34. SEMBAH SUJUD PARA MAJUS


28 Februari 1944

Suara batinku memperingatkanku:
"Sebutlah kontemplasi-kontemplasi yang akan kau terima dan yang akan Aku katakan kepadamu, 'Injil iman', sebab kontemplasi-kontemplasi itu akan menjelaskan kepadamu dan orang-orang lain kekuatan iman serta buah-buahnya dan akan meneguhkanmu dalam iman akan Allah."

Aku melihat Betlehem, kecil dan putih, tersusun bagai anak-anak ayam di bawah bintang-bintang… kala itu malam hari. Tak ada seorang pun di jalan-jalan, sebab sudah sangat larut malam.

Aku perhatikan bahwa terang malam semakin benderang; ia turun dari langit yang dipenuhi bintang-bintang, yang begitu indah di langit timur: bintang-bintang itu begitu cemerlang dan besar dan tampak begitu dekat hingga mungkin menjangkau dan menjamah bunga-bunga itu yang gemerlap di hamparan beludru kubah Surga. Aku mengarahkan mataku ke atas untuk melihat sumber terang yang semakin benderang. Sebuah bintang dengan ukuran yang begitu luar biasa hingga bulan tampak kecil dibandingkannya, sedang bergerak maju di langit Betlehem. Dan semua yang lain tampak menghilang dan memberikan jalan untuknya, seperti yang dilakukan para pelayan perempuan ketika ratu mereka lewat: kecemerlangannya begitu rupa hingga melampaui semua yang lain. Dari bola itu, yang tampak bagai sebuah safir pucat raksasa yang dinyalakan dari dalam oleh matahari, suatu lintasan dimulai di mana bebatuan ratna cempaka berwarna pirang, zamrud hijau, baiduri, delima kemilau merah darah dan permata yang berkilau lembut berbaur dengan safir pucat yang dominan itu. Segala bebatuan di bumi ada dalam lintasan itu yang menyapu langit dengan suatu gerak cepat dan bergelombang seolah lintasan itu hidup. Tapi warna yang menonjol adalah yang memancar dari bola bintang: warna safir pucat surgawi yang turun dan menjadikan rumah-rumah, jalanan-jalanan, tanah Betlehem, buaian Juruselamat, tampak bagai perak biru. Betlehem bukan lagi kota miskin, yang menurut ukuran kita lebih kecil dari sebuah dusun pedesaan. Melainkan suatu kota fantastis dari negeri dongeng, semuanya berwarna perak. Dan air di sumber-sumber mata air dan di bejana-bejana adalah bak berlian cair.

Dan dengan pancaran cahaya yang lebih terang benderang bintang itu berhenti di atas sebuah rumah kecil di sisi paling sempit alun-alun. Baik orang yang tinggal di dalamnya, maupun orang-orang di Betlehem tak melihatnya, sebab mereka semua tidur lelap dalam rumah-rumah mereka yang tertutup, namun si bintang mempercepat denyut cahayanya dan lintasan berpendar dan berkelap-kelip semakin cepat dengan menggambar semacam semi lingkaran di langit. Langit menyala karena jaring bintang-bintang yang ditarik oleh lintasan, sebuah jaring penuh batu-batuan berharga yang bercahaya dan mewarnai bintang-bintang yang lain dengan warna-warni yang paling agung, seolah mereka mengkomunikasikan sukacitanya sendiri kepada mereka.

Rumah mungil itu ditransfigurasikan oleh cairan api intan permata. Atap serambi kecilnya, anak-anak tangga batu yang gelap, pintu kecilnya, bak kompleks dari perak murni yang disemprot dengan serpih intan dan mutiara. Tak ada istana kerajaan di dunia pernah atau akan pernah memiliki anak tangga seperti ini, yang dibangun untuk dipergunakan oleh para malaikat dan oleh seorang Bunda Yang adalah Bunda Allah. Kaki-kaki mungil sang Perawan Immaculata dapat menapak pada semarak putih itu, kaki-kaki mungil yang ditakdirkan untuk beristirahat pada anak-anak tangga tahta Allah.

Namun Sang Perawan tidak tahu. Ia terjaga dekat buaian PutraNya dan sedang berdoa. Ada semarak dalam jiwa-Nya yang melampaui semarak dengan mana sang bintang menghiasi benda-benda materiil. Dari jalan utama suatu iring-iringan datang mendekat. Kuda-kuda berpakaian dibimbing dengan tangan, unta-unta tunggangan berpunuk satu dan unta-unta memuat para penunggang atau barang-barang bawaan. Derap kaki mereka bagai suara air yang berdesir dan pecah menghantam bebatuan di arus yang deras. Ketika tiba di alun-alun, mereka semua berhenti. Iring-iringan, yang diterangi oleh bintang, adalah laksana suatu semarak fantasi. Pakaian-pakaian kuda dari para penunggang yang paling kaya, pakaian-pakaian dari para penunggangnya, wajah mereka, barang-barang bawaan mereka, semuanya kemilau dan terang bintang menambah semarak benda-benda logam, kulit, sutera, permata, mantol. Mata mereka berbinar dan mulut mereka tersenyum sebab suatu semarak lain bersinar dalam hati mereka: semarak suatu sukacita adikodrati.

