94. PENYEMBUHAN SI CANTIK DARI KHORAZIM. KHOTBAH DI SINAGOGA DI KAPERNAUM   


1 Februari 1945

Yesus keluar dari rumah ibu mertua Petrus bersama para murid-Nya, terkecuali Yudas Tadeus. Seorang anak laki-laki yang pertama kali melihat-Nya dan dia mengabarkannya juga kepada mereka yang tidak ingin tahu. Yesus, Yang berada di pantai danau, duduk dalam perahu Petrus, segera dikelilingi oleh orang-orang yang menyambut-Nya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tiada habisnya, yang dijawab Yesus dengan kesabaran yang luar biasa, sembari tersenyum lembut seolah segala percakapan itu adalah suatu percakapan surgawi.  

Juga kepala sinagoga datang. Yesus bangkit untuk menyalaminya. Saling salam mereka penuh dengan tata hormat timur. "Guru, bolehkah aku mengharapkan Engkau datang dan mengajar orang banyak?"

"Tentu saja, jika kau dan orang banyak menghendakinya."

"Kami merindukannya sejak lama. Mereka dapat mengatakannya kepada-Mu." Orang-orang sesungguhnya meneriakkan peneguhan mereka.

"Baiklah, Aku akan bersama kalian sore ini. Sekarang kalian boleh pergi. Aku harus pergi menemui seseorang yang menghendaki Aku." Orang banyak pergi dengan enggan, sementara Yesus, Petrus dan Andreas pergi ke danau dan naik ke dalam perahu. Murid-murid yang lain tinggal di pantai.

Perahu berlayar untuk suatu jarak yang dekat dan lalu kedua nelayan mengarahkannya masuk ke dalam sebuah teluk kecil, di antara dua bukit yang rendah, yang kelihatan seolah pada mulanya mereka adalah satu bukit saja, yang bagian tengahnya telah runtuh entah karena erosi air atau karena suatu gempa bumi, dengan demikian membentuk suatu teluk yang sangat kecil dan sempit di antara dua tebing. Akan tetapi, sebab itu bukanlah teluk Norwegia, maka tak ada pohon-pohon cemara, melainkan hanya pepohonan zaitun yang semrawut yang, tak seorang pun tahu bagaimana, telah tumbuh di lereng-lereng yang curam, di antara batu-batu karang yang terselip dan serpihan-serpihan raksasa yang menjorok. Dihembus oleh angin danau, yang tentunya sangat kuat di sini, cabang-cabang pepohonan semua saling terjalin, dan membentuk semacam atap, di bawah mana sebuah aliran kecil air yang deras, yang ganjil, berbuih-buih: sangat berisik sebab jeramnya yang banyak dan penuh buih sebab air jatuh di setiap yard atau sekitar itu, tapi pada kenyataannya itu hanyalah sebuah anak sungai kecil di antara sungai-sungai kecil.

Andreas melompat masuk ke dalam air untuk menarik perahu sejauh mungkin ke pantai dan mengikatkannya pada sebuah batang pohon, sementara Petrus menggulung layar dan mengikatkan sebilah papan sebagai jembatan untuk Yesus. "Tapi," katanya, "Aku sarankan Engkau untuk menanggalkan sandal-Mu dan jubah-Mu, seperti kami. Yang gila di sana (dan dia menunjuk pada aliran air kecil yang deras) menyebabkan air danau meluap dan jembatan tidak aman dengan segala golakan air ini."

Yesus taat tanpa bertanya. Di pantai mereka mengenakan sandal mereka lagi dan Yesus mengenakan juga jubah-Nya. Kedua murid mengenakan hanya jubah dalam pendek berwarna gelap.

"Di manakah dia?" tanya Yesus.

"Dia pasti bersembunyi di hutan, setelah mendengar suara. Kau tahu… dengan kain sekedarnya yang dia kenakan…"

"Panggilah dia."

Petrus berteriak lantang. "Aku adalah murid Rabbi dari Kapernaum. Rabbi di sini. Keluarlah."

Tak ada tanda-tanda kehidupan.

"Dia tidak merasa aman," jelas Andreas. "Suatu hari seseorang memangilnya dan mengatakan: 'Marilah, ada makanan untukmu' dan lalu melemparinya dengan batu. Kami melihatnya saat itu untuk pertama kalinya, sebab aku tidak ingat dia ketika dia masih si Cantik dari Khorazim."

