166. KHOTBAH PERTAMA SIMON ZELOT DAN YOHANES.   


18 Mei 1945

Yesus, di tengah perjalanan menuruni gunung, menjumpai banyak murid dan lebih banyak lagi orang, yang menurut tingkatannya telah menggabungkan diri dengan para murid. Mereka datang kemari terdorong oleh kebutuhan akan suatu mukjizat, oleh kerinduan untuk mendengarkan sabda Yesus, dan telah dihantar kemari entah oleh informasi orang atau oleh insting jiwa mereka. Aku pikir bahwa para malaikat pelindung manusia telah menghantar mereka kepada Putra Allah, sebab mereka merindukan Allah. Dan aku pikir bahwa aku tidak sedang menceritakan sebuah cerita omong kosong. Jika kita memikirkan dengan dorongan apa dan kegigihan licik apa Setan menghantar para musuh kepada Allah dan kepada Sabda-Nya - setiap kali roh setaninya dapat memperlihatkan kepada manusia apa yang tampak seperti suatu kesalahan dalam Kristus - adalah diperkenankan untuk berpikir, daripada diperkenankan adalah sungguh tepat untuk berpikir juga bahwa para malaikat sungguh sama sekali tidak lebih rendah dari para setan dan mereka menghantar roh-roh yang tidak dipengaruhi setan kepada Kristus.

Dan Yesus melakukan yang terbaik bagi mereka semua yang telah menantikan-Nya dengan sabar dan tanpa gentar dan menganugerahkan kepada mereka mukjizat-mukjizat dan penghiburan dari sabda-Nya. Betapa banyak mukjizat! Sebanyak bunga-bunga yang menghiasai tebing gunung. Sebagian dari mukjizat-mukjizat itu adalah mukjizat besar, seperti yang terjadi atas seorang anak laki-laki yang diselamatkan dari gudang jerami yang terbakar dahsyat dan mengalami luka bakar yang sangat mengerikan. Si anak dibawa kemari di atas sebuah usungan, dengan menangis menyayat hati, bagai seonggok daging hangus di bawah selembar kain linen, dengan apa dia diselimuti, sangat mengerikan keaadaan tubuhnya yang terbakar. Dia akan segera menghembuskan napas terakhirnya. Yesus menghembuskan napas atasnya dan menyembuhkan luka-luka bakarnya yang lenyap sama sekali, sungguh begitu luar biasa hingga si anak bangkit, sama sekali telanjang, dan berlari gembira kepada ibunya, yang, menangis karena sukacita, membelai tubuhnya yang sekarang sepenuhnya sembuh, tanpa adanya bekas-bekas luka bakar. Si ibu mencium matanya, yang tadinya pastinya terbakar, dan malahan sekarang cemerlang dan berbinar penuh sukacita. Rambutnya pendek, tapi tidak rusak, seolah nyala api bertindak hanya sebagai pisau cukur dan bukan sebagai alat pemusnah. Yang lainnya adalah mukjizat-mukjizat kecil, seperti yang terjadi atas seorang tua kecil yang menderita kejang-kejang asma [= asthmatic spasms], yang mengatakan: "Bukan demi kepentinganku sendiri, melainkan karena aku harus bertindak sebagai ayah bagi cucu-cucu kecilku yang yatim-piatu dan aku tak dapat mengerjakan ladang dengan penyakit ini di sini, di tenggorokanku, yang mencekikku…"        

Ada juga satu mukjizat yang tak kasat mata namun nyata, yang terjadi atas sabda Yesus: "Di antara kalian, ada seorang yang jiwanya menangis, namun tak berani mengucapkan perkataan: 'Kasihanilah aku!' Jawaban-Ku adalah: 'Terjadilah seturut keinginanmu. Kau beroleh segenap belas-kasihan-Ku, agar kau dapat tahu bahwa Aku adalah Kerahiman.' Akan tetapi, sebaliknya, Aku berkata kepadamu: 'Bermurah-hatilah.' Bermurah-hatilah terhadap Allah. Putuskanlah segala ikatan dengan masa lalu. Kau merasakan Allah, jadi datanglah kepada Dia Yang kau rasakan, dengan hati bebas dan kasih sepenuh hati.' Aku tidak tahu kepada siapa, di antara orang banyak itu, perkataan ini ditujukan.    

