"
Perempuan itu menyela: "Tamu kita dari Betlehem, sudah kukatakan kepadamu, dan jika sanak-saudara-Nya mengalami aniaya, mereka mungkin kaya dan terpelajar, seperti Yosua anak Ur, Matius anak Ishak, Lewi anak Abraham, orang-orang malang!..."
"Kau tidak ditanya. Maafkan dia. Kaum perempuan lebih banyak bicara dibandingkan burung-burung pipit di sore hari."
"Apakah mereka keluarga orang-orang Betlehem?"
"Apa? Engkau tidak tahu siapa mereka, dan Kau berasal dari Betlehem?"
"Kami melarikan diri ketika Aku masih berumur beberapa bulan."
Perempuan yang pastilah sangat cerewet, kembali berbicara: "Ia pergi sebelum pembantaian."
"Eh! Begitu. Jika tidak Ia tidak akan ada di dunia ini. Apakah Kau pernah kembali?"
"Tidak, tidak pernah."
"Betapa tragedi yang mengerikan! Kau tidak akan menemukan banyak dari yang dikatakan Sara ingin Kau temui dan kunjungi. Banyak yang terbunuh, banyak yang lari, banyak… siapa yang tahu!... hilang, dan tidak pernah diketahui apakah mereka mati di padang gurun atau dibunuh dalam penjara sebagai hukuman atas pemberontakan mereka. Tapi apakah itu pemberontakan? Dan siapakah yang akan tinggal diam membiarkan begitu banyak kanak-kanak yang tak berdosa dibantai? Tidak, tidaklah adil jika Lewi dan Elia masih hidup sementara begitu banyak kanak-kanak tak berdosa mati!
"Siapakah kedua orang itu, dan apakah yang mereka lakukan?"
"Ya... setidaknya Engkau akan sudah mendengar mengenai pembantaian. Pembantaian oleh Herodes... Lebih dari seribu bayi dibantai di kota, hampir seribu lainnya di desa (1). Dan mereka semua, atau hampir semua, laki-laki, karena dalam kemarahan mereka, dalam kegelapan, dalam perkelahian, para pembunuh merenggut dari buaian mereka, dari tempat tidur ibu mereka, dari rumah-rumah yang mereka serbu, juga beberapa bayi perempuan, dan mereka menusuk dengan pedang seperti bayi rusa yang sedang menyusu dibidik jatuh oleh para pemanah. Baiklah: mengapa semua itu terjadi? Sebab sekelompok gembala, yang jelas minum banyak sekali cider [=sari buah apel yang difermentasikan] guna menahan dinginnya malam yang menggigit, dalam gila kegembiraan, menyatakan bahwa mereka telah melihat malaikat, mendengar nyanyian-nyanyian, menerima perintah... dan mereka mengatakan kepada kami yang di Betlehem: 'Mari. Sembahlah. Mesias telah dilahirkan.' Coba bayangkan: Mesias dalam sebuah gua! Dengan segenap ketulusan hati, harus aku akui bahwa mereka semua mabuk, bahkan aku yang saat itu masih remaja, juga istriku, yang saat itu hanya beberapa tahun lebih tua… sebab kami semua percaya kepada mereka, dan dalam diri seorang peremuan Galilea yang miskin kami melihat Bunda Perawan yang disebut oleh para Nabi. Tapi Ia bersama dengan suami-Nya, seorang Galilea kasar! Jika Ia adalah istri, bagaimana mungkin Ia adalah sang 'Perawan'? Singkat cerita: kami percaya. Hadiah-hadiah, sembah sujud… rumah-rumah terbuka demi memberi mereka keramah-tamahan!...
Oh! Mereka memainkan peran mereka dengan sangat baik! Anna yang malang! Dia kehilangan harta milik dan hidupnya, dan juga anak-anaknya, terkecuali putri sulungnya, satu-satunya yang tersisa sebab dia menikah dengan seorang pedagang di Yerusalem, kehilangan seluruh harta sebab rumah mereka dibakar habis dan semua miliknya dibiarkan terbengkalai atas perintah Herodes. Sekarang menjadi ladang yang tak ditanami di mana ternak digembalakan."
"Dan itu sepenuhnya kesalahan para gembala?"
