26. MARIA DARI NAZARET MENERANGKAN MASALAHNYA KEPADA YOSEF
![]() 31 Mei 1944
Setelah limapuluh tiga hari Bunda menampakkan Diri kembali dalam penglihatan ini yang Ia katakan kepadaku untuk ditempatkan dalam buku ini. Sukacitaku diperbaharui. Sebab melihat Maria adalah memiliki sukacita.
Aku melihat kebun buah-buahan kecil di Nazaret. Maria sedang memintal di bawah naungan sebuah pohon apel yang sangat lebat sarat dengan buah-buah apel yang mulai memerah dan begitu kemerah-merahan dan bulat hingga tampak seperti begitu banyak pipi kanak-kanak.
Akan tetapi Maria sama sekali tidak kemerah-merahan. Rona indah yang mencerahkan pipi-Nya semasa di Hebron telah lenyap. Wajah-Nya sepucat gading, hanya bibir-Nya bagaikan sebuah kurva berwarna merah koral pucat. Di bawah bulu-bulu mata bagian bawah ada dua bayangan gelap dan kedua mata-Nya sembab seolah Ia habis menangis. Aku tak dapat melihat mata-Nya, karena kepala-Nya tertunduk, tenggelam dalam pekerjaan-Nya dan bahkan terlebih lagi dalam suatu pemikiran yang jelas menyedihkan-Nya, sesungguhnya aku dapat mendengar-Nya menghela napas panjang seperti seorang yang sedang bersedih hati.
Ia sepenuhnya berbalut busana putih, dalam kain linen putih, karena sangat panas, kendati kesegaran, yang masih utuh, dari bunga-bunga membuatku mengerti bahwa waktu itu adalah pagi hari. Kepalanya tak berkerudung, dan sinar matahari yang tengah bermain-main di antara dedaunan pohon apel, yang digoyang-goyangkan oleh angin sepoi-sepoi yang sangat lembut, menembuskan berkas-berkasnya yang tipis ke bawah ke tanah coklat tua dari petak-petak bunga dan membentuk lingkaran-lingkaran kecil cahaya di atas kepala-Nya yang pirang, hingga rambut-Nya tampak bagai emas murni.
Tak ada suara apa pun dari rumah atau dari sekitarnya. Orang hanya dapat mendengar gelegak aliran kecil air yang turun ke dalam kolam besar di dasar kebun buah-buahan.
Maria terhenyak mendengar sebuah ketukan keras nan mantap di pintu. Ia menurunkan tongkat dan kumparan pemintal dan bangkit untuk pergi dan membukanya. Meski pakaiannya longgar dan lebar namun tak menyembunyikan pinggul-Nya yang menggembung.
Yosef berdiri di hadapan-Nya. Maria berubah pucat, juga bibir-Nya. Wajah-Nya begitu pucat pasi hingga tampak bagai sebuah hosti. Maria memandang Yosef dengan tatapan mata sedih penuh tanya. Yosef memandang-Nya dengan tatapan mata memohon. Keduanya diam, saling memandang. Kemudian Maria berkata: "Sepagi ini, Yosef? Adakah sesuatu yang kau butuhkan? Apakah yang hendak kau katakan kepada-Ku? Masuklah."
Yosef masuk dan menutup pintu. Ia masih diam.
"Berbicaralah Yosef. Apakah yang kau inginkan dari-Ku?"
"Aku ingin Kau memaafkanku." Yosef membungkuk seolah ia hendak berlutut. Akan tetapi Maria, Yang selalu begitu menjaga jarak dalam menyentuhnya, dengan mantap menangkap bahunya dan menghentikannya.
Wajah Maria merah padam dan pucat pasi bergantian dengan cepat, satu saat sepenuhnya merah padam dan segera sesudahnya seputih salju. "Kau ingin Aku memaafkanmu? Tak ada yang harus kumaafkan darimu, Yosef. Aku hanya dapat berterima kasih sekali lagi kepadamu atas semua yang telah kau lakukan di sini sementara Aku pergi dan atas kasihmu untuk-Ku."