Yesus juga bersabda: "Ini adalah rasul-rasul-Ku. Mereka adalah Kristus-Kristus, sebab Aku telah memilih mereka demikian. Pergilah kepada mereka dengan penuh percaya. Mereka sudah belajar dari-Ku apa yang dibutuhkan bagi jiwa-jiwa kalian…" Para rasul, yang sama sekali ketakutan, menatap Yesus. Tapi Ia tersenyum dan melanjutkan: "… dan mereka akan memberikan kepada jiwa-jiwamu terang bintang-bintang dan kesejukan embun, guna menghindarkan kalian dari merana dalam kegelapan. Dan lalu Aku akan datang dan memberi kalian terang sempurna dan penghiburan dan segala kebijaksanaan demi menjadikan kalian kuat dan bahagia melalui sarana kekuatan dan sukacita adikodrati. Damai sertamu, anak-anak-Ku. Aku dinantikan oleh orang-orang lain yang lebih berduka dan lebih miskin dari kalian. Tapi Aku tidak akan meninggalkan kalian sendirian. Aku akan meninggalkan rasul-rasul-Ku bersama kalian, yang adalah sama seperti Aku meninggalkan anak-anak dari kasih-Ku dan mempercayakannya pada para ibu angkat yang paling baik dan dapat diandalkan."

Yesus melambaikan tangan-Nya, memberkati mereka dan berangkat, dengan menerobos khalayak ramai, yang tak hendak membiarkan-Nya pergi, dan pada waktu itulah Ia mengerjakan mukjizat yang terakhir. Seorang perempuan tua yang setengah lumpuh, yang dibawa kemari oleh cucu laki-lakinya, dengan penuh sukacita mengguncang-guncangkan tangan kanannya, yang sebelumnya tak dapat digerakkannya, dan berteriak: "Ia menyentuhku sekilas dengan mantol-Nya, ketika lewat, dan aku disembuhkan! Aku bahkan tidak memintanya, sebab aku sudah tua… Tapi Ia menaruh belas-kasihan juga terhadap keinginanku yang tersembunyi. Dan dengan mantol-Nya, yang pinggirannya sekilas saja menyentuh tanganku yang lumpuh, Ia menyembuhkanku! Oh! Betapa seorang Putra agung yang dimiliki Daud kita yang kudus! Kemuliaan bagi Mesias-nya! Tapi lihat! Lihat! Juga kakiku dapat digerakkan seperti tanganku… Oh! Aku merasa seolah aku baru berumur duapuluh tahun!"

Ketika orang banyak bergegas menghampiri si perempuan tua, yang meneriakkan kebahagiannya dengan suara lantang, Yesus dapat menyelinap pergi tanpa ditahan lebih lanjut. Dan juga para rasul mengikuti-Nya.

Ketika mereka berada di suatu tempat yang sunyi, nyaris jauh di dataran, mereka berjenti sejenak di suatu area berrumput dan bersemak hijau, yang terbentang menuju danau. Yesus berkata: "Aku memberkati kalian! Kembalilah ke pekerjaan kalian dan terus lakukan itu hingga Aku kembali, seperti yang Aku katakan kepada kalian."

Petrus, yang selama itu diam, menyeletuk: "Tapi, Tuhan-ku, apakah yang telah Engkau lakukan? Mengapakah Engkau katakan bahwa kami memiliki semua yang dibutuhkan jiwa-jiwa? Memang benar bahwa Engkau telah mengatakan kepada kami banyak hal. Tapi kami ini bodoh, setidaknya aku, dan… dan dari semua yang telah Engkau berikan kepadaku, hanya sedikit yang tinggal, sangat sedikit sesungguhnya. Selebihnya tidak ada lagi di sana."

Yesus tersenyum lebar: "Jadi di mana makanan selebihnya?"

"Yah… aku tidak tahu. Aku tahu bahwa jika aku menyantap makanan elite, sejam kemudian aku merasa perutku kosong. Tapi jika aku menyantap lobak, atau kacang lentil yang dibumbui minyak, eh! butuh waktu lama untuk mengenyahkannya!"