"Tidak, itu adalah juga kesalahan dari tiga ahli sihir yang datang dari kerajaan Setan. Mungkin mereka kaki tangan dari ketiganya... Dan kami begitu bodoh merasa bangga akan begitu banyak kehormatan! Dan kepala sinagoga yang malang! Kami membunuhnya sebab dia bersumpah bahwa nubuat-nubuat menegaskan kebenaran dari perkataan para gembala dan para ahli sihir..."
"Jadi karenanya itu kesalahan para gembala dan para ahli sihir?"
"Tidak, orang Galilea. Itu adalah kesalahan kami juga. Kesalahan atas kecenderungan kami yang mudah percaya. Mesias telah dinantikan untuk jangka waktu yang sangat lama! Berabad-abad lamanya pengharapan. Dan ada banyak kekecewaan belakangan ini karena Mesias-mesias palsu. Salah seorang dari antara mereka adalah seorang Galilea, seperti Engkau, seorang lagi bernama Teudas. Penipu-penipu! Mereka... Mesias-mesias! Mereka tak lain adalah petualang-petualang tamak yang berburu sekedar keberuntungan! Kita harus belajar dari pelajaran itu. Sebaliknya…"
"Baik, jadi, mengapakah kalian mengutuk semua gembala dan ahli sihir itu? Jika kalian beranggapan bahwa kalian sendiri juga bodoh, maka kalian juga harus dikutuk. Tapi hukum kasih melarang orang mengutuk. Satu kutukan mendatangkan kutukan yang lain. Apakah kalian yakin kalian benar? Tak mungkinkah para gembala dan ahli sihir itu menyatakan kebenaran, yang disingkapkan kepada mereka oleh Allah? Mengapakah kalian bersiteguh yakin bahwa mereka adalah penipu?"
"Karena tahun-tahun nubuat belum genap. Kami berpikir tentang itu sesudahnya... sesudah mata kami dicelikkan oleh darah yang memerahkan baskom-baskom dan anak-anak sungai."
"Dan tak dapatkah Yang Mahatinggi memajukan kedatangan Juruselamat, demi kasih tak terkira terhadap umat-Nya? Atas dasar apakah para ahli sihir mendasarkan pernyataan mereka? Kau katakan bahwa mereka datang dari Timur…"
"Atas dasar perhitungan mereka mengenai sebuah bintang baru."
"Tidakkah tertulis: 'Bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel'? Bukankah Yakub seorang Patriark besar dan tidakkah dia berhenti di tanah Betlehem yang sangat dicintainya seperti matanya, sebab kekasihnya Rahel mati di sana? Dan tidakkah mulut seorang Nabi mengatakan: 'Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah'? Isai, bapa Daud, dilahirkan di sini. Tidakkah tunas pada tunggulnya, yang dipotong pada akar-akarnya oleh para perampas kuasa yang keji, bukankah sang "Perawan" Yang akan melahirkan PutraNya, yang mengandung bukan karena perbuatan manusia, jika tidak demikian Ia bukan seorang perawan, melainkan karena kehendak ilahi, di mana Ia akan menjadi sang 'Imanuel' [=Allah menyertai kita] sebab: Putra Allah, Ia akan menjadi Allah dan membawa Allah di antara umat Allah, sebagaimana dimaklumkan nama-Nya? Dan tidakkah Ia akan dimaklumkan, sebagaimana dikatakan nabi, kepada mereka yang berjalan dalam kegelapan, yakni kepada orang-orang yang tak mengenal Allah, 'oleh suatu terang yang besar'? Dan bintang yang dilihat para ahli sihir, tidak mungkinkah itu bintang Yakub, terang besar dari dua nubuat Bileam dan Yesaya? Dan pembantaian keji yang diperintahkan oleh Herodes, tidakkah itu termasuk dalam nubuat-nubuat? 'Terdengarlah suara di Rama… Rahel menangisi anak-anaknya.' Dikatakan bahwa airmata akan memancar dari tulang-belulang Rahel dalam makamnya di Efrata ketika, melalui Juruselamat, ganjaran akan datang bagi orang-orang kudus. Airmata yang akan berubah menjadi tawa surgawi, bagai pelangi yang dibentuk oleh tetes-tetes terakhir badai, tapi dia berkata: 'Di sini, langit cerah.'"
"Engkau seorang terpelajar. Apakah Engkau seorang rabbi?"
"Ya, benar."
