295. PERGI KE AERA.
6 Oktober 1945
Arbela juga sekarang sudah jauh. Dalam kelompok ada juga Filipus dari Arbela dan murid yang lainnya, yang namanya aku dengar adalah Markus.
Jalanan becek karena hujan deras. Langit mendung. Sebuah sungai kecil, tetapi cukup layak untuk namanya, melintasi jalanan menuju Aera. Meluap dengan hujan yang telah menyerbu daerah ini sudah pasti sungai ini warnanya bukan biru langit, melainkan kuning kemerahan seolah air telah mengalir melewati tanah besi.
"Cuacanya sekarang buruk. Engkau melakukan hal yang tepat dengan mengirim para perempuan pergi. Ini bukan lagi musimnya bagi mereka untuk berada di jalanan," kata Yakobus singkat padat.
Dan Simon Zelot, yang selalu tenang dalam devosinya kepada Sang Guru, memaklumkan, "Segala yang Dia lakukan, Guru melakukannya dengan baik. Dia tidak bodoh seperti kita. Dia melihat dan menyelenggarakan segalanya untuk yang terbaik, dan lebih untuk kepentingan kita daripada kepentingan-Nya."
Yohanes, yang bahagia berada di samping-Nya, mendongak pada-Nya dengan wajah tersenyum dan berseru, "Engkau adalah Guru yang paling tersayang dan paling baik yang pernah dimiliki bumi, sekarang maupun yang akan datang, di samping yang paling kudus."
"Orang-orang Farisi itu... Betapa sangat mengecewakan! Juga cuaca buruk telah membantu meyakinkan mereka bahwa Yohanes En-Dor tidak ada di sana. Tapi mengapa mereka begitu memusuhinya?" tanya Ermasteus, yang sangat menyukai Yohanes En-Dor.
Yesus menjawab, "Kebencian mereka bukan terhadap dia atau karena dia. Dia adalah implementasi yang mereka lakukan untuk melawan-Ku."
Filipus dari Arbela berkata, "Ya, hujan sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan mereka bahwa adalah sia-sia menunggu dan mencurigai Yohanes En-Dor. Hidup hujan! Hujan juga yang telah menahan-Mu di rumahku selama lima hari."
"Aku ingin tahu bagaimana khawatirnya mereka yang di Aera! Adalah mengejutkan bahwa saudaraku belum datang untuk menemui kita," kata Andreas.
"Menemui kita? Dia akan mengikuti kita," komentar Matius.
"Tidak. Dia mengambil jalan di sepanjang danau. Karena dia pergi dari Gadara ke danau dan dengan perahu ke Betsaida untuk menemui istrinya dan mengatakan kepadanya bahwa si bocah ada di Nazaret dan bahwa dia akan segera kembali. Dari Betsaida melalui Merom dia akan mengambil jalan ke Damaskus untuk beberapa waktu, dan kemudian ke jalan menuju Aera. Dia pasti di Aera."
Ada keheningan. Kemudian Yohanes berkata sembari tersenyum, "Tapi perempuan tua kecil itu, Tuhan!"
"Aku pikir Engkau akan menganugerahinya sukacita mati di dada-Mu, seperti yang Engkau lakukan pada Saul dari Keriot," komentar Simon Zealot.
"Aku mengasihinya bahkan lebih dari itu. Karena Aku akan menunggu untuk memanggilnya kepada-Ku, ketika Kristus akan membuka gerbang-gerbang Surga. Jadi si ibu kecil tidak akan perlu lama menantikan-Ku. Dia sekarang hidup dengan kenangannya, dan dengan pertolongan ayahmu, Filipus, hidupnya tidak akan begitu menyedihkan. Aku memberkatimu dan keluargamu sekali lagi."
Sukacita Yohanes disuramkan oleh awan yang bahkan lebih gelap daripada yang di langit. Yesus memperhatikannya dan bertanya, "Apakah kau tidak senang bahwa perempuan tua itu akan segera datang ke Firdaus?"
"Ya... tapi aku tidak senang sebab itu berarti bahwa Engkau akan pergi... Mengapa mati, Tuhan?"
