|
310. YESUS BERBICARA TENTANG TATA SUCI KASIH SEMESTA.
23 Oktober 1945
Aku tidak tahu apakah itu hari yang sama, tetapi aku pikir begitu, karena Petrus duduk di meja keluarga di Nazaret. Santap malam hampir selesai dan Sintikhe bangkit untuk meletakkan di atas meja buah-buah apel, kacang-kacangan, anggur dan almond yang mengakhiri makan malam, karena saat itu malam dan lampu-lampu sudah dinyalakan.
Mereka sedang berbicara tentang lampu ketika Sintikhe membawakan buah-buahan. Petrus berkata, "Tahun ini kita akan menyalakan sebuah lampu ekstra, dan lalu, lebih banyak dan lebih banyak lagi, untukmu, Nak. Karena kami ingin menyalakannya untukmu, bahkan meski kau di sini. Ini adalah pertama kalinya kita menyalakan lampu untuk seorang bocah..." dan Simon tergerak hatinya ketika dia mengakhiri, "Pasti akan terlebih indah, jika kau di sana..."
"Tahun lalu, Simon, Aku-lah yang menghela napas untuk PutraKu yang jauh, dan bersama-Ku, Maria Alfeus, Salome, dan juga Maria istri Simon di rumahnya di Keriot, dan ibu Tomas..."
"Oh! Ibu Yudas! Putranya akan bersamanya tahun ini... tapi aku pikir dia tidak akan lebih bahagia... Sudahlah... Kali lalu kami berada di rumah Lazarus. Betapa banyak lampu!... Tampak bagai langit emas dan api. Ada pada Lazarus saudarinya tahun ini... Tetapi aku yakin aku mengatakan yang sebenarnya ketika aku mengatakan bahwa mereka akan menghela napas karena Engkau tidak ada di sana. Dan di manakah kita akan berada tahun depan?"
"Aku akan sangat jauh…" bisik Yohanes.
Petrus berbalik untuk menatapnya, sebab dia duduk di samping Yohanes, dan dia hampir menanyakan sesuatu, tetapi untungnya dia mengendalikan diri, karena tatapan Yesus yang penuh arti.
Marjiam bertanya, "Di manakah kau akan berada?"
"Dengan kerahiman Allah aku berharap berada di pangkuan Abraham..."
"Oh! Apakah kau mau mati? Apakah kau tidak ingin menginjili? Apakah kau tidak menyesal mati sebelum menginjili?"
"Sabda Allah harus diwartakan oleh bibir-bibir yang suci. Adalah suatu kemurahan besar jika Dia mengizinkanku untuk mendengarkannya dan menebus diriku melaluinya. Aku sungguh ingin... Tapi sudah terlambat..."
"Tetapi kau akan menginjili. Kau sudah melakukannya. Sedemikian rupa hingga kau sudah menarik perhatian orang. Oleh karena itu, kau juga akan disebut sebagai murid penginjil, bahkan jika kau tidak melakukan perjalanan untuk mewartakan Injil; dan di kehidupan selanjutnya kau akan menerima ganjaran yang disediakan bagi para penginjil-Ku."
"Janji-Mu membuatku merindukan kematian... Setiap menit dalam hidup mungkin menyembunyikan jerat, dan sebab aku rapuh, aku mungkin tidak akan bisa mengatasinya. Jika Allah menerimaku, puas dengan apa yang telah aku lakukan, bukankah itu suatu kasih karunia yang besar, yang harus aku berkati?"
"Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepadamu bahwa kematian akan menjadi kasih karunia tertinggi bagi banyak orang, yang dengan demikian akan mengetahui sejauh mana manusia berseru, dari suatu tempat di mana damai akan menghibur mereka untuk pengetahuan yang demikian, dan akan mengubahnya menjadi hosana karena itu akan berhubungan dengan sukacita tak terkatakan akan kebebasan dari Limbo."
"Dan di manakah kita akan berada di tahun-tahun mendatang, Tuhan?" tanya Simon Zelot yang mendengarkan dengan saksama.
"Di mana itu akan berkenan bagi Bapa Yang Kekal. Apakah kau ingin menghubungkan masa depan yang jauh, ketika kita tidak yakin akan masa di mana kita hidup dan apakah kita akan diberi anugerah untuk mengakhirinya? Bagaimanapun, di mana tempat Pentahbisan Bait Allah mendatang akan dirayakan, itu akan selalu menjadi tempat yang suci asalkan kau ada di sana untuk menggenapi kehendak Allah."
"Asalkan kami? Dan bagaimana dengan-Mu?" tanya Petrus.
"Aku akan selalu berada di tempat orang-orang terkasih-Ku berada."
Maria tidak pernah berbicara, tetapi mata-Nya tidak berhenti barang sesaat pun dalam menatap wajah Putra-Nya...
Ia terbangun oleh ucapan Marjiam yang berkata, "Bunda, mengapa Engkau tidak meletakkan kue madu di atas meja? Yesus menyukainya dan kue itu baik untuk tenggorokan Yohanes. Dan bapaku juga menyukainya..."
"Dan kau juga," Petrus menimpali.
"Sejauh menyangkut aku... kue-kue itu tidak ada. Aku berjanji..."
"Itu sebabnya mengapa aku tidak menempatkannya di meja, sayang-Ku..." kata Maria sembari membelainya, karena Marjiam ad di antara Dia dan Sintikhe, di satu sisi meja, sementara keempat laki-laki berada di sisi yang berlawanan.
"Tidak, tidak. Engkau bisa membawanya. Bukan: Engkau harus membawanya. Dan aku akan membagikannya kepada semua orang."
