119. YESUS DI "AIR JERNIH": "AKU-LAH TUHAN, ALLAH-MU."
27 Februari 1945
"Ini Ia datang," banyak orang berteriak.
"Kasihanilah! Aku malu!" kata orang yang bersalah itu yang hendak melarikan diri.
"Kemanakah kau hendak lari, Anak-Ku? Apakah ada begitu banyak kegelapan dalam hatimu hingga kau membenci Terang dan harus lari dari hadapannya? Apakah kau sudah sangat berdosa hingga takut kepada Aku, Yang adalah Pengampunan? Dosa apakah yang dapat sudah kau lakukan? Bahkan jika kau sudah membunuh Allah tidak sepatutnya kau takut, jika kau sungguh bertobat. Janganlah menangis! Atau datanglah: kita akan menangis bersama." Yesus, Yang dengan satu tangan telah memerintahkan kepada orang yang melarikan diri itu untuk berhenti, sekarang mendekapkan orang itu erat pada Diri-Nya sendiri, dan lalu berpaling kepada mereka yang menunggu dan berkata: "Sebentar. Supaya Aku dapat menenangkan hati ini. Kemudian Aku akan datang kepada kalian."
Dan Ia berjalan melintasi rumah dan sementara pergi mengitari pojok Ia menabrak si perempuan berkerudung, yang berdiri di sana untuk mendengarkan. Yesus menatap kepadanya untuk sesaat. Lalu Ia berjalan beberapa langkah lagi dan berhenti.
"Apakah yang sudah kau lakukan, Nak?"
Laki-laki itu jatuh berlutut. Ia berumur sekitar limapuluh tahun. Wajahnya dirusakkan oleh banyak hawa nafsu dan suatu siksa rahasia. Ia merentangkan kedua tangannya dan berteriak: "Aku membunuh ibuku dan saudara laki-lakiku… demi mendapatkan seluruh warisan ayahku dan menikmatinya bersama para perempuan… Aku tak lagi punya damai… Makananku… darah! Tidurku… mimpi buruk… Kesenanganku… Ah! dalam pangkuan para perempuan, dalam teriak mesum mereka, aku merasakan tubuh dingin ibuku yang sudah mati dan aku mendengar kertak kematian saudaraku yang mati diracun. Terkutuklah para perempuan penghibur, mereka adalah ular berbisa, medusae… kehancuranku!"
"Jangan mengutuk. Aku tidak mengutukmu…"
"Tidakkah Engkau mengutukku?"
"Tidak. Aku menangis dan Aku menimpakan dosamu atas-Ku!... Betapa berat! Mematahkan lengan-lengan dan tungkai-tungkai-Ku. Tapi Aku mendekapnya demi membakarnya untukmu… dan Aku memberimu pengampunan. Ya. Aku mengampunimu dari dosamu yang besar." Ia menempatkan kedua tangan-Nya ke atas kepala laki-laki yang menangis itu dan berdoa: "Bapa, Darah-Ku akan dicurahkan juga atasnya. Untuk sementara waktu, inilah airmata-Ku dan doa-Ku. Bapa, ampunilah , sebab dia bertobat. PutraMu, Yang kepada pengadilan-Nya semua diserahkan, menghendakinya!..."
Ia tetap seperti itu untuk beberapa menit, Ia lalu membungkuk, membangkitkan orang itu dan berkata kepadanya: "Dosamu sudah diampuni. Kau harus menyilih apa yang masih tersisa dari kejahatanmu, melalui suatu hidup penitensi."
"Allah telah mengampuni aku. Dan ibuku? Dan saudaraku?"
"Apa yang diampuni Allah, diampuni semua orang. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi." Laki-laki itu menangis terlebih keras dan mencium tangan-Nya. Yesus meninggalkannya untuk membiarkannya menangis. Ia kembali ke rumah. Perempuan berkerudung itu membuat gerakan seolah dia ingin pergi dan menemui-Nya, tapi dia menundukkan kepalanya dan tidak bergerak. Yesus lewat di depannya tanpa melihat kepadanya.