"Memang. Tapi kau dapat yakin bahwa lobak dan kacang lentil itu, yang rasanya lebih mengenyangkanmu, mengandung lebih sedikit gizi: adalah makanan yang masuk dengan sedikit manfaat. Sementara makanan elite yang tak lagi kau rasakan, dalam satu jam, tak lagi ada dalam perutmu, melainkan dalam darahmu. Ketika makanan telah dicerna maka makanan tak lagi ada dalam perut, tetapi sari-sarinya ada dalam darah dan lebih berguna. Sekarang kau dan rekan-rekanmu berpikir bahwa tak ada, atau hanya sedikit, yang tinggal dalam diri kalian dari apa yang telah Aku katakan kepada kalian. Mungkin kalian ingat apapun yang lebih menyangkut karakter diri sendiri: mereka yang keras ingat bagian-bagian yang keras, yang kontemplatif bagian-bagian yang kontemplatif, yang penyayang bagian-bagian kasih … Tapi percayalah pada-Ku: semuanya ada dalam diri kalian. Bahkan meski tampaknya telah hilang. Kalian telah menyerapnya. Pikiran kalian akan menguraikannya seperti benang aneka warna yang menunjukkan kepada kalian warna yang terang atau yang gelap seturut apa yang kalian butuhkan. Janganlah takut. Pikirkanlah bahwa Aku tahu dan bahwa Aku tidak akan pernah mengutus kalian jika Aku tahu bahwa kalian tak akan dapat melakukannya. Selamat tinggal, Petrus. Bergembiralah! Tersenyumlah! Milikilah iman! Suatu tindakan iman yang baik dalam Kebijaksanaan Yang Mahahadir. Selamat tinggal, semuanya. Allah sertamu." Dan Ia pun dengan cepat meninggalkan mereka, sementara mereka masih takjub dan khawatir akan apa yang telah mereka dengar harus mereka lakukan.

"Dan meski begitu kita harus taat," kata Tomas.   

"Ya… tentu saja… Oh! aku yang malang! Aku merasa seperti ingin mengejar-Nya…" keluh Petrus.

"Tidak. Jangan. Mentaati adalah mengasihi-Nya," kata Yakobus Alfeus.

"Hanya masuk akal dan juga sesuai dengan kaidah kebijaksanaan kudus bahwa kita hendaknya mulai sementara Ia masih dekat kita dan dapat menasehati kita apabila kita melakukan kesalahan. Kita harus membantu-Nya," saran Zelot.

"Itu benar. Yesus agak kecapaian. Kita harus meringankan-Nya sedikit, semampu kita. Tidaklah cukup sekedar membawakan barang-barang bawaan, menyiapkan tempat tidur dan mempersiapkan makanan. Semua orang dapat melakukan itu. Tapi kita harus membantu-Nya dalam misi-Nya, seperti yang Ia kehendaki kita lakukan," tegas Bartolomeus.

"Bukan masalah untukmu, sebab kau seorang terpelajar. Tapi aku… Aku nyaris sama sekali bodoh..." erang Yakobus Zebedeus.

"Ya Tuhan! Ada mereka yang di atas sana. Mereka sedang datang kemari! Apakah yang harus kita lakukan?" seru Andreas.

Dan Matius berkata: "Maafkan aku, jika aku, sebagai yang paling malang, memberikan nasehatku kepada kalian. Tidakkah lebih baik untuk berdoa kepada Tuhan, daripada berdiri di sini sembari mengeluh mengenai hal-hal yang tak dapat diperbaiki dengan keluhan? Ayo, Yudas, kau mengenal Kitab Suci dengan sangat baik, daraskanlah bagi kita semua doa Salomo untuk memohon Kebijaksanaan. Cepat! Sebelum mereka tiba di sini."

Dan Tadeus dengan suara baritonnya yang merdu mulai: "Allah leluhur-ku, Allah Kerahiman, yang dengan sabda-Mu telah menjadikan segala sesuatu… dst…dst." sampai ke: "… segenap mereka diselamatkan oleh Kebijaksanaan, yang menyukakan Engkau, ya Allah, dari semula." Ia selesai pada waktunya, tepat sebelum orang banyak tiba dan berhimpun sekeliling mereka mengajukan beribu-ribu pertanyaan seperti kemanakah Guru telah pergi, bilamanakah Ia akan kembali, dan pertanyaan yang lebih sulit untuk dijawab, mempertanyakan: Bagaimanakah mereka dapat mengikuti Guru, bukan dengan kaki mereka, melainkan dengan jiwa mereka, sepanjang Jalan yang ditunjukkan oleh-Nya?