"Mereka yang lahir dari seorang perempuan, mati."
"Apakah Engkau akan mendapatkan hanya dia?"
"Oh! tidak! Betapa dengan sukacitanya akan berarak, mereka yang Aku selamatkan sebagai Allah, dan yang Aku kasihi sebagai manusia..."
Mereka menyeberangi dua sungai kecil lagi yang saling berdekatan. Hujan mulai turun di wilayah datar yang terhampar di hadapan para peziarah sesudah mereka mendaki perbukitan di persimpangan dengan jalan, yang mengikuti suatu lembah dan terbentang ke utara. Suatu barisan pegunungan yang besar tampak di utara, atau tepatnya di barat laut, tetapi lebih ke utara daripada ke barat, dengan banyak awan-gemawan bertumpuk di puncak-puncak gunung, membentuk nyaris puncak-puncak baru yang tidak nyata pada puncak-puncak yang nyata. Pegunungan diselimuti dengan hutan-hutan pada sisi-sisinya dan dengan salju pada puncak-puncaknya. Namun, barisan pegunungan itu nun jauh di sana.
"Ada air di bawah sini, dan salju di atas sana. Itu adalah barisan pegunungan Hermon, yang telah menyelubungi puncaknya dengan selimut putih besar. Jika ada sinar matahari di Aera, kau akan melihat betapa indah ia tampaknya ketika matahari mewarnai puncaknya yang tinggi dengan warna merah muda," kata Timoneus yang, terdorong oleh cintanya kepada tanah airnya, memuji keindahan negeri.
"Tapi sekarang hujan. Apa Aera masih jauh?" tanya Matius.
"Ya, sangat jauh. Kita tidak akan tiba di sana hingga malam ini."
"Kalau begitu, semoga Allah menyelamatkan kita dari kesakitan dan penderitaan," kata Matius, yang tidak terlalu suka berjalan dalam cuaca seperti itu.
Mereka semua terbungkus dalam mantol, di bawah mana mereka memeluk tas-tas perjalanan mereka untuk melindunginya dari basah, sehingga mereka bisa mengganti pakaian mereka pada saat tiba, karena pakaian yang mereka kenakan basah kuyup dan bagian bawahnya penuh dengan lumpur.
Yesus berada di depan mereka, tenggelam dalam pikiran-Nya. Yang lain mengunyah potongan roti mereka dan Yohanes berkata dengan bercanda, "Tidak perlu mencari sumber air untuk melegakan dahaga kita. Cukup tengadahkan kepala yang sakit dan buka mulut kita dan para malaikat akan memberi kita air." Ermasteus, yang masih muda seperti Filipus dari Arbela dan Yohanes, yang sungguh beruntung sebab menanggapi semuanya dengan bercanda, mengatakan, "Simon anak Yunus mengeluhkan unta. Tapi aku lebih suka berada di salah satu menara itu diguncang gempa bumi daripada di lumpur ini. Bagaimana menurutmu?"
Dan Yohanes, "Aku katakan bahwa aku merasa nyaman di mana pun, asalkan Yesus ada di sana..."
Ketiga pemuda itu terus bercakap-cakap tanpa henti. Keempat rekan yang lebih tua mempercepat langkah mereka dan menyusul Yesus. Pasangan yang tersisa, yaitu, Timoneus dan Markus mengikuti yang lain bercakap-cakap...
"Guru, Yudas anak Simon akan berada di Aera..." kata Andreas.
" Tentu saja. Dan Tomas, Natanael dan Filipus akan ada bersamanya."
"Guru... Aku akan menyesal kehilangan hari-hari damai ini," kata Yakobus seraya menghela napas.
"Jangan berkata seperti itu, Yakobus."
"Aku tahu... Tapi aku tidak bisa menahannya..." dan dia menghela napas panjang lagi.
"Akan ada juga Simon Petrus bersama saudara-saudara-Ku. Apakah itu tidak membuatmu senang?"
"Ya, sangat senang! Guru, mengapakah Yudas anak Simon begitu berbeda dari kita?"
"Mengapa hujan dan cerah, panas dan dingin, terang dan gelap silih berganti?"
"Karena tidak mungkin berada pada situasi yang sama setiap saat. Hidup akan berakhir di bumi."
"Benar sekali, Yakobus."
"Ya, tapi itu tidak ada hubungannya dengan Yudas."
" Katakan padaku. Mengapa semua bintang tidak seperti matahari, yaitu, besar, hangat, indah, perkasa?"
"Karena... karena bumi akan terbakar dengan begitu banyak panas."
"Mengapa pepohonan tidak semuanya seperti pohon kenari? Yang Aku maksud dengan pepohonan adalah semua sayuran."
"Karena binatang tidak akan bisa memakannya."
"Baiklah, mengapa pepohonan tidak semuanya seperti rumput?"
"Karena... kita tidak akan punya kayu untuk menyalakan perapian, membangun rumah, membuat perkakas, kereta, kapal, perabotan."
"Mengapa burung-burung tidak semuanya elang, dan binatang-binatang tidak semuanya gajah atau unta?"
"Kita akan kacau balau kalau seperti itu!"
"Jadi, menurutmu apa variasi macam itu suatu hal yang baik?"
"Tidak diragukan lagi."
"Jadi menurutmu... Mengapa, menurutmu, Tuhan menciptakannya?"
"Untuk memberi kita semua pertolongan yang mungkin."
"Jadi, untuk suatu tujuan yang baik. Apa kau yakin?"
"Seyakin bahwa aku sekarang hidup."
"Baik, jika kau anggap adalah benar bahwa harus ada berbagai jenis hewan, sayuran, dan bintang, mengapa kau berharap semua orang sama? Setiap orang memiliki misi dan temperamennya. Apa kau pikir bahwa keanekaragaman spesies yang tak terbatas itu merupakan suatu tanda dari kekuasaan atau ketakberdayaan Sang Pencipta?"
"Dari kekuasaan-Nya. Satu spesies menyempurnakan yang lainnya."
"Sangat baik. Yudas juga ada untuk tujuan yang sama, seperti juga kau dengan teman-temanmu, dan teman-temanmu denganmu. Kau punya tigapuluh dua gigi dalam mulutmu dan jika kau memeriksanya dengan cermat, kau akan melihat bahwa yang satu sangat berbeda dari yang lain. Tidak hanya dalam tiga kelompok dasar mereka, tetapi juga tiap-tiap gigi itu sendiri dalam kelompoknya. Dan pikirkan tugasnya saat kau makan. Kau akan melihat bahwa juga gigi-gigi yang kelihatannya tidak terlalu berguna dan melakukan sedikit pekerjaan, adalah justru gigi-gigi yang melakukan tugas pertama untuk memecahkan roti dan menyampaikannya kepada gigi-gigi yang lain yang mengunyahnya dan lalu meneruskannya kepada gigi-gigi yang lain yang mengubah makanan menjadi bubur yang halus. Bukankah begitu? Kau berpikir bahwa Yudas tidak melakukan apa-apa atau melakukan yang salah. Aku ingatkan kau bahwa dia dulu menginjili Yudea selatan dengan sangat baik, dan, seperti yang kau katakan sendiri, dia sangat bijaksana menghadapi kaum Farisi."
"Itu benar."
Matius mengomentari, "Dia juga sangat pandai dalam mengumpulkan uang untuk kaum miskin. Dia bisa meminta derma lebih baik daripadaku... Mungkin karena uang membuatku jijik sekarang."
Simon Zelot menundukkan kepalanya dan wajahnya begitu memerah hingga wajahnya berubah merah padam.
Andreas memperhatikannya dan bertanya, "Apa kau tidak enak badan?"
"Tidak... Kelelahan... Aku tidak tahu."
Yesus menatapnya dan wajahnya semakin memerah. Tetapi Yesus tidak mengatakan apa-apa.
Timoneus datang menghampiri dengan berlari, "Guru, di sana Kau bisa melihat desa sebelum Aera. Kita bisa berhenti di sana atau mengambil beberapa keledai."
"Hujan sudah berhenti sekarang. Lebih baik kita lanjut."
"Terserah Engkau, Guru. Tetapi, jika Engkau izinkan, aku akan mendahului."
"Kau boleh pergi."
Timoneus berlari bersama Markus. Dan Yesus berkata seraya tersenyum, "Dia ingin kita masuk dengan penuh kemenangan."
Sekali lagi mereka semua bersama dalam satu kelompok. Yesus membiarkan mereka menjadi bersemangat membicarakan perbedaan wilayah-wilayah dan Dia lalu undur diri ke belakang kelompok dengan membawa Zelot bersama-Nya. Begitu mereka sendirian, Dia bertanya, "Kenapa wajahmu memerah, Simon?"
Wajah si rasul memerah kembali, tetapi Dia tidak menjawab. Yesus mengulangi pertanyaan-Nya. Wajah Simon semakin memerah tetapi dia tetap diam. Yesus bertanya kepadanya sekali lagi.
"Tuhan-ku, Engkau sudah tahu! Mengapa Engkau ingin aku mengatakannya pada-Mu?" teriak Zelot dengan pilu, seolah-olah dia disiksa.
"Apa kau yakin?"
"Dia tidak menyangkalnya. Tetapi dia mengatakan, 'Aku melakukannya karena aku memikirkan masa depan. Aku punya akal sehat. Guru tidak pernah memikirkan masa depan.' Yang bisa kami katakan bahwa itu adalah benar. Tapi... selalu... selalu... Guru, beri aku kata yang tepat."
"Itu selalu merupakan bukti bahwa Yudas hanyalah 'manusia.' Dia tidak bisa mengangkat dirinya menjadi roh. Tapi, kamu semua kurang lebih sama. Kau takut akan hal-hal yang konyol. Kau khawatir akan penyelenggaraan yang sia-sia. Kau tidak bisa percaya bahwa Penyelenggaraan itu kuat dan selalu hadir. Baiklah: mari kita simpan itu untuk kita sendiri. Oke?"
"Ya, Guru."
Ada keheningan. Kemudian Yesus berkata, "Kita akan segera kembali ke danau... Sedikit konsentrasi setelah begitu banyak bepergian akan menyenangkan. Kau dan aku akan pergi ke Nazaret untuk beberapa waktu, menjelang hari raya Pentahbisan Bait Allah. Kau sendirian... Yang lain-lainnya akan bersama keluarga mereka. Kau akan tinggal bersama-Ku."
"Tuhan-ku, Yudas, Tomas dan Matius juga sendirian."
"Jangan khawatir tentang itu. Semua orang akan merayakannya bersama keluarganya sendiri. Matius punya saudara perempuan. Kau sendirian. Kecuali jika kau ingin pergi ke tempat Lazarus..."
"Tidak, Tuhan," seru Simon. "Tidak. Aku mengasihi Lazarus. Tetapi ada bersama-Mu adalah berada di Firdaus. Terima kasih, Tuhan," dan dia mencium tangan Yesus.
Mereka baru saja meninggalkan dusun kecil itu ketika, dalam hujan deras yang turun kembali Timoneus dan Markus muncul di jalanan yang banjir dengan berteriak, "Berhenti! Simon Petrus datang dengan beberapa keledai. Aku bertemu dengannya di tengah jalan. Dia telah datang selama tiga hari ke tempat ini dengan membawa keledai, selalu dalam cuaca hujan."
Mereka berhenti di bawah rumpun pepohonan oak yang sedikit melindungi mereka dari hujan lebat. Dan kemudian Petrus muncul dengan mengendarai seekor keledai dan menggiring sebaris keledai; dia terlihat seperti seorang biarawan di bawah selimut yang menyelubungi kepala dan bahunya.
"Semoga Allah memberkati Engkau, Guru! Sudah aku katakan bahwa Dia akan basah kuyup seperti orang yang tercebur ke dalam danau! Ayo, cepat, kamu semua, naik keledai, Aera sudah terbakar selama tiga hari, karena orang-orang membiarkan perapian-perapian menyala untuk mengeringkan-Mu! Cepat... Lihatlah bagaimana keadaan-Nya! Tetapi kamu... tidak bisakah kamu menahan-Nya? Ah! jika aku tidak ada di sana! Tapi aku katakan: lihat saja itu! Rambut-Nya lepek seolah-olah Dia tenggelam. Engkau pasti beku. Di tengah curah hujan ini! Betapa sembrono! Dan bagaimana dengan kamu semua? Kamu orang-orang yang ceroboh! Dan terutama kau, saudaraku yang bodoh, dan kamu semua. Betapa bagus tampangmu semua! Kamu seperti karung yang direndam di kolam. Ayo cepat. Aku tidak akan pernah mempercayakan-Nya lagi kepadamu. Aku nyaris mati karena ngeri..."
"Dan dengan berbicara, Simon," Yesus berkata dengan tenang sementara keledai-Nya berderap di samping keledai Petrus di depan barisan keledai. Yesus mengulangi, "Dan dengan berbicara. Dan dengan berbicara yang tak berguna itu. Kau belum memberitahu-Ku apakah yang lain-lain sudah tiba. Apakah para perempuan sudah pergi. Apakah istrimu baik-baik saja. Kau tidak memberitahu-Ku apa-apa."
"Aku akan menceritakan semuanya pada-Mu. Tapi mengapa Engkau pergi dalam hujan seperti ini?"
"Dan mengapa kau datang?"
"Karena aku sangat ingin bertemu dengan-Mu, Guru-ku."
"Karena Aku sangat ingin menggabungkan diri denganmu, Simon-ku."
"Oh! Guru-ku terkasih! Betapa aku sangat mengasihi-Mu! Istri, anak, rumah? Semua itu bukan apa-apa, tidak ada yang indah tanpa-Mu. Apakah Engkau percaya bahwa aku sangat mengasihimu?"
"Ya. Aku tahu siapa kau, Simon."
"Siapa?"
"Bocah laki-laki besar yang penuh dengan kesalahan-kesalahan kecil, di bawah mana terkubur begitu banyak sifat yang indah. Tetapi satu yang tidak terkubur. Dan itu adalah kejujuranmu dalam segala hal. Baiklah, siapa yang ada di Aera?"
"Saudara-saudara-Mu: Yudas dan Yakobus, Yudas Keriot bersama yang lain-lainnya. Kelihatannya Yudas sudah melakukan banyak hal baik. Semua orang memujinya..."
"Apakah dia mengajukan pertanyaan padamu?"
"Oh! Sangat banyak! Aku tidak menjawab satu pun, aku mengatakan bahwa aku tidak tahu apa-apa. Sesungguhnya, apakah yang aku tahu, kecuali bahwa aku mengantar para perempuan hingga ke Gadara? Engkau tahu... Aku tidak memberitahunya apa-apa tentang Yohanes En-Dor. Dia berpikir bahwa Yohanes bersama-Mu. Engkau harus memberitahu yang lain-lainnya."
"Tidak. Sepertimu, mereka tidak tahu di mana Yohanes. Tidak ada gunanya mengatakan hal lain. Tapi semua keledai ini!... Selama tiga hari!... Betapa mahal biayanya! Dan orang-orang miskin?"
"Orang-orang miskin... Yudas punya banyak uang dan dia yang mengurus mereka. Keledai-keledai ini tidak membuatku membayar sepeser pun. Orang-orang Aera pasti akan memberiku seribu keledai untuk-Mu, tanpa biaya apa pun. Aku harus berteriak untuk mencegah mereka datang kemari dengan sepasukan keledai. Timoneus benar. Semua orang percaya kepada-Mu di sini. Mereka lebih baik dari kami..." dan dia menghela napas.
"Simon, Simon! Di Trans-Yordan mereka menghormati kita; seorang budak galley, beberapa perempuan yang tidak mengenal Allah, para pelacur, kaum perempuan memberimu pelajaran dalam kesempurnaan. Ingat itu, Simon anak Yunus. Selalu."
"Akan aku coba ingat, Tuhan. Inilah orang-orang pertama dari Aera. Lihatlah, betapa banyak! Ada ibu Timoneus. Ada saudara-saudara-Mu di antara orang banyak. Ada murid-murid yang Engkau utus sebelum mereka yang datang bersama Yudas Keriot. Dan ada orang terkaya di Aera bersama para pelayannya. Dia ingin Engkau tinggal di rumahnya. Tetapi ibu Timoneus menuntut haknya dan Engkau akan tinggal bersamanya. Lihat, lihat! Mereka jengkel karena hujan memadamkan obor mereka. Ada banyak orang sakit, Engkau tahu. Mereka tetap di kota, dekat pintu-pintu gerbang, untuk bisa sesegera mungkin bertemu dengan-Mu. Seorang laki-laki yang memiliki toko kayu melindungi mereka di bangsalnya. Orang-orang miskin sudah berada di sana selama tiga hari, sejak kami tiba, dan kami terkejut bahwa Engkau tidak ada di sini."
Teriakan orang banyak membuat Petrus tidak bisa terus berbicara, sehingga dia terdiam menunggangi keledainya di samping Yesus seperti seorang pelayan kerajaan. Orang banyak, yang sekarang sudah tiba, membuka jalan dan Yesus lewat di antara mereka di atas keledai kecil-Nya, dengan tiada henti memberikan berkat-Nya. Mereka memasuki kota.
"Langsung menuju orang-orang sakit," kata Yesus, Yang tidak memedulikan protes orang-orang yang ingin mengundang-Nya ke rumah mereka untuk memberi-Nya makanan dan kehangatan, supaya Dia tidak terlalu menderita. "Mereka lebih menderita daripada-Ku," jawab-Nya.
Mereka berbelok ke kanan dan di sana ada halaman pedesaan dari sebuah toko kayu. Pintunya terbuka lebar dan ratapan keluhan dapat terdengar melaluinya, "Yesus, Putra Daud, kasihanilah kami!"
Itu adalah paduan suara yang memohon yang sama tidak berubahnya seperti sebuah litani: suara anak-anak, perempuan, laki-laki, orang tua. Suaranya sesayu embik anak-anak domba yang menderita, semelankolis suara ibu yang di ambang ajal, semuram suara mereka yang hanya punya satu pengharapan yang tersisa, sama gemetarnya seperti suara mereka yang hanya bisa meratap...
Yesus memasuki halaman. Dia berdiri setegak mungkin di atas sanggurdi dan dengan tangan kanan-Nya terangkat ke atas, Dia berkata dengan suara-Nya yang mantap, "Kepada mereka semua yang percaya kepada-Ku, sehat dan berkat."
Ia duduk kembali di pelana dan hendak kembali ke jalanan, tetapi orang banyak menghimpit-Nya dan orang-orang yang menjadi sembuh berjejal di sekeliling-Nya. Dan dalam cahaya obor, yang menyala di tempat penampungan dari bangsal itu dan menerangi senja, bisa terlihat orang banyak menyoraki Tuhan dalam kegilaan sukacita. Dan Tuhan lenyap dalam kumpulan bunga yang terdiri dari anak-anak yang sembuh, yang ditempatkan para ibu mereka dalam pelukan-Nya, di atas pangkuan-Nya dan bahkan di atas leher si keledai kecil, dengan dipegangi agar mereka tidak jatuh. Lengan Yesus penuh dengan anak-anak kecil, seolah-olah mereka adalah bunga, dan Dia tersenyum bahagia, menciumi mereka sebab Dia tidak dapat memberkati mereka, oleh sebab kedua lengan-Nya sibuk menopang mereka. Anak-anak kemudian dibawa pergi, dan giliran orang-orang tua yang juga sudah disembuhkan dan sekarang menangis karena sukacita; mereka mencium mantol-Nya dan diikuti oleh mereka laki-laki dan perempuan...
Hari sudah gelap ketika Dia bisa memasuki rumah Timoneus dan beristirahat dekat perapian dengan mengenakan pakaian kering.
|
|