Sementara para hamba bergerak menuju caravansary [= penginapan dengan halaman dalam yang luas untuk menempatkan caravan ] bersama hewan-hewan mereka, tiga orang dari caravan turun dari hewan tunggangan mereka, yang segera diurus oleh seorang hamba, dan mereka berjalan mendekati rumah mungil itu. Dan mereka prostratio, menyentuh tanah dengan dahi mereka, untuk mencium tanah. Mereka adalah tiga tokoh penguasa seperti jelas terlihat dari busana mereka yang sangat mewah. Salah seorang dari mereka, yang berkulit sangat gelap, yang turun dari seekor unta, membalut dirinya dalam sehelai sciamma (pakaian Ethiopia) sutera cemerlang, yang diikatkan erat pada pinggangnya dengan sebuah ikat pinggang berharga, di mana tergantung sebuah belati atau pedang dengan gagang bertatahkan permata. Dua orang lainnya, yang turun dari dua kuda yang gagah, yang seorang mengenakan sehelai jubah indah bergaris-garis, dengan warna dominan kuning, yang didesain seperti sebuah mantol longgar yang panjang dengan tudung kepala dan selempang, yang tampak seperti sehelai renda emas oleh sebab penuh sulaman keemasan. Yang ketiga mengenakan sehelai baju sutera yang menggembung di atas celana panjang besar, yang sempit di pergelangan kaki. Ia membalut diri dengan sehelai selendang sangat indah yang mirip sebuah taman bunga, begitu cerah bunga-bunga yang menghiasinya. Di atas kepalanya ada sebuah serban yang diikat dengan seutas rantai kecil berhiaskan berlian.

Sesudah memberikan penghormatan kepada rumah di mana Juruselamat berada, mereka bangkit dan menuju caravansary (alun-alun dan penginapan untuk caravan) yang telah diketuk pintunya oleh para hamba dan pintunya telah terbuka.

Dan penglihatan berakhir di sini. Penglihatan dimulai kembali, tiga jam kemudian, dengan peristiwa para Majus bersembah sujud di hadapan Yesus.

Sekarang siang hari. Matahari bersinar di langit siang. Salah seorang dari para hamba ketiga Majus menyeberangi alun-alun dan mendaki anak-anak tangga rumah mungil itu. Ia masuk. Ia keluar dan kembali ke penginapan.

Ketiga orang Majus keluar, masing-masing diikuti oleh hambanya. Mereka menyeberangi alun-alun. Orang-orang yang sesekali lewat menengok untuk melihat tokoh-tokoh agung yang berjalan sangat perlahan dan khidmad. Seperempat jam penuh telah berlalu sejak hamba itu keluar dan dengan demikian penghuni rumah mungil itu punya waktu untuk bersiap menerima tamu.

Para Majus berbusana bahkan terlebih mewah dari malam sebelumnya. Pakaian sutera mereka berkilau, intan permata mereka bergemerlapan, serangkai besar bulu-bulu berharga, berhiaskan batu-batu yang bahkan terlebih berharga, bergerak-gerak dan bercahaya di atas kepala Majus yang mengenakan serban.

Salah seorang dari para hamba membawa sebuah peti yang sangat halus buatannya, logam-logam pengokohnya semuanya emas berukir; hamba kedua membawa sebuah piala yang ditempa sangat indah ditutup dengan sebuah tutup dari emas murni yang dikerjakan bahkan dengan terlebih halus; hamba ketiga membawa semacam amphora pendek lebar, juga dari emas, tutupnya berbentuk seperti sebuah piramida yang pada puncaknya terdapat sebuah berlian. Hadiah-hadiah itu tampaknya berat, sebab para hamba membawanya dengan mengerahkan tenaga, teristimewa yang membawa peti.

Para Majus mendaki anak-anak tangga dan masuk. Mereka memasuki sebuah ruangan yang terhampar dari jalanan hingga ke belakang rumah. Kebun sayur-mayur dan buah-buahan yang kecil di bagian belakang dapat terlihat melalui sebuah jendela yang terbuka ke arah cahaya matahari. Ada pintu-pintu pada dua tembok yang lain, dan para pemiliknya, yakni seorang laki-laki, seorang perempuan dan beberapa anak laki-laki dan anak-anak yang lebih kecil melirikkan matanya kepada mereka.

Maria duduk dengan Kanak-kanak di pangkuan-Nya dan Yosef berdiri di dekat-Nya. Namun Ia juga bangkit dan membungkuk ketika Ia melihat para Majus memasuki ruangan. Ia sepenuhnya berbalut busana putih. Ia begitu cantik dalam pakaian putih sederhana yang membalut-Nya dari leher hingga ke kaki-Nya, dari bahu hingga ke pergelangan tangan-Nya yang ramping. Ia sangat cantik jelita dengan kepala-Nya bermahkotakan kelabang rambut-Nya yang pirang, wajah-Nya lebih kemerahan karena gejolak emosi, dengan mata-Nya tersenyum begitu manis sementara mulut-Nya menyampaikan salam: "Semoga Allah besertamu," hingga ketiga Majus tertegun sejenak, sepenuhnya takjub. Mereka lalu maju dan prostratio di hadapan kaki Maria. Dan mereka meminta-Nya untuk duduk.

