HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS; SAAT UNTUK MENGUCAPKAN SELAMAT TINGGAL
Dalam menit-menit pertama tanggal 27, HR Hati Yesus Yang Mahakudus, sekitar sepuluh menit lewat tengah malam, aku masuk dalam doa dan terjadilah percakapan berikut. Yesus berkata kepadaku:
"Kasihilah Aku!"
"Dalam diri siapa pada hari ini Engkau ingin aku mengasihi-Mu, Tuhan?"
"Dalam diri mereka yang menyakitimu."
"Kalau begitu aku akan harus mengasihi banyak orang."
"Tidak sebanyak mereka yang menyakiti Aku, dan Aku mengasihi mereka."
Aku merasakan suatu kemanisan yang begitu nikmat. Aku memikirkan semua orang yang telah melukai dan menyakitiku. Aku merasakan hanya kasih. Aku merasakan setiap kerinduan untuk mengungkapkannya dan mengatakannya kepada mereka semua. Tak diragukan lagi bahwa kasih yang begitu hebat itu adalah Kasih yang Yesus rasakan terhadap kita semua. Aku mengatakan kepada Tuhan:
"Aku ingin menjadi orang pertama yang mengecup Hati-Mu Yang Mahakudus pada hari ini."
Yesus menjawab: "Ketika jam berdentang duabelas kali, Hati-Ku tengah mengecup hati kalian.
![]() Ingatlah sepanjang hari ini bahwa Aku menopangmu."
Pagi hari dalam doaku, aku mengatakan kepada Tuhan bahwa andai aku dapat memilih hari di mana Ia akan mengambil mamaku, aku akan memilih HR Hati Yesus Yang Mahakudus, yakni, hari ini. Lalu aku mengatakan sesuatu seperti ini kepada-Nya: "Andai Engkau di posisiku, Engkau juga pasti akan memilih hari ini sebagai hari BundaMu pergi ke surga. Pada hari ini aku serahkan mamaku kepada-Mu dengan segenap cintaku."
Pukul 2.45 siang, kurang lebih, mamaku berubah memburuk keadaannya. Urat pecah di saluran makanan dan penderitaannya dimulai. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini ia sadar penuh, seolah hendak mengatakan semua yang perlu ia katakan. Kami berlari menolongnya, dan ia akan menenangkan kami. Ia meminta kami mendaraskan Koronka Kerahiman Ilahi. Ia akan mengulang doa di antara kejang-kejangnya di mana ia kehilangan banyak darah, tetapi ia sama sekali sadar… Dan, demikianlah, derita mulai bercampur dengan sukacita, takut dengan percaya, ketakberdayaan dengan harapan dan kasih… dalam suasana doa-doa dan madah-madah saleh.
Pembimbing rohaniku harus merayakan Misa Kudus di sebuah paroki, jadi sebelum ia pergi aku memintanya untuk sekali lagi melayani [Sakramen] Pengurapan Orang Sakit. Mamaku setiap hari menyambut Komuni Kudus demi mempersiapkan diri untuk saat penting ini. Ia meminta berkat dari imam dan mengatakan kepadanya, "Pater, ingatlah aku selalu, dan janganlah lupakan aku dalam doa-doa Pater."
Apa yang kami alami di rumah tak akan terlupakan bagi kami semua yang bersama mama. Kami dapat mengalami kasih Allah yang hidup dan hadir dalam diri seorang perempuan yang begitu lemah dan rapuh.
Aku hanya punya ucapan terima kasih kepada dokter yang merawat mamaku selama sakitnya, bukan hanya karena ia adalah salah seorang spesialis terbaik yang kami temukan, melainkan karena ia mengamalkan iman Katoliknya dan memberikan suatu kesaksian hidup yang berharga dari praktek profesinya. Dokter tersebut harus menghadiri suatu pertemuan, dan karena itu kami harus mencari penggantinya, tetapi sayang dokter ini tak memiliki perilaku yang sama. Sebagai konsekuensi, aku harus berpaling kepada Tuhan setiap saat agar Ia membimbing kami.
Aku pikir adalah sangat penting mengusulkan di sini, dalam keadaan sulit mendapatkan seorang dokter yang mengamalkan iman Katolik, seorang dokter yang peka terhadap penderitaan keluarga yang berkumpul sekeliling seorang pasien yang tanpa harapan. Dokter patut mengerti bahwa pasien adalah manusia dan bahwa mereka tak hanya membutuhkan resep, melainkan juga keakraban, rasa aman, hormat dan percaya, dan kasih yang dituntut dari profesi jenis ini.
