175. PENDERITA KUSTA DISEMBUHKAN DI KAKI GUNUNG.
30 Mei 1945
Di antara banyak bebungaan yang mengharumkan bumi dan menyukakan mata kita, aku melihat suatu penampakan mengerikan dari seorang kusta yang menjijikkan, yang dimakan habis penyakitnya, yang sepenuhnya diselimuti borok-borok.
Orang banyak berteriak ketakutan dan bergegas kembali ke lereng-lereng gunung yang lebih rendah. Sebagian dari mereka mengumpulkan batu-batu untuk dilemparkan pada laki-laki yang sekujur tubuhnya penuh luka itu.
Akan tetapi Yesus berbalik dengan kedua tangan sepenuhnya terentang dan berseru: "Damai! Tinggallah di tempat kalian berada: jangan takut. Turunkan batu-batu itu. Berbelas-kasihanlah terhadap seorang saudara yang malang. Dia adalah putra Allah juga."
Orang banyak taat, diliputi oleh kuasa sang Guru, Yang bergerak maju melintasi rerumputan tinggi yang berbunga hingga beberapa langkah dari si kusta, yang, dari pihaknya, sudah mengerti bahwa Yesus melindunginya, dan datang mendekat.
Ketika tiba pada Yesus, dia prostratio, dan rerumputan yang berbunga melingkupinya bagai air sejuk yang harum. Bunga-bunga berombak-ombak dan menyatu, membentuk sebuah selubung di atas laki-laki malang yang tersembunyi di bawahnya. Hanya suatu suara sedih yang dapat terdengar yang mengingatkan orang akan makhluk malang yang terpuruk di sana. Suara itu berkata: "Tuhan, jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku. Kasihanilah juga aku!"
Yesus menjawab: "Angkatlah kepalamu dan tataplah Aku. Seorang yang percaya akan Surga haruslah dapat menatapnya. Dan kau tentunya percaya, sebab kau meminta suatu rahmat."
Rerumputan bergoncang dan tersibak sekali lagi. Bagai kepala seorang dari sebuah kapal karam muncul dari lautan, kepala si kusta muncul, tanpa rambut dan jenggot. Kepalanya hanyalah berupa tengkorak yang belum sepenuhnya kehilangan semua dagingnya.
Dan meski begitu Yesus tidak jijik menyentuh dahi itu dengan ujung jemari-Nya, di mana tidak ada borok di atas kulit. Tapi kulit di tempat itu berwarna abu-abu, bersisik, dan berada di antara dua erosi yang membusuk, di mana yang satunya telah menghancurkan kulit kepalanya, sementara yang lainnya telah membuka sebuah lubang di mana mata kanannya berada, sehingga aku tidak dapat mengatakan apakah bola matanya masih ada dalam rongga mata yang besar itu, yang, di antara pelipis dan hidungnya, terpapar telanjang tulang pipi dan tulang rawan hidungnya, penuh kerusakan. Dan Yesus, dengan menempatkan ujung jemari-Nya yang indah di atasnya, berkata: "Aku mau. Jadilah tahir."
Dan seolah laki-laki itu tidak habis dimakan penyakit dan dipenuhi borok, melainkan hanya diselimuti kotoran di atas mana air pembasuh dicurahkan, kustanya lenyap sektika. Pertama-tama luka-lukanya disembuhkan, lalu kulitnya menjadi bersih, mata kanannya muncul di antara kelopak mata yang baru, bibirnya mengatup sekeliling gigi-giginya yang kekuningan.
Hanya rambutnya dan jenggotnya yang tidak ada, yakni, hanya ada seberkas kecil rambut di mana tadinya ada hanya sedikit kulit yang utuh.
