185. MEREDAKAN BADAI.
30 Januari 1944
… Sekarang sesudah semua tidur, aku akan menceritakan padamu sukacitaku. Aku 'melihat' Injil hari ini. Ingat? Pagi ini ketika aku membacanya, aku katakan pada diriku sendiri: "Ini adalah suatu perikop Injil yang tidak akan pernah aku lihat, sebab sangat tidak cocok untuk suatu penglihatan." Sebaliknya, ketika aku tidak memikirkannya, penglihatan mengenainya datang untuk memenuhiku dengan sukacita. Inilah apa yang aku lihat.
Sebuah perahu layar, tidak terlalu besar, pula tidak sangat kecil, sebuah perahu nelayan, di atas mana lima atau enam orang dapat bergerak leluasa, sedang didayung di air Danau Genesaret yang biru indah dan dalam.
Yesus sedang tidur di buritan. Ia mengenakan jubah putih seperti biasanya. Ia mengistirahatkan kepala-Nya di atas lengan kiri-Nya dan di bawah lengan dan kepala-Nya Ia telah menempatkan mantol biru-abu-abu-Nya, yang telah dilipat beberapa kali. Dia duduk, tidak berbaring, di dasar perahu dan kepala-Nya beristirahat pada papan yang ada di bagian paling ujung dari buritan. Aku tidak tahu bagaimana para pelaut menamakannya. Ia tidur dengan damai. Ia letih dan tenang.
Petrus memegang kemudi. Andreas sibuk dengan layar, Yohanes dan dua orang lagi - aku tidak tahu siapa mereka - sedang memilah tali-temali dan jaring-jaring di dasar perahu, seolah mereka bersiap untuk menangkap ikan nanti malam. Akan aku katakan bahwa saat itu sudah di penghujung hari sebab matahari sudah terbenam di barat. Segenap murid telah menaikkan jubah mereka, menempatkannya sekeliling pinggang mereka dengan ikat pinggang, supaya bebas bergerak, melangkah dari satu bagian perahu ke bagian lainnya, melangkahi dayung-dayung, tempat-tempat duduk, keranjang-keranjang dan jaring-jaring, tanpa terhalang oleh pakaian mereka. Tak seorang pun dari mereka mengenakan mantol.
Aku melihat langit mendung di atas dan matahari bersembunyi di balik awan-awan badai yang sangat besar, yang sekonyong-konyong muncul dari balik puncak sebuah bukit. Angin berhembus mempercepat laju mereka menuju danau. Angin, sementara ini, ada di atas, dan danau masih tenang, hanya menjadi lebih gelap dan permukaannya tidak lagi mulus sempurna. Masih belum ada gelombang-gelombang, tetapi air sudah mulai beriak-riak.
Petrus dan Andreas mengamati langit dan danau dan bersiap merapat ke pantai. Namun angin sekonyong-konyong mengamuk di atas danau hingga dalam beberapa menit menggelorakan buih-buih. Gelombang-gelombang yang menggembung saling bertumbukan satu sama lainnya, mengguncang-guncangkan perahu kecil itu, mengangkatnya naik, menjatuhkannya, mengombang-ambingkannya ke segala penjuru, dengan demikian menghalangi segala manuver layar, yang harus diturunkan.
Yesus tetap tidur. Baik langkah-langkah dan suara-suara gempar para murid, ataupun suara angin yang melolong, ataupun gelombang-gelombang yang menghantam sisi-sisi perahu dan haluan perahu, tidak membangunkannya. Rambut-Nya berkibar-kibar diterpa angin dan tetesan-tetesan air menyembur-Nya. Tapi Ia masih tidur. Yohanes berlari dari haluan ke buritan dan menyelimuti-Nya dengan mantolnya, yang telah diambilnya dari bawah sebilah papan. Yohanes menyelimuti-Nya dengan kelembutan kasih.