Tahu bahwa saat akhir telah tiba, aku pikir sebaiknya kami mengucapkan selamat berpisah kepadanya dalam suatu cara yang pantas bagi mereka yang hidup dan mati dalam rahmat Allah. Kami mulai berdoa lagi, dengan musik puji-pujian diputar sebagai latar belakang. Ia dapat mendengar beberapa Mazmur, madah-madah religius dan juga Rosario (yang kami daraskan). Di tengah penderitaannya, ia tampak sukacita dengan apa yang ia dengar.
Aku dapat melihat duka saudaraku Eduardo, dan dukanya terlebih lagi melukai hatiku sebab ia adalah seorang yang sangat sensitif. Aku meminta berkat dari mamaku, dan ia memberikan berkat kepada kami masing-masing.
Pada saat itu, sekitar 6.30 sore, ia mengatakan bahwa ia harus pergi bersama "mereka" dan ia melakukan gerakan untuk bangkit. Aku mengatakan kepadanya untuk menunggu sebentar, untuk tenang. Ia akan menatapku dengan mata membelalak, dan mengatakan, "Sekarang, sekarang! ..." Pertamanya aku tak dapat mengertinya, tetapi sesudah melihatnya melakukan hal yang sama untuk kedua atau ketiga kalinya aku sadar bahwa ia ingin mendaraskan doa penutup dari Koronka Kerahiman Ilahi, seperti yang diucapkannya, "Allah Yang Kudus, Bundaku, Bundaku." Pada waktu itu kami mengajaknya untuk mengulang: "Allah yang Kudus, Kudus dan berkuasa, Kudus dan kekal ... kasihanilah kami," "Yesus, Maria dan Yosef, selamatkanlah jiwa-jiwa dan selamatkanlah jiwaku," "Tuhan, ke dalam tangan-Mu aku serahkan rohku," dan ia akan mengulanginya beberapa kali.
Ia memberi kesan bahwa jiwanya hendak meninggalkan tubuhnya, tetapi ia ingin pergi dengan tubuh dan jiwanya sekaligus, dengan antusiasme begitu rupa yang sungguh mengejutkan kami.
Ia mulai mencucurkan darah lagi dari hidung dan mulutnya. Kami membaringkannya.
Mama memanggil perempuan muda yang membantu di rumah, yang telah merawatnya hampir selama empat tahun, dan ia mengatakan kepadanya: "Doris, rawatlah puteriku, dan putera-puteraku." Dan lalu ia mengatakan kepadaku, "Sekarang kau akan menjadi mama dari saudara-saudara lelakimu, sama seperti kau telah menjadi mama bagiku"… Akhirnya, menyampaikan salam perpisahan, ia mengatakan beberapa patah kata kepada kami masing-masing.
AKU HARUS PERGI; BIARKAN AKU PERGI!
Dia akan membuka matanya cukup lebar, seakan mencari sesuatu, dan mengulangi: "Bapa, rohku..." dan lagi: "Sekarang, sekarang!... Kami mengerti bahwa dia ingin mengatakan, "Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserahkan rohku." Kami membantunya dan dia mengulanginya empat kali... Lalu, dia berkata: "Jangan halangi aku; Aku harus pergi; biarkan aku pergi."
Tangannya sangat dingin dalam tanganku. Aku mengatakan padanya untuk pergi tanpa takut ke dalam pelukan Tuhan Yesus, bahwa itu adalah hari yang indah, HR Hati Yesus Yang Mahakudus, di mana kami semua akan melihat kepergiannya dengan bahagia… Aku mulai bernyanyi untuknya "Di bawah matahari, aku memiliki rumah…" Dia ikut bernyanyi dalam laguku. Kemudian aku menyanyikan lagu pengantar tidur dan dia juga menemaniku. Sementara itu, yang lain tetap dalam doa di sekelilingnya, berdoa Rosario Suci.
Setelah beberapa saat dia berkata: "Aku tak bisa pergi! Aku harus melihat Perawan Maria terlebih dahulu..." Kami memperlihatkan padanya gambar Maria Bunda Pertolongan Orang Kristen, dan mengatakan padanya: "Ini Dia." Tapi dia melihat ke arah lain dan menjawab: "Ya, Dia sudah ada di sini; siapakah namanya?" Saudari iparku, Anita, bertanya: "Apakah Maria Bunda Pertolongan Orang Kristen?" Dia berkata: "Bukan." Anita kemudian bertanya apakah Santa Perawan Maria dari Guadalupe. Dia menjawab: "Ya, itulah dia, itulah namanya... Beri ruang untuk Mamita, beri jalan... Allah Yang Kudus...! Bundaku...! Bapa ke dalam Tangan-Mu...! Dan mengangkat tangannya, seolah-olah untuk memegang tangan seseorang yang tidak bisa kita lihat, dia jatuh pingsan. Saat-saat terakhirnya kurang dari satu menit dalam kondisi itu, dan meninggal dunia... [Catatan penerjemah: Di banyak negara Amerika Latin istilah kasih sayang: "Mamita" digunakan untuk Bunda Maria. Itu menandakan cinta, hormat dan pengakuan dari kepribadian dan keibuannya yang universal.]