Khalayak ramai berseru takjub. Dan sorak-sorai sukacita mereka mengatakan kepada si laki-laki bahwa dia sudah disembuhkan. Dia mengangkat kedua tangannya, yang sejauh itu tersembunyi di balik rerumputan, dia menyentuh matanya, di mana tadi ada lubang besar; dia menyentuh kepalanya, di mana borok besar mempertontonkan terngkoraknya dan merasakan kulitnya yang baru. Dia berdiri, melihat pada dadanya, pinggulnya… Dia sepenuhnya utuh dan bersih… Dia roboh sekali lagi di atas padang berbunga dengan menangis penuh sukacita.
"Janganlah menangis. Berdiri dan dengarkan Aku. Kembalilah pada hidup seturut ritus dan jangan katakan pada seorang pun hingga kau sudah melakukannya. Perlihatkan dirimu pada imam sesegera mungkin, buatlah persembahan seperti yang diperintahkan Musa sebagai bukti dari kesembuhanmu yang ajaib."
"Adalah bagi Engkau aku harus bersaksi, Tuhan-ku!"
"Kau akan bersaksi bagi-Ku dengan mencintai doktrin-Ku! Pergilah."
Orang banyak sudah mendekat kembali dan mereka mengucapkan selamat kepada si laki-laki yang secara mukjizat disembuhkan, meski dari suatu jarak. Ada sebagian orang yang merasa mereka perlu memberinya sedikit bekal untuk perjalanannya dan melemparkan keping-keping uang kepadanya. Yang lainnya melemparkan roti dan bahan makanan, dan seorang laki-laki, melihat bahwa pakaian si kusta tak lebih dari sehelai kain dekil yang compang-camping, melalui mana keseluruhan tubuhnya terlihat, menanggalkan mantolnya, mengikatnya dalam sebuah simpul, seolah mantol itu adalah sebuah saputangan besar, dan melemparkannya pada si kusta yang dengan demikian dapat membungkus tubuhnya secara pantas. Seorang laki-laki lain, sebab kemurahan hati itu menular apabila dilakukan bersama, tak dapat menahan keinginan untuk melengkapi si kusta dengan sandal, mencopot sandalnya sendiri dan melemparkannya pada si kusta.
"Dan bagaimana denganmu?" tanya Yesus Yang melihat tindakan itu.
"Oh! Aku tinggal dekat sini. Aku bisa berjalan telanjang kaki. Dia harus berjalan jauh."
"Kiranya Allah memberkatimu dan mereka semua yang sudah membantu saudara kita. Sobat: kau akan berdoa bagi mereka."
"Ya, ya, aku akan berdoa bagi mereka dan bagi Engkau: supaya dunia beriman kepada-Mu."
"Selamat tinggal. Pergilah dalam damai."
Laki-laki itu melangkah pergi beberapa yard, lalu berpaling kembali dan berseru: "Bolehkah aku mengatakan kepada imam bahwa Engkau yang telah menyembuhkan aku?"
"Tidak perlu. Katakan saja: 'Tuhan berbelas-kasihan padaku.' Itu adalah sepenuhnya kebenaran dan tidak ada lainnya yang diperlukan."
Orang banyak berdesakan sekeliling sang Guru, membentuk sebuah lingkaran yang tak hendak membuka apapun resikonya. Tapi matahari sudah tenggelam dan istirahat Sabat pun dimulai. Desa-desa jauh letaknya. Namun orang banyak tidak mengangankan desa mereka, makanan mereka atau apapun lainnya. Tapi para rasul khawatir mengenainya dan mereka mengatakannya pada Yesus. Juga murid-murid yang lebih senior khawatir. Ada para perempuan dan anak-anak, dan sementara cuaca malam itu lembut dan rerumputan di padang terasa nyaman, bintang-bintang bukanlah roti, pula batu-batu tidaklah menjadi roti.
