118. YESUS DI "AIR JERNIH". PERSIAPAN AWAL UNTUK HIDUP BERSAMA PARA RASUL.   


26 Februari 1945

Jika rumah pedesaan kecil yang rendah ini dibandingkan dengan rumah Betania, rumah ini jelas bagai sebuah kandang domba, seperti dikatakan Lazarus. Tapi jika dibandingkan dengan rumah-rumah para petani Doras, rumah ini merupakan tempat tinggal yang cukup baik.

Rumah sangat rendah dan sangat lebar, dari bangunan yang kokoh; memiliki sebuah dapur, yakni, sebuah perapian besar dalam sebuah ruangan yang menjadi sama sekali hitam karena asap, di mana ada sebuah meja, beberapa kursi, amphora-amphora dan sebuah rak desa dengan piring-piring dan cawan-cawan. Sebuah pintu kayu kasar yang besar memberikan terang ke dalamnya, pula jalan keluar masuk. Pada tembok yang sama dengan pintu ini, ada tiga pintu lain, yang menjadi jalan keluar masuk ke tiga ruangan sempit yang panjang, dengan tembok-tembok dilabur putih dan lantai tanah yang dipadatkan, seperti di dapur. Di dua dari ruangan-ruangan itu ada beberapa tempat tidur ringan. Ruangan-ruangan itu kelihatan seperti bilik-bilik kecil asrama. Banyaknya cantelan yang dipasang pada tembok-tembok memberikan kesaksian bahwa perkakas-perkakas dan mungkin hasil pertanian digantungkan di sana. Sekarang cantelan itu berfungsi sebagai cantelan pakaian untuk mantol-mantol dan tas-tas kain. Ruangan yang ketiga (lebih merupakan sebuah gang beratap daripada sebuah ruangan, sebab panjangnya tidak proporsional dengan lebarnya) dalam keadaan kosong. Pastilah digunakan juga untuk tempat naungan ternak sebab ada sebuah palungan dan cincin-cincin pada tembok, dan di atas lantai ada lubang-lubang khas yang tercongkel oleh tapal-tapal kuda. Tak ada apa-apa di dalamnya sekarang ini.  

Di luar, dekat ruangan terakhir ini, ada sebuah serambi desa yang luas, terdiri dari sebuah atap yang disangga oleh batang-batang pohon berkulit kasar dan ditutup semak dan batu-batu pipih. Bukan sungguh sebuah serambi, melainkan sebuah naungan, sebab terbuka pada ketiga sisinya: dua sisi setidaknya sepuluh yard panjangnya, sisi ketiga, yang sempit, sekitar lima yard panjangnya, tidak lebih.

Pada musim panas sebatang pohon anggur merentangkan ranting-rantingnya dari satu batang pohon ke batang pohon lainnya di sebelah selatan. Pohon anggur itu sekarang gundul dan memperlihatkan rangka ranting-rantingnya; juga sebuah pohon ara yang sangat besar sekarang gundul, tapi pada musim panas pastilah dia menaungi kolam besar di tengah lantai pengirikan, yang tentunya dipergunakan untuk memberi minum ternak. Di sampingnya ada sebuah sumur kasar, yakni, sebuah lubang pada permukaan yang sejajar tanah; yang dikelilingi hanya dengan sebaris batu pipih putih.

Itulah rumah di mana Yesus akan tinggal bersama para murid-Nya di tempat yang disebut "Air Jernih". Tempat itu dikelilingi oleh ladang-ladang, atau lebih tepatnya padang-padang rumput dan kebun-kebun anggur, dan sekitar tigaratus yard (tolong jangan anggap sebagai artikel iman ukuran-ukuran yang aku berikan) aku dapat melihat sebuah rumah lain di tengah ladang-ladang. Rumah itu kelihatan lebih bagus sebab ada atap bertingkat-tingkat, yang tidak dimiliki rumah ini. Hutan-hutan kecil zaitun dan hutan-hutan kayu di balik rumah lain itu menghalangi orang melihat lebih jauh.      