Begitu banyak penderitaan, terutama selama bulan-bulan terakhir, telah menghabiskan kekuatannya. Aku percaya bahwa kami tidak bisa berharap untuk kematian yang lebih suci dan damai.
Upacara kematiannya juga dibuat serendah hati seperti dia. Kami tidak ingin dia ditempatkan di peti mati; kami membaringkannya di tempat tidur yang disewa dari rumah sakit. Hal itu mendorongku untuk merenungkan sekali lagi betapa sia-sianya keterikatan pada benda-benda materi, karena pada saat kita meninggal (kan dunia ini), kita, sebenarnya, tidak mempunyai apa-apa.
Kami mengenakan padanya gaun putih yang beberapa hari sebelumnya sudah dia minta terus-menerus agar kami siapkan untuknya, dan orang-orang dari rumah duka tiba untuk mempersiapkan tubuhnya. Aku hanya meminta Salib dengan dua lampu interior, dan tidak ada kabel atau hiasan sama sekali, karena gemerlapnya akan tidak selaras dengan suasana perkabungan dan perasaan keluarga.
Upacara kematiannya (di rumahnya) dihadiri hanya oleh mereka dari pihak keluargaku yang tinggal di kota ini, kelompok inti Kerasulan kami, seorang teman tersayang, Analupe, yang tiba dari Meksiko [Mexico City] untuk menemani saudara laki-lakiku ke Krematorium, dan aku sendiri.
Di tengah semua rasa sakit ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan untuk orang-orang yang sangat disayangi mamaku, orang-orang seperti David Lago, yang mengurus semuanya seolah-olah dia anaknya yang lain; Dr. William Rosado, yang menyisihkan komitmen keluarga dan menuntun kita dengan semua surat-surat medis; Miguel, Cecilia, Pepe... dan sisanya, masing-masing mereka berbagi kasih sayang dan solidaritas.
Imam, yang memimpin kelompok kami, merayakan Misa Arwah di kamar tidur Mamaku, di sebelah tempat tidur di mana dia dibaringkan.
Tapi Tuhan kita yang baik ingin memberikan kami sesuatu yang lebih untuknya, seperti kartu simpati yang dikirim dari surga. Para Suster Dominikan, teman-teman kami tercinta yang begitu sayang kepada kami, datang ke rumah kami untuk bernyanyi di Misa Kudus. Ini benar-benar tampak bahwa kami berada di tempat yang sangat jauh dari rasa sakit dan dari bumi. Pada waktu itu tampaknya bagai seperti mendengar paduan suara para malaikat sendiri.
Kami berjaga sepanjang malam, wajahnya yang penuh kasih dibiarkan tanpa penutup. Seorang imam tiba untuk menemani kami selama beberapa jam, seorang teman yang terutama sangat aku hormati, dan yang, sangat murah hati, menawarkan gerejanya untuk merayakan Misa dan menyimpan abu jenazahnya.
Betapa banyak cinta dari orang-orang yang dekat dengan kami! Khususnya dari seorang perempuan muda yang aku sayangi seolah-olah dia seperti anakku sendiri, dan yang tetap di sisiku selama 24 jam berikutnya: Martha, semoga Allah mengganjari kebaikanmu yang selalu menemaniku.
Ya, ada air mata, tapi bukan tangis keputusasaan. Kami tetap dalam doa sepanjang malam. Pada jam 13:00 hari berikutnya, dia dibawa ke Krematorium. Aku telah menelepon seorang Uskup Agung untuk memintanya agar memberikan petunjuk padaku tentang hal-hal ini, karena di negaraku [negara asalku] bukan kebiasaan kami untuk mengambil langkah-langkah ini dan jawabannya membuatku nyaman dalam hal ini.
Ketika mamaku mulai dibawa meninggalkan rumah, aku pergi ke Oratorium untuk berdoa Rosario Suci dengan pembimbing rohaniku (orang terberkati yang Tuhan kirim untuk menguatkan dan menyelamatkan mamaku tercinta). Aku tahu bahwa hanya doa dapat memberiku ketenangan yang aku harapkan. Para anggota Kerasulan kami menyertai tubuhnya dengan bernyanyi kepada Santa Perawan: "Mari berjalanlah bersama kami, Maria yang Kudus, mari..."