Sintikhe mengambil lampu, keluar dan kembali dengan kue. Marjiam mengambil nampan dan mulai membagikannya. Dia memberikan kepada Yesus kue yang terindah, kue keemasan dan mengembang sempurna bak buatan seorang ahli kue. Kue sempurna berikutnya adalah untuk Maria. Kemudian giliran Petrus, Simon dan Sintikhe. Tetapi dalam melayani Yohanes, si bocah bangun dan pergi ke samping guru tua yang sakit itu dan berkata kepadanya, "Aku memberikan kepadamu bagianmu dan bagianku, dengan ciuman, untuk berterima kasih atas apa yang sudah kau ajarkan kepadaku." Dia kemudian kembali ke tempatnya, meletakkan nampan di tengah meja dengan mantap dan melipat tangannya.
"Kau membuat kue yang enak ini salah jalan," kata Petrus, saat dia melihat Marjiam tidak mengambil kue. Dan dia menambahkan, "Setidaknya sedikit saja. Ini, ambil sedikit punyaku, supaya kau tidak mati menginginkannya. Kau terlalu banyak menderita... Yesus akan mengijinkanmu memakannya."
"Tetapi jika aku tidak menderita, aku tidak akan mendapat ganjaran, Bapa. Aku mempersembahkan kurban ini tepat karena aku tahu bahwa itu akan membuatku menderita. Lagipula... Aku sangat bahagia sebab aku ikut membuatnya, sepertinya aku sudah kenyang dengan madu. Aku merasakannya dalam segala sesuatu, dan bahkan seolah aku menghirupnya di udara..."
"Itu karena kau sangat menginginkannya..."
"Tidak. Itu karena aku tahu bahwa Allah berkata kepadaku, 'Kau melakukan hal yang benar, anak-Ku.'"
"Guru akan puas denganmu, bahkan tanpa kurban ini. Dia sangat mengasihimu!"
"Ya. Tetapi, adalah tidak adil jika aku memanfaatkannya, hanya karena Dia mengasihiku. Bagaimanapun, Dia mengatakan bahwa besarlah ganjaran di Surga bahkan untuk secangkir air yang dipersembahkan dalam nama-Nya. Aku pikir jika adalah besar ganjaran untuk secangkir air yang diberikan kepada orang-orang lain dalam nama-Nya, maka pasti besar juga ganjaran untuk kue atau madu yang dipantang orang karena kasih kepada saudaranya. Apakah aku salah, Guru?"
"Tidak, kau sudah berbicara dengan bijaksana. Sesungguhnya, Aku bisa menganugerahkan padamu apa yang kau minta untuk si kecil Rachel, juga tanpa kurbanmu, karena itu adalah suatu hal yang baik untuk dilakukan dan Hati-Ku menghendakinya. Tetapi Aku melakukannya dengan sukacita yang lebih besar sebab Aku dibantu olehmu. Kasih kepada sesama kita tidak dibatasi oleh cara-cara dan batasan-batasan manusia, tetapi naik ke tingkat yang jauh lebih tinggi. Ketika kasih itu sempurna, kasih benar-benar menyentuh takhta Allah dan berpadu dengan Kasih dan Karunia-Nya yang tak terbatas. Persekutuan para kudus hanyalah aktivitas yang bekelanjutan ini, karena Allah bekerja terus-menerus dan dalam segala cara, guna membantu saudara-saudara kita dalam kebutuhan materiel dan rohani mereka, atau dalam keduanya, seperti dalam kasus Marjiam, yang membebaskan Rahel dari penyakitnya, dengan memperolehkan kesembuhan baginya, dan pada saat yang sama melegakan roh kesedihan Yohana tua dan menyalakan kepercayaan yang terlebih besar kepada Tuhan dalam semua hati dalam keluarga itu. Bahkan sesendok madu, yang dipersembahkan sebagai kurban, bisa membantu mendatangkan damai dan harapan bagi jiwa yang menderita; sama seperti kue atau makanan lain yang dipantang demi kasih, bisa memperolehkan roti, yang dipersembahkan secara mukjizat, untuk orang yang kelaparan, yang jauh dari kita dan tidak akan pernah kita kenal; dan suatu perkataan marah yang tidak diucapkan, karena semangat kurban, meskipun itu benar, bisa mencegah kejahatan yang jauh; sama seperti melawan keinginan untuk memetik buah milik orang, karena kasih, bisa mendatangkan pemikiran tentang pengetahuan yang benar dan yang salah dalam diri seorang pencuri dan mencegah pencurian. Tidak ada rugi dalam tata suci kasih semesta: baik kurban gagah berani seorang bocah di hadapan sepiring kue madu, maupun kurban bakaran seorang martir. Bukan, Aku katakan kepadamu bahwa kurban bakaran seorang martir sering kali berawal dari cara dia dibesarkan sejak masa kanak-kanak demi kasih kepada Allah dan sesamanya."
"Jadi, adalah sungguh suatu hal yang baik bahwa aku harus selalu berkurban. Untuk masa ketika kita akan dianiaya," kata Marjiam dengan sungguh-sungguh.
"Dianiaya?" tanya Petrus.
"Ya. Tidakkah kau ingat bahwa Dia mengatakannya? 'Kamu akan dianiaya dalam Nama- Ku.' Kau mengatakannya kepadaku pertama kali kau datang sendirian ke Betsaida, pada musim panas, untuk menginjili."
"Bocah ini mengingat semuanya," komentar Petrus kagum.
Makan malam usai. Yesus bangkit berdiri. Dia berdoa untuk semua orang dan memberkati mereka. Dan sementara para perempuan pergi membereskan dapur, Yesus dan para lelaki duduk di sudut ruangan, di mana Dia mulai mengukir sepotong kayu, yang di bawah tatapan kagum Marjiam, membentuk seekor domba kecil.
|
|
|