"Dan aku merasakannya. Ada terang dan kebenaran dalam kata-kata-Mu. Tapi... Oh! terlalu banyak luka yang masih berdarah di tanah Betlehem ini karena Mesias yang sejati atau yang palsu… aku tidak akan pernah meminta-Nya untuk datang kemari. Tanah akan menolak-Nya seperti ia menolak seorang putra tiri yang menyebabkan kematian anak-anaknya yang sesungguhnya. Bagaimanapun... jika itu Dia... Dia mati bersama anak-anak lain yang dibantai."
"Di manakah Lewi dan Elia tinggal sekarang?"
"Apakah Engkau mengenal mereka?" Laki-laki itu menjadi curiga.
"Aku tidak mengenal mereka. Wajah mereka tidak Aku kenal. Tapi mereka tidak bahagia, dan Aku selalu berbelas-kasihan kepada yang tidak bahagia. Aku ingin pergi dan mengunjungi mereka."
"Baik, Engkau akan menjadi yang pertama sesudah sekitar tigapuluh tahun. Mereka masih gembala dan mereka bekerja untuk seorang Herodian yang kaya dari Yerusalem, yang telah mengambil alih banyak dari harta milik orang-orang yang tewas… Selalu ada seseorang yang mendapatkan keuntungan! Kau akan menemukan mereka dengan kawanan ternak mereka di dataran tinggi menuju Hebron. Tapi ini nasehatku: jangan biarkan seorang pun dari Betlehem melihat-Mu berbicara kepada mereka. Kau akan menderita karenanya. Kami bertahan terhadap mereka karena... karena sang Herodian. Jika tidak..."
"Oh! Kebencian! Mengapa benci?"
"Karena itu adil. Mereka telah mencelakakan kami."
"Mereka pikir mereka melakukan yang baik."
"Tapi mereka mencelakakan. Biar mereka yang celaka. Kami seharusnya membunuh mereka seperti mereka sudah membunuh begitu banyak orang lewat kebodohan mereka. Tapi kami sendiri menjadi bodoh dan kemudian… ada si Herodian."
"Jadi, andai sang majikan tidak ada di sana, setelah keinginan pertama untuk membalas dendam, yang masih dapat dimaafkan, apakah kau akan membunuh mereka?"
"Kami akan membunuh mereka bahkan sekarang, andai saja kami tidak takut pada majikan mereka."
"Teman, Aku berkata kepadamu, jangan membenci. Jangan mengharapkan hal-hal yang buruk. Jangan antusias untuk melakukan hal-hal yang jahat. Tak ada yang salah di sini. Bahkan meski ada, maafkanlah. Maafkanlah dalam nama Allah. Katakan pada orang-orang Betlehem yang lainnya juga. Ketika hati kalian bebas dari kebencian, Mesias akan datang; pada saat itu kalian akan mengenal-Nya, sebab Ia hidup. Ia telah ada ketika pembantaian terjadi. Aku berkata kepadamu. Itu adalah salah Setan, bukan salah para gembala dan para ahli sihir sehingga pembantaian terjadi. Mesias dilahirkan di sini bagi kalian, Ia datang untuk membawa Terang ke tanah leluhur-Nya. Putra dari Bunda Perawan dari keturunan Daud, di antara reruntuhan keturunan Daud, Ia menganugerahkan suatu aliran Rahmat kepada dunia, dan suatu kehidupan baru kepada umat manusia…"
"Pergi! Enyah dari sini! Engkau seorang pengikut dari Mesias palsu itu, Yang tak bisa tidak palsu, sebab Ia mendatangkan kemalangan bagi kami di sini di Betlehem. Engkau membela-Nya, jadi…"
"Diamlah. Aku seorang Yudea dan Aku punya teman-teman yang berpengaruh. Aku dapat membuatmu merasa menyesal atas penghinaanmu," ledak Yudas, sembari mencengkeram pakaian si petani, dan mengguncangkannya dalam murka yang menyala.
"Tidak, tidak, enyah dari sini! Aku tidak ingin membuat masalah dengan orang-orang Betlehem atau dengan Romawi ataupun Herodes. Enyah, kalian yang terkutuk, jika kalian tidak ingin aku meninggalkan tandaku pada kalian... Pergi!"