"Dan apakah yang kau lakukan kala itu?"

"Kami melemparkan kepadanya seketul roti dan beberapa ikan dan sehelai kain lusuh, sehelai kain layar usang yang biasa kami gunakan untuk mengeringkan diri kami, sebab dia telanjang. Kami lalu lari agar jangan sampai tertular."

"Dan apa yang membuatmu kembali?"

"Guru… Engkau pergi dan kami memikirkan apa yang harus kami lakukan untuk membuat orang mengenal Engkau. Kami memikirkan semua orang-orang yang sakit, yang buta, yang lumpuh, yang bisu… dan juga memikirkannya. Kami katakan: 'Mari kita coba.' Engkau tahu… banyak… oh! sudah jelas itu kesalahan kami, yang mengatakan kami gila dan tak hendak mendengarkan kami. Sebaliknya yang lain percaya kepada kami. Aku sendiri yang berbicara kepada perempuan itu. Aku datang ke sini dengan perahu, sendirian, selama beberapa malam terang bulan. Aku biasa memanggilnya dan berkata kepadanya: 'Di atas batu, di kaki pohon zaitun, ada roti dan ikan. Jangan takut, datanglah' dan aku lalu akan pergi. Pastilah dia menunggu hingga dia melihatku lenyap sebelum dia datang, sebab aku tidak pernah melihatnya. Keenam kalinya aku melihatnya berdiri di pantai, tepat di mana Engkau berdiri sekarang. Dia menantikanku… betapa mengerikannya dia! Aku tidak lari sebab aku memikirkan Engkau…

Dia berkata kepadaku: 'Siapakah engkau? Mengapa berbelas-kasihan kepadaku?'

Aku jawab: 'Sebab aku adalah murid dari Kerahiman.'

'Siapakah Ia?"

'Ia adalah Yesus dari Galilea.'

'Dan apakah Ia mengajari kalian untuk berbelas-kasihan terhadap kami?'

'Terhadap semua orang.'

'Tapi tahukah kau siapa aku?'

'Kau adalah si Cantik dari Khorazim, sekarang seorang kusta.'

'Dan apakah ada belas-kasihan juga untukku?'

'Ia mengatakan bahwa Kerahiman-Nya adalah untuk semua orang, dan kami, agar dapat serupa dengan-Nya, harus memiliki belas-kasihan terhada semua orang.' Pada tahap ini, Guru, si orang kusta itu menghujat tanpa menyadari apa yang dia ucapkan. Katanya: 'Ia Sendiri pastilah seorang pendosa besar.'

Aku katakan kepadanya: 'Bukan. Ia adalah Mesias, Orang Kudus Allah.' Aku ingin mengatakan kepadanya: 'Kiranya kau dikutuk karena lidahmu', tapi aku tidak mengatakan yang lain, sebab aku pikir: 'Dalam dukanya dia pastilah tak dapat bepikir akan kerahiman ilahi.' Dia lalu mulai menangis dan berkata: 'Oh! Jika Ia Seorang Kudus Ia tak akan dapat ber belas-kasihan kepada si Cantik. Ia mungkin akan mengasihani si orang kusta… tapi tidak si Cantik. Dan aku berharap…'

Aku bertanya kepadanya: 'Apakah yang kau harapkan, perempuan?'

'Untuk disembuhkan… untuk kembali ke dalam dunia… di antara manusia… untuk mati dengan mengemis, tapi di antara manusia… tidak seperti binatang dalam liang binatang-binatang buas yang sangat mengerikan dalam pandanganku.'

Aku berkata kepadanya: 'Apakah kau mau bersumpah bahwa jika kau kembali ke dunia, kau akan hidup jujur?'

Dia menjawab: 'Ya. Allah dengan adil telah menghukumku karena dosa-dosaku. Sekarang aku bertobat. Jiwaku sudah menyilih dosa-dosanya, dia jijik terhadap dosa untuk selamanya.'

Aku pikir saat itu aku dapat menjanjikan keselamatan kepadanya dalam nama-Mu.

Dia berkata kepadaku: 'Datanglah kembali, datanglah kembali lagi… Berbicaralah kepadaku mengenai Ia yang boleh dikenal jiwaku sebelum mataku melihat-Nya…' Dan aku datang dan berbicara kepadanya mengenai Engkau sebaik yang aku dapat.'