Badai semakin mengamuk dan semakin mengganas. Danau menjadi sehitam seolah tinta telah dituangkan ke dalamnya dan digurat buih-buih gelombang. Air masuk ke dalam perahu dan perahu dibawa semakin jauh ke laut terbuka oleh angin. Para murid bermandikan keringat dalam upaya mereka untuk melakukan manuver perahu dan mengeluarkan air yang dimasukkan gelombang-gelombang laut ke dalam perahu. Namun sia-sia belaka. Mereka mendayung di air yang tingginya mencapai lutut mereka dan perahu menjadi semakin berat.
Petrus kehilangan ketenangan dan kesabarannya. Dia menyerahkan kemudi pada saudaranya, dengan terhuyung-huyung menghampiri Yesus dan mengguncangkan-Nya dengan hebat.
Yesus terbangun dan mengangkat kepala-Nya.
"Selamatkan kami, Guru, kita tenggelam!" Petrus berteriak kepada-Nya (dia harus berteriak agar suaranya dapat terdengar).
Yesus menatap tajam pada murid-Nya itu, menatap pada murid-murid yang lain dan lalu pada danau. "Percayakah kalian bahwa Aku dapat menyelamatkan kalian?"
"Cepat, Guru" teriak Petrus, sementara sungguh air setinggi gunung bergerak cepat dari tengah danau menuju perahu kecil yang malang. Sangat tinggi dan mengerikan hingga tampak seperti suatu pancaran air. Para murid yang melihatnya datang, berlutut dan berpegangan pada apa pun yang dapat mereka raih, yakin bahwa itu adalah kesudahannya.
Yesus bangkit. Ia berdiri di atas papan buritan: suatu sosok putih melawan badai yang mengganas. Ia mengulurkan tangan-Nya ke arah gelombang besar itu dan berkata pada angin: "Berhenti dan tenanglah" dan kepada air: "Tenang. Aku menghendakinya." Dan gelombang besar itu lebur menjadi buih-buih, yang jatuh tanpa membayahakan dengan gemuruh terakhirnya, yang berangsur-angsur menjadi suatu bisikan, sementara angin sekonyong-konyong reda dan berubah menjadi suatu siulan dan lalu desahan. Dan langit menjadi terang kembali di atas danau yang tenang, sementara harapan dan iman memenuhi hati para murid.
Aku tidak dapat menggambarkan kemuliaan Yesus. Orang harus melihatnya sendiri untuk dapat memahaminya. Dan aku menikmatinya secara batin sebab hal itu masih ada dalam benakku dan aku merenungkan betapa damainya tidur Yesus dan betapa mutlak perintah-Nya pada angin dan gelombang-gelombang.
![]() Yesus lalu bersabda:
"Aku tidak akan menjelaskan Injil dalam makna yang sama seperti yang dilakukan semua orang. Aku akan menerangkan keadaan yang mendahului perikop Injil.
Mengapakah Aku tidur? Apakah mungkin Aku tidak tahu bahwa akan ada badai? Ya, Aku tahu. Hanya Aku yang tahu. Jadi, mengapakah Aku tidur?
Para rasul adalah manusia, Maria. Mereka penuh kehendak baik, tapi masih sangat 'manusia.' Manusia berpikir bahwa dia selalu cakap dalam segalanya. Apabila dia sungguh cakap dalam melakukan sesuatu, dia penuh kesombongan dan keterikatan pada 'kemampuannya'. Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes adalah para nelayan yang cakap dan sebagai konsekuensinya mereka pikir mereka tak tertandingi dalam menangani perahu. Sejauh pendapat mereka, Aku adalah seorang 'Rabbi' besar, tapi sekedar bukan apa-apa sebagai seorang pelaut. Jadi mereka pikir Aku tidak dapat membantu mereka, dan ketika berada di atas perahu untuk menyeberangi Laut Galilea, mereka meminta-Ku dengan sangat untuk duduk sebab Aku tidak cakap melakukan apapun lainnya. Juga kasih mereka terhadap-Ku ada di balik sikap mereka, sebab mereka tidak ingin Aku melakukan pekerjaan jasmani apapun. Tapi keterikatan mereka pada kecakapan mereka sendiri terlebih besar dari kasih mereka.