"Marilah kita pergi, Yudas. Jangan membalas. Mari kita tinggalkan dia dalam kedengkiannya. Allah tidak akan masuk di mana ada kedengkian yang pahit. Marilah kita pergi."
"Ya, kita akan pergi. Tapi kau akan membayar untuk itu."
"Tidak, Yudas, jangan katakan itu. Mereka buta... Kita akan menemui begitu banyak dalam perjalanan-Ku."
Mereka pergi keluar mengikuti Simon dan Yohanes, yang sudah berada di luar, berbicara dengan si perempuan, di pojok kandang.
"Maafkan suamiku, Tuhan. Aku tidak bermaksud untuk menimbulkan begitu banyak masalah… Ini, ambillah ini. Makanlah besok pagi. Baru ditelurkan. Aku tak punya yang lain… Maafkan kami. Di manakah Engkau akan tidur?" (Dia memberi-Nya beberapa butir telur).
"Jangan khawatir. Aku tahu ke mana harus pergi. Pergilah dan damai sertamu untuk kebaikanmu. Selamat tinggal."
Mereka berjalan tak berapa jauh, tanpa berbicara, lalu Yudas meledak: "Tapi Engkau... Mengapa tak membuatnya menyembah-Mu? Mengapa Kau tidak meremukkan pengutuk kotor itu ke dalam lumpur? Jatuh terhenyak ke tanah! Remuk sebab dia tidak menunjukkan hormat kepada-Mu, sang Mesias… Oh! Itu yang akan aku lakukan! Orang-orang Samaria patut direndahkan hingga menjadi abu lewat suatu mukjizat! Hanya itu yang akan membangunkan mereka."
"Oh! Berapa kali Aku akan mendengar itu dikatakan! Tapi jika Aku harus merendahkan menjadi abu setiap dosa melawan Aku!... Tidak Yudas. Aku datang untuk menciptakan, bukan untuk membinasakan."
"Ya! Dan sementara itu meraka akan membinasakan-Mu."
Yesus tidak menjawab.
Simon bertanya: "Kemanakah kita akan pergi sekarang, Guru?"
"Mari bersama-Ku, Aku tahu suatu tempat."
"Tapi jika Engkau tidak pernah ke sini sesudah Engkau pergi, bagaimana Engkau dapat tahu?" tanya Yudas, masih marah.
"Aku tahu. Bukan suatu tempat yang indah. Tapi Aku pernah ke sana sebelumnya. Bukan di Betlehem… sedikit di luar… Mari kita berbalik lewat jalan ini."
Yesus di depan, diikuti oleh Simon, lalu Yudas dan Yohanes terakhir... Dalam keheningan, yang dipecahkan hanya oleh gemerisik sandal mereka di atas butiran-butiran kerikil kecil di atas jalan setapak, dapat terdengar seseorang sedang menangis.
"Siapa yang menangis?" tanya Yesus sambil berbalik.
Dan Yudas: "Yohanes. Dia ketakutan."
"Tidak, aku tidak takut. Aku sudah menempatkan tanganku di atas pisau di bawah ikat pinggangku… Lalu aku ingat kata-kata yang kerap Kau ulangi: 'Jangan membunuh, ampunilah.'"
"Jadi, kenapa kau menangis?" tanya Yudas.
"Sebab aku menderita melihat bahwa dunia tidak mengasihi Yesus. Mereka tidak mengenal-Nya, dan mereka tak mau mengenal-Nya. Oh! Sungguh menyakitkan! Seolah seorang mengoyak hatiku dengan duri-duri yang membara. Seolah aku melihat seorang menginjak-injak ibuku atau meludahi muka ayahku… Bahkan lebih buruk… Seolah aku melihat kuda-kuda bangsa Romawi makan dalam Tabut Suci dan beristirahat dalam Yang Mahakudus."
"Jangan menangis, Yohanes-Ku terkasih. Katakan untuk saat ini dan untuk beribu kali di masa mendatang: 'Ia adalah Terang dan Ia datang untuk menerangi kegelapan - tapi kegelapan tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada dunia yang telah dijadikan untuk-Nya, tapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang ke kota asal-Nya, tempat tinggal-Nya, tapi orang-orang-Nya sendiri tidak menerima-Nya.' Oh! Janganlah menangis seperti itu!"
"Itu tak terjadi di Galilea!" kata Yohanes seraya menghela napas panjang.