Mereka tak hendak duduk, meski Ia meminta mereka untuk duduk. Mereka tetap berlutut, dengan bersimpuh rileks di atas tumit mereka. Di belakang mereka, juga berlutut, ketiga hamba. Mereka berada tepat di luar ambang pintu. Mereka telah menempatkan ketiga hadiah yang mereka bawa di depan para Majus, dan sekarang mereka menunggu.

Ketiga Orang Majus mengkontemplasikan Kanak-kanak, Yang aku pikir pastinya berumur antara sembilan hingga duabelas bulan. Ia begitu energik dan kuat. Ia duduk di atas pangkuan BundaNya dan tersenyum dan berceloteh dengan suara nyaring seperti seekor burung kecil. Ia sepenuhnya terbalut dalam busana putih seperti BundaNya, dengan sandal kecil pada kaki-kaki-Nya yang mungil. Pakaian-Nya sangat sederhana: sehelai jubah kecil, dari mana kaki-kaki-Nya yang tak pernah diam tersembul, dan tangan-tangan mungil yang montok yang ingin meraih apa saja, dan di atas semua itu, wajah mungil yang paling elok di mana dua mata biru gelap bercahaya, dan mulut yang manis dengan lesung pipit di pipi yang memperlihatkan gigi-gigi mungil pertama apabila mulut itu tersenyum. Rambut keriting kecil-kecil-Nya yang indah begitu terang dan halus hingga tampak bagai benang-benang emas.

Yang tertua dari para Majus berbicara atas nama mereka semua. Ia menerangkan kepada Maria bahwa pada suatu malam pada bulan Desember sebelumnya, mereka melihat sebuah bintang baru yang kecemerlangannya sungguh luar biasa muncul di langit. Peta langit tak pernah menunjukkan atau menyebutkan bintang yang demikian. Nama bintang itu tidak diketahui sebab ia tidak punya nama. Dilahirkan dari pelukan Allah, bintang itu telah bertumbuh subur demi menyampaikan kepada manusia suatu kebenaran terberkati, suatu rahasia Allah. Namun manusia sama sekali tidak mengindahkannya, sebab jiwa mereka terbenam dalam lumpur. Mereka tidak mengarahkan mata mereka kepada Allah pun mereka tidak dapat membaca perkataan yang Ia tuliskan dengan bintang-bintang api di kubah Surga. Terpujilah Ia untuk selama-lamanya.

Para Majus itu telah melihatnya dan berupaya untuk memahami maknanya. Mereka dengan gembira merelakan waktu tidur mereka yang biasanya cuma sedikit itu dan melupakan bahkan makan mereka, mereka membaktikan diri sepenuhnya demi mempelajari zodiak. Dan penggabungan dari bintang-bintang, waktu, musim, perhitungan jam yang lewat dan kombinasi astronomik telah memberitahukan kepada mereka nama dan rahasia bintang itu. Namanya: "Mesias". Rahasianya: "Mesias telah datang ke dunia kita." Dan mereka pun berangkat untuk menyembah-Nya. Masing-masing dari mereka tidak mengenal yang lainnya. Dengan mendaki gunung-gunung, melintasi padang-padang gurun, menyusuri lembah-lembah dan sungai-sungai, dengan berkelana pada malam hari mereka tiba di Palestina, sebab bintang bergerak ke arah sana. Masing-masing dari mereka tidak mengenal yang lainnya. Sebab masing-masing dari mereka, dari tiga penjuru dunia yang berbeda, menuju ke arah itu. Dan kemudian mereka saling bertemu di luar Laut Mati. Kehendak Allah telah mengumpulkan mereka di sana, dan mereka lalu meneruskan perjalanan bersama, dengan saling mengerti satu sama lain, kendati masing-masing mereka berbicara dalam bahasanya sendiri: dengan suatu mukjizat dari Bapa Yang Kekal mereka dapat mengerti dan berbicara dalam bahasa tiap-tiap negeri.

Mereka telah pergi bersama ke Yerusalem, sebab Mesias akan menjadi Raja Yerusalem, Raja orang Yahudi. Tetapi di atas langit kota itu, sang bintang menyembunyikan diri dan mereka merasa hati mereka hancur dengan dukacita; mereka memeriksa diri mereka sendiri demi memastikan apakah mereka telah gagal berkenan di hadapan Allah. Tetapi ketika batin mereka meyakinkan mereka, mereka menghadap Raja Herodes dan menanyakan kepadanya di istana kerajaan yang mana Raja orang Yahudi dilahirkan sebab mereka telah datang untuk menyembah-Nya. Dan raja mengumpulkan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dan menanyai mereka di mana Mesias dilahirkan. Dan mereka menjawab: "Di Betlehem, di Yudea."