Yosef menatap-Nya, dan aku dapat melihat dua butir besar air mata menggenang pada pelupuk matanya yang dalam, dan tinggal di sana seolah di bibir sebuah jambangan, dan lalu mengalir menuruni pipi dan jenggotnya. "Maafkan aku, Maria. Aku telah berprasangka buruk terhadap-Mu. Sekarang aku tahu. Aku tak layak memiliki pusaka yang begitu besar. Aku kurang dalam cinta kasih, aku mendakwa-Mu dalam hatiku, aku mendakwa-Mu dengan tidak adil, sebab aku tidak meminta-Mu untuk mengatakan kebenarannya kepadaku. Aku berdosa melawan hukum Allah, sebab aku tidak mengasihi-Mu seperti aku mengasihi diriku sendiri…."
"Oh! Tidak! Engkau tidak berdosa!"
"Ya, aku telah berdosa, Maria. Andai aku didakwa melakukan suatu kejahatan yang demikian, pastilah aku akan membela diri. Tetapi Kau… aku tidak memberi-Mu kesempatan untuk membela diri, karena tadinya aku akan mengambil suatu keputusan tanpa bertanya kepada-Mu. Aku telah tidak adil terhadap-Mu, sebab aku telah bersalah kepada-Mu dengan kecurigaanku. Bahkan sebuah kecurigaan saja merupakan suatu pelanggaran, Maria. Yang mencurigai tidak mengetahuinya. Dan aku tidak mengenal-Mu seperti yang seharusnya. Tetapi untuk sengsara yang aku derita… tiga hari siksaan, maafkanlah aku, Maria."
"Tiada suatu apapun yang perlu aku maafkan darimu. Sebaliknya, Aku memintamu untuk memaafkan-Ku atas penderitaan yang Aku sebabkan atasmu."
"Oh! Ya, itu suatu penderitaan yang dahsyat! Siksaan yang hebat! Lihat! Orang mengatakan kepadaku pagi ini bahwa pelipisku beruban dan wajahku berkeriput. Hari-hari terakhir ini serasa lebih dari sepuluh tahun dari hidupku! Tetapi mengapakah, Maria, Engkau begitu rendah hati dengan menyembunyikan kemuliaan-Mu dariku, pasangan-Mu, dan dengan demikian membiarkanku mencurigai-Mu?"
Yosef tidak berlutut, namun ia membungkuk begitu dalam hingga ia sama seperti berlutut, dan Maria menempatkan tangan-Nya yang mungil ke atas kepalanya dan tersenyum. Ia kelihatan seperti mengampuninya. Dan Ia berbisik: "Jika Aku tidak rendah hati dalam sikap yang paling sempurna, Aku tidak akan layak mengandung Yang Dinantikan, Yang akan datang demi melunasi dosa kesombongan manusia yang rusak. Dan lalu Aku taat… Allah menuntut ketaatan yang demikian. Aku membayar mahal untuk itu … sebab engkau, sebab penderitaan yang akan engkau tanggung. Tetapi Aku tiada dapat berbuat lain selain dari taat. Aku ini Hamba Tuhan, dan dan para hamba tidak mempertanyakan perintah-perintah yang mereka terima. Mereka melaksanakannya, Yosef, bahkan meski mengakibatkan air mata pahit." Maria menangis diam-diam sementara berbicara. Begitu tak kentara hingga Yosef, yang masih berlutut, tidak melihatnya hingga sebutir air mata jatuh ke atas lantai.
Lalu ia mendongakkan kepalanya dan - ini pertama kali aku melihat Yosef melakukannya, ia meremas tangan-tangan mungil Maria dalam tangan-tangannya yang kuat berwarna gelap dan ia mengecup ujung-ujung jari lentik kemerahan yang yang tersembul bagai kuncup-kuncup segar sebuah pohon persik dari lingkaran yang dibentuk oleh tangan-tangannya sendiri.