Yesus adalah satu-satunya yang tidak khawatir. Orang banyak sementara itu menyantap makanan mereka yang masih tersisa tanpa khawatir dan Yesus menunjukkan hal itu pada para rasul-Nya: "Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepada kalian bahwa orang-orang ini lebih layak dibandingkan kalian! Lihat betapa tanpa khawatir mereka menyantap habis semuanya. Aku katakan kepada mereka: 'Barangsiapa yang tidak dapat percaya bahwa Allah akan menyediakan makanan bagi anak-anak-Nya besok, boleh pergi', dan mereka tinggal. Allah tidak akan memungkiri MesiasNya dan tidak akan mengecewakan mereka yang berharap pada-Nya."
Para rasul angkat bahu dan tidak menunjukkan kepedulian terhadap yang lainnya.
Malam tiba sesudah matahari yang merah indah tenggelam dalam damai dan keheningan negeri menyebar ke atas semuanya, sesudah paduan suara terakhir burung-burung. Ada desir lembut angin dan lalu seekor burung malam pertama terbang dalam bisu, bintang pertama muncul dan seekor kodok berkuak-kuak.
Anak-anak sudah tidur. Orang-orang dewasa bercakap-cakap di antara mereka sendiri dan sesekali seseorang pergi kepada sang Guru meminta penjelasan mengenai point-point tertentu atau lainnya. Jadi tak seorang pun terkejut ketika seseorang, yang mengesankan dari tampilan, pakaian dan usianya, terlihat datang menyusuri suatu jalan setapak di antara dua ladang gandum. Beberapa orang laki-laki mengikutinya. Semua orang berpaling untuk melihatnya dan mereka saling menunjukkannya pada yang lain dengan berbisik. Bisik-bisik menyebar dari satu kelompok ke kelompok lainnya, bisik-bisik muncul dan tenggelam. Kelompok-kelompok yang lebih jauh datang mendekat terdorong rasa ingin tahu.
Laki-laki berpenampilan bangsawan itu sampai pada Yesus, Yang duduk di kaki sebatang pohon sedang mendengarkan beberapa orang, dan membungkuk di hadapan-Nya. Yesus segera bangkit berdiri dan membalas salam dengan hormat yang sama. Orang-orang yang hadir mengamati dengan seksama.
"Tadinya aku ada di atas gunung dan mungkin Engkau berpikir bahwa aku tidak punya iman karena aku pergi sebab khawatir akan harus berpuasa. Tapi aku pergi untuk suatu alasan lain. Aku ingin menjadi seorang saudara di antara saudara-saudara, seorang saudara sulung. Aku ingin berbicara dengan-Mu secara pribadi. Dapatkah Engkau mendengarkan aku? Meski seorang ahli Taurat, aku bukanlah musuh-Mu."
"Marilah kita menyingkir sedikit jauh…" dan mereka masuk ke dalam ladang gandum.
"Aku ingin menyediakan makanan untuk para peziarah dan aku turun guna memberi tahu tukang roti untuk memanggang roti untuk suatu himpunan besar orang banyak. Engkau dapat lihat bahwa aku berada di jarak yang sah, sebab ladang-ladang ini milikku, dan adalah sah menurut hukum untuk berjalan dari sini ke puncak pada hari Sabat. Adalah niatku untuk datang besok bersama para pelayanku. Tapi aku mendapati bahwa Engkau di sini bersama orang banyak. Aku memohon pada-Mu untuk mengijinkan aku menyediakan makanan untuk hari Sabat. Jika tidak, aku akan sangat menyesal bahwa aku harus meninggalkan sabda-Mu secara sia-sia."
"Sia-sia, tidak, tidak pernah, sebab Bapa akan telah mengganjarimu dengan terang-Nya. Tapi Aku berterima kasih dan tidak akan mengecewakanmu. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa himpunan orang banyak itu sangatlah besar."
"Aku telah meminta mereka untuk memanaskan semua oven, juga oven-oven yang dipergunakan untuk mengeringkan bahan-bahan makanan dan aku akan berhasil menyediakan roti untuk semua orang."