Ia sekarang ada di tempat-Nya. Ia berbicara: "Satu jiwa telah kembali kepada Allah. Diberkatilah kemahakuasaan-Nya yang merenggut dari perangkap setan jiwa-jiwa yang Ia ciptakan dan membawanya kembali ke jalan ke Surga. Mengapakah jiwa itu sesat? Sebab jiwa kehilangan pandangan akan Hukum. Dikatakan dalam Kitab bahwa Allah menampakkan DiriNya di Sinai dalam segala kuasa-Nya yang menakutkan, untuk dengan sarana itu mengatakan: 'Aku Allah. Inilah kehendak-Ku. Dan inilah kilat yang Aku pegang siap bagi mereka yang akan memberontak melawan kehendak Allah.' Dan sebelum berbicara Ia memerintahkan agar tak seorang pun boleh pergi ke atas untuk mengkontemplasikan Ia Yang ada, dan bahwa juga para imam harus dimurnikan sebelum menghampiri batas Allah, agar mereka tidak dilanda-Nya. Sebab itu adalah saat keadilan dan pencobaan. Surga tertutup, seolah oleh sebuah batu, akan misteri Surga dan akan murka Allah, dan hanya pedang-pedang keadilan yang dikebaskan dari Surga atas anak-anak yang bersalah. Tapi sekarang. Sekarang Yang Benar telah datang untuk membakar segala keadilan dan saatnya telah tiba, ketika tanpa kilat dan tanpa batas-batas, Sabda Allah berbicara kepada manusia demi memberinya rahmat dan Hidup.
Sabda pertama dari Bapa dan Tuhan adalah ini: 'Aku-lah Tuhan, Allah-mu.'
Tidak ada sekejap pun dari hari di mana kata-kata ini tidak diucapkan oleh suara Allah dan tidak dituliskan oleh jari-Nya. Di manakah?
Di mana-mana. Diulang terus-menerus oleh semuanya. Oleh rerumputan dan bintang-bintang, oleh air dan api, oleh wool dan makanan, oleh terang dan kegelapan, oleh kesehatan dan penyakit, oleh kekayaan dan kemiskinan. Semuanya mengatakan: 'Aku-lah Tuhan. Kau menerima itu dari Aku. Satu pikiran dari-Ku memberikannya kepadamu, pikiran yang lain mengambilnya darimu, tidak ada kuasa bala tentara ataupun pertahanan yang dapat melindungimu dari kehendak-Ku.' Kata-kata itu berteriak dalam suara angin, ia bernyanyi dalam gelegak air, ia menebarkan aroma pada bunga-bunga yang harum mewangi, ia dipahatkan pada puncak-puncak gunung, dan ia berbisik, berbicara, memanggil, berteriak dalam nurani: 'Aku-lah Tuhan, Allah-mu.'
Jangan pernah lupa itu! Jangan menutup matamu, telingamu, jangan mencekik suara batinmu, supaya kau jangan mendengar kata-kata itu. Bagaimanapun perkataan itu tinggal tetap dan saatnya akan tiba ketika perkataan itu akan dituliskan oleh jemari murka Allah pada tembok-tembok aula-aula perjamuan atau pada gelombang-gelombang laut yang menggelora, atau pada bibir-bibir seorang kanak-kanak yang tersenyum, atau pada wajah pucat seorang lanjut usia yang di ambang ajal, pada mawar yang harum baunya atau pada sbuah makam berbau busuk. Saatnya akan tiba ketika dalam pesta-pora anggur dan kesenangan, dalam kesibukan kerja, dalam istirahat malam, kala berjalan seorang diri, perkataan itu akan mengangkat suaranya dan mengatakan: 'Aku-lah Tuhan, Allah-mu' dan bukan daging yang kau cium dengan sangat bergairah, dan bukan makanan yang kau lahap dengan sangat rakus, dan bukan emas yang kau timbun dengan sangat tamak, dan bukan tempat tidur di mana kau bermalasan, dan bukan kebisuan, atau kesendirian, atau tidur yang dapat membungkamnya. 'Aku-lah Tuhan, Allah-mu,' adalah Teman Yang tidak akan meninggalkanmu, Tamu yang tak dapat kau usir. Apakah kau baik? Maka tamu dan teman adalah seorang Sahabat karib. Apakah kau jahat dan bersalah? Maka tamu dan teman menjadi Raja yang murka dan tidak memberi damai. Tapi Ia tidak meninggalkanmu. Perpisahan dari Allah diberikan hanya kepada jiwa-jiwa terkutuk. Tapi perpisahan adalah siksa aniaya mereka yang tak dapat diredakan dan abadi.