Para rasul merasa minder oleh pertanyaan itu. Mereka saling memandang satu sama lain dan Iskariot menjawab: "Dengan mengikuti kesempurnaan," seolah jawabannya sudah menjelaskan semuanya!…

Yakobus Alfeus, yang lebih rendah hati dan tenang, menjadi termenung, lalu berkata: "Kesempurnaan yang dimaksudkan oleh temanku ini dicapai dengan mentaati Hukum. Sebab Hukum adalah keadilan dan keadilan adalah kesempurnaan."

Akan tetapi orang banyak belum merasa puas dan seorang, yang kelihatan sebagai pemimpin, bertanya: "Tapi kami adalah seperti anak-anak kecil sehubungan dengan melakukan yang baik. Anak-anak masih belum tahu arti Yang Baik dan Yang Jahat, mereka tidak dapat membedakan yang satu dari yang lainnya. Dan di jalan ini, yang Ia tunjukkan kepada kami, kami sangatlah tidak berpengalaman hingga kami pun tak dapat membedakan keduanya. Ada satu jalan yang kami kenal, jalan yang lama, yang diajarkan kepada kami di sekolah. Jalan itu sangat sulit, panjang serta menakutkan! Sekarang, dengan mendengarkan sabda-Nya, kami merasa bahwa itu adalah seperti saluran air di atas sana yang dapat kami lihat dari sini. Di bawah, ada jalan untuk binatang dan manusia, di atas, pada bangunan-bengunan melengkung yang kemilau, menjulang tinggi ke matahari dan langit biru, dekat cabang-cabang tertinggi yang bergemerisik dalam desiran angin dan yang menggema dengan kicauan burung-burung, ada suatu jalan lain, yang licin, bersih dan terang, sementara jalan yang di bawah kasar, kotor dan gelap; di sana ada jalan untuk air jernih yang menggelegak, yang adalah berkat, sebab airnya yang berasal dari Allah dan yang dibelai oleh apa yang dari Allah: sinar mentari dan bintang-bintang, dedaunan, bebungaan baru dan sayap-sayap burung-burung layang-layang. Kami ingin mendaki ke jalan yang lebih tinggi itu, yang adalah jalan-Nya, tapi kami tidak tahu bagaimana melakukannya, sebab kami terikat di bawah sini, di bawah beban dari konstruksi lama. Apakah yang harus kami lakukan?"

Orang yang telah berbicara itu adalah seorang pemuda berusia sekitar duapuluh lima tahun, berkulit gelap, berperawakan kokoh, dengan raut muka intelejen. Dia tidak kelihatan seperti orang kebanyakan seperti mayoritas khalayak ramai yang ada. Dia bersandar pada seorang laki-laki yang lebih tua.

Iskariot, sebab dia tinggi, dapat melihatnya dan berbisik pada teman-temannya: "Cepat, jelaskan semua dengan sepantasnya. Itu Hermas bersama Stefanus, yang disayangi oleh Gamaliel!" Dan itu sudah cukup untuk membuat para rasul sama sekali minder.

Pada akhirnya Zelot menjawab: "Tidak akan ada bangunan melengkung, jika tidak ada pondasi di jalan yang gelap itu. Yang terakhir adalah matriks dari yang pertama, yang muncul darinya dan menjulang ke langit biru, yang kalian rindukan. Batu-batu yang ditanamkan dalam tanah dan yang menyangga beban tanpa menikmati sinar ataupun kepak burung sadar bahwa mereka ditempatkan di sana, sebab terkadang seekor burung layang-layang, dengan mencicit, terbang ke bawah hingga ke lumpurnya, dan membelai kaki bangunan melengkung itu, dan seberkas sinar matahari ataupun bulan merembes masuk untuk mengatakan betapa indahnya kubah surga. Dengan demikian, pada abad-abad yang lalu, sabda ilahi dari janji, berkas surgawi dari kebijaksanaan, terkadang turun untuk membelai batu-batu yang ditindas oleh murka ilahi. Sebab batu-batu itu diperlukan. Batu-batu itu sekarang, dulu dan tidak akan pernah sia-sia. Waktu dan kesempurnaan dari pengetahuan manusia telah menaikkannya perlahan dan telah mencapai kebebasan dari masa sekarang dan kebijaksanaan dari pengetahuan adikodrati.         