Petrus, saudaranya, dan Yohanes sedang bekerja penuh semangat, menyapu lantai pengirikan dan kamar-kamar, menyortir tempat-tempat tidur dan menimba air. Petrus sibuk di sekitar sumur untuk memilah dan memperkuat tali-temali dan membuatnya lebih praktis dan mudah untuk menimba air. Kedua sepupu Yesus sebaliknya bekerja dengan palu dan kikir pada kunci-kunci dan daun-daun jendela, dan Yakobus Zebedeus membantu mereka menggergaji dan menggunakan kapak kayu seperti seorang pekerja galangan kapal.

Tomas menyibukkan diri di dapur dan terlihat seperti seorang koki yang berpengalaman dari cara dia mengendalikan api dan nyalanya dan karena kemampuannya dalam membersihkan sayur-mayur yang Yudas tampan sudah merendahkan diri untuk membawakannya dari desa terdekat. Aku tahu bahwa ada sebuah desa, yang lebih besar atau lebih kecil, sebab Yudas mengatakan bahwa mereka memanggang roti dua kali seminggu dan dengan demikian tidak ada roti pada hari itu.

Petrus mendengarnya dan berkata: "Kita akan membuat kue. Ada tepung di sana. Cepat, tanggalkan jubahmu dan adoni tepung, dan lalu aku akan memasaknya. Aku tahu bagaimana melakukannya." Aku tak dapat tidak tertawa ketika aku melihat bahwa Iskariot membungkuk untuk mengaduk tepung, dengan jubah dalamnya, dan sekujur tubuhnya akhirnya belepotan tepung. Yesus tidak ada. Juga Simon, Bartolomeus, Matius dan Filipus tidak ada.

"Hari ini lebih buruk," jawab Petrus atas gerutuan Yudas Keriot. "Besok akan lebih mudah. Dan pada musim panas semuanya akan terkendali…"

"Musim panas? Apakah kita akan tinggal di sini selamanya?" tanya Yudas ketakutan.

"Kenapa? Bukankah ini rumah? Tidak hujan di dalamnya. Ada air minum. Dan ada perapian. Apakah lagi yang kau inginkan? Cocok sekali untukku. Juga sebab aku tidak mencium bau busuk kaum Farisi dan kelompok…"

"Petrus, marilah kita pergi dan menangkap ikan dengan jaring," kata Andreas dan menyeret saudaranya pergi sebelum dia dan Iskariot mulai bertengkar.

"Orang itu tidak suka padaku," seru Yudas.

"Tidak, kau tak dapat berkata begitu. Dia sangat terus terang terhadap semua orang. Tapi dia baik. Kaulah yang selalu tidak puas," jawab Tomas, yang, sebaliknya, selalu bersemangat tinggi.

"Alasannya adalah bahwa aku pikir adalah sesuatu yang berbeda…"

"Sepupu-ku tidak menghalangimu untuk pergi ke tempat lain," kata Yakobus Alfeus tenang. "Aku pikir bahwa kita semua percaya bahwa adalah suatu hal yang berbeda mengikuti-Nya, sebab kita bodoh. Sebab kita keras kepala dan sangat sombong. Ia tidak pernah menutup-nutupi bahaya dan keletihan dalam mengikuti-Nya."

Yudas menggerutu di antara giginya. Yudas yang lain, Tadeus, yang sedang bekerja dengan rak dapur, yang ingin dia ubah menjadi sebuah lemari, menjawabnya: "Kau salah. Juga sesuai tabiatmu, kau salah. Semua orang Israel harus bekerja. Dan kita bekerja. Apakah bekerja begitu merupakan suatu beban untukmu? Aku tidak merasakannya, sebab sejak aku bersama-Nya, semua pekerjaan jadi ringan."

"Aku juga tidak menyesali apapun. Dan aku senang berada di rumah sekarang," kata Yakobus Zebedeus.

"Kita akan bekerja banyak di sini!..." kata Yudas Keriot ironis.