"Yah, bahkan tidak di Yudea," kata Yudas. "Yerusalem adalah ibukota dan tiga hari yang lalu kota itu memadahkan hosana bagi-Mu, Mesias! Kalian tak dapat menilai dari tempat para petani kasar, para gembala dan tukang kebun ini. Juga orang-orang Galilea, berhati-hatilah, tidak semuanya baik. Lagi pula, dari mana Yudas, Mesias palsu itu, berasal? Mereka mengatakan…"
"Cukup, Yudas. Tidak ada gunanya marah. Aku tenang. Tenanglah juga. Yudas, kemarilah. Aku ingin berbicara kepadamu." Yudas pergi ke dekat-Nya. "Ambil kantong ini. Kau yang akan belanja untuk besok."
"Dan sementara ini, di manakah kita akan menginap?"
Yesus tersenyum, tapi tidak menjawab. Sudah gelap. Semuanya putih dalam cahaya sinar bulan. Burung-burung bulbul berkicau di atas pepohonan zaitun. Sebuah anak sungai kelihatan bagai sehelai pita perak yang kemilau. Orang dapat mencium bau jerami dari ladang-ladang yang disiangi, dan juga akan aku katakan, bau tubuh yang hangat. Lenguhan dan embikan dapat terdengar. Dan bintang-bintang, bintang-bintang dan bintang-bintang... bintang-bintang bertebaran di atas tirai surgawi, sebuah canopy bertabur batu-batu permata yang hidup, dihamparkan di atas bukit-bukit Betlehem.
"Tapi di sini!... Tak ada apa-apa selain puing-puing di sini! Ke manakah Engkau hendak membawa kami? Kota di sebelah sana."
"Aku tahu. Ayo. Ikuti anak sungai, di belakang-Ku. Beberapa langkah lagi dan lalu… lalu Aku akan menawarkan kepada kalian tempat tinggal Raja Israel."
Yudas mengangkat bahunya dan diam.
Beberapa langkah lagi, lalu timbunan reruntuhan rumah: sisa rumah-rumah… Sebuah gua di antara belahan-belahan sebuah tembok besar.
Yesus bertanya: "Apakah kalian punya sumbu? Nyalakan."
Simon menyalakan sebuah lampu kecil yang ia keluarkan dari tas kainnya dan ia memberikannya kepada Yesus.
"Masuklah" kata sang Guru sembari mengangkat lampu. "Masuklah. Inilah kamar kelahiran Raja Israel."
"Kau pasti bercanda, Guru! Ini sebuah liang yang kotor. Ah! Aku tidak mau tinggal di sini! Aku jijik: lembab, dingin, bau, penuh kalajengking dan mungkin juga ular…"
"Dan meski begitu… sahabat-sahabat-Ku, di sini pada malam tanggal duapuluh lima bulan Chislev, pada Pesta Terang, Yesus Kristus, dilahirkan dari sang Perawan; Imanuel, Sabda Allah yang menjadi daging, demi kasih kepada manusia: Aku Yang sedang berbicara kepada kalian. Juga pada waktu itu, sama seperti sekarang, dunia tuli terhadap suara-suara Surga yang berbicara ke dalam hati manusia… dan dunia menolak sang Bunda... dan di sini… Tidak, Yudas, jangan alihkan pandanganmu dengan jijik dari kelelawar-kelelawar [=nyctalus noctula, jenis kelelawar pemakan serangga yang besar berwarna kemerahan] yang mengepak-kepakkan sayapnya itu, dari kadal-kadal hijau itu, dari jaring-jaring laba-laba itu, jangan mengangkat dengan jijik mantolmu yang bersulam indah, kalau-kalau mantolmu akan menyapu tanah yang ditimbuni kotoran hewan. Kelelawar-kelelawar itu adalah anak-anak dari anak-anak kelelawar-kelelawar yang adalah mainan pertama yang digoyang-goyangkan di depan mata Kanak-kanak, bagi Siapa para malaikat memadahkan 'Gloria' yang terdengar oleh para gembala, yang dimabukkan hanya oleh sukacita yang meluap-luap, sukacita yang sejati. Hijau zamrud kadal-kadal itu adalah warna pertama yang menarik mata-Ku, yang pertama, sesudah wajah putih BundaKu dan