Aku sudah melihat penolakan kalian, itu tertulis pada wajah kalian. Itulah yang dulu kita semua miliki, sebelum kita dapat mengerti bahwa inilah Doktrin yang Baru, Injil yang diwartakan kepada mereka yang, karena proses yang terhambat, belum menjadi dewasa melalui kenaikan batu-batu pengetahuan, melainkan telah menjadi semakin gelap bagai tembok yang tenggelam ke dalam jurang yang gelap.

Agar dapat keluar dari penderitaan kegelapan adikodrati ini, kita harus dengan gagah berani membebaskan batu pondasi dari segala bebatuan lainnya yang tertumpuk di atasnya. Janganlah takut untuk merobohkan tembok tinggi yang tidak membawa getah murni musim semi abadi. Kembalilah ke pondasinya, yang tidak berubah. Yang berasal dari Allah. Yang tak terpindahkan. Tapi sebelum menolak batu-batunya, sebab tidak semuanya jelek dan tidak berguna, ujilah batu-batu itu satu per satu, seturut suara sabda Allah. Apabila kalian mendengar bahwa batu-batu itu bersuara, simpanlah dan pergunakanlah lagi untuk membangun kembali. Akan tetapi apabila kalian mendengar dalam batu-batu itu suara sumbang dari suara manusia atau suara miris dari suara setani - dan kalian tak dapat keliru sebab apabila itu adalah suara Allah maka suaranya adalah suara kasih, apabila suara manusia suaranya adalah suara sensual, apabila suara setani suaranya adalah suara kedengkian - maka pecahlah batu-batu jahat itu menjadi serpihan-serpihan. Aku katakan: pecahlah menjadi serpihan-serpihan, sebab adalah suatu kebajikan untuk tidak menyisakan kuman-kuman atau hal-hal jahat, yang dapat menggoda pengelana dan membujuknya untuk mempergunakannya hingga dapat mencelakai dirinya sendiri. Hancurkanlah secara harafiah menjadi serpihan-serpihan segala perbuatan, tulisan, pengajaran dan tindakanmu yang tidak baik. Adalah lebih baik memiliki sedikit, untuk bangkit dengan sejengkal tanah dengan batu-batu yang baik, daripada dengan berhektar-hektar dengan batu-batu yang jahat. Sinar matahari dan burung-burung layang-layang turun juga ke tembok-tembok yang rendah, yang nyaris tidak muncul ke atas tanah dan bunga-bunga kecil yang bersahaja di tepian jalan akan dengan mudah mencapai batu-batu rendah itu untuk membelainya. Sebaliknya, batu-batu kasar yang angkuh dan tak berguna yang ingin menjulang lebih tinggi tidak menerima apapun selain belaian onak duri dan pelukan beracun. Robohkanlah guna membangun kembali dan naik, dengan menguji kebaikan dari batu-batu lamamu dengan suara yang dari Allah."   

"Engkau seorang  pembicara yang hebat, sobat. Kita harus naik! Tapi bagaimana? Kami sudah katakan kepadamu bahwa kami tidak lebih dari bayi. Siapakah yang akan memampukan kami untuk mendaki kolom yang curam? Kami akan menguji batu-batu seturut suara yang dari Allah. Kami akan memecahkan batu-batu yang tidak baik. Tapi bagaimanakah kami dapat naik? Kami merasa pusing hanya dengan memikirkannya!" kata Stefanus.

Yohanes, yang selama ini mendengarkan dengan kepalanya tertunduk, tersenyum pada dirinya sendiri, dan menegakkan kepalanya. Wajahnya bercahaya dan ia mulai berbicara:

"Saudara-saudara! Pemikiran akan naik menjadikan kalian merasa pusing. Memang benar. Tapi siapakah yang mengatakan kepada kalian bahwa adalah perlu untuk langsung meluncur naik? Tidak hanya bayi, tapi bahkan orang dewasa pun tidak dapat melakukannya. Hanya para malaikat yang dapat meluncur di langit biru, sebab mereka bebas dari segala beban materiil. Dan hanya para pahlawan dalam kekudusan yang dapat melakukannya di antara manusia.

Ada pada kita seorang, yang dalam dunia yang malang ini, masih seorang pahlawan yang kudus, seperti orang-orang pada masa lampau yang menghiasai Israel, ketika para Patriark adalah sahabat-sahabat Allah dan sabda dari Kode abadi adalah yang satu-satunya dan ditaati oleh semua makhluk yang benar. Yohanes, sang Perintis Jalan, mengajarkan pada kita bagaimana langsung meluncur naik. Yohanes adalah manusia. Akan tetapi Rahmat, Api Allah yang berkomunikasi dengannya, memurnikannya dalam rahim ibundanya - seperti bibir sang Nabi disucikan oleh Seraf - supaya ia dapat mendahului sang Mesias tanpa meninggalkan bau busuk dosa asal sepanjang jalan rajawi Kristus, Rahmat itu yang telah memberikan kepada Yohanes sayap-sayap seorang malaikat dan Penitensi telah menjadikan sayap-sayap itu tumbuh, dan pada saat yang sama menindas beban manusiawi yang ada padanya oleh sebab kodratnya sebagai manusia yang dilahirkan dari seorang perempuan. Yohanes, oleh sebab itu, dari gua di mana ia mewartakan penitensi, dengan rohnya kawin dengan Rahmat yang berkobar dalam tubuhnya, dapat naik ke puncak bangunan melengkung di balik mana Allah berada, Tuhan Yang Mahatinggi Allah kita, dan dengan mengatasi abad-abad yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, dengan suara seorang nabi dan mata seekor rajawali yang dapat menatap pada matahari abadi dan mengenalinya, ia dapat memaklumkan:  'Itulah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia.' Dan ia dapat wafat sesudah madah mulia ini, yang akan dimadahkan tidak hanya pada masa kita yang terbatas, melainkan juga pada Waktu yang tak berkesudahan di Yerusalem abadi yang terberkati, guna memuliakan Pribadi Kedua, guna memohon pertolongan-Nya atas kemalangan manusia, guna memadahkan hosana dalam kecemerlangan abadi.   

Akan tetapi Anak Domba Allah, Anak Domba Yang Termanis Yang meninggalkan kediaman cemerlang-Nya di Surga, di mana Ia adalah Api Allah dalam suatu pelukan api - oh! generasi abadi, dari Bapa Yang mengandung Sabda-Nya melalui pemikiran-Nya yang tak terbatas dan tersuci, dan menarik-Nya dengan menghasilkan suatu pancaran kasih, dari mana Roh Kasih berasal, pusat dari Kuasa dan Kebijaksanaan - namun Anak Domba Allah, Yang meninggalkan bentuk non-jasmani-Nya yang termurni, guna menutupi kemurnian, kekudusan-Nya yang tak terbatas, dan kodrat ilahi-Nya dalam daging fana, tahu bahwa kami belum disucikan oleh Rahmat, belum, dan tahu bahwa kita tak dapat naik ke puncak tertinggi, di mana Allah, Yang Esa dan Tritunggal berada, seperti rajawali, yang adalah Yohanes. Kita adalah burung-burung pipit kecil yang tinggal di atap-atap dan di jalan-jalan, kita adalah burung-burung layang-layang yang terbang di langit tapi makan serangga, kita adalah burung-burung woodlark yang ingin menyanyi menirukan para malaikat, tapi nyanyian kita, apabila dibandingkan dengan nyanyian mereka, hanyalah bagai dengung sumbang bernada tinggi seekor cicada pada musim panas. Anak Domba Allah Yang Termanis, Yang datang untuk menghapus dosa-dosa dunia, tahu itu. Sebab meski Ia bukan lagi Roh yang Tak Terbatas dari Surga, dengan mengenakan daging manusia, namun ketakterbatasan-Nya tidaklah berkurang dengan itu dan Ia tahu segalanya sebab kebijaksanaan-Nya selalu tak terbatas.

