Surat Paus kepada SBY
“Mohon Pengampunan Atas Tibo Cs”
Setelah tiga bulan yang lalu mengirimkan rosario suci kepada tiga orang umatnya: Tibo, Dominggus dan Marinus, kini Paus kembali mengirimkan surat kepada Presiden SBY. Surat tersebut berisi permohonan pengampunan atas Tibo dkk. Paus merninta supaya Presiden SBY dapat memperhatikan kembali surat keputusan Pengadilan Negeri Poso yang menjatuhkan hukuman mati kepada tiga pria Katolik yang kini berada di balik jeruji besi.
Dalam suratnya tertanggal 11 Agustus 2006, melalui Cardinal Angelo Sodano, Secretary of State, Paus Benedictus XVI menegaskan bahwa Presiden SBY harus menghapus hukuman mati terhadap Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, karena dalam hal apapun manusia tidak memiliki wewenang untuk menghilangkan nyawa manusia.
Pernyataan itu berkaitan dengan ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) II dari para terpidana mati kepada Presiden SBY. Meski pun surat itu sudah diterima, namun SBY masih tetap pada pendiriannya untuk menuruti putusan Pengadilan Tinggi Poso, mengeksekusi mati ketiga terpidana itu.
Sementara itu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga mengajukan hal yang sama kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Lembaga Gereja Katolik yang beranggotakan para uskup dari seluruh Indonesia itu menyatakan menolak hukuman mati yang diterapkan di Indonesia. Meskipun KWI tidak menyebutkan secara langsung nama para tersangka dalam antrean eksekusi tersebut, namun secara jelas yang dimaksud adalah Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, yang kini nyawanya terancam dieksekusi mati di Poso, Sulawesi Tengah.
KWI menilai bahwa dengan hukuman mati, hidup seseorang diakhiri dan tidak bisa dikembalikan lagi, kendati di kemudian hari kebenaran yang sesungguhnya dapat mengungkapkan yang berbeda. Apabila negara kita, telah meratifikasi Perjanjian (Kovenan) Hak Sipil dan Politik maka hak hidup setiap orang diakui dan dijunjung tinggi. “Oleh sebab itu, KWI meminta dengan tulus ditundanya pelaksanaan hukuman mati terhadap siapapun, dan semoga hukuman mati di Indonesia dihapuskan untuk selanjutnya. Kami percaya bahwa Bapak Presiden akan dengan penuh kebijaksanaan mengambil keputusan yang terbaik,” tulis KWI kepada Presiden SBY.
Di Manado, Mgr Suwatan bersama tokoh lintas agama lain menyerukan untuk menunda eksekusi terhadap tiga orang umat Kristiani yang dihukum mati itu. “Setelah kami mendengar bahwa pada tanggal 12 Agustus 2006, eksekusi mati Tibo cs akan dilaksanakan, maka rasa keadilan dan kemanusiaan kami terusik.” Karena adanya NOVUM baru yang jelas-jelas diperoleh dari sidang Pengadilan Negeri Palu tertanggal 9 Maret 2006, NOVUM mana sampai hari ini sama sekali belum dipakai oleh para penegak hukum guna mencari kebenaran materiil dari kasus ini, maka kami sebagai tokoh agama dan masyarakat dengan ini menyerukan sedikitnya 5 poin penting kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono:
Pertama, bahwa hak untuk hidup adalah hak yang paling asasi, yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun juga sebagaimana dijamin dalam konvensi dunia tentang hak asasi manusia dan harus pula dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia serta diakui dalam tatanan hidup bermasyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang ber-Pancasila dan ber-Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, bahwa pelaksanaan hukum mati kepada ketiga terpidana itu belum berkeadilan karena belum didapati kebenaran materiil, antara lain tidak dipertimbangkannya NOVUM dalam sidang PK yang dilaksanakan oleh Tim Lima Hakim Agung pada tanggal 9 Mei 2006, dan lebih SUNGGUH TIDAK MASUK AKAL menuduh Tibo cs menyerang kompleks Moengko, yang notabene adalah kompleks dari tempat peribadatannya sendiri, demikian juga tempat sekolah dan asrama anak-anak mereka sendiri. Dengan demikian sekurang-kurangnya materi tuduhan tentang peristiwa di kompleks Moengko pada tanggal 23 Mei 2000, pasti tidak benar.
Ketiga, kami menolak pelaksanaan hukuman mati Tibo cs yang diyakini belum berkeadilan dan belum didapati kebenaran materiil.
Keempat, menghimbau agar pelaksanaan hukuman mati, hendaknya menunggu kepastian penyelesaian RUU KUHP yang baru, yang pada saat ini sedang dalam penyelesaian oleh para wakil rakyat kita di DPR.
Kelima, bahwa kesalahan dalam mengeksekusi mati NYAWA atau HIDUP seseorang, yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, akan membawa dampak kepada citra pengadilan dan penegakan hukum serta nama baik Pemerintah dan Bangsa Indonesia di tengah keluarga besar bangsa-bangsa sedunia. ** padma/desse
Sumber: Tabloid Rohani Populer Sabda, No. 85/thn IX/2006
|