gaun-Nya. Jaring-jaring laba-laba itu adalah canopy buaian kerajaan-Ku. Tanah ini... oh! kalian dapat menginjaknya tanpa jijik… Tanah ini dikotori dengan kotoran hewan… tapi dikuduskan dengan kaki-Nya, kaki Bunda Allah Tanpa Dosa yang Suci, Tersuci, Termurni, Yang melahirkan, sebab Ia harus melahirkan, sebab Allah, bukan manusia, mengatakan kepada-Nya dan menaungi-Nya dangan bayang-Nya. Ia, Yang Tanpa Salah, menginjakkan kaki ke atasnya. Kalian dapat menginjakkan kaki kalian juga. Dan kiranya kemurnian yang disebarkan oleh-Nya, oleh kehendak Allah, naik dari tapak-tapak kaki kalian masuk ke dalam hati kalian…"
Simon jatuh berlutut. Yohanes langsung pergi menuju palungan dan menangis, menyandarkan kepalanya padanya. Yudas ketakutan... dia dikuasai oleh emosi, dan tak lagi mengkhawatirkan mantolnya yang indah, dia berlutut di atas tanah, meraih ujung jubah Yesus dan menciumnya serta menebah dadanya seraya berkata: "Oh! Guru-ku yang baik, berbelas-kasihanlah pada kebutaan hamba-Mu! Kesombonganku lenyap… aku melihat Engkau seperti Engkau adanya. Bukan raja yang aku bayangkan. Melainkan Pangeran Abadi, Bapa dari abad-abad mendatang, Raja damai. Kasihanilah, Tuhan-ku dan Allah-ku, kasihanilah aku!"
"Ya, kalian semua beroleh belas-kasihan-Ku! Sekarang kita akan tidur di mana Bayi dan Perawan tidur, di sebelah sana di mana Yohanes telah mengambil tempat Bunda yang menyembah, di sini di mana Simon tampak seperti bapa asuh-Ku. Atau, jika kalian mau, Aku akan berbicara kepada kalian mengenai malam itu…"
"Oh! ya, Guru, ceritakan kepada kami perihal kelahiran-Mu."
"Agar kiranya itu menjadi mutiara yang bersinar cemerlang dalam hati kami. Dan kami dapat menceritakannya kepada seluruh dunia."
"Dan kami dapat menghormati BundaMu yang Perawan, bukan hanya sebagai BundaMu, melainkan juga sebagai… sebagai sang Perawan!"
Yudas yang pertama berbicara, lalu Simon dan lalu Yohanes, yang wajahnya tersenyum dan menangis, dekat palungan.
"Datang dan duduklah di atas jerami. Dengarkanlah..." dan Yesus menceritakan kepada mereka malam kelahiran-Nya. "...sementara Bunda menjelang waktu-Nya untuk melahirkan Anak-Nya, sebuah dekrit diterbitkan oleh delegasi kekaisaran Publius Sulpicius Quirinus pada perintah dari Kaisar Agustus, ketika Sentius Saturninus menjadi Gubernur Palestina. Dekrit itu memaklumkan bahwa sensus harus dilaksanakan oleh segenap rakyat kekaisaran. Mereka yang bukan budak wajib pergi ke tempat asalnya dan mendaftarkan diri pada pendataan penduduk resmi kekaisaran. Yosef, suami Maria, berasal dari keturunan Daud, dan BundaKu juga dari keturunan Daud. Seturut dekrit, mereka meninggalkan Nazaret dan datang ke Betlehem, tempat kelahiran keluarga kerajaan. Cuaca sangat buruk..." Yesus melanjutkan kisah dan semuanya pun berakhir demikian.
(1) Jumlah sebenarnya dari bayi yang tewas adalah tigapuluh dua: delapanbelas di antaranya dalam kota Betlehem dan empatbelas di wilayah sekitarnya. Juga enam bayi perempuan dibantai sebab pembunuh bayaran tak dapat membedakan mereka dari bayi laki-laki sebab mereka berpakaian serupa, dan juga karena kegelapan malam dan ketergesaan mereka untuk membunuh. Si petani, seperti biasa pada umumnya, membesar-besarkannya. Keterangan rinci di atas diberikan oleh Maria Valtorta pada selembar kertas terpisah yang ditambahkan pada naskah asli.
|
|