Dan demikianlah Ia mengajarkan kepada kita jalan-Nya. Jalan kasih. Ia adalah sang Kasih, yang karena kerahiman kepada kita menjadi daging. Dan Kasih Kerahiman itu menciptakan bagi kita suatu jalan, di mana juga mereka yang kecil dapat naik. Dan Ia adalah yang pertama menaikinya, bukan sebab kepentingan-Nya sendiri, melainkan untuk mengajarkannya pada kita. Pula Ia tidak perlu mengembangkan sayap-sayap-Nya untuk kembali kepada Bapa. Roh-Nya, aku bersumpah kepada kalian, ada di bawah sini, di dunia yang malang, namun demikian selalu bersama dengan Bapa, sebab Allah dapat melakukan segalanya, dan Ia adalah Allah. Tapi Ia melangkah maju, dengan meninggalkan di belakang-Nya harum kekudusan-Nya, emas dan api kasih-Nya. Lihatlah jalan-Nya. Oh! Jalan-Nya sungguh mencapai puncak bangunan melengkung! Betapa damai dan aman! Bukan jalan yang lurus: melainkan memutar. Jalannya lebih panjang dan kurban dari kasih kerahiman-Nya disingkapkan oleh panjang yang demikian di mana Ia menundanya demi kepentingan kita, orang-orang yang lemah. Jalannya lebih panjang, tapi lebih pas untuk kemalangan kita. Naik kepada kasih, kepada Allah, adalah sesederhana Kasih. Namun sangat luas, sebab Allah adalah jurang, yang akan aku katakan tak terukur jika Ia tidak membungkuk untuk diraih, untuk dicium oleh jiwa-jiwa yang mengasihi-Nya (Yohanes berbicara dengan mencucurkan airmata, bibirnya tersenyum, dalam ekstasi pewahyuan Allah). Jalan sederhana kasih adalah panjang, sebab Jurang, yang adalah Allah, tak terbatas, dan orang dapat mendaki setinggi yang ia kehendaki. Tapi Jurang Yang Mengagumkan memanggil jurang kemalangan kita. Ia memanggilnya melalui sarana terang-Nya dan berkata: 'Datanglah kepada-Ku!' Oh! Undangan dari Allah. Undangan dari Bapa!       

Dengarkanlah! Dengarkanlah! Perkataan-perkataan yang paling lemah-lembut datang kepada kita dari Langit yang dibiarkan terbuka, sebab Kristus membuka lebar gerbang-gerbangnya dan menempatkan malaikat-malaikat Kerahiman dan Pengampunan untuk menjaganya tetap terbuka, supaya sementara manusia menantikan Rahmat, setidaknya terang, harum, madah dan damainya mengalir ke bawah guna menarik hati manusia dengan cara yang kudus. Adalah suara Allah Yang berbicara. Dan sang Suara berkata: 'Kanak-kanakmu? Tapi itu adalah hartamu yang paling berharga! Aku ingin kau menjadi sungguh kecil, supaya kau memiliki kerendahan hati, ketulusan hati dan kasih kanak-kanak, kasih penuh keyakinan seorang kanak-kanak terhadap bapanya. Ketidakmampuanmu? Tapi itu adalah kemuliaan-Ku! Oh! Datanglah. Aku bahkan tidak memintamu untuk menguji sendiri suara dari batu-batu yang baik dan yang jahat. Berikanlah batu-batu itu pada-Ku! Aku akan memungutnya dan kau yang akan melakukan pembangunan kembali. Naik ke kesempurnaan? Oh! tidak, anak-anak kecil-Ku. Bergandengan-tanganlah dengan PutraKu, Saudara-mu sekarang, dan dengan seperti itu naiklah di samping-Nya…"

Naik! Datang kepada-Mu, Kasih Abadi! Mencapai keserupaan seperti-Mu, itulah Kasih! Mengasihi! Itulah rahasianya!... Mengasihi! Memberikan diri sendiri… Mengasihi! Menindas diri sendiri… Mengasihi! Melebur… Daging? Bukan apa-apa. Penderitaan? Bukan apa-apa. Waktu? Bukan apa-apa. Dosa itu sendiri menjadi bukan apa-apa apabila aku meleburkannya dalam api-Mu, o Allah! Hanya Kasih yang ada. Kasih: Kasih yang memberikan kepada kita Inkarnasi Allah, akan memberikan kepada kita segala pengampunan. Dan tak ada seorang pun yang tahu bagaimana mengasihi lebih baik dari seorang kanak-kanak. Dan tak seorang pun yang dikasihi lebih dari seorang kanak-kanak.