"Bukan itu yang aku maksudkan. Yang aku maksudkan adalah kuantitas roti…"
"Itu bukan masalah. Tahun lalu aku memperoleh panen gandum yang bagus. Engkau telah melihat bagaimana berkas-berkas gandum tahun ini. Biarlah aku melakukannya. Ini akan menjadi perlindungan terbesar bagi ladang-ladangku. Bagaimanapun, Guru… Engkau memberiku roti yang sedemikian hari ini… Engkau sungguh adalah Roti bagi roh!..."
"Terjadilah seturut kehendakmu. Marilah kita pergi dan memberitahukannya pada para peziarah."
"Tidak. Engkau-lah yang mengatakannya."
"Apakah kau seorang ahli Taurat?"
"Ya."
"Kiranya Tuhan menghantarmu ke tempat di mana hatimu layak."
"Aku mengerti apa yang Engkau maksudkan tapi jangalah mengatakannya. Engkau maksudkan: kepada Kebenaran. Sebab banyaklah kesalahan-kesalahan kami… dan niat buruk kami."
"Siapakah engkau?"
"Seorang putra Allah. Doakanlah aku kepada Bapa. Selamat tinggal."
"Damai sertamu."
Yesus perlahan kembali kepada para rasul-Nya sementara laki-laki itu pergi bersama para pelayannya.
"Sipakah dia? Apakah yang dia inginkan? Apakah dia mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan pada-Mu? Apakah ada padanya orang-orang sakit?" Yesus diberondong pertanyaan-pertanyaan.
"Aku tidak tahu siapa dia. Atau tepatnya, aku tahu bahwa dia seorang yang berhati baik dan bahwa…"
"Dia adalah Yohanes, si ahli taurat," kata seorang dari antara orang banyak.
"Baik, Aku tahu sekarang, sebab kau mengatakannya. Dia hanya ingin menjadi abdi Allah bersama anak-anak-Nya. Berdoalah bagi dia sebab besok kita semua akan punya makanan, terima kasih atas kebaikannya."
"Dia sungguh seorang benar," kata seseorang.
"Ya, sungguh. Aku tidak tahu bagaimana dia dapat berteman dengan yang lainnya," komentar seorang lain.
"Dia dibedung dalam skrupel dan memimpin seperti seorang bayi, tapi dia bukan seorang jahat," orang ketiga menyimpulkan.
"Apakah ladang-ladang ini miliknya?" tanya banyak orang yang tidak berasal dari bagian wilayah ini.
"Ya. Aku pikir si kusta itu adalah salah seorang dari pelayan atau petaninya. Tapi dia mengijinkannya untuk tinggal di sekitar sini dan aku pikir dia juga memberinya makan."
Komentar-komentar berlanjut namun Yesus tidak mengacuhkannya. Dia memanggil Keduabelas ke dekat-Nya dan bertanya kepada mereka: "Dan apakah yang harus Aku katakan sekarang sehubungan dengan ketidakpercayaan kalian? Bukankah Bapa menempatkan roti bagi kita semua ke dalam tangan dari seorang yang, menurut golongannya, merupakan musuh-Ku? Oh! orang-orang yang beriman kerdil!... Pergilah ke jerami yang lembut dan tidurlah. Aku akan berdoa kepada Bapa agar kiranya Ia membuka hati kalian dan untuk berterima kasih kepada-Nya atas kebaikan-Nya. Damai sertamu."
Dan Ia pergi ke lereng gunung yang lebih rendah. Ia duduk dan memusatkan pikiran-Nya dalam doa. Ketika Ia mengangkat mata-Nya Ia melihat beribu-ribu bintang memenuhi langit, ketika Ia mengarahkan mata-Nya ke bawah, Ia melihat himpunan besar orang banyak tidur di padang-padang rumput. Tidak ada yang lain. Tapi betapa sukacita dalam hati-Nya hingga wajah-Nya kelihatan menjadi ditransfigurasikan oleh suatu terang yang cemerlang…
|
|