Kemudian, Misa Kudus dirayakan dalam suasana sukacita rohani yang mendalam dan damai, di Biara Kerahiman Ilahi. Di ruang bawah tanah, sekarang beristirahat jenazah perempuan yang dipercaya begitu banyak dalam rahmat Allah.
WARISANNYA : CINTA KASIH, KERENDAHAN HATI, KEBERANIAN
Hal yang kami warisi darinya hanya kasih yang dia tinggalkan untuk kami, amal kasih bagi sesama, kerendahan hatinya yang mengagumkan yang dikenal oleh orang-orang yang mengenalnya, teladan keberaniannya dan keinginannya untuk menyilih kesalahannya, agar lebih dimurnikan ketika dia menggapai tangan Tuhan kita...
Aku berpikir dengan tersenyum: Betapa menyenangkannya dia sudah melihat dua dari anak-anaknya mengucapkan selamat tinggal untuknya di sini, dan menemukan bahwa anaknya yang termuda menungguinya di sana! Aku tidak berhenti mengucap syukur kepada Tuhan karena telah memberikan Tangan-Nya pada setiap peristiwa, dan atas Hati mama kami yang mengagumkan di Surga, yang membuat wangi seluruh rumahku dengan aroma semerbak bunga, dari saat mama mulai mengalami penderitaannya.
ROH TERBANG MENUJU ALLAH
Sekitar jam 9:00 malam aku berdoa di depan gambar Hati Yesus Yang Mahakudus. Tiba-tiba gambar itu mulai dipenuhi cahaya. Hati-Nya mulai tumbuh hingga mencapai proporsi begitu rupa hingga di depanku hanya ada seberkas cahaya keemasan dan tidak ada yang lain; segala sesuatu lainnya lenyap.
Di tengah cahaya itu, aku melihat seorang perempuan, dengan punggungnya menghadapku, mengenakan gaun putih panjang, yang tampaknya terbuat dari kain kasa. Ini memberiku kesan melihatnya sedang melayang, tapi berdiri tegak, seakan berjalan, tetapi tanpa menggerakkan kakinya. Rambut panjangnya mencapai separuh punggungnya, berwarna cokelat, cukup bergelombang, ditaburi bunga-bunga putih alami yang indah, seperti bunga Pansy.
Mengapitnya di kedua sisi ada dua baris orang-orang yang maju bersamanya. Mereka mengenakan tunik berwarna pastel; biru muda, merah muda, hijau... aku sulit mengenali mereka.
Tiba-tiba aku berpikir bahwa perempuan itu mungkin mamaku, tapi dia masih muda, dan aku ingat tidak pernah melihatnya dengan rambutnya begitu panjang... untuk sepersekian detik, dia berpaling untuk melihatku, dan aku bisa mengenalinya! Dia memiliki senyum yang paling indah tapi muda, sangat muda, sambil terus melayang menuju cahaya yang sangat besar, yang hampir pasti adalah di mana kau menemukan Tahta Allah.
Penglihatan ini mengurangi deritaku dan aku merasakan damai yang besar. Aku diliputi oleh keheningan itu yang aku rasakan pada saat-saat ketika beberapa imam, setelah meletakkan tangan atasku, membantuku mengerti bahwa keadaan istimewa itu dikenal sebagai "istirahat dalam roh."
Harus aku katakan bahwa selama perayaan Misa Arwah, dengan tubuh mama masih ada (di kamar tidurnya), ketika imam mendaraskan tanggapan dengan mengatakan, "Semoga para malaikat membawamu ke surga; semoga para martir datang menyambut kedatanganmu dan membawamu ke Kota Yang Kudus...," Yesus berbicara kepadaku:
"Itulah apa yang kau lihat...," kata-Nya padaku.
Aku menangis karena bahagia, begitu berterima kasih kepada Tuhanku untuk setiap sentuhan-Nya yang lembut di saat-saat ini yang begitu sarat penderitaan. Terima kasih Tuhan, karena Engkau peduli dalam setiap peristiwa untuk menunjukkan Kasih-Mu yang tak terhingga bagiku!
PENDERITAAN DAN KERAHIMAN
Pada tanggal 29 Tuhan berkata kepadaku: "Emas diuji dalam peleburan yang berkobar. Semua yang kalian semua alami adalah perlu bagi pertumbuhan... Aku sangat mengasihi kalian. Percayalah dan kasihilah Aku terlebih lagi. Bahkan jika kalian berpikir bahwa kalian tidak mampu mengasihi lebih lagi, teruslah kerahkan diri dalam kasih, bagai sebuah wadah karet yang mengembang, dengan hanya perbedaan bahwