|
339. DI MAKAM HILEL DI GISCALA.
24 November 1945
Dari desa Meiron, Yesus dan para rasul-Nya mengambil jalan pegunungan yang terbentang ke barat laut melintasi hutan-hutan dan padang-padang rumput yang menanjak sepanjang waktu. Mereka mungkin sudah memberikan penghormatan ke beberapa makam, karena aku bisa mendengar mereka membicarakannya.
Iskariot sekarang berada di depan bersama Yesus. Di Meiron pastilah mereka sudah menerima dan memberi sedekah, dan Yudas sekarang memberikan pertanggung-jawaban atas apa yang dia terima dan apa yang dia berikan. Dia mengakhiri dengan berkata, "Dan ini persembahanku. Aku bersumpah tadi malam aku akan memberikannya kepada-Mu untuk kaum miskin dan sebagai penitensi. Tidak banyak. Aku tidak punya banyak uang sekarang. Tapi aku meyakinkan ibuku untuk sering mengirimiku melalui banyak teman. Di waktu lalu, saat aku jauh dari rumah, aku punya banyak uang. Tapi kali ini, karena aku harus bepergian melintasi pegunungan seorang diri atau hanya bersama Tomas, aku membawa hanya apa yang cukup untuk perjalanan. Aku lebih suka melakukan itu. Masalahnya adalah... kadang-kadang aku akan harus meminta izin untuk meninggalkan-Mu dan pergi menemui teman-temanku. Aku sudah mengatur semuanya... Guru, apakah aku akan terus menyimpan uangnya? Apakah Kau masih percaya padaku?"
"Yudas, kau sendiri yang mengatakan itu semua. Dan Aku tidak tahu mengapa kau melakukannya. Kau harus tahu bahwa tidak ada yang berubah sejauh yang Aku ketahui... karena Aku berharap bahwa kau akan berubah dan sekali lagi menjadi murid seperti kau dulu, dan bahwa kau akan menjadi orang benar, yang pertobatannya Aku doakan dan derita untuk itu."
"Engkau benar, Guru. Tetapi dengan pertolongan-Mu aku pasti akan menjadi Orang. Bagaimanapun... itu adalah ketidak-sempurnaan kecil. Yang tidak penting. Bukan, ketidaksempurnan itu membantu kita untuk memahami sesama kita dan menyembuhkan mereka."
"Moralmu, Yudas, sungguh aneh! Dan Aku harus katakan lebih dari itu. Aku belum pernah mendengar ada dokter yang jatuh sakit secara sukarela untuk dapat mengatakan, 'Sekarang aku tahu bagaimana menyembuhkan orang yang terjangkit penyakit ini.' Jadi, apakah Aku orang yang tidak cakap?"
"Siapa yang mengatakan itu, Guru?"
"Kau. Karena Aku tidak berbuat dosa, Aku tidak bisa menyembuhkan orang-orang berdosa."
"Engkau adalah Engkau. Tapi kami bukan Engkau, dan kami butuh pengalaman untuk belajar..."
"Itu adalah ide kunomu. Ide yang tepat sama seperti duapuluh bulan yang lalu. Satu-satunya perbedaannya adalah bahwa kau kemudian berpikir bahwa Aku harus berbuat dosa untuk dapat menebus. Aku benar-benar terkejut bahwa kau belum mencoba untuk mengoreksi ini... kesalahan-Ku, menurut cara penilaianmu, dan memberi-Ku ini... kemampuan untuk memahami orang-orang berdosa."
"Kau bercanda, Guru. Dan aku senang. Aku merasa kasihan pada-Mu. Kau sangat sedih. Dan adalah sukacita ganda bagiku bahwa aku sudah membuat-Mu bercanda. Tapi aku tidak pernah mengklaim sebagai guru-Mu. Bagaimanapun, seperti yang Kau lihat sendiri, aku sudah mengoreksi cara berpikirku karena aku sekarang mengatakan bahwa pengalaman ini hanya perlu bagi kami. Bagi kami, orang-orang malang. Kau adalah Putra Allah, bukan? Karena itu, kebijaksanaan-Mu tidak memerlukan pengalaman untuk menjadi seperti itu."
"Yah, kau sebaiknya tahu bahwa ketidakberdosaan adalah juga kebijaksanaan, kebijaksanaan yang jauh lebih besar daripada pengetahuan rendah yang membahayakan dari para pendosa. Ketika ketidaktahuan yang suci tentang kejahatan membatasi kemampuan kita untuk membimbing diri kita sendiri dan orang-orang lain, maka pelayanan malaikat, yang selalu ada dalam hati yang murni, mengatasinya. Dan kau bisa yakin bahwa para malaikat, yang paling murni, dapat membedakan Yang Baik dari Yang Jahat dan mereka dapat memimpin jiwa-jiwa murni, yang mereka jaga, di jalan yang benar dan pada perbuatan yang benar. Dosa tidak menambah kebijaksanaan. Dosa bukan terang; bukan pembimbing. Tidak pernah. Dosa adalah kerusakan, adalah kekalutan pikiran, adalah kekacauan. Jadi, dia yang melakukannya, mencicipi rasanya tetapi sekaligus kehilangan kemampuan untuk menikmati banyak hal rohani lainnya dan tidak lagi memiliki malaikat Allah, roh keteraturan dan kasih, untuk membimbingnya, sebaliknya, dia memiliki malaikat Setan untuk membawanya ke dalam kekacauan yang semakin hebat, karena kebencian yang tak terpuaskan yang melahap roh-roh setani itu."
"Dengar, Guru. Dan jika orang ingin mendapatkan bimbingan malaikat lagi? Apakah pertobatan cukup, atau apakah racun dosa bertahan bahkan sesudah orang bertobat dan diampuni?... Kau tahu? Misalnya, orang yang mabuk, bahkan meski dia bersumpah tidak akan mabuk lagi, dan sungguh-sungguh berbulat hati dalam bersumpah, selalu merasakan dorongan untuk minum. Dan orang menderita..."
"Orang pasti menderita. Itulah sebabnya mengapa orang jangan pernah menjadi budak kejahatan. Tetapi menderita bukanlah berbuat dosa, melainkan silih. Dan seperti seorang pemabuk yang bertobat tidak berbuat dosa tetapi memperoleh ganjaran jika dia melawan dorongan itu dengan gagah berani dan tidak minum lagi, demikian pula orang yang sudah berdosa, dan bertobat, dan melawan semua dorongan untuk berdosa, memperoleh ganjaran dan tidak akan kekurangan pertolongan adikodrati untuk melawannya. Dicobai itu bukan dosa. Sebaliknya, pencobaan adalah pertempuran yang mendatangkan kemenangan. Dan percayalah pada-Ku, dalam Allah hanya ada keinginan untuk mengampuni dan menolong orang yang sudah berbuat salah tapi kemudian bertobat…"
Yudas terdiam beberapa saat... Kemudian dia meraih tangan Yesus dan menciumnya, dengan tetap membungkuk di atasnya dia berkata, "Tadi malam aku melampaui batas. Aku menghina-Mu, Guru. Aku mengatakan kepada-Mu bahwa aku akan berakhir dengan membenci-Mu... Betapa aku sudah menghujat! Bisakah aku diampuni?"
"Dosa terbesar adalah berputus asa akan kerahiman Allah... Yudas, Aku katakan, 'Setiap dosa melawan Putra manusia akan diampuni.' Putra Manusia telah datang untuk mengampuni, untuk menyelamatkan, untuk menyembuhkan, untuk memimpin jiwa-jiwa ke Surga. Mengapa kau mau kehilangan Surga? Yudas! Lihat Aku! Basuhlah jiwamu dalam kasih yang terpancar dari mata-Ku…"
"Apakah aku tidak membuatmu jijik?"
"Ya, benar... Tapi kasih lebih kuat dari rasa jijik. Yudas, penderita kusta yang malang, penderita kusta terbesar di Israel, datang dan mohonlah kesehatan dari Dia Yang dapat memberikannya kepadamu…"
"Berikanlah padaku, Guru."
"Tidak. Tidak seperti itu. Tidak ada pertobatan sejati atau kehendak teguh dalam dirimu. Hanya ada upaya samar untuk bertahan mengasihi-Ku dan untuk panggilan masa lalumu. Ada sedikit tanda pertobatan, tetapi sepenuhnya manusiawi. Itu tidak sepenuhnya buruk. Bukan, itu adalah langkah pertama menuju Yang Baik. Olah, tingkatkan, cangkokkan itu ke dalam yang rohani, ubah itu menjadi kasih sejati untuk-Ku, buat itu sebagai titik balik nyata ke kau dulu saat kau datang kepada-Ku, setidaknya itu! Buat itu bukan sementara, denyut sentimentalisme yang nonaktif dan emosional, tapi perasaan aktif sejati yang menarikmu kepada Yang Baik. Yudas, Aku akan menunggu. Aku bisa menunggu. Aku akan berdoa. Aku akan mengambil tempat malaikatmu yang menjijikkan, sementara menunggu. Belas kasihan, kesabaran dan kasih-Ku sempurna dan karenanya lebih besar dari belas kasihan, kesabaran dan kasih para malaikat, dan Aku bisa tinggal di sisimu, di bau busuk menjijikkan dari apa yang meragi dalam hatimu, demi menolongmu..."
Yudas tergerak, dia benar-benar tergerak, dia tidak berpura-pura. Dengan bibir gemetar dan suara bergetar oleh emosinya, dengan wajah tampak pucat, dia bertanya, "Apakah Engkau sungguh-sungguh tahu apa yang sudah aku lakukan?"
"Aku tahu segalanya, Yudas. Apa kau ingin Aku mengatakannya kepadamu atau haruskah Aku menghindarkanmu dari perasaan aib ini?"
"Aku… tidak bisa percaya itu..."
"Baik, mari kita lihat beberapa hari terakhir dan mengatakan yang sebenarnya kepada rasul yang tidak percaya ini. Pagi ini kau berbohong beberapa kali. Sehubungan dengan uang dan di mana kau melewatkan malam. Tadi malam kau mencoba untuk mencekik perasaan-perasaanmu, kebencianmu, penyesalanmu. Kau..."
"Cukup! Cukup! Demi rasa iba, jangan katakan lagi! Atau aku akan lari dari hadirat-Mu."
"Sebaliknya, kau seharusnya berpaut pada lutut-Ku dan memohon pengampunan."
"Ya, ampuni aku, Guru! Ampuni aku! Tolonglah aku! Itu lebih kuat dari aku. Segalanya lebih kuat dari aku."
"Kecuali kasih yang seharusnya kau miliki untuk Yesus... Tapi kemarilah, agar Aku dapat menolongmu melawan pencobaan dan melegakanmu darinya." Dan Dia membawa Yudas ke dalam pelukan-Nya seraya meneteskan air mata bisu di kepalanya yang berambut gelap.
Yang lain-lainnya, beberapa yards di belakang, dengan bijak berhenti dan mereka berkomentar,
"Lihat?! Mungkin Yudas benar-benar dalam masalah."
"Dan pagi ini dia telah berbicara kepada Guru tentangnya."
"Bodoh! Aku akan langsung melakukannya."
"Mungkin itu sesuatu yang menyakitkan."
"Oh! Tentu bukan perilaku buruk ibunya! Ibunya adalah seorang perempuan kudus! Apa yang bisa begitu menyakitkan?"
"Mungkin usahanya tidak berjalan lancar..."
"Tidak! Dia membelanjakan uang dan membantu orang dengan murah hati."
"Baiklah! Itu urusannya! Yang penting adalah dia sudah sejalan dengan Guru, dan sepertinya itulah masalahnya. Mereka telah berbicara selama beberapa waktu dan dengan damai. Mereka sekarang saling berpelukan... Sungguh baik."
"Ya, karena dia sangat cakap dan punya banyak kenalan, adalah hal yang baik bahwa dia punya niat baik dan sejalan dengan kita dan terutama dengan Guru."
"Yesus di Hebron mengatakan bahwa makam orang-orang benar adalah tempat di mana mukjizat terjadi, atau sesuatu seperti itu... Ada banyak makam orang-orang benar di sini. Mungkin yang di Meiron mendatangkan mukjizat bagi kegalauan Yudas."
"Oh! kalau begitu, dia akan menjadi sepenuhnya kudus sekarang di makam Hilel. Bukankah itu di Giscala?"
"Ya, Bartolomeus."
"Tapi tahun lalu kita tidak lewat sini..."
"Tidak heran! Kita datang dari sisi lain!"
Yesus berbalik dan memanggil mereka. Mereka berlari kepada-Nya dengan gembira.
"Ayo. Kotanya sudah dekat. Kita harus melintasinya untuk tiba di makam Hilel. Ayo kita lanjutkan perjalanan dalam satu kelompok," kata Yesus tanpa informasi lebih lanjut, sementara kesebelas rasul melirik penuh rasa ingin tahu kepada-Nya dan kepada Yudas. Wajah Yudas terlihat tenang dan bersahaja, dan wajah Yesus tentu saja tidak berseri-seri. Dia muram tapi serius.
Mereka memasuki Giscala, sebuah kota besar yang indah dan terawat baik. Tentunya ada pusat kerabbian yang berkembang sebab aku melihat banyak kelompok alim ulama dengan murid-murid yang mendengarkan pelajaran mereka. Para rasul yang lewat dan khususnya Sang Guru menarik perhatian banyak orang dan banyak dari mereka yang mengikuti kelompok itu. Sebagian mencibir, sebagian memanggil Yudas Keriot. Namun Yudas berjalan di samping Sang Guru dan bahkan tidak menoleh.
Mereka pergi ke luar kota menuju rumah dekat makam Hilel.
"Betapa kurang ajarnya Kau!"
"Ia tidak bijaksana dan kurang ajar!"
"Ia memprovokasi kita."
"Penista!"
"Katakan pada-Nya, Uzziel."
"Aku tidak mau tercemar. Saul, kau hanya seorang murid, kau dapat memberitahu-Nya."
"Tidak. Mari kita beritahu Yudas. Panggil dia."
Pemuda itu, yang bernama Saulus, seorang pemuda yang kurus pucat dengan mata dan mulut yang sangat besar, menghampiri Yudas dan berkata kepadanya, "Ayo. Para rabbi memanggilmu."
"Aku tidak mau datang. Aku tetap di sini. Jangan ganggu aku." Pemuda itu kembali kepada para gurunya dan memberitahu mereka.
Sementara itu Yesus, di tengah para rasul-Nya, sedang berdoa khusuk dekat makam Hilel yang dilabur putih.
Para rabbi mendekati kelompok itu perlahan-lahan, bagai ular bisu, dan mengamati, dan dua rabbi tua berjenggot menarik jubah Yudas, yang, karena mereka berkumpul untuk berdoa, tidak lagi dilindungi oleh rekan-rekannya.
"Baiklah, apa yang kau inginkan?" dia bertanya dengan suara rendah tapi kesal. "Apakah orang bahkan tidak diperbolehkan berdoa?"
"Sepatah kata saja. Lalu kami akan meninggalkanmu dalam damai."
Simon Zelot dan Tadeus berbalik dan menyuruh para pengganggu yang berisik untuk diam.
Yudas bergerak beberapa langkah ke samping dan bertanya, "Apa yang kau inginkan?"
Aku tidak mendengar apa yang dibisikkan orang tua itu di telinga Yudas. Tapi aku dengan jelas melihat gerakan Yudas yang minggir dan dengan tegas berkata, "Tidak. Tinggalkan aku dalam damai, jiwa-jiwa beracun. Aku tidak mengenalmu, aku tidak ingin berurusan lagi denganmu."
Kelompok rabbi itu meledak dalam tawa mencemooh dan mengancam, "Jaga sikapmu, bocah bodoh!"
"Kau yang sebaiknya jaga sikapmu. Pergilah! Kau bisa pergi dan mengatakan kepada yang lain-lain. Apa kau mengerti? Kau bisa melakukannya pada siapa saja yang kau suka, tetapi tidak padaku, kau setan," dan dia meninggalkan mereka. Yudas sudah berbicara begitu keras sehingga para rasul berbalik dan tercengang. Yesus tidak. Bahkan sesudah tawa cemooh dan ancaman, "Kita akan bertemu lagi, Yudas Simon! Kita akan bertemu lagi!" yang menggema dalam keheningan tempat itu.
Yudas kembali ke tempatnya, dia menggeser Andreas yang berada dekat Yesus, dan seolah-olah dia ingin dibela dan dilindungi, dia meraih dan menggenggam ujung jubah Yesus di tangannya.
Orang-orang yang marah kemudian mengamuk kepada Yesus. Mereka maju mengancam dan berteriak, "Apa yang Kau lakukan di sini, Kau, kutukan Israel? Enyah! Jangan membuat tulang-belulang Orang Benar, yang tidak layak Kau dekati, bergolak dalam kubur. Kami akan melaporkannya kepada Gamaliel dan membuat-Mu dihukum."
Yesus berbalik dan menatap mereka, satu per satu.
"Mengapa Kau menatap kami seperti itu, Kau iblis?"
"Untuk lebih mengenal wajahmu dan hatimu. Karena bukan hanya rasul-Ku yang akan bertemu denganmu lagi. Aku juga. Dan Aku ingin mengenalmu dengan baik supaya Aku bisa langsung mengenalimu."
"Nah, Kau sudah melihat kami? Enyahlah. Jika Gamaliel ada di sini, dia tidak akan mengizinkan-Mu ada di sini."
"Aku di sini tahun lalu bersamanya..."
"Itu tidak benar, Kau pendusta!"
"Tanyakan padanya, dan karena dia seorang jujur, dia akan mengatakan bahwa Aku ada di sini bersamanya. Aku mengasihi dan menghormati Hilel, Aku menghargai dan menghormati Gamaliel. Mereka adalah dua orang yang melalui kebenaran dan kebijaksanaannya asal usul manusia disingkapkan, karena mereka mengingatkan kita bahwa manusia diciptakan serupa gambaran Allah."
"Kami tidak, kan?"
"Keserupaan itu suram dalam dirimu oleh kepentingan dan kebencian."
"Dengarkan Dia! Begitulah Dia berbicara dan menghina di rumah orang-orang lain. Enyah dari sini, perusak orang-orang terbaik di Israel! Atau kami akan harus mengambil batu. Roma tidak ada di sini untuk melindungi-Mu, Kau sekongkol musuh kafir..."
"Mengapa kamu membenci-Ku? Mengapa kamu menganiaya-Ku? Salah apa yang telah Aku perbuat kepadamu? Sebagian darimu sudah beroleh manfaat dari-Ku; semua orang telah Aku hormati. Jadi mengapa kamu begitu kejam terhadap Aku?" Yesus rendah hati, lemah lembut, teraniaya dan penuh kasih. Dia memohon mereka untuk mengasihi-Nya.
Namun mereka menganggapnya sebagai tanda kelemahan dan takut, dan mereka menjadi lebih ganas. Batu pertama terbang meluncur ke arah Yakobus Zebedeus, yang dengan cepat bereaksi dengan menangkap dan melemparkannya kembali ke arah penyerang, sementara yang lainnya berkumpul di sekeliling Yesus. Tetapi mereka berdua belas melawan sekitar seratus orang. Batu lain mengenai tangan Yesus saat Dia memerintahkan para murid-Nya untuk tidak bereaksi balik. Punggung tangan-Nya terluka dan mencucurkan darah. Seolah-olah sudah tertembusi paku...
Yesus kemudian berhenti berdoa. Dia menegakkan tubuh-Nya dengan mengesankan, menatap mereka dan meremukkan mereka dengan sorot mata-Nya yang tajam. Namun batu lain menghantam pelipis Yakobus Alfeus yang mulai mengucurkan darah.
Yesus sekarang terpaksa melumpuhkan aksi mereka dengan sarana kuasa-Nya, demi membela para rasul-Nya, yang menaati-Nya, dengan menerima lemparan batu tanpa bereaksi. Dan ketika para pengecut itu ditundukkan oleh kehendak Yesus dan oleh sikap wibawa-Nya yang menakutkan, Dia berkata, "Aku pergi. Tapi kamu harus tahu bahwa Hilel pasti akan mengutukmu untuk apa yang kamu lakukan. Aku pergi. Tapi ingatlah bahwa bahkan Laut Merah tidak menghalangi bangsa Israel pergi di jalan yang ditunjukkan kepada mereka oleh Allah. Semuanya diratakan dan menjadi jalan yang rata bagi Allah yang lewat. Hal yang sama berlaku bagi-Ku. Sebagaimana bangsa Mesir, Filistin, Amori, Kanaan dan bangsa-bangsa lain tidak dapat menghentikan barisan kemenangan Israel, demikian juga kamu, yang lebih buruk dari mereka, tidak akan mampu menghentikan barisan dan misi-Ku: Israel. Ingatlah apa yang mereka nyanyikan di sumur yang diberikan oleh Allah: 'Berbual-buallah, hai sumur, yang digali oleh raja-raja dan dikorek oleh para pemimpin bangsa, dengan pemberi Hukum, dengan tongkat-tongkat mereka.' Aku-lah Sumur itu! Yang digali oleh Surga sebagai tanggapan atas doa dan keadilan para raja sejati dan para pemimpin Bangsa yang kudus, yang kamu tidak termasuk di dalamnya. Tidak. Kamu tidak termasuk. Mesias tidak akan pernah datang untukmu, karena kamu tidak pantas mendapatkan-Nya. Sesungguhnya, kedatangan-Nya adalah kehancuranmu. Karena Yang Mahatinggi tahu akan semua pikiran manusia dan selalu tahu akan pikiran mereka, bahkan sebelum Kain, dari siapa kamu berasal, ada, dan sebelum Habel, yang serupa dengan-Ku, sebelum Nuh, simbol-Ku, dan sebelum Musa yang pertama kali menggunakan simbol-Ku, sebelum Bileam yang menubuatkan Bintang, sebelum Yesaya dan semua nabi. Dan Allah mengenal hatimu dan diliputi kengerian melihatnya. Dia selalu ngeri atasnya sebagaimana Dia selalu bersukacita atas orang-orang benar yang untuknya Dia mengutus Aku dan yang benar-benar menarik-Ku dari kedalaman Surga, supaya Aku bisa membawakan Air Hidup bagi orang-orang yang haus. Aku-lah Sumber Hidup kekal. Tapi kamu tidak mau meminumnya. Dan kamu akan mati." Dan Dia berjalan perlahan melalui para rabbi yang lumpuh dan para murid mereka, dan pergi di jalan-Nya, dengan perlahan, khidmat, dalam ketakjuban keheningan manusia dan benda.
|
|
|