Dan mereka bergerak menuju Betlehem dan begitu mereka meninggalkan Kota Suci, bintang muncul kembali kepada mereka, dan pada malam sebelum kedatangan mereka di Betlehem kecemerlangannya semakin benderang; seluruh langit terang-benderang. Lalu bintang berhenti di atas rumah ini dengan menelan segala terang dari bintang-bintang lain dalam berkasnya. Dan mereka pun paham bahwa Bayi Ilahi Yang Baru Dilahirkan ada di sana. Dan sekarang mereka menyembah-Nya, mempersembahkan hadiah-hadiah mereka, dan di atas itu semua, mempersembahkan hati mereka, yang tiada pernah berhenti mengucap syukur kepada Allah atas karunia yang dianugerahkan kepada mereka; pun tiada akan pernah mereka berhenti mengasihi PutraNya Yang tubuh manusiawi-Nya yang kudus sekarang telah mereka lihat. Nanti mereka bermaksud untuk kembali kepada Raja Herodes, karena dia juga ingin menyembah-Nya.

"Sementara itu, ini emas yang pantas dimiliki seorang raja, ini dupa yang pantas bagi seorang Allah, dan ini, Bunda, ini mur sebab AnakMu adalah seorang Manusia Yang sekaligus Allah dan Ia akan mengalami kepahitan daging dan hidup manusia, juga hukum mati yang tak terelakkan. Jiwa kami, yang penuh kasih, lebih suka tidak mengucapkan perkataan itu dan kami lebih suka berpikir bahwa daging-Nya juga abadi seperti RohNya. Tetapi, Perempuan, jika tulisan-tulisan kami dan lebih dari itu semua jiwa kami benar, Ia adalah PutraMu, sang Juruselamat, Kristus dari Allah dan dengan demikian, demi menyelamatkan dunia, Ia akan harus menimpakan ke atas DiriNya Sendiri kejahatan dunia, yang salah satu hukumannya adalah maut. Mur ini adalah untuk saat itu. Agar supaya daging-Nya yang kudus tidak mengalami pembusukan, melainkan terpelihara keutuhannya hingga kebangkitannya. Dan sehubungan dengan hadiah ini, kiranya Ia mengingat kami dan menyelamatkan para hamba-Nya dengan mengijinkan mereka masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Sementara itu agar kami dapat dikuduskan, sudikah Engkau, Bunda, mempercayakan Kanak-kanak MungilMu ke dalam kasih kami. Agar berkat surgawi-Nya turun atas kami, sementara kami mencium kaki-Nya."

Maria, Yang telah mengatasi kengerian yang disebabkan oleh perkataan Para Majus, dan telah menyembunyikannya dengan seulas senyum sedih, menyerahkan Kanak-kanak. Ia menempatkan-Nya dalam buaian yang paling tua, yang mencium-Nya dan menerima belaian-Nya, dan ia lalu menyerahkan-Nya kepada dua yang lain. Yesus tersenyum dan bermain dengan rantai-rantai kecil dan jumbai-jumbai jubah ketiga orang Majus dan Ia melihat penuh ingin tahu ke peti yang terbuka, penuh materia kuning yang gemerlap, dan Ia tersenyum melihat pelangi yang dihasilkan oleh matahari yang bercahaya di atas puncak kemilau tutup mur.

Kemudian mereka menyerahkan Kanak-kanak kembali kepada Maria dan mereka bangkit berdiri. Maria juga bangkit. Mereka saling membungkuk satu sama lain, sesudah yang paling muda memberikan perintah kepada hambanya, yang pergi keluar. Ketiga orang Majus melanjutkan berbicara beberapa waktu lamanya. Mereka merasa enggan untuk pergi dari rumah itu. Mata mereka berkaca-kaca. Pada akhirnya mereka berjalan menuju pintu, dengan disertai oleh Maria dan Yosef.

Kanak-kanak ingin turun dan mengulurkan tangan-Nya kepada yang tertua dari ketiganya, dan begitulah Ia berjalan, dengan tangan-Nya dibimbing oleh Maria dan si Majus, keduanya membungkuk untuk menopang-Nya. Yesus berjalan dengan langkah tertatih-tatih, seperti semua kanak-kanak, dan Ia tertawa-tawa menyepakkan kaki mungil-Nya di atas bidang lantai yang bermandikan cahaya matahari.

Ketika mereka tiba di ambang pintu - jangan dilupakan bahwa ruangan itu sepanjang rumah - para Majus berpamitan dengan berlutut dan sekali lagi mencium kaki Yesus. Maria, yang membungkuk di atas Kanak-kanak, memegang tangan-Nya dan membimbing-Nya, dalam suatu gerak berkat di atas kepala masing-masing Majus. Sudah sebuah tanda salib, yang dibuat oleh jari-jemari mungil Yesus, dengan dibimbing oleh Maria.

Ketiga orang Majus menuruni anak-anak tangga. Caravan sudah di sana menanti mereka. Hiasan-hiasan kuda berkilauan dalam cahaya matahari terbenam. Orang banyak telah berkumpul di alun-alun kecil itu menyaksikan pemandangan yang tak lazim ini.

Yesus tertawa-tawa dan bertepuk tangan. BundaNya telah menaikkan-Nya ke atas tembok rendah yang lebar di puncak anak tangga dan mendekapkan-Nya ke dada-Nya dengan tangan-Nya agar Ia tidak terjatuh. Yosef telah turun ke bawah bersama para Majus dan memengangi pijakan kaki pelana bagi masing-masing mereka sementara mereka menaiki kuda-kuda dan unta mereka.