'Dan Aku telah datang untuk menganugerahkan keselamatan kepada seorang pertama yang bertobat dari Andreas.' (Adalah Andreas yang berbicara selama ini, sementara Petrus telah naik ke aliran air yang deras, dengan melompat dari batu ke batu, memanggil si kusta).

Dia pada akhirnya memperlihatkan wajahnya yang mengerikan di antara cabang-cabang sebuah pohon zaitun. Dia melihat dan memekik.

"Ayo turunlah," seru Petrus. "Aku tidak akan melemparimu dengan batu! Di sana, dapatkah kau melihat-Nya? Itu Rabbi Yesus."

Perempuan itu tunggang-langgang di atas lereng, aku mengatakannya demikian, sebab dia berlari turun dengan sangat kencang, dan dia tiba di depan kaki Yesus sebelum Petrus kembali dekat Guru-nya. "Kasihanilah, Tuhan!"

"Dapatkah kau percaya bahwa Aku dapat menganugerahkannya kepadamu?"

"Ya, sebab Engkau adalah seorang kudus dan aku bertobat. Aku adalah Dosa, tapi Engkau adalah Kerahiman. Murid-Mu adalah yang pertama berbelas-kasihan kepadaku, dan dia membawakanku roti dan iman. Basuhlah aku, Tuhan, jiwaku sebelum tubuhku, sebab aku najis tiga kali lipat, dan jika Kau hendak memberiku satu kemurnian, hanya satu saja, maka aku mohon pada-Mu untuk memberiku kemurnian bagi jiwaku yang berdosa. Sebelum mendengarkan sabda-Mu, yang dia ulang untukku, aku biasa mengatakan: 'Untuk disembuhkan dan untuk kembali di antara manusia.' Sekarang, sesudah aku tahu, aku katakan: 'Untuk diampuni, agar aku boleh beroleh hidup kekal.'"

"Dan Aku menganugerahimu pengampunan. Tapi tidak yang lain…"

"Semoga Engkau diberkati! Aku akan tinggal dalam liangku dengan damai Allah… bebas… oh! bebas dari sesal dan bebas dari takut! Tak lagi takut akan Allah, sekarang sesudah Engkau membebaskanku!"

"Pergilah ke danau dan basuhlah dirimu. Berendamlah hingga Aku memanggilmu."

Perempuan itu, yang direndahkan hingga bagai tengkorak yang mengerikan, sepenuhnya rusak, rambut putihnya yang kasar sepenuhnya acak-acakan, bangkit dari tanah dan masuk ke dalam danau dengan mengenakan kain lusuh seadanya, yang menyelubungi hanya sedikit saja bagian tubuhnya.

"Mengapakah Engkau menyuruhnya untuk membasuh diri? Benar bahwa bau busuk, tapi… aku tidak mengerti." kata Petrus.

"Perempuan, keluarlah dari air dan datanglah kemari. Ambillah kain di atas cabang itu." (kain itu adalah sehelai kain yang biasa digunakan Yesus untuk mengringkan Diri sesudah menyeberang dari perahu ke pantai.)

Si perempuan keluar dengan patuh, sepenuhnya telanjang, sebab dia meninggalkan kain lusuhnya dalam air untuk mengambil kain yang kering. Yang pertama menjerit adalah Petrus, yang melihatnya, sementara Andreas, yang lebih pemalu, membalikkan punggung terhadap perempuan itu. Tapi dia berputar balik ketika saudaranya menjerit dan dia menjerit juga. Perempuan itu, yang menatap begitu lekat pada Yesus hingga dia tidak sadar akan yang lainnya, ketika dia mendengar jeritan dan melihat tangan-tangan yang diarahkan  kepadanya, melihat pada dirinya sendiri… Dan dia melihat bahwa kustanya telah ditinggalkan dalam danau bersama kain lusuhnya. Dia tidak lari seperti yang mungkin diperkirakan orang. Dia melemparkan dirinya, meringkuk di pantai, malu akan ketelanjangannya, sekaligus bahagia hingga tahap begitu rupa hingga dia hanya dapat menangis dengan suatu ratapan lirih yang panjang, yang lebih menyayat hati dari tangis manapun.

Yesus menghampirinya… Ia tiba padanya… Ia melemparkan kain kepadanya, membelai kepalanya dengan sangat lembut, berkata kepadanya: "Selamat tinggal. Jadilah baik. Kau pantas mendapatkan rahmat sebab ketulusan tobatmu. Bertumbuhlah dalam iman akan Kristus. Dan genapi hukum pentahiran."

Perempuan itu terus menangis … Hanya ketika dia mendengar suara papan yang ditarik Petrus masuk ke dalam perahu, dia mendongak, merentangkan kedua tangannya dan berteriak: "Terima kasih, Tuhan-ku. Terimakasih, Terpujilah Tuhan. Oh! Terpujilah, terpujilah!..."

Yesus melambaikan tangan salam perpisahan kepadanya sebelum perahu lenyap saat mengitari tanjung berbatu karang di teluk kecil.

… Yesus bersama para murid-Nya masuk ke dalam sinagoga di Kapernum setelah menyusuri alun-alun dan jalan yang menghantar ke sana. Kabar mengenai mukjizat yang baru terjadi telah tersiar, sebab banyak orang berbisik-bisik dan menyampaikan komentar.

Tepat di ambang pintu sinagoga aku melihat Matius, rasul mendatang. Dia berdiri di sana, setengah di dalam setengah di luar dan aku tidak tahu apakah dia malu atau terganggu dengan segala tatapan penuh makna yang dilayangkan padanya dan dengan kelakar tak menyenangkan di mana dia adalah obyeknya. Dua orang Farisi berpakaian mewah secara belebihan menangkupkan mantol lebar mereka, seolah mereka takut tertular penyakit, jika mereka tersentuh bahkan sedikit saja jubah Matius.   

Ketika Yesus hendak masuk, Ia menatapnya dan berhenti sejenak. Tetapi Matius menundukkan kepalanya: itu saja. Begitu mereka ada di dalam, Petrus berbisik kepada Yesus: "Tahukah Engkau siapa laki-laki berambut ikal itu, yang bau harumnya melebihi seorang perempuan? Dia adalah Matius, pemungut pajak kita… Untuk apa dia datang ke sini? Ini pertama kalinya. Mungkin dia tidak menemukan temannya dan terutama para perempuannya, dengan siapa dia melewatkan hari-hari Sabat, menghambur-hamburkan dalam pesta pora uang yang dia peras dua kali lipat dan tiga kali lipat dari kita, supaya punya banyak penghasilan dan kejahatannya."

Yesus menatap Petrus dengan sangat tajam, hingga Petrus yang menjadi semerah bunga poppy, menundukkan kepalanya dan diam, dan demikianlah dia lalu tinggal di tempat paling belakang dalam kelompok apostolik.

Yesus telah tiba di tempat-Nya. Setelah beberapa madah dan doa didaraskan bersama umat, Ia tampil untuk berbicara. Kepala sinagoga menanyai-Nya apakah Ia menghendaki satu gulungan Kitab, tapi Yesus menjawab: "Tidak perlu. Aku sudah punya subyek pembicaraan."

Dan Ia pun mulai: "Raja agung Israel, Daud dari Betlehem, sesudah berbuat dosa, menangis dengan hati yang bertobat, menyerukan kepada Allah pertobatannya dan memohon pengampunan dari Allah. Jiwa Daud telah digelapkan oleh kabut sensualitas yang menghalanginya melihat Wajah Allah dan memahami Sabda-Nya.

Wajah-Nya, Aku katakan. Dalam hati manusia ada satu tempat yang mengenangkan Wajah Allah: tempat yang paling mulia, yang adalah 'Sancta Sanctorum' kita, dari mana inspirasi-inspirasi dan keputusan-keputusan kudus berasal, tempat yang harum bagai sebuah altar, bersinar bagai sebuah api, dan bermadah bagai satu paduan suara Serafim. Tapi ketika dosa menggila dalam diri kita, area itu menjadi sangat gelap, terang itu, bau harum dan madah memudar dan hanya bau busuk dari asap yang tebal dan rasa abu yang tersisa. Tapi ketika terang kembali, sebab seorang hamba Allah membawanya kepada si orang yang suram, maka dia akan melihat keburukannya sendiri, kondisinya yang terpuruk dan tercekam oleh rasa ngeri dia berseru seperti Raja Daud: 'Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!' dan dia tidak mengatakan: 'Aku tak dapat diampuni, oleh sebab itu akan terus berdosa.' Melainkan dia mengatakan: 'Aku ini hina dan penuh sesal, tapi, aku mohon kepada-Mu, Engkau tahu bahwa dalam kesalahan aku diperanakkan, tetapi bersihkanlah aku dan basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju di atas puncak-puncak gunung.' Ia juga mengatakan: 'Korban bakaranku bukanlah domba-domba jantan dan lembu-lembu jantan, tetapi hati yang dikuasai sesal sejati. Sebab aku tahu bahwa inilah apa yang Engkau kehendaki dari kami dan Engkau tidak akan memandangnya hina.'