"Sekarang kita akan harus menyusun rencana untuk…" Yosef tidak mengatakan apa-apa lagi, melainkan ia menatap tubuh Maria dan Ia menjadi merah padam dan serta-merta duduk, demi menghindari figur-Nya terekspos pada mata yang tengah memandangi-Nya. "Kita akan harus bersegera. Aku akan datang ke sini... Kita akan menuntaskan upacara perkawinan … Minggu depan. Apakah itu baik?"
"Apapun yang kau lakukan adalah baik, Yosef. Kau adalah kepala keluarga, Aku ini pelayanmu."
"Bukan. Akulah yang pelayan-Mu. Aku adalah pelayan bahagia dari Tuhanku Yang sedang tumbuh besar dalam rahim-Mu. Terpujilah Engkau di antara segenap perempuan Israel. Sore ini aku akan memberitahu sanak-sanaudaraku. Dan sesudahnya... ketika aku telah di sini, kita akan bekerja mempersiapkan segalanya demi menerima… Oh! Bagaimanakah gerangan aku dapat menerima Allah dalam rumahku? Allah... dalam pelukanku? Aku akan mati karena sukacita! ... Aku tiada akan pernah berani menyentuh-Nya! Aku tidak akan pernah bisa...!"
"Kau akan bisa, seperti Aku bisa, oleh rahmat Allah."
"Tetapi Kau adalah... Aku ini seorang laki-laki miskin, yang paling miskin dari anak-anak Allah."
"Yesus datang kepada kita, orang-orang miskin, untuk menjadikan kita kaya dalam Allah, Ia datang kepada kita berdua, sebab kita adalah yang paling miskin dan kita mengakuinya. Bersukacitalah, Yosef. Rumah Daud memiliki Raja yang telah lama dinanti-nantikan dan rumah kita akan menjadi terlebih mengagumkan dari istana Salomo, sebab Surga akan ada di sini dan kita akan berbagi dengan Allah rahasia damai yang akan dikenal manusia di masa sesudahnya. Ia akan tumbuh besar di antara kita, tangan-tangan kita akan menjadi buaian bagi Penebus dan kerja kita akan mendatangkan roti bagi-Nya… Oh! Yosef! Kita akan mendengar suara Allah memanggil kita 'Bapa dan Bunda!' Oh!..." Maria menangis penuh sukacita. Betapa air mata bahagia!
Dan Yosef, yang sekarang berlutut di kaki-Nya, menangis dengan kepalanya nyaris tersembunyi dalam gaun Maria yang lebar, yang jatuh terjuntai dalam lipatan-lipatan ke atas lantai ruangan yang sederhana. Penglihatan berakhir di sini.
![]() Maria berkata:
"Janganlah seorang pun menyalahartikan wajah pucat-Ku. Itu bukan disebabkan oleh ketakutan manusiawi. Dari sudut pandang manusia Aku seharusnya dapat menduga akan dirajam sampai mati. Tetapi Aku tidak takut karena itu. Aku menderita oleh sebab sengsara Yosef. Pun Aku tidak bersedih hati oleh pemikiran bahwa ia mungkin akan mendakwa-Ku. Aku hanya sedih dan takut bahwa ia mungkin akan kurang dalam cinta kasih andai ia terus bersikukuh dalam dakwaannya. Itulah sebabnya mengapa seluruh darah-Ku berdesir cepat ke jantung-Ku ketika Aku melihatnya. Itu adalah saat ketika bahkan seorang benar mungkin dapat melanggar Keadilan dengan melanggar cinta kasih. Dan Aku akan teramat sangat bersedih hati andai seorang benar melakukan suatu kesalahan sementara ia belum pernah berbuat salah.
Andai Aku tidak merendahkan diri ke batas yang paling ekstrim, seperti yang Aku katakan kepada Yosef, Aku tidak akan layak untuk mengandung dalam Diri-Ku Dia Yang telah merendahkan Diri-Nya: Allah, ke kehinaan menjadi manusia demi menyilih kesombongan umat manusia.
Aku telah memperlihatkan kepadamu adegan itu yang tidak digambarkan oleh Injil manapun, sebab Aku ingin menarik perhatian manusia yang sangat sesat ke keadaan-keadaan di mana penting untuk menyenangkan Allah dan menerima panggilan-panggilan-Nya yang terus-menerus ke dalam hati kalian.
Iman: Yosef percaya akan perkataan utusan surgawi tanpa ragu. Ia ingin hanya percaya, sebab ia dengan tulus percaya bahwa Allah itu baik dan bahwa karena ia menaruh harapan pada Tuhan, Tuhan tidak akan mendatangkan baginya siksaan dikhianati, dikecewakan dan dicemoohkan oleh sesamanya. Ia tiada meminta apapun, selain dari untuk percaya kepada-Ku, sebab, karena ia orang jujur, adalah menyakitkan baginya berpikiran bahwa orang-orang lain tidak jujur. Ia hidup seturut Hukum dan Hukum mengatakan: "Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri." Kita terlalu mengasihi diri kita sendiri hingga kita berpikir bahwa kita sempurna bahkan meski kita tidak sempurna. Karena itu, dapatkah kita tidak mengasihi sesama kita hanya karena kita pikir ia bersalah?
Cinta kasih tanpa batas: suatu cinta kasih yang tahu bagaimana mengampuni, yang mau mengampuni, dan yang mengampuni terlebih dahulu dengan memaafkan sepenuh hati ketidaksempurnaan sesama kita. Adalah perlu untuk mengampuni dengan segera, dengan menerima setiap keadaan yang meringankan kesalahan.
Kerendahan hati, yang tanpa batas seperti cinta kasih. Kalian harus mengakui bahwa kalian dapat bersalah bahkan dalam pikiran-pikiran yang sederhana, dan janganlah kalian terlalu sombong hingga menolak mengatakan: "Aku melakukan kesalahan," sebab kesombongan yang demikian akan lebih berbahaya dari kesalahan pertama. Setiap orang melakukan kesalahan, terkecuali Allah. Siapakah yang dapat mengatakan: "Aku tidak pernah bersalah"? Dan ada kerendahan hati yang lebih sulit: orang tahu bagaimana menutup mulut mengenai hal-hal mengagumkan Allah dalam diri kita, apabila tidaklah perlu memaklumkannya demi kemuliaan-Nya, sehingga kita tidak mengecilkan hati sesama kita yang tidak menerima karunia-karunia istimewa yang demikian dari Allah. Jika Ia menghendakinya, oh! Hanya jika Ia menghendakinya, Allah menyingkapkan Diri-Nya dalam diri hamba-Nya! Elisabet "melihat" Aku yang sesungguhnya, pasangan-Ku mengenal Aku yang sesungguhnya, ketika tiba saat baginya untuk mengetahuinya.
Serahkanlah kepada Tuhan urusan memaklumkan kalian sebagai hamba-Nya. Ia antusias untuk melakukannya, sebab setiap makhluk yang ditinggikan ke suatu misi tertentu, merupakan suatu kemulian baru yang ditambahkan pada kemuliaan-Nya yang tanpa batas, dan adalah saksi dari apa itu manusia, sebagaimana Allah menghendakinya: suatu kesempurnaan yang lebih kecil yang mencerminkan Pencipta-nya. Tinggallah dalam bayang-bayang dan keheningan, kalian yang dikasihi oleh Rahmat, agar kalian dapat mendengar hanya sabda "hidup", agar kalian dapat layak memiliki di atasmu dan di dalammu Matahari yang bersinar untuk selama-lamanya.
Oh! Terang Yang Paling Terberkati, Allah, sukacita para hamba-Mu, bersinarlah atas para hamba-Mu itu agar mereka dapat bersukaria dalam kerendahan hati mereka, memuliakan Engkau, hanya Engkau, sebab Engkau menyerakkan yang sombong dan meninggikan yang rendah hati, yang mengasihi-Mu, hingga ke kemuliaan Kerajaan-Mu."
|
|