398. DI BETHER.             


12 Maret 1946   

Yesus, diikuti oleh Zelot yang dengan memegang tali kekang menggiring keledai kecil yang ditunggangi Eliza, mengetuk pintu penjaga di Bether. Mereka tidak menempuh jalan yang sama seperti terakhir kali mereka ke sana. Sekarang mereka telah tiba di estate milik Yohana dari desa yang terhampar di lereng-lereng barat gunung di mana kastil berdiri.

Si penjaga, yang mengenali Tuhan, bergegas membuka lebar-lebar gerbang yang berada di sebelah rumahnya yang kecil dan mempersilakan-Nya masuk ke taman yang berada di depan kediaman dan yang merupakan permulaan dari negeri impian, yaitu, kebun-kebun mawar Yohana. Aroma kuat mawar segar dan wangi attar mawar mengambang di udara senja yang hangat, dan ketika angin sepoi-sepoi pertama senja hari berhembus dari timur yang menyebabkan semak-semak mawar merunduk bergelombang, aromanya menjadi lebih kuat, lebih segar dan lebih asli, karena berasal dari bukit-bukit yang ditanami mawar dan mengalahkan aroma kuat esens yang berasal dari gudang rendah yang lebar yang ditempatkan di tembok barat estate.

Si penjaga mengatakan, "Nyonyaku di sana. Dia pergi ke sana setiap sore, di tempat para pekerja yang memetik bunga dan yang membuat esens berkumpul. Dia berbicara kepada mereka, menanyai mereka, menyembuhkan mereka dan menghibur mereka. Oh! Nyonya kami sangat baik. Dia selalu baik. Tetapi... karena dia adalah murid-Mu... aku akan memanggilnya sekarang... Ini adalah masa yang sangat sibuk dan para pekerja yang biasanya tidak mencukupi, meskipun sejak Paskah dia sudah menerima para pembantu dan para pelayan baru. Tunggulah di sini, Tuhan..."

"Tidak, Aku akan pergi kepadanya. Kiranya Allah memberkatimu dan memberimu damai," kata Yesus seraya mengangkat tangan-Nya untuk memberkati penjaga tua itu, yang telah didengarkan-Nya dengan sabar. Dan Dia pergi menuju gudang rendah yang lebar.

Suara berisik langkah kaki-Nya di tanah yang keras membuat Matias - seorang bocah kecil yang agak suka ingin tahu - menengok dan berlari keluar menyongsong dengan seruan, kedua tangan terentang, mengundang dan ingin dipeluk. "Yesus di sini! Yesus di sini!" teriaknya sementara berlari. Dan ketika dia sudah dalam pelukan Tuhan, Yang menciumnya, Yohana melihat keluar dari tengah-tengah para pelayannya.

"Tuhan!" dia juga berteriak, dan segera jatuh berlutut di tempat untuk menghormati-Nya. Dia prostratio dan lalu berdiri, dengan wajah memerah karena luapan emosi, bagaikan kelopak mawar yang cemerlang. Dia lalu bergerak menghampiri Yesus. Dan dia membungkuk untuk mencium kaki-Nya.

"Damai sertamu, Yohana. Apakah kau menginginkan-Ku? Aku telah datang."

"Ya, aku menginginkan-Mu, Tuhan..." Yohana menjadi pucat dan serius.

Yesus memperhatikannya. "Berdirilah, Yohana. Apakah Khuza baik-baik saja?"

"Baik, Tuhan-ku."

"Dan si kecil Maria? Aku tidak melihatnya di sini."

"Juga baik, Tuhan... Dia pergi bersama Ester untuk membawakan obat-obatan kepada seorang pelayan yang sakit."

"Itukah sebabnya kau memanggil-Ku?"

"Bukan, Tuhan... Tetapi untuk... Engkau." Yohana jelas tidak ingin berbicara di depan semua orang yang sudah mengerumuni mereka.

Yesus mengerti dan berkata, "Baiklah. Ayo kita pergi melihat bunga-bunga mawarmu..."

"Engkau pasti lelah, Tuhan. Engkau harus makan... Engkau pasti haus..."

"Tidak. Selama jam-jam panas, kami singgah di rumah para murid gembala. Aku tidak lelah..."

"Jadi, marilah kita pergi... Yonatan, siapkanlah segala sesuatunya untuk Tuhan dan untuk orang-orang yang bersama-Nya... Turun, Matias!..." dia memberi perintah kepada pengurus rumah tangga, yang berdiri penuh hormat di sampingnya, dan si bocah kecil, yang meringkuk dalam pelukan Yesus, menempatkan kepalanya yang berambut hitam di lekuk leher Yesus, seperti seekor merpati kecil di bawah sayap ayahnya. Anak laki-laki itu mendesah panjang, tetapi segera menaati perintah.

Namun Yesus berkata, "Tidak. Dia akan ikut bersama kita dan tidak akan menyusahkan kita. Dia akan menjadi malaikat kecil yang di hadapannya tidak ada suatu pun menggemparkan yang bisa dikatakan atau dilakukan dan dengan demikian akan menghindarkan bahkan secercah kecurigaan di hati siapa pun. Ayo kita pergi..."

"Guru, sebaiknya Eliza dan aku masuk ke dalam rumah, atau Engkau ingin kami ikut bersama-Mu?" tanya Zelot.

"Kamu boleh pergi."

Yohana menghantar Yesus di sepanjang jalan yang lebar yang membelah kebun, menuju kebun mawar yang naik turun di lereng-lereng seberang perkebunan bunganya. Dia terus melangkah lebih jauh, seolah dia ingin pergi menyendiri ke tempat di mana hanya ada semak-semak mawar, pepohonan dan burung-burung kecil di antara dahan-dahan, dalam pertengkaran terakhir mereka demi mendapatkan tempat untuk tidur atau mempersiapkan sarang mereka menyambut malam. Bunga-bunga mawar, yang senja ini adalah kuncup-kuncup yang tertutup dan yang akan mekar besok dan dipotong dengan gunting, menebarkan harum sebelum beristirahat dalam embun. Mereka berhenti di sebuah lembah kecil di antara dua permukaan tanah yang bergelombang, di mana rangkaian-rangkaian bunga mawar berwarna merah daging tersenyum di satu sisi, dan bunga-bunga mawar yang semerah darah beku di sisi lainnya. Di sana ada sebuah batu yang digunakan sebagai tempat duduk, atau sebagai meja tempat orang-orang yang berkumpul meletakkan keranjang mereka. Mawar-mawar layu dan kelopak-kelopak bunga yang tersebar di antara rerumputan dan di atas batu menjadi saksi atas pekerjaan hari itu.

Dengan tangannya yang berhiaskan cincin, Yohana menyapu bunga-bunga dari tempat duduk dan berkata, "Duduklah, Guru. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada-Mu."

Yesus duduk dan Matias mulai berlarian di atas rerumputan sampai dia merasa bahwa sungguh menarik untuk mengejar seekor katak besar, yang sudah datang ke sana untuk menikmati sejuknya sore dan dia mengikuti makhluk malang itu, dengan berteriak-teriak dan melompat-lompat kegirangan, sampai perhatiannya tertuju pada sebuah lubang jangkrik dan dia mulai mengorek-ngoreknya dengan sebatang tongkat kecil.

"Yohana, Aku di sini untuk mendengarkanmu... Apa kau tidak akan bicara?" tanya Yesus sesudah keheningan sejenak dan Dia berhenti memperhatikan si bocah, untuk melihat kepada murid yang berdiri di hadapan-Nya dengan serius dan membisu.

"Ya, Guru. Tapi... itu sangat sulit dan aku pikir akan menyakitkan hati mendengarnya..."

"Bicaralah dengan lugas dan percaya diri..."

Yohana berlutut di rerumputan dengan setengah duduk di atas tumitnya, di bawah Yesus, Yang duduk menjulang, di tempat duduk, dengan sikap yang keras dan tegas; sebagai manusia, Dia lebih jauh daripada jika Dia terpisahkan cukup jauh oleh beberapa halangan, tetapi sebagai Allah dan Sahabat, Dia dekat karena kelemah-lembutan tatapan dan senyum-Nya. Dan Yohana menatap pada-Nya di senja yang lembut di suatu sore bulan Mei. Akhirnya dia berkata, "Tuhan-ku... sebelum  aku bicara... aku perlu mengajukan satu pertanyaan kepada-Mu... untuk mengetahui apa yang Engkau pikirkan... untuk memastikan apakah aku sudah salah mengerti perkataan-Mu. Aku seorang perempuan, perempuan yang bodoh... mungkin aku sudah bermimpi dan baru sekarang aku tahu situasi yang sebenarnya... sebagaimana Engkau menjelaskan hal-hal, sebagaimana Engkau mempersiapkannya, sebagaimana Engkau menginginkannya demi Kerajaan-Mu... Mungkin Khuza benar... dan aku salah..."

"Apakah Khuza telah mencelamu?"

"Ya dan tidak, Tuhan. Dia hanya mengatakan kepadaku, dengan wewenang seorang suami, bahwa jika situasinya seperti fakta-fakta belakangan ini yang membuatnya berpikir demikian, aku harus meninggalkan-Mu, karena dia, sebagai pejabat tinggi Herodes, tidak bisa membiarkan istrinya berkonspirasi melawan Herodes."

"Dan sejak kapan kau menjadi seorang konspirator? Siapa yang berpikir hendak mencelakai Herodes? Takhtanya yang malang, yang begitu kotor, lebih rendah daripada tempat duduk ini yang di tengah-tengah semak mawar. Aku duduk di sini, tetapi Aku tidak akan duduk di sana. Khuza tidak perlu khawatir! Aku tidak menginginkan takhta Kaisar, apalagi takhta Herodes. Itu bukan takhta-Ku, ataupun kerajaan-Ku."

"Oh! Benarkah begitu, Tuhan? Semoga Engkau diberkati! Betapa damai yang Engkau berikan kepadaku! Aku telah menderita selama berhari-hari karenanya! Guru-ku yang kudus dan ilahi, Guru-ku yang terkasih, Guru-ku seperti yang selalu aku pahami, lihat dan kasihi, begitu tinggi, begitu tinggi melampaui Bumi, begitu... begitu ilahi, ya Tuhan dan Raja surgawiku!" dan Yohana meraih tangan Yesus dan dengan penuh hormat mencium punggung tangan-Nya, sementara berlutut, seolah-olah dia sedang dalam adorasi.

"Tetapi apa yang terjadi? Sesuatu yang tidak Aku ketahui, yang bisa membuatmu begitu galau hingga meredupkan dalam dirimu kejernihan akan moral-Ku dan sosok rohani-Ku? Katakanlah!"

"Apa? Guru, asap kesesatan, kesombongan, ketamakan, kedegilan sudah membumbung tinggi seolah-olah dari kawah-kawah berbau busuk dan sudah mengaburkan Engkau di mata sebagian laki-laki dan perempuan... dan mereka mencoba melakukan yang sama terhadapku. Tetapi, aku adalah Yohana-Mu, rahmat-Mu, ya Allah. Dan aku tidak akan tersesat, setidaknya aku berharap demikian, karena tahu betapa baiknya Allah; tetapi orang yang baru embrio jiwa yang tengah berjuang untuk menjadi lebih baik, bisa mati karena tipu daya. Dan dia yang berada di lautan berlumpur yang dikeraskan oleh arus yang deras, dan berjuang untuk mencapai pantai, pelabuhan, untuk dimurnikan dan menemukan tempat-tempat damai dan adil yang lain, bisa dikuasai oleh keletihan, jika dia kehilangan keyakinan akan pantai dan tempat-tempat itu, dan bisa tersapu lagi oleh arus dan lumpur. Dan aku merasa iba dan khawatir akan kehancuran jiwa-jiwa yang seperti itu, yang demi mereka aku memohon Terang-Mu. Jiwa-jiwa yang kita sempurnakan dalam Terang yang kekal lebih kita sayangi daripada tubuh yang kita lahirkan ke dalam terang duniawi. Aku sekarang mengerti apa artinya menjadi ibu dari tubuh dan ibu dari jiwa. Kami berduka atas kematian anak kami. Tetapi, itu hanyalah dukacita kami. Tetapi untuk jiwa yang untuknya sudah kami upayakan untuk disempurnakan dalam Terang-Mu dan jiwa itu mati, kami tidak menderita sendirian. Kami menderita bersama-Mu, bersama Allah... karena dalam dukacita kami atas kematian rohani suatu jiwa, ada juga dukacita-Mu, dukacita-Allah yang tak terbatas... Aku tidak tahu apakah perkataanku bisa dimengerti...."

"Ya. Tapi, beri Aku keterangan yang jelas, jika kau ingin Aku menghiburmu."

"Ya, Guru. Kali lalu Engkau mengutus Simon Zelot dan Yudas Keriot ke Betania, bukan? Itu sehubungan dengan gadis Yahudi yang diberikan kepada-Mu oleh para perempuan Romawi dan yang Engkau kirimkan kepada Nike..."

"Ya, benar. Kemudian?..."

"Dan dia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada nyonyanya yang baik, dan Simon dan Yudas membawanya ke Antonia. Tahukah Engkau?"

"Ya. Lalu?"

"Guru... Aku khawatir bahwa aku akan harus mendukakan-Mu... Guru, Engkau benar-benar seorang Raja rohani saja? Engkau tidak mengincar kerajaan duniawi?"

"Tentu saja tidak, Yohana. Bagaimana mungkin kau masih meragukannya?"

"Guru, hanya untuk sekali lagi merasakan sukacita melihat-Mu sebagai makhluk ilahi, tak lain selain dari makhluk ilahi. Dan tepat karena Engkau demikian, aku harus memberi-Mu dukacita mendalam... Guru, orang dari Keriot tidak mengerti-Mu, dia juga tidak mengerti orang-orang yang menghormati-Mu sebagai seorang bijak, seorang filsuf besar, sebagai Keutamaan di Bumi dan mengagumi-Mu serta berjanji untuk melindungi-Mu sebagai seorang yang demikian. Sungguh aneh bahwa para perempuan yang tidak mengenal Allah bisa mengerti apa yang tidak dimengerti oleh salah seorang rasul-Mu, sesudah sekian lama dia bersama-Mu..."

"Sifat manusiawinya, cinta manusiawinya membutakannya."

"Engkau memaafkan dia... Tetapi, dia mencelakai-Mu, Guru. Sementara Simon berbicara kepada Plautina, Lydia, dan Valeria, Yudas berbicara kepada Claudia atas nama-Mu, sebagai duta-Mu. Dia ingin memeras dari Claudia janji-janji untuk pemulihan kerajaan Israel. Claudia mengajukan banyak pertanyaan kepadanya... Dan dia memberitahu Claudia banyak hal. Dia tentunya berpikir bahwa dia sedang berada di ambang mimpinya yang konyol, saat mimpi menjadi kenyataan. Guru, Claudia merasa kesal. Dia adalah putri Romawi... Kekaisaran mengalir dalam darahnya... Mungkinkah seorang putri dari keluarga Claudi akan berkomplot melawan Romawi? Claudia begitu syok hingga dia mulai meragukan-Mu dan kekudusan doktrin-Mu. Dia masih belum bisa memahami atau mengerti kekudusan Asal-Usul-Mu... Tetapi, pada akhirnya dia akan memahaminya, karena dia penuh niat baik. Dia akan mengerti, jika dia diyakinkan tentang-Mu. Untuk sementara ini, Engkau tampak sebagai seorang pemberontak dan perampas kekuasaan yang tamak dan penipu baginya... Plautina dan para perempuan lainnya sudah mencoba meyakinkannya... Tetapi, dia menginginkan jawaban yang segera dari-Mu."

"Katakan padanya: jangan takut. Akulah Raja segala raja, Aku menciptakan mereka dan menghakimi mereka, dan Aku tidak akan memiliki takhta lain selain dari takhta Anak Domba, yang pertama-tama dikurbankan dan kemudian menang jaya di Surga. Beritahu dia segera."

"Ya, Guru. Aku akan pergi secara pribadi. Sebelum mereka meninggalkan Yerusalem, karena Claudia begitu gusar hingga dia tidak ingin tinggal lebih lama di Antonia, seperti yang dikatakannya... dia tidak ingin melihat musuh-musuh Romawi."

"Siapa yang memberitahumu itu?"

"Plautina dan Lydia. Mereka datang... dan Khuza ada kala itu... dan lalu... dia menempatkanku dalam dilema: apakah Engkau adalah Mesias rohani atau haruskah aku meninggalkan-Mu untuk selamanya."

Seulas senyum sedih mengembang di wajah Yesus, yang telah berubah menjadi pucat karena dukacita atas laporan Yohana, dan Dia bertanya, "Apakah Khuza tidak datang kemari?"

"Besok adalah hari Sabat dan dia akan datang."

"Dan Aku akan meyakinkannya. Jangan takut. Jangan seorang pun takut. Khuza tidak perlu takut akan kedudukannya di Istana, atau Herodes akan kemungkinan perebutan kekuasaan, atau Claudia akan kepentingan Romawi, dan kau jangan takut akan ditipu atau akan kemungkinan terpisah... Jangan seorang pun takut... Aku saja yang harus takut... dan menderita..."

"Guru, aku berharap aku tidak sudah mendukakan-Mu seperti ini. Tetapi, tidak memberitahu-Mu, itu akan sama dengan menipu-Mu... Guru, bagaimana Engkau akan bersikap terhadap Yudas?... Aku takut akan reaksinya... aku hanya dan selalu demi Engkau..."

"Dengan ketulusan hati. Aku akan membuatnya mengerti bahwa Aku tahu dan bahwa Aku tidak setuju dengan tindakannya dan kedegilannya."

"Dia akan membenciku karena dia akan tahu bahwa aku sudah memberitahu-Mu..."

"Apakah kau menyesal akan hal itu?"

"Kebencian-Mu yang akan menyedihkanku. Bukan kebenciannya. Aku seorang perempuan. Tetapi, aku lebih gagah dalam melayani-Mu daripada dia. Aku melayani-Mu karena aku mengasihi-Mu, bukan demi mendapatkan keuntungan dari-Mu. Jika karena Engkau, di masa mendatang aku harus kehilangan kekayaanku, cinta suamiku, dan kebebasan serta hidupku sendiri, aku bahkan akan lebih mengasihi-Mu. Karena jika demikian, aku hanya akan memiliki Engkau saja untuk dikasihi dan yang mengasihiku," kata Yohana spontan, seraya berdiri.

Yesus juga berdiri dan berkata, "Kiranya kau diberkati, Yohana, atas apa yang kau ucapkan. Dan damailah. Baik kebencian Yudas maupun kasihnya tidak akan dapat mengubah apa yang tertulis di Surga. Misi-Ku akan digenapi, seperti yang telah ditetapkan. Jangan pernah menyesal, jangan pernah. Damai tenanglah seperti Matias kecil, yang sesudah bekerja membuat rumah - rumah yang lebih bagus, menurutnya - untuk jangkriknya, tertidur dengan dahinya di atas kelopak-kelopak mawar, dengan tersenyum... berpikir bahwa dahinya berada di atas bunga-bunga mawar. Karena hidup itu indah jika orang tidak berdosa. Aku juga tersenyum, meskipun kehidupan manusia-Ku tanpa bunga, tapi hanya kelopak-kelopak layu yang sudah gugur. Tetapi di Surga Aku akan memiliki semua bunga mawar dari mereka yang telah diselamatkan... Ayo. Malam telah tiba. Sebentar lagi kita tidak akan bisa melihat jalan."

Yohana hendak menggendong si bocah.

"Biarkan... Aku yang akan menggendongnya. Lihat bagaimana dia tersenyum! Dia pasti sedang memimpikan Surga... tentang ibunya... tentangmu... Aku juga, dalam dukacita-Ku yang setiap saat, memimpikan tentang Surga... tentang BundaKu dan tentang murid-murid perempuan yang baik."

Dan mereka pun berangkat perlahan-lahan menuju rumah..
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 6                 Daftar Istilah                    Halaman Utama