Itulah apa yang dikatakan Daud sesudah dia berdosa, sesudah hamba Allah, Natan, membuatnya bertobat. Itulah apa yang harus dikatakan orang-orang berdosa, bahkan lebih lagi, sekarang setelah Allah mengutus bukan seorang hamba, melainkan sang Penebus Sendiri, Sabda-Nya, Yang, sebagai seorang penguasa yang adil tak hanya atas manusia, melainkan juga atas para makhluk surgawi dan neraka, telah bangkit di antara umat-Nya, bagai terang saat fajar, yang pada waktu matahari terbit bersinar di atas di langit yang tak berawan.

Kalian telah membaca bagaimana seorang manusia, seorang kurban Mamon, adalah lebih lemah dari seorang yang menanti ajal karena tuberculosis, bahkan meski dia adalah 'yang kuat'. Kalian tahu bagaimana Simson menjadi tak berguna setelah menyerahkan dirinya pada sensualitas. Aku ingin kalian mengerti pelajaran dari Simson, anak Manoah, yang ditakdirkan untuk mengalahkan Filistin, penindas Israel. Syarat pertama untuk itu adalah bahwa dari sejak perkandungannya dia harus dijaga agar perawan dari segala yang dapat membangkitkan sensasi-sensasi dasar dan mencemarkan usus dengan makanan yang haram: yakni anggur, arak dan lemak daging, yang membangkar pinggang dengan api ketidakmurnian. Syarat kedua: untuk menjadi seorang utusan dia harus dikuduskan bagi Allah sejak dari masa kanak-kanaknya dan harus tinggal demikian sebagai nazir selamanya. Dia adalah kudus barangsiapa yang tinggal kudus tidak hanya secara lahiriah melainkan juga batiniah. Maka Allah akan bersamanya.

Tapi daging adalah daging dan Setan adalah si Pencoba. Dan si Pencoba, untuk membangkitkan perlawanan kepada Allah dalam hati manusia dan dalam titah kudus-Nya, menggunakan sebagai senjata daging yang menggairahkan laki-laki: perempuan. Kekuatan dari laki-laki 'yang kuat' lalu menjadi gemetar dan dia menjadi seorang yang lembek yang menyia-nyiakan anugerah Allah. Sekarang dengarkanlah: Simson diikat dengan tujuh tali busur, dengan tujuh tali baru, dia dipancangkan ke tanah dengan ketujuh rambut jalinnya. Dan dia selalu menang. Tapi orang janganlah mencobai Allah, bahkan dalam kebaikan-Nya. Itu melanggar hukum. Ia mengampuni, Ia selalu mengampuni. Tapi Ia menuntut kehendak yang teguh untuk meninggalkan dosa, agar Ia dapat terus mengampuni. Barangsiapa mengatakan: 'Tuhan, ampunilah' tapi tidak menjauhkan diri dari apa yang mendorongnya untuk melakukan dosa terus-menerus, adalah bodoh!

Simson, yang tiga kali keluar sebagai pemenang, tidak menghindari Delilah, sensualitas, dosa dan tidak dapat lagi menahan hati, kata Kitab suci, sehingga dia mau mati rasanya, kata Kitab Suci, dan dia menyingkapkan rahasianya: 'Kekuatanku ada pada ketujuh rambut jalinku.' Adakah di antara kalian, yang, letih akan kelelahan besar dosa, seperti mau mati rasanya, sebab tak suatupun yang lebih menyedihkan dari hati nurani yang buruk, dan hendak menyerah kepada Musuh? Tidak, siapapun kalian, jangan lakukan itu. Simson menyingkapkan kepada pencobaan, rahasia untuk mengalahkan ketujuh keutamaannya: ketujuh jalin simbolis, keutamaan-keutamaannya, yakni kesetiaannya sebagai nazir Allah; lelah hingga dia tertidur di pangkuan perempuan itu dan dikalahkan. Ia dibutakan, dijadikan budak, tanpa daya, sebab dia tidak setia pada nazarnya. Tidak lagi dia menjadi "orang kuat', 'sang utusan', hingga dia mendapatkan kekuatannya kembali dalam sesal pertobatan. Pertobatan, kesabaran, ketekunan, kegagah-beranian dan lalu, wahai para pendosa, Aku berjanji kalian akan menjadi pembebas kalian sendiri. Dengan sungguh-sungguh Aku katakan kepada kalian bahwa tak ada pembaptisan, tak ada ritus apapun yang berguna, jika tak ada pertobatan dan kehendak untuk tidak lagi berdosa. Dan Aku katakan kepada kalian bahwa tak seorang pun yang adalah seorang pendosa yang sebegitu besar hingga dia tak dapat dengan airmatanya menghidupkan kembali keutamaan-keutamannya yang telah dikoyakkan dosa dari hatinya.

Hari ini seorang perempuan, seorang perempuan Israel yang berdosa, yang dihukum Allah karena dosa-dosanya, menerima kerahiman ilahi karena pertobatannya. Aku katakan: kerahiman. Mereka yang tak memiliki kerahiman [= belas-kasihan] kepadanya dan memperlakukan perempuan yang dihukum itu tanpa belas-kasihan, akan menerima lebih sedikit kerahiman. Tak adakah kusta dosa dalam hati mereka? Biarlah masing-masing orang memeriksa batinnya sendiri… dan berbelas-kasihan untuk menerima belas-kasihan. Aku mengulurkan tangan-Ku demi perempuan yang bertobat ini, yang kembali ke kehidupan sesudah terpisah dengan kematian. Simon anak Yohanes, tidakkah Aku, akan mengumpulkan amal kasih untuk perempuan yang telah bertobat itu, yang dari ambang kehidupan telah datang kembali kepada Hidup sejati. Dan janganlah bersungut-sungut, kalian para tua-tua. Janganlah bersungut-sungut. Aku tidak di sini ketika dia si Cantik. Tapi kalian di sini. Aku tidak akan berkata lagi."

"Apakah Engkau menuduh kami sebagai kekasih-kekasihnya?" tanya seorang dari dua orang tua yang mendongkol.

"Biarlah hati dan perbuatan setiap orang mendakwa dirinya masing-masing. Aku tidak menuduh. Aku berbicara dalam nama Keadilan. Marilah kita pergi." Dan Yesus keluar bersama para murid-Nya.

Yudas Iskariot dicegat oleh dua orang yang tampaknya mengenalnya. Aku mendengar mereka mengatakan: "Apakah kau juga bersama-Nya? Apakah Ia sungguh seorang kudus?"

Yudas melontarkan salah satu pernyataan sedihnya: "Aku harap kalian akan setidaknya dapat memahami kekudusan-Nya."

"Tapi Ia menyembuhkan pada hari Sabat."

"Tidak, Ia mengampuni pada hari Sabat. Dan hari manakah yang terlebih tepat dari Sabat untuk mengampuni? Apakah kalian tidak memberiku sesuatu untuk perempuan yang sudah ditebus ini?"

"Kami tidak memberikan uang kami untuk para pelacur. Ini persembahan untuk Bait Allah yang suci."

Yudas tertawa mengejek dan meninggalkan mereka dengan sekonyong-konyong. Ia menggabungkan diri dengan Guru, Yang tengah memasuki rumah Petrus yang berkata kepada-Nya: "Ini, tepat di luar sinagoga, Yakobus kecil memberiku dua kantong uang hari ini, dan bukannya satu, atas nama orang yang tak dikenal itu. Siapakah dia, Guru? Engkau tahu… Katakanlah padaku."

Yesus tersenyum: "Akan Aku katakan kepadamu apabila kau telah belajar untuk tidak berbicara buruk tentang siapapun."

Dan semuanya pun berakhir.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 2                     Daftar Istilah                      Halaman Utama