Dan kau, yang tidak aku kenal, yang ingin mengenal apa itu Yang Baik, guna membedakannya dari Yang Jahat, guna memiliki langit biru, Matahari surgawi, dan segalanya yang adalah sukacita adikodrati, mengasihilah dan kau akan mencapainya. Kasihilah Kristus. Kau akan mati terhadap hidup dari dunia ini, tapi kau akan bangkit kembali dalam rohmu. Dengan roh barumu, tanpa perlu lagi batu-batu, kau akan menjadi api yang tak terpadamkan untuk selamanya. Suatu nyala api naik. Ia tidak membutuhkan baik langkah kaki maupun sayap untuk naik. Bebaskanlah egomu dari setiap konstruksi, kenakanlah kasih pada dirimu sendiri. Kau akan menyala. Biarkan itu terjadi tanpa batasan apapun. Tidak, nyalakanlah api, campakkanlah ke dalamnya nafsu dan pengetahuan lamamu. Apa yang tidak baik akan dimusnahkan oleh nyala-nyala api, apa yang adalah sudah logam mulia akan menjadi murni. Lemparkanlah dirimu, saudara, ke dalam kasih sukacita yang aktif dari Tritunggal. Kau akan mengerti apa yang sekarang tampaknya tak terpahami olehmu, sebab kau akan mengerti Allah, Yang dapat dimengerti hanya oleh mereka yang memberikan diri mereka sendiri, tanpa batasan apapun, pada api kurban-Nya. Kau akan terpaku, pada akhirnya, dalam Allah dalam suatu pelukan kasih, dengan mendoakan aku, anak Kristus, yang berani mengatakan kepadamu tentang Kasih."

Mereka semua takjub: para rasul, para murid, orang-orang percaya… Laki-laki kepada siapa perkataan ini ditujukan kelihatan pucat, sementara wajah Yohanes kemerahan, bukan terlebih karena upayanya melainkan karena kasihnya.

Stefanus pada akhirnya berteriak: "Semoga engkau diberkati! Tapi beritahukanlah padaku, siapakah engkau?"

Dan Yohanes - perilakunya sungguh sangat mengingatkanku akan sang Perawan pada saat Kabar Sukacita - menjawab dengan suara rendah, dengan membungkuk seolah ia sedang menyembah Ia Yang ia sebutkan: "Aku Yohanes. Kau melihat dalam diriku yang terkecil dari para hamba Tuhan."

"Tapi siapakah gurumu sebelumnya?"

"Tidak ada selain Allah. Sebab aku menerima susu rohaniku dari Yohanes, yang dikuduskan sebelumnya oleh Allah, sekarang aku makan roti Kristus, Sabda Allah, dan aku minum api Allah yang datang padaku dari Surga. Kemuliaan bagi Tuhan!"

"Ah! Aku tidak akan meninggalkanmu! Tidak kau tidak pula dia, aku tidak akan pergi dari kalian. Bawalah aku bersama kalian!"

"Ketika… Oh! Tapi Petrus di sini, dia adalah pemimpin kami," dan Yohanes mengajukan Petrus, yang tercengang, dan memaklumkannya sebagai "yang utama".

Dan Petrus membesarkan hatinya dan berkata: "Nak, suatu refleksi matang dibutuhkan untuk suatu misi yang besar. Orang ini adalah malaikat kita dan ia membakar kita. Tapi adalah perlu untuk mengetahui apakah nyala itu akan tinggal dalam diri kita. Timbanglah dirimu sendiri dan lalu datanglah kepada Tuhan. Kami akan membuka hati kami untukmu seperti terhadap seorang saudara terkasih. Sementara itu, jika kau ingin mengenal dengan lebih baik kehidupan kami, kau boleh tinggal. Kawanan Kristus kiranya bertumbuh pesat sehingga anak-anak domba yang benar dapat dipisahkan dari kambing-kambing yang sesat, dengan memilih di antara mereka yang sempurna dan yang tidak sempurna."

Dan pewahyuan apostolik pertama pun berakhir demikian.    
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 3                    Daftar Istilah                      Halaman Utama