Aku tidak memaksakan kehendak-Ku, Maria, terkecuali dalam perkara-perkara luar biasa. Aku pada umumnya membiarkan kalian bebas, dan menunggu. Pada hari itu, sebab Aku letih dan diminta untuk beristirahat, yakni untuk membiarkan mereka bertindak, sebab mereka pintar, Aku pergi tidur. Dalam tidur-Ku ada percampuran juga kepastian akan betapa manusia adalah 'manusia' dan ingin melakukan semuanya oleh dirinya sendiri tanpa merasa bahwa Allah tiada meminta apapun selain menolongnya. Aku melihat dalam 'orang-orang yang tuli secara rohani' itu, dalam 'orang-orang yang buta secara rohani' itu, semua orang yang tuli dan buta secara rohani, yang sepanjang berabad-abad akan menghancurkan diri mereka sendiri, sebab 'mereka ingin melakukannya sendiri', meskipun Aku telah membungkuk ke atas kebutuhan-kebutuhan mereka menunggu diminta untuk menolong mereka.
Ketika Petrus berteriak: 'Selamatkan kami!', kepahitan-Ku runtuh bagai sebongkah batu. Aku bukan 'manusia', Aku Allah-Manusia. Aku tidak berperilaku seperti kalian. Apabila seseorang menolak nasehatmu atau pertolonganmu, dan kamu melihatnya dalam kesulitan, bahkan meski kamu tidak sebegitu jahat sehingga bergembira atasnya, kamu cukup tidak bermurah hati sebab melihat padanya dengan meremehkannya dan mengacuhkannya, tanpa tergerak oleh teriakannya minta tolong. Sikapmu berarti: 'Ketika aku ingin menolongmu, kamu tidak menghendaki aku? Baik, tolonglah dirimu sendiri sekarang.' Tapi aku Yesus, Aku sang Juruselamat. Dan Aku menyelamatkan, Maria. Aku selalu menyelamatkan begitu Aku diminta.
Orang-orang malang itu mungkin mengajukan keberatan: 'Dalam perkara itu, mengapakah Engkau membiarkan suatu badai tunggal atau badai kolektif sampai terjadi?' Jika melalui kuasa-Ku Aku menghancurkan Yang Jahat, kalian akan beranggapan bahwa kalian sendirilah yang mengadakan Yang Baik, yang dalam kenyataan sesungguhnya merupakan suatu anugerah dari kuasa-Ku, dan kalian tidak akan mengingat Aku lagi. Kalian tidak akan pernah mengingat Aku. Anak-anak-Ku yang malang, kalian butuh penderitaan untuk mengingat bahwa kalian punya seorang Bapa. Seperti anak yang hilang ingat bahwa dia punya seorang ayah ketika dia lapar.
Kemalangan membuat kalian yakin akan kebukan-apa-apaan kalian: akan ketidak-tahuan kalian, yang adalah penyebab dari begitu banyak kesalahan; akan kejahatan kalian, penyebab dari begitu banyak duka dan nestapa; akan kesalahan-kesalahan kalian, penyebab dari hukuman-hukuman yang kalian kenakan atas diri kalian sendiri; pula akan keberadaan-Ku, kuasa-Ku dan kebaikan-Ku.
Itulah apa yang diajarkan Injil hari ini pada kalian. Injil 'kalian' dari masa sekarang, anak-anak-Ku yang malang. Panggil Aku. Yesus tidak membutuhkan tidur terkecuali ketika Ia ada dalam duka sebab Ia melihat bahwa Ia tidak dikasihi oleh kalian. Panggillah Aku dan Aku akan datang."
|
|