Pikiran Buruk: Apakah Dosa dan Bagaimana Mengatasinya?:

Saya hendak mengajukan pertanyaan sehubungan dengan “pikiran-pikiran buruk” - pikiran-pikiran negatif, kotor, atau bahkan menghujat salah satu dari ketiga Pribadi Tritunggal Mahakudus atau Santa Perawan Maria. Saya mengerti bahwa hal ini dapat terjadi dalam kasus-kasus ketidakseimbangan psikologis, atau ketidakmatangan, yang saya pikir sedikit saja bersalah. Dalam konteks mereka yang berupaya mengembangkan kehidupan rohani, pikiran buruk tampak sebagai pencobaan-pencobaan yang dikilaskan di hadapan kita oleh iblis sebagai suatu bentuk pertarungan rohani. Pengertian saya adalah bahwa karena pencobaan bukanlah dosa, tindakan terbaik adalah mengabaikannya. Di samping itu, sebab orang lebih mudah mendapatkan pikiran-pikiran macam ini ketika letih atau lapar atau dalam keadaan stress, akal sehat akan mengajukan pentingnya makan, tidur, olahraga dan doa. Tetapi, singkat kata, di manakah “garis batasnya”? Saya mengasihi Allah dan tak pernah sedikitpun menghendaki dekat-dekat dengan “dosa tak terampuni melawan Roh Kudus”; akan tetapi pikiran-pikiran buruk ini dapat menakutkan. Bilamana dan bagaimanakah orang mengakukannya? Bagaimanakah orang menata hidup rohani agar murni dalam pikiran?
Pertanyaan yang diajukan di atas itu sendiri mengandung banyak kebijaksanaan. Sesungguhnya, juga mengandung banyak pertanyaan (tiga, tepatnya). Sebelum menjawab, kita perlu melakukan satu pembedaan lagi.
Bagi orang yang telah berusaha secara aktif dan tulus meneladani Kristus, pikiran-pikiran buruk dapat dikilaskan secara langsung oleh iblis, sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan di atas; akan tetapi ada juga dua sumber lainnya. Pertama, pikiran buruk dapat dikilaskan dari alam bawah sadar kita sendiri. Jika seorang mengalami suatu pertobatan (atau kembali) setelah bertahun-tahun hidup dalam gaya hidup dosa yang terpusat pada diri sendiri, maka gema dari gaya hidup yang lama itu akan masih bergaung di bawah permukaan pikiran. Dari waktu ke waktu gema itu dapat menyeruak ke permukaan dan muncul di alam sadar, dalam upaya mendapatkan kembali tempat dalam kehendak. Dalam kasus ini, pikiran-pikiran buruk tidak ditanamkan secara langsung oleh iblis. Jika kita menolak upaya-upaya terakhir dari kebiasaan lama kita ini, maka mereka pada akhirnya akan kehilangan energi dan kemunculannya akan semakin berkurang.
Kedua, pikiran-pikiran buruk dapat merupakan akibat dari kecerobohan. Kita dikelilingi oleh pengaruh-pengaruh mental yang non-Kristen dan kerapkali yang tidak Kristiani; gambar-gambar di internet, papan-papan reklame dan iklan-iklan, gagasan-gagasan dalam artikel, film, buku dan tayangan televise, nilai-nilai merusak yang diselipkan ke dalam musik dan karya seni duniawi. Jika kita membiarkan diri kita meneguk racun-racun ini, dampaknya akan muncul di kemudian hari, mengacaukan pikiran dan akhirnya menarik kita meninggalkan persahabatan dengan Kristus.
Menjaga Benteng
Jadi, jawaban pertama dari ketiga pertanyaan di atas: kita dapat bertumbuh dalam pikiran yang murni dengan memelihara indera dan akal budi kita dari masukan-masukan yang beracun. Ini tampaknya sedikit kolot dalam suatu masyarakat yang majemuk, tetapi berdasar pada pikiran sehat. Kita berhati-hati akan makanan yang kita telan, sebab kita tahu itu mempengaruhi kesehatan jasmani kita. Hendaknyalah kita terlebih lagi berhati-hati akan apa yang secara sengaja kita biarkan masuk ke dalam hati dan pikiran, sebab itu akan mempengaruhi kesehatan rohani kita. (Suatu gambar favorit yang dipergunakan oleh para penulis rohani adalah gambar sebuah jembatan-tarik dan sebuah benteng. Kita tidak menurunkan jembatan ketika para musuh datang mengetuk; kita menyimpan jembatan dengan aman di tempatnya guna melindungi benteng dari serangan musuh.
Seorang isteri yang secara rutin membaca novel-novel roman picisan (yang adalah bentuk tak kentara dari pornografi), atau yang setiap hari menikmati opera sabun yang menggairahkan, menyumbat pembuluh-pembuluh nadi perkawinannya dan membahayakan diri terhadap suatu serangan jantung rohani. Seorang suami yang pergi ke bar-bar yang menyuguhkan striptease demi “sekedar memperlancar bisnis” melewatkan lebih banyak waktu bersama teman-teman atheis daripada bersama teman-teman yang mencari Kristus; dan ia yang tidak berinisiatif untuk melindungi diri dari tayangan pornografi di internet, tidak memelihara kondisi rohani. Dalam kedua kasus ini, “pikiran buruk” dan gagasan hujta akan semakin dan semakin sering muncul, bahkan tanpa provokasi langsung oleh iblis. Dalam kasus-kasus ini, sekurang-kurangnya kita bertanggung jawab sebagian atas pikrian-pikiran jahat yang muncul untuk mencobai kita, dan kita sepatutnya mengakukan kelalaian ini dalam Sakramen Tobat, dan Allah akan memberikan kekuatan agar kita terlebih selaras dengan kehendak-Nya.
Pertahanan Diri Rohani
Satu taktik lain yang berguna untuk mengembangkan kemurnian pikiran adalah dengan menanggapi secara positif pikiran-pikiran buruk yang muncul, dari manapun sumbernya. Sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan di atas, begitu kita mengenali kilasan suatu pikiran buruk, hal terakhir yang ingin kita lakukan adalah memberikan perhatian padanya. Jika kita dapat sekedar mengabaikannya dan kembali melakukan kehendak Allah dengan segenap hati dan segenap pikiran, itu bagus. Tetapi jika pikiran-pikiran buruk itu dahsyat dan bertubi-tubi, mengabaikannya tidaklah selalu mudah. Dalam kasus-kasus demikian, kita perlu mempunyai suatu rencara yang telah disusun sebelumnya. Kita perlu siaga untuk mengenyahkannya dengan doa sementara kita berupaya mengalihkan perhatian kita kembali pada kehendak Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan suatu doa vokal sederhana seperti Bapa Kami atau Salam Maria; dapat pula dengan suatu ayat favorit dari Kitab Suci yang dipergunakan sebagai perisai melawan yang jahat (misalnya “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku…” Mazmur 23:1).
Baru-baru ini saya mendengar kisah seorang yang bergulat untuk mengatasi pencobaan-pencobaan seksual dengan mewajibkan diri menyanyikan madah pujian hingga pikiran-pikiran sensual tersingkir - ia mengatakan bahwa pada akhirnya ia telah menghafalkan empat bait lengkap hingga lebih dari selusin madah pujian dalam upayanya bertumbuh dalam kemurnian. Jika kita gagal bertempur secara aktif, dengan semangat iman, melawan pikiran-pikiran buruk yang mencobai kita, atau jika semangat kita untuk bertempur lesu, maka kita patut mengakukan kelalaian ini dalam Sakramen Tobat, dan Allah akan memberi kita kekuatan agar menjadi terlebih gagah berani.
Garis Batas
Ini membawa kita ke pertanyaan pertama di atas mengenai di manakah kita harus menarik garis batas. Jika kita tahu bahwa keadaan-keadaan tertentu (penggunaan media tertentu, atau kelelahan jasmani dan stress, sebagaimana dinyatakan dalam pertanyaan) cenderung meningkatkan intensitas, frekwensi ataupun daya pikat pikiran-pikiran buruk, kita bertanggung jawab untuk melakukan upaya yang pantas guna menghindari keadaan-keadaan tersebut. Delapanpuluh jam kerja dalam seminggu mungkin memberimu promosi yang engkau damba, tetapi apakah mendapatkan promosi itu sepadan nilainya dengan membahayakan diri dalam kesempatan-kesempatan dosa? Yesus tidak berpendapat demikian, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Matius 16:26). Akan tetapi, terkadang keadaan ada di luar kendali kita (bayi yang rewel membuat kita tidak tidur ssemalaman). Itulah saat ketika Tuhan mengundang kita untuk terlebih lagi bergantung kepada-Nya dan kepada sarana-sarana ketekunan yang Ia anugerahan kepada kita (sakramen-sakramen, doa, persahabatan yang sehat, pasangan yang mengasihi…).
Jika kita secara aktif melakukan upaya yang pantas dalam menjalankan bagian kita untuk mengamalkan hidup yang terpusat pada Kristus, hidup seimbang dan bertumbuh dalam kemurnian pikiran, dan kendati demikian gagasan-gagasan dan gambar-gambar jahat masih mengganggumu, maka pikiran-pikiran jahat itu sungguh tak memenuhi syarat sebagai bahan pengakuan. Pikiran-pikiran yang demikian lebih seperti cuaca rohani yang buruk. Dalam arti ini, baik disebutkan bahwa banyak santa/santo mengalami pencobaan-pencobaan hujat yang dahsyat dan bertubi hingga akhir hidup mereka, ketika mereka telah maju dalam kehidupan rohani. Iblis mengirimkan pencobaan-pencobaan ini guna memicu kegelisahan dalam upaya meruntuhkan kepercayaan mereka kepada Allah dan mengacaukan kedamaian jiwa mereka. Jika itu terjadi pada kalian, segera kembangkan payung doa dan ketaatan pada kehendak Allah, dan tanggunglah badai selama Allah mengijinkannya terjadi. Sementara kalian melakukannya, kalian akan berlatih dalam segala keutamaan-keutamaan utama Kristen, dan dengan demikian bertumbuh dalam kekudusan dan membangun Gereja.
Damai Kristus, P John Bartunek, LC
sumber : “Is it a sin to have bad thoughts? How do I deal with bad thoughts?” by Father John Bartunek, LC; Copyright © 2009 Catholic Spiritual Direction; http://rcspiritualdirection.com/blog
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net atas ijin Catholic Spiritual Direction”
|