'Aku-lah Tuhan, Allah-mu' dan Ia menambahkan 'Yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.' Oh! Ia sungguh baru saja mengatakannya! Dan sekarang dari Mesir apakah Ia membawa engkau keluar, menuju tanah ternjanji, yang bukan tempat ini, melainkan Surga! Kerajan Allah yang abadi, di mana tidak ada lapar ataupun haus, dingin ataupun maut, tapi semuanya akan memancarkan sukacita dan damai dan setiap jiwa akan penuh dengan damai dan sukacita. Ia sekarang membebaskan kalian dari perbudakan yang sesungguhnya. Inilah Penebus. Inilah Aku. Setiap penguasa yang adalah manusia akan mati, dan melalui kematiannya para budak akan dibebaskan. Tetapi Setan tidak mati. Dia abadi. Dia adalah penguasa yang sudah membelenggu kalian guna menyeret kalian kemana pun dia kehendaki. Kalian adalah orang-orang berdosa dan dosa adalah rantai dengan mana Setan membelenggu kalian. Aku telah datang untuk memutuskan rantai. Aku datang dalam nama Bapa dan sebab Aku ingin datang. Oleh karenanya, janji yang tidak dipahami sekarang digenapi: 'Aku membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.'
Ini sekarang tengah digenapi secara rohani. Tuhan Allah-mu membawa kalian keluar dari tanah berhala yang membujuk-rayu Orangtua Pertama, Ia membebaskan kalian dari perbudakan dosa, Ia sekali lagi mengenakan pakaian Rahmat pada kalian dan mengijinkan kalian masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepada kalian bahwa mereka yang datang kepada-Ku akan dapat mendengar Yang Mahatinggi berkata kepada hati yang diberkati, dalam suara lembut kebapaan: 'Aku-lah Tuhan, Allah-mu dan Aku menarikmu kepada-Ku, bebas dan bahagia.'
Mari. Palingkanlah hati dan wajah kalian, doa-doa dan kehendak kalian kepada Allah. Saat Rahmat telah tiba."
Yesus telah selesai. Ia lewat seraya memberkati dan Ia membelai seorang perempuan tua dan seorang gadis kecil berkulit hitam yang tersenyum.
"Sembuhkan aku, Guru. Aku sangat menderita!" kata seorang laki-laki yang terjangkit gangren.
"Pertama-tama jiwamu. Lakukan penitensi…"
"Baptislah aku seperti yang dilakukan Yohanes. Aku tak dapat pergi kepadanya. Aku tidak sehat."
"Marilah". Yesus turun ke arah sungai, yang ada di sisi lain dari dua padang rumput yang sangat luas dan tersembunyi oleh sebuah hutan. Ia menanggalkan sandal-Nya dan begitu juga laki-laki yang telah menyeret dirinya ke sana di atas tongkat bantu jalan. Mereka turun ke tepian sungai dan Yesus, dengan menangkupkan kedua tangan-Nya, mencurahkan air ke atas kepala laki-laki itu, yang masuk ke dalam air hingga separuh tulang keringnya.
"Lepaskan perban-perbanmu, sekarang." Yesus berkata kepadanya sementara kembali naik ke jalan.
Orang itu patuh. Kakinya sudah sembuh. Khalayak ramai berteriak takjub.
"Juga aku!"
"Juga aku!"
"Baptis aku juga!" teriak orang banyak.
Yesus, Yang sudah separuh perjalanan menyusuri jalan, berbalik: "Besok. Pergilah sekarang dan jadilah baik. Damai sertamu."
Semuanya pun berakhir dan Yesus kembali ke rumah, ke dapur yang gelap meski saat itu baru awal siang hari.
Para murid berkumpul sekeliling-Nya. Petrus bertanya: "Ada apa dengan orang yang Engkau bawa ke belakang rumah?"
"Dia perlu dimurnikan."
"Tapi dia tidak kembali dan dia tidak di sana minta dibaptis."
"Dia pergi ke tempat Aku menyuruhnya pergi."
"Kemana?"
"Untuk menyilih, Petrus."
"Di penjara?"
"Tidak. Untuk melakukan penitensi sepanjang hidupnya."
"Tidakkah orang dimurnikan dengan air?"
"Juga airmata adalah air."
"Itu benar. Sekarang setelah Engkau mengerjakan suatu mukjizat, aku bertanya-tanya berapa banyak orang yang akan datang!... Hari ini jumlah mereka sudah dua kali lipat…"
"Ya. Jika Aku harus melakukan semuanya, Aku tidak akan dapat. Kalian akan membaptis. Pertama, satu pada satu waktu, lalu dua, tiga, lalu banyak. Dan Aku akan berkhotbah dan menyembuhkan orang-orang sakit dan orang-orang berdosa."
"Kami membaptis? Oh! Aku tidak layak! Bebaskan aku, Tuhan, dari misi itu! Aku yang perlu dibaptis!" Petrus berlutut memohon.
Tapi Yesus membungkuk dan berkata: "Kau akan menjadi yang paling pertama membaptis, mulai besok."
"Tidak, Tuhan! Bagaimanakah aku dapat melakukan itu jika aku lebih hitam dari cerobong asap itu?" Yesus tersenyum atas kerendahan hati tulus rasul-Nya yang berlutut dengan lututnya pada lutut-Nya sendiri, di atas mana dia telah menempatkan tangan-tangan nelayannya yang besar dan kokoh. Ia lalu mencium Petrus pada dahinya, tepat di bawah rambut kasar ikalnya yang abu-abu: "Ini. Aku membaptismu dengan sebuah ciuman. Apakah kau bahagia?"
"Aku akan berbuat dosa lagi demi mendapatkan ciuman lagi!"
"Tidak. Kau tidak boleh memperolok Allah dengan mengambil keuntungan dari anugerah-anugerah-Nya."
"Tidakkah Engkau memberikan sebuah ciuman juga untukku? Aku berdosa juga," kata Iskariot.
Yesus menatapnya. Tatapan-Nya, yang sangat mudah berganti, berubah dari kegembiraan sukacita yang sangat jelas ketika berbicara kepada Petrus, menjadi tegas, dan akan aku katakan, letih suram, dan Ia berkata:
"Ya… juga untukmu. Kemarilah. Aku bukannya tidak adil terhadap siapapun. Jadilah baik, Yudas. Jika saja kau menginginkannya!... Kau muda. Kau punya waktu sepanjang hidup untuk mendaki lebih dan lebih tinggi, naik ke kesempurnaan kekudusan…" dan Ia menciumnya.
"Sekarang, giliranmu, Simon, sahabat-Ku. Dan giliranmu, Matius, kemenangan-Ku. Dan giliranmu, Bartolomeus yang bijak. Dan giliranmu, Filipus yang setia. Dan giliranmu, Tomas yang ceria. Kemarilah, Andreas, yang aktif dalam diam. Dan kau, Yakobus , dari perjumpaan pertama kita. Dan kau sekarang, sukacita Guru-mu. Dan kau, Yudas, teman masa kecil dan masa muda-Ku. Dan kau, Yakobus , yang tatapan dan hatinya mengingatkan-Ku pada Yang Benar. Kalian semua telah mendapatkan ciuman-Ku. Tapi ingat bahwa besarlah kasih-Ku, dan juga kehendak baikmu dituntut. Esok kalian akan mengambil satu langkah maju dalam hidup kalian sebagai para murid-Ku. Dan ingat bahwa setiap langkah maju adalah suatu kehormatan dan suatu kewajiban."
"Guru… suatu hari pernah Engkau katakan kepadaku, Yohanes, Yakobus dan Andreas, bahwa Engkau akan mengajar kami bagaimana berdoa. Aku pikir bahwa jika kami berdoa seperti Engkau berdoa, kami akan menjadi layak melakukan pekerjaan yang Engkau ingin kami lakukan," kata Petrus.
"Juga pada waktu itu Aku menjawabmu: 'Apabila kalian sudah cukup terbentuk, Aku akan mengajarkan kepada kalian doa yang mulia. Memberikan pada kalian doa-Ku.' Tapi bahkan doa itu akan bukan apa-apa jika kalian memanjatkannya hanya dengan bibirmu. Untuk sementara waktu, naiklah kepada Allah dengan jiwamu dan kehendakmu. Doa adalah suatu karunia yang Allah anugerahkan kepada manusia dan manusia itu menghadiahkannya kepada Allah."
"Apa? Kami masih belum layak berdoa? Segenap Israel berdoa…" kata Iskariot.
"Ya, Yudas. Tapi dari perbuatan-perbuatannya, kau dapat melihat bagaimana Israel berdoa. Aku tidak ingin menjadikan kalian pengkhianat. Barangsiapa berdoa dengan sikap lahiriah, sementara batiniahnya melawan yang baik, adalah seorang pengkhinat."
"Dan kapankah Engkau akan membuat kami melakukan mukjizat-mukjizat?" tanya Yudas lagi.
"Kita… mukjizat-mukjizat? Kerahiman abadi! Dan meski begitu, kita tidak minum apapun selain air? Mukjizat-mukjizat… kita? Bocah, apa kau sudah gila?" Petrus gempar, ketakutan dan marah sekali.
"Ia mengatakannya kepada kita, di Yudea. Bukankah Engkau mengatakannya?"
"Ya, benar. Aku mengatakannya. Dan kalian akan melakukannya. Tapi selama masih ada terlalu banyak daging dalam diri kalian, kalian tidak akan melakukan mukjizat."
"Kami akan berpuasa," kata Iskariot.
"Tak ada gunanya. Dengan daging yang Aku maksudkan adalah hasrat nafsu yang rusak, keinginan yang tiga kali lipat dan sederetan kejahatan yang mengikuti keingingan tiga kali lipat yang menipu itu… Seperti anak-anak dari suatu persatuan kotor seorang yang beristri dua, kesombongan pikiran memberikan kelahiran, melalui kerakusan daging dan kuasa, bagi semua kejahatan yang ada dalam diri manusia dan dalam dunia."
"Untuk Engkau kami telah meninggalkan segalanya," jawab Yudas.
"Tapi tidak diri kalian sendiri."
"Jadi, apakah kami harus mati? Kami mau melakukannya agar dapat bersama-Mu. Setidaknya aku mau…"
"Tidak. Aku tidak meminta kematian jasmanimu. Aku ingin kebinatangan dan setanisme mati dalam dirimu, dan mereka tidak mati sepanjang daging dipuaskan dan kemunafikan, kesombongan, kemarahan, keangkuhan, kerakusan, ketamakan, kemalasan ada dalam dirimu."
"Kami adalah orang-orang yang sangat berdosa dekat Engkau, Yang sangat kudus!" bisik Bartolomeus.
"Dan Ia senantiasa begitu kudus. Kami tahu," maklum sepupu-Nya, Yakobus.
"Ia tahu seperti apa kita … Oleh karenanya janganlah kita berkecil hati. Kita hanya harus mengatakan: berilah kami dari hari ke hari kekuatan untuk melayani Engkau. Jika kita katakan: 'Kami tidak berdosa' maka kita akan berdusta dan kita akan menjadi para pendusta. Bagi siapa? Bagi diri kita sendiri yang tahu siapa kita, bahkan meski kita tidak ingin mengatakannya? Bagi Allah, Yang tak dapat didustai? Tapi jika kita katakan: 'Kami lemah dan orang-orang berdosa. Tolonglah kami dengan kekuatan dan pengampunan-Mu' maka Allah tidak akan mengecewakan kita dan dalam kebaikan dan keadilan-Nya Ia akan mengampuni kita dan membersihkan kita dari dosa hati kita yang malang."
"Diberkatilah kau, Yohanes. Sebab Kebenaran berbicara melalui bibirmu yang harum dengan ketakberdosaan dan hanya mencium Kasih yang menawan hati," kata Yesus sembari berdiri, dan Ia mendekapkan ke dada-Nya murid yang paling dikasihi-Nya itu, yang telah berbicara dari pojok gelapnya.
|
|