"Singkatnya, apa yang kau inginkan? Apa yang kau harapkan? Sebuah istana gubernur? Aku tidak tahan kau mengkritik apa yang dilakukan Sepupu-ku. Apa itu jelas?" ledak Tadeus.

"Tenanglah, saudaraku. Yesus tidak suka akan pertengkaran seperti ini. Marilah kita berbicara sesedikit mungkin dan bekerja sebanyak mungkin. Itu akan lebih baik bagi semua. Sebaliknya… jika Ia tidak berhasil mengubah hati kita… dapatkah kau mungkin berharap untuk melakukannya dengan perkataanmu?" kata Yakobus  Alfeus.

"Hati yang tidak berubah adalah hatiku, ya kan?" desak Iskariot dengan agresif.

Tapi Yakobus  tidak menjawabnya. Dia membawa sebuah paku di antara bibirnya dan pada saat yang sama dia memaku beberapa papan dengan penuh semangat, membuat kebisingan begitu rupa, hingga gerutuan Yudas tak dapat terdengar.

Beberapa waktu berlalu, kemudian Ishak dan Andreas masuk bersamaan, yang pertama membawa beberapa telur dan sekeranjang roti segar yang harum baunya, yang lain membawa beberapa ikan dalam sebuah keranjang pancing.

"Ini," kata Ishak. "Sang bendahara mengirimkan ini dan dia ingin tahu apakah ada sesuatu yang kita butuhkan. Itulah perintah yang dia terima."

"Apakah kau lihat bahwa kita tidak akan mati kelaparan?" tanya Tomas kepada Iskariot. Ia lalu berkata: "Andreas, berikan ikannya padaku. Betapa eloknya! Tapi bagaimana kau memasaknya?... Aku tidak tahu bagaimana melakukannya."

"Aku yang akan mengerjakannya," kata Andreas. "Aku seorang nelayan," dan di suatu pojok dia mulai mengeluarkan isi perut ikannya, hidup-hidup.

"Guru akan segera datang. Ia telah berkeliling desa dan wilayah. Kau akan lihat bahwa orang-orang akan segera berdatangan. Ia sudah menyembuhkan seorang laki-laki yang sakit matanya. Aku telah pergi ke segenap penjuru desa dan mereka telah diberitahu…"

"Tentu saja! Aku… aku! Para gembala melakukan segalanya… Kita telah meninggalkan hidup yang aman tenang, setidaknya aku punya hidup seperti itu, dan kita telah melakukan banyak hal, tapi tampaknya kita tidak melakukan apa-apa…"

Ishak, yang terkejut, menatap Iskariot tapi… dengan sangat bijaksana tidak menjawab. Yang lainnya berbuat serupa… tapi mereka mendidih dengan amarah.

"Damai bagi kalian semua." Yesus berada di pintu masuk, tersenyum menawan. Sinar matahari tampak meningkat kecemerlangannya pada saat kedatangan-Nya. "Betapa hebatnya kalian! Kalian semua bekerja! Dapatkah Aku membantumu, sepupu?"

"Tidak, beristirahatlah. Aku sudah selesai."

"Kita berlimpah bahan makanan. Semua orang ingin memberi kita sesuatu. Andai semua orang memiliki hati lembut seorang sederhana!" kata Yesus agak sedih.

"Oh! Guru-ku. Semoga Allah memberkati-Mu!" Itu adalah Petrus yang masuk dengan membawa sekantong kayu di atas bahunya dan yang dari bawah bebannya itu menyalami Yesus.

"Dan kiranya Allah memberkatimu juga, Petrus. Kau telah bekerja keras!"   

"Dan kami akan bekerja bahkan lebih keras di waktu-waktu senggang kami. Kita punya sebuah villa di pedesaan! Dan kita akan menjadikannya sebuah Firdaus. Sementara itu aku sudah mengerjakan sumur, sehingga pada waktu malam kita dapat tahu tempatnya, dan memastikan bahwa kita tidak kehilangan tempayan-tempayan kita saat menimba air. Kemudian… lihat betapa cakapnya sepupu-sepupu-Mu? Mereka telah mempersiapkan segala yang dibutuhkan bagi mereka yang akan tinggal di suatu tempat untuk jangka waktu lama, dan yang mengenainya aku, seorang nelayan, sama sekali tak tahu-menahu. Sungguh hebat. Juga Tomas. Dia bisa bekerja di dapur Herodes. Juga Yudas pintar. Dia membuat kue-kue yang menarik…"  

"Tapi tak berguna. Sudah ada roti sekarang," jawab Yudas dalam perangai buruk.

Petrus menatapnya dan aku pikir akan ada jawaban tajam, tapi Petrus menggelengkan kepala, menyiapkan abu dan menempatkan kue-kuenya di atasnya.

"Semuanya akan segera siap," kata Tomas. Dan dia tertawa.

"Apakah Engkau akan berbicara hari ini?" tanya Yakobus Zebedeus.

"Ya, antara pukul enam dan pukul sembilan. Teman-temanmu yang mengatakan demikian. Jadi, marilah kita segera makan."

Setelah beberapa waktu Yohanes menempatkan roti di atas meja, menyiapkan kursi-kursi, menempatkan cawan-cawan dan amphora-amphora, sementara Tomas menyajikan rebusan sayur-mayur dan ikan bakar.

Yesus duduk di tengah, Ia mempersembahkan dan memberkati, membagi-bagikan makanan dan mereka semua makan dengan nikmat. Mereka masih sedang makan ketika beberapa orang muncul di ambang pintu. Petrus bangkit dan menuju pintu: "Apakah yang kau inginkan?"

"Sang Rabbi. Apakah Ia tidak berbicara di sini?"

"Ya. Tapi Ia sedang makan sekarang sebab Ia manusia juga. Duduklah di situ dan tunggulah." Kelompok kecil itu pergi ke bawah naungan pedesaan.

"Tapi hari semakin dingin dan akan sering hujan. Aku pikir kita harus menggunakan kandang kosong itu. Aku sudah membersihkannya dengan seksama. Palungan akan menjadi tempat duduk-Nya…"

"Jangan bicara omong kosong! Rabbi adalah seorang rabbi," kata Yudas.

"Omong kosong apa! Jika Ia dilahirkan dalam sebuah kandang, Ia dapat berbicara dari sebuah palungan!"

"Petrus benar. Tapi, tolong, saling rukunlah satu sama lain," Yesus kelihatan capek mengulang kata-kata ini.

Mereka selesai makan dan Yesus segera pergi keluar untuk menemui kelompok kecil itu.

"Tunggu, Guru," Petrus berteriak mengejar-Nya. "Sepupu-Mu sudah membuat sebuah tempat duduk untuk-Mu sebab tanahnya lembab di bawah sana."

"Tidak perlu. Kau tahu bahwa Aku berbicara dengan berdiri. Orang banyak ingin melihat Aku dan Aku ingin melihat mereka. Lebih baik kau membuat beberapa kursi dan tempat-tempat tidur ringan. Beberapa orang sakit mungkin akan datang… dan itu akan diperlukan."

"Engkau selalu memikirkan orang-orang lain, Guru-ku yang baik!" kata Yohanes, sembari mencium tangan-Nya. Yesus menuju kelompok kecil itu seraya tersenyum agak sedih. Semua murid pergi bersama-Nya.

Petrus, yang berada di sebelah Yesus, menarik-Nya hingga Ia membungkuk dan berbisik kepadanya: "Perempuan berkerudung itu ada di balik tembok. Aku melihatnya. Dia ada di sana sejak pagi tadi. Dia telah mengikuti kita dari Betania. Haruskah aku mengusirnya atau membiarkannya?"

"Biarkan dia. Aku sudah mengatakannya."

"Tapi, jika dia seorang mata-mata, seperti yang dikatakan Iskariot?"

"Bukan. Andalkan apa yang Aku katakan kepadamu. Biarkan dia dan jangan katakan apa-apa kepada yang lain. Dan hormatilah rahasianya."

"Aku tidak mengatakan apa-apa, sebab aku pikir adalah lebih baik…"

"Damai sertamu, yang mencari Sabda," Yesus memulai. Dan Ia pergi ke ujung gudang dengan punggung-Nya menghadap rumah. Ia berbicara perlahan kepada sekitar duapuluh orang yang duduk di atas tanah atau bersandar pada batang-batang pohon, dalam kehangatan sinar mentari di suatu bulan November yang pucat.

"Manusia jatuh dalam kesalahan ketika memikirkan hidup dan mati dan ketika menggunakan dua kata ini. Manusia menyebut 'hidup' periode waktu di mana, dilahirkan oleh ibunya, dia mulai bernapas, mendapatkan makanan, bergerak, berpikir, bertindak; dan manusia menyebut 'mati' saat ketika dia berhenti bernapas, makan, bergerak, berpikir, bertindak dan dia menjadi jasad beku yang tak dapat merasa, siap kembali ke dalam pelukan: sebuah makam. Tapi tidaklah demikian. Aku ingin membuat kalian memahami 'hidup', dan menunjukkan kepada kalian perbuatan-perbuatan yang pantas untuk hidup.

Hidup bukan keberadaan. Keberadaan bukan hidup. Juga pohon anggur ini yang terjalin sekeliling batang-batang ini, ada. Tapi dia tidak memiliki hidup seperti yang Aku bicarakan. Juga domba yang mengembik itu, yang terikat pada pohon nun jauh di sana, ada. Tapi dia tidak memiliki hidup seperti yang Aku bicarakan. Hidup yang Aku bicarakan tidak dimulai dengan keberadaan tubuh dan tidak berhenti dengan berakhirnya daging. Hidup yang Aku maksudkan tidak dimulai dalam rahim seorang ibu. Melainkan dimulai ketika jiwa diciptakan oleh Pikiran Allah untuk tinggal dalam sebuah tubuh, dan dia berakhir ketika dosa membunuhnya.

Manusia, pada mulanya, tak lain adalah suatu benih yang tumbuh, suatu benih daging, bukan seperti benih biji-bijian dan buah-buahan. Pada mulanya dia tak lain adalah suatu binatang yang mengambil bentuk, embrio dari suatu binatang seperti yang sekarang sedang berkembang dalam rahim domba itu. Tapi saat bagian non-jasmani ini, yang juga paling berkuasa dalam non-jasmaniahnya yang memuliakan, ditanamkan ke dalam perkandungan manusia, maka embrio binatang itu tidak hanya ada sebagai suatu jantung yang berdetak, melainkan dia hidup seturut Pikiran Yang Menciptakan, dan menjadi manusia, yang diciptakan seturut gambaran dan citra Allah, anak Allah, warga mendatang Surga.

Tapi itu terjadi apabila hidup berlangsung. Manusia dapat ada dengan hanya memiliki gambaran manusia, namun bukan lagi manusia. Yakni, dia adalah makam di mana hidup membusuk. Itulah sebabnya mengapa Aku katakan: 'Hidup tidak dimulai dengan keberadaan dan tidak berhenti dengan berakhirnya daging.' Hidup dimulai sebelum kelahiran. Hidup, karenanya, tidak pernah berakhir, sebab jiwa tidak mati, yakni, jiwa tidak jatuh ke dalam ketiadaan. Jiwa mati terhadap takdirnya, yang adalah takdir surgawi, tapi dia hidup untuk penghukumannya. Jiwa mati terhadap takdir bahagia, dengan mati terhadap Rahmat. Hidup ini, yang dibinasakan oleh kejahatan, yang adalah mati terhadap takdirnya, tetap berlangsung sepanjang berabad-abad dalam kutukan dan siksa. Hidup ini, jika dipelihara sebagai hidup, akan mencapai kesempurnaan hidup, dengan menjadi abadi, sempurna, bahagia seperti Pencipta-nya.

Apakah kita punya kewajiban untuk hidup? Ya. Hidup adalah anugerah dari Allah. Setiap anugerah Allah hendaknya digunakan dan dipelihara dengan cermat, sebab ia adalah kudus seperti sang Donor. Apakah kalian akan menyalahgunakan anugerah dari seorang raja? Tidak. Melainkan ia diwariskan kepada keturunannya, dan kepada keturunan dari keturunannya, sebagai suatu kemuliaan keluarga. Jadi mengapakah menyalahgunakan anugerah dari Allah? Bagaimanakah anugerah ilahi ini digunakan dan dipelihara? Bagaimanakah bunga surgawi dari jiwa ini dirawat demi memeliharanya bagi Surga? Bagaimanakah kalian dapat mencapai 'hidup' yang di atas dan melampaui keberadaan? Israel memiliki hukum-hukum yang jelas mengenainya dan hanya perlu mentaatinya. Israel punya nabi-nabi dan orang-orang benar yang memberikan teladan dan penjelasan bagaimana melaksanakan hukum. Israel sekarang juga punya orang-orang kudusnya. Israel tidak dapat, tidak boleh sesat. Aku melihat hati yang ternoda dan jiwa-jiwa yang mati berkeliaran di mana-mana. Jadi, Aku katakan kepada kalian: lakukan penitensi; buka hatimu kepada Sabda; amalkan Hukum yang tak dapat berubah; berilah darah segar pada 'hidup' yang letih yang layu dalam dirimu; jika jiwamu sudah mati, datanglah kepada Hidup sejati: kepada Allah. Ratapi dosa-dosamu. Teriak: 'Kasihanilah!" Tapi bangkitlah dari mati. Jangan menjadi orang-orang mati yang hidup, supaya di masa mendatang kalian tidak menderita abadi. Aku akan berbicara kepada kalian hanya mengenai jalan untuk mencapai dan memelihara hidup. Seorang lain telah mengatakan kepada kalian: 'Lakukan penitensi. Basuhlah diri kalian dari api nafsu yang tidak murni, dari lumpur dosa.' Aku katakan kepada kalian: sahabat-sahabat-Ku yang malang, marilah kita pelajari Hukum bersama-sama. Marilah kita mendengarkan didalamnya, sekali lagi, suara kebapaan dari Allah yang benar. Dan lalu marilah kita berdoa bersama Bapa Yang Kekal dengan mengatakan: 'Kiranya kerahiman-Mu turun ke dalam hati kami.'

Sekarang musim dingin yang suram. Tapi tak lama lagi musim semi akan datang. Suatu jiwa yang mati lebih menyedihkan dari suatu hutan yang menjadi gundul karena embun beku. Tapi jika kerendahan hati, kehendak baik, penitensi dan iman merasukimu, hidup akan kembali kepadamu, seperti sebuah hutan pada musim semi, dan kalian akan berbunga bagi Allah, untuk menghasilkan buah-buah hidup sejati yang abadi di masa mendatang, di abad-abad mendatang yang tanpa akhir.

Datanglah kepada Hidup! Berhentilah hanya ada dan mulailah 'hidup'. Maka, mati tidak akan menjadi 'akhir', melainkan awal. Awal dari suatu hari yang tanpa akhir, suatu sukacita penuh damai yang tak terkira. Mati akan menjadi kemenangan dari apa yang hidup sebelum daging, dan kemenangan daging yang dipanggil untuk kebangkitan abadi; untuk ikut ambil bagian dalam Hidup ini yang, dalam nama Allah yang benar, Aku janjikan bagi semua yang 'menginginkan hidup' itu bagi jiwa mereka, dengan meremukkan di bawah kaki mereka sensualitas dan hasrat nafsu, demi menikmati kebebasan anak-anak Allah.

Pergilah. Setiap hari, pada waktu seperti ini, Aku akan berbicara kepada kalian mengenai kebenaran abadi. Tuhan sertamu."

Orang banyak perlahan bubar sembari menyampaikan komentar. Yesus pergi ke rumah terpencil itu dan semuanya pun berakhir.         
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 2                     Daftar Istilah                      Halaman Utama