Para hamba dan tuan sekarang semuanya sudah berada di punggung kuda. Perintah jalan diberikan. Ketika orang Majus membungkuk dalam hingga sebatas leher tunggangan mereka dalam suatu gerak penghormatan terakhir. Yosef membungkuk. Juga Maria membungkuk dan lalu Ia membimbing tangan Yesus lagi dalam suatu gerak salam perpisahan dan berkat.




Yesus bersabda:

"Dan sekarang apakah yang harus Aku katakan kepada kalian, o jiwa-jiwa yang merasa iman kalian nyaris mati? Orang-orang Majus dari Timur itu tiada memiliki suatu pun yang meyakinkan mereka akan kebenaran. Tiada suatu pun yang adikodrati. Apa yang mereka miliki hanyalah suatu perhitungan astronomik dan pemikiran mereka sendiri yang dijadikan sempurna oleh hidup yang sepenuhnya jujur. Dan meski demikian mereka memiliki iman. Iman dalam segalanya: dalam ilmu pengetahuan, dalam suara batin mereka sendiri, dalam kebaikan Allah.

Ilmu pengetahuan membuat mereka percaya akan tanda dari bintang baru itu, yang hanya bisa berarti "Ia" yang dinanti-nantikan oleh umat manusia selama berabad-abad: sang Mesias. Karena suara batin mereka, mereka punya iman akan suara-suara dari batin mereka, yang mendengar "suara-suara" surgawi berkata kepada mereka: "Itulah bintang yang mewartakan adven sang Mesias." Karena kebaikan Allah, mereka percaya bahwa Allah tidak akan menipu mereka, dan sebab niat mereka tulus, Ia akan menolong mereka dalam segala cara untuk mencapai tujuan mereka.

Dan mereka berhasil. Di antara sekian banyak orang yang suka mempelajari tanda-tanda, hanya mereka saja yang memahami tanda itu, sebab jiwa mereka rindu untuk mengenal sabda Allah untuk suatu tujuan yang tulus, yang tujuan utamanya adalah untuk memuji dan menghormati Allah dengan segera.

Mereka tiada mencari keuntungan pribadi. Sebaliknya, mereka harus menghadapi kesulitan dan penderitaan serta mengeluarkan biaya besar, namun mereka tiada mengharapkan ganjaran manusia. Mereka hanya mohon Allah mengingat mereka dan menyelamatkan mereka untuk kehidupan kekal.

Karena mereka tak memiliki keinginan akan ganjaran manusia di masa mendatang, maka mereka tak memiliki kekhawatiran manusia, ketika mereka memutuskan perjalanan mereka. Kalian mungkin akan memiliki beratus-ratus masalah: "Bagaimana aku akan dapat melakukan perjalanan yang begitu jauh di negeri-negari dan di antara orang-orang yang berbicara dalam bahasa-bahasa yang asing? Akankah mereka mempercayaiku atau akankah mereka menjebloskanku ke dalam penjara sebagai seorang mata-mata? Pertolongan apakah yang akan mereka berikan kepadaku untuk melintasi padang-padang gurun, sungai-sungai dan gunung-gunung? Dan terik matahari? Dan angin pegunungan? Dan demam malaria sepanjang rawa-rawa yang menggenang? Dan banjir dan hujan lebat? Dan makanan yang berbeda? Dan bahasa-bahsa yang berbeda? Dan ... dan ... dan ...." Begitulah kalian mengajukan alasan. Namun mereka tidak mengajukan alasan seperti itu. Dengan keberanian yang tulus, kudus mereka mengatakan: "Engkau, ya Allah, dapat membaca hati kami dan Engkau melihat maksud tujuan kami. Kami mempercayakan diri ke dalam tangan-Mu. Anugerahilah kami sukacita melampaui sukacita manusia dalam menyembah Pribadi KeduaMu, Yang telah menjadi Daging demi menyelamatkan dunia."

Itu saja. Dan mereka berangkat dari Hindia yang jauh. Yesus lalu mengatakan kepadaku bahwa ketika Ia mengatakan Hindia, yang Ia maksud adalah Asia selatan di mana Turki, Afganistan dan Persia terletak dalam geografi kita. Dari rangkaian pegunungan Mongolia yang adalah wilayah burung-burung elang dan burung-burung hering, di mana Allah berbicara dengan deru angin dan debur air dan menuliskan sabda misteri di atas halaman-halaman  gletser yang amat luas. Dari tanah di mana sungai Nil muncul dan kemudian mengalir dengan airnya yang biru hijau ke Laut Tengah yang biru, tak ada pegunungan, ataupun hutan, ataupun pantai pasir, samudera-samudera kering yang lebih berbahaya dari lautan, yang dapat menghentikan langkah mereka. Dan sang bintang bercahaya di atas mereka pada malam hari, mencegah mereka tertidur. Ketika orang mencari Allah, kebiasaan-kebiasaan normal haruslah tunduk pada pemikiran-pemikiran dan kepentingan-kepentingan yang melampaui manusia.

Bintang membimbing mereka dari utara, dari timur dan dari selatan, dan dengan suatu mukjizat dari Allah, ia mendahului bagi ketiga orang itu menuju satu tempat. Dan dengan suatu mukjizat lain dari Allah, sesudah bermil-mil jauhnya bintang menggabungkan ketiganya di satu tempat dan dengan suatu mukjizat selanjutnya, bintang mengantisipasi Kebijaksanaan Pentakosta, menganugerahkan kepada mereka karunia pengertian dan menjadikan diri mereka sendiri dimengerti, seperti yang terjadi di Firdaus, di mana hanya satu bahasa yang digunakan: bahasa Allah.

Mereka cemas hanya untuk sesaat, ketika bintang menghilang dan sebab mereka orang-orang yang rendah hati, sebab mereka sungguh besar, mereka tidak berpikiran bahwa itu akibat ulah kejahatan orang-orang lain, seperti yang dilakukan orang-orang jahat Yerusalem yang tidak layak melihat bintang Allah. Akan tetapi mereka berpikiran bahwa mereka sendiri yang telah gagal untuk layak di hadapan Allah, dan mereka memeriksa diri mereka dengan gemetar dan tobat siap memohon pengampunan.

Namun suara batin mereka meyakinkan mereka. Jiwa mereka terbiasa pada meditasi dan masing-masing dari mereka memiliki suara batin yang paling peka, yang disempurnakan dengan kepedulian yang tetap, dan dengan introspeksi yang tajam, yang menjadikan batin sebuah cermin di mana bahkan kesalahan-kesalahan paling remeh dari perbuatan sehari-hari dipantulkan. Suara batin mereka telah menjadi guru mereka, suara yang memperingatkan dan berseru bukan pada kesalahan yang paling remeh, melainkan pada kecenderungan yang paling kecil terhadap kesalahan-kesalahan, pada segala sesuatu yang manusiawi, pada pemuasan "ego" diri. Sebagai konsekuensinya, ketika mereka menempatkan diri di hadapan guru itu dan cermin kebersihan yang paling ketat itu, mereka tahu bahwa ia tak akan berdusta. Suara batin meyakinkan mereka dan membesarkan hati mereka.

"Oh! Betapa manis merasakan bahwa tak ada suatu pun yang menentang Allah dalam diri kita! Merasakan bahwa Ia dengan lemah lembut menatap pada jiwa anak-Nya yang beriman dan memberkatinya. Iman, percaya, harapan, kekuatan dan kesabaran semakin bertambah dengan perasaan yang demikian. "Badai tengah mengamuk sekarang ini. Tapi ia akan berlalu, sebab Allah mengasihiku dan Ia tahu bahwa aku mengasihi-Nya, dan Ia tidak akan lalai untuk menolongku lagi." Begitulah mereka yang menikmati damai yang berasal dari suara batin yang tulus, berbicara; itulah ratu dari segala tindakan mereka.

Aku katakan bahwa mereka "rendah hati sebab mereka sungguh besar." Apakah yang terjadi, sebaliknya, dalam hidup kalian? Di sana manusia tidak pernah rendah hati bukan karena ia besar, melainkan karena ia lebih berkuasa dan menjadikan dirinya berkuasa melalui kesombongannya dan karena pemujaan bodoh kalian. Ada sebagian orang-orang hina yang, hanya karena mereka adalah kepala pelayan dari orang-orang yang sok kuasa, atau penerima tamu di kantor, atau pejabat di dusun-dusun kecil, yakni, para pelayan dari mereka yang mempekerjakan mereka, merasa diri setengah dewa. Dan mereka sungguh membangkitkan rasa iba!...

Ketiga orang Majus sungguh orang-orang besar. Pertama, karena keutamaan-keutamaan adikodrati mereka, kedua karena pengetahuan mereka, terakhir karena kekayaan mereka. Meski demikian mereka merasa bahwa mereka bukan apa-apa: debu di atas debu dunia, dibandingkan Allah Yang Mahatinggi, Yang dengan seulas senyum menciptakan dunia dan menyerakkannya bagai bulir-bulir jagung demi memuaskan mata para malaikat dengan permata bintang-bintang.

Mereka merasa mereka sekedar bukan apa-apa dibandingkan Allah Yang Mahatinggi Yang menciptakan planet di mana mereka tinggal dan Ia menjadikannya begitu beragam. Sebagai Pemahat Mahakarya dari karya yang tak terhingga, dengan sentuhan ibu jari-Nya, Ia menempatkan barisan bukit di sini, struktur tulang pegunungan dan puncak-puncaknya di sana, bagai tulang-tulang punggung bumi, dari tubuh raksasa ini, yang pembuluh-pembuluhnya adalah sungai-sungai, ia menjadi wadah bagi danau-danau, jantungnya adalah samudera, pakaiannya rimba belantara, kerudungnya awan-gemawan, hiasannya gletser-gletser kristal, permata-permatanya pirus dan zamrud, baiduri dan beryl dari segala perairan yang menyanyikan, bersama hutan-hutan dan angin, suatu paduan suara besar pujian kepada Tuhan mereka.

Tetapi mereka merasa mereka bukan apa-apa dalam hal kebijaksanaan mereka dibandingkan Allah Yang Mahatinggi, dari Siapa kebijaksanaan mereka berasal dan Yang memberi mereka mata yang lebih terang dari dua biji mata dengan mana mereka melihat sesuatu: yakni mata jiwa mereka, yang tahu bagaimana membaca dalam sesuatu kata-kata yang tak dituliskan oleh tangan-tangan manusia, melainkan diukirkan oleh pikiran Allah.

Dan mereka merasa bahwa mereka bukan apa-apa dalam hal kekayaan mereka: bagai sebutir atom dibandingkan kekayaan Pemilik alam semesta, Yang menebarkan logam dan intan permata pada bintang-bintang dan planet-planet dan menganugerahkan kekayaan adikodrati berlimpah kepada hati mereka yang mengasihi-Nya.

Dan ketika mereka tiba di depan rumah papa itu, di kota termiskin di Yudea, mereka tidak menggelengkan kepala mereka dan mengatakan: "Tidak mungkin", tetapi mereka menekuk badan mereka, lutut mereka, dan lebih dari itu hati mereka dan mereka menyembah. Di sana, di balik tembok papa itu, ada Allah. Allah kepada Siapa mereka selalu berseru, namun tiada pernah memiliki secercah harapan pun untuk melihat. Dan mereka berseru kepeda-Nya demi kesejahteraan seluruh umat manusia, dan kesejahteraan abadi "mereka". Oh! hanya itu kerinduan mereka. Melihat-Nya, mengenal-Nya, memiliki-Nya dalam hidup di mana tak ada lagi fajar dan senja!

Ia di sana, di balik tembok papa itu. Akankah hati Kanak-kanakNya, yang masih adalah hati Allah, mengenali tiga hati itu, yang prostratio di atas debu jalanan dan berseru: "Kudus, Kudus, Kudus, Terpujilah Tuhan Allah kita. Kemuliaan bagi Dia di Surga Mahatinggi dan damai bagi para hamba-Nya. Kemuliaan, kemuliaan, kemuliaan dan berkat"?

Mereka takjub dengan gemetar yang penuh kasih. Dan sepanjang malam dan keesokan paginya mereka mempersiapkan jiwa mereka dengan doa yang paling berkobar bagi communio [= persatuan] dengan Kanak-Allah.

Mereka tidak pergi ke altar itu, yang adalah pangkuan perawan dengan Hosti Ilahi, dengan jiwa mereka penuh kekhawatiran manusia, seperti kalian. Mereka lupa makan dan tidur, dan jika mereka mengenakan jubah-jubah yang paling indah, itu bukan untuk pamer kepada manusia, melainkan untuk menghormati Raja segala raja. Di istana-istana kerajaan, mereka yang terpandang mengenakan pakaian-pakaian yang paling indah. Dan tidak haruskah para Majus pergi kepada sang Raja dalam busana terbaik mereka? Yang kesempatannya terlebih besar ada di sana bagi mereka?

Oh! Di negeri mereka yang jauh, banyak kali mereka harus mendandani diri mereka untuk manusia seperti mereka sendiri. Demi menyambut dan menghormati mereka. Sungguh tepat, karenanya, jika mereka menghaturkan kain-kain ungu dan intan berlian, sutera, dan bulu-bulu mahal di kaki Raja Mahatinggi. Sungguh tepat menghaturkan di kaki-kaki mungil-Nya yang manis serat-serat dunia, permata dunia, bulu-bulu dunia, logam-logam dunia - semua itu karya-Nya - supaya semuanya yang dari dunia ini dapat menyembah Pencipta mereka. Dan mereka akan berbahagia jika Kanak-kanak Kecil itu memerintahkan mereka untuk berbaring di tanah dan menjadi sehelai karpet hidup bagi langkah-langkah bayi-Nya yang mungil, dan jika Ia menginjak-injak mereka, sebab Ia meninggalkan bintang-bintang untuk turun kepada mereka, yang tak lain hanyalah debu belaka.

Mereka rendah hati, murah hati dan taat pada "suara-suara" dari Atas. Suara-suara itu menyuruh mereka untuk membawa hadiah bagi Raja Yang Baru Dilahirkan itu. Dan mereka membawanya. Mereka tidak mengatakan: "Ia kaya dan tidak membutuhkannya. Ia Allah dan tidak akan mati." Mereka taat. Dan mereka adalah orang-orang pertama yang menolong Juruselamat dalam kemiskinan-Nya. Betapa akan sangat bergunanya emas itu bagi-Nya Yang akan segera menjadi seorang pelarian! Betapa berartinya mur itu bagi-Nya Yang akan segera dibunuh! Betapa salehnya dupa itu bagi-Nya Yang akan harus mencium bau busuk kekejian manusia yang murka sekeliling kemurnian-Nya yang tak terhingga!

Mereka rendah hati, murah hati, taat dan saling menghormati satu sama lain. Keutamaan-keutamaan selalu menghasilkan keutamaan-keutamaan lain. Dari keutamaan-keutamaan yang ditujukan kepada Allah, diperoleh keutamaan-keutamaan sehubungan dengan sesama kita. Hormat, yang adalah cinta kasih. Yang tertua diserahi tugas untuk berbicara atas nama mereka semua, dialah yang pertama menerima ciuman dari Juruselamat dan yang membimbing tangan mungil-Nya. Yang lain akan dapat melihat-Nya lagi. Sedangkan dia tidak, sebab ia sudah tua dan hari kembalinya kepada Allah tak jauh lagi. Ia akan melihat Kristus setelah wafat-Nya yang menyayat hati dan akan mengikuti-Nya, bersama dengan jiwa-jiwa terberkati lainnya, pada saat kembali-Nya ke Surga. Namun dia tak akan pernah melihat-Nya lagi di dunia ini. Semoga, karenanya, kehangatan tangan-Nya yang mungil pada tangannya yang keriput, menjadi viaticum baginya.

Tak ada iri pada yang lainnya. Sebaliknya, hormat mereka kepada si Majus tua bertambah. Ia pastilah layak mendapatkan lebih dari mereka, dan untuk periode waktu yang lebih lama. Allah-Bayi tahu. Sabda Allah belum berbicara, namun setiap tindakan-Nya adalah sabda. Dan kiranya sabda-Nya yang tak berdosa terberkati, sebab sabda menetapkannya sebagai kesayangan-Nya.

Akan tetapi, anak-anak-Ku terkasih, ada dua pelajaran lagi dalam penglihatan ini.

Perilaku Yosef yang tahu bagaimana menempatkan "diri". Ia hadir sebagai pelindung Kemurnian dan Kesucian. Tetapi bukan sebagai perampas hak mereka. Adalah Maria bersama Yesus yang menerima penghormatan dan perkataan. Yosef bersukacita karena Maria dan ia tidak bersedih hati karena ia adalah figur yang kalah penting. Yosef adalah orang benar: ia adalah si Orang Benar. Dan ia selalu benar. Juga pada saat ini. Harum pesta tidak membuatnya besar kepala. Ia tetap rendah hati dan benar. Ia bergembira atas hadiah-hadiah itu. Bukan bagi dirinya sendiri, melainkan karena ia berpikir bahwa dengan itu ia akan dapat membuat Pasangannya dan Kanak-kanak manis hidup lebih nyaman. Tak ada ketamakan dalam diri Yosef. Ia adalah seorang pekerja dan akan terus bekerja. Tetapi ia antusias agar "Mereka", kedua orang yang dikasihinya, hidup lebih nyaman. Baik ia maupun para Majus tidak tahu bahwa hadiah-hadiah itu akan sangat berguna bagi pengungsian dan hidup di pembuangan, ketika harta lenyap bagai awan yang diserakkan angin, juga bagi kembalinya mereka ke negeri mereka, di mana mereka kehilangan semuanya, para pelanggan dan perabotan rumah tangga, dan di mana hanya tembok-tembok rumah mereka saja yang terselamtakan, yang dilindungi oleh Allah, sebab di sana Ia bersatu dengan sang Perawan dan menjadi Daging.

Yosef itu rendah hati, sesungguhnya, meski ia adalah pelindung Allah dan pelindung Bunda Allah dan Mempelai Yang Mahatinggi, ia menyangga pijakan kaki dari para pengikut Allah ini. Ia adalah seorang tukang kayu miskin, sebab tekanan-tekanan manusia yang terus-menerus telah menjauhkan para pewaris Daud dari kekayaan kerajaan mereka. Namun ia adalah selalu keturunan seorang raja, dan memiliki perilaku seorang raja. Juga mengenainya patut dikatakan: "Ia rendah hati, sebab ia sungguh sangat besar."

Sebuah pelajaran terakhir, yang lembut dan penting.

Adalah Maria yang membimbing tangan Yesus, Yang masih belum tahu bagaimana memberkati, dan Ia menuntunnya dalam gerakan yang kudus.

Adalah selalu Maria yang membimbing tangan Yesus dan menuntunnya. Bahkan sekarang. Sekarang Yesus tahu bagaimana memberkati. Namun terkadang tangan-Nya yang tertembusi itu jatuh lunglai karena penat dan patah semangat, sebab Ia tahu bahwa adalah sia-sia memberkati. Kalian merusakkan berkat-Ku. Berkat itu juga jatuh dalam murka, sebab kalian mengutuki Aku. Adalah Maria Yang lalu menyingkirkan penghinaan itu dari tangan-Ku dengan ciuman-ciuman-Nya. Oh! ciuman BundaKu! Siapakah yang dapat menolak ciuman itu? Dan lalu, dengan jari-jemari-Nya yang lentik, namun penuh kasih hingga tak dapat ditolak, Ia mengangkat pergelangan tangan-Ku dan mendesak-Ku untuk memberkati. Aku tak dapat menolak BundaKu, jadi kalian harus pergi kepada-Nya, dan menjadikan-Nya Advocata [=Pembela] kalian.

Ia adalah RatuKu, sebelum menjadi Ratu kalian, dan kasih-Nya kepada kalian membuat kelonggaran-kelonggaran begitu rupa yang tak seorang pun dapat mungkin membayangkan ataupun memahaminya. Dan bahkan tanpa kata, melainkan hanya dengan air mata-Nya, dan kenangan akan Salib-Ku, tanda dengan mana Ia membuat-Ku menelusurkan jari di udara, Ia membela perkara kalian dan mendesak-Ku: "Engkau sang Juruselamat. Sebab itu selamatkanlah."

Itulah, anak-anak-Ku terkasih, "Injil iman" dalam penglihatan mengenai peristiwa para Majus. Renungkanlah itu dan teladanilah itu. Demi kebaikan kalian sendiri."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 1                     Daftar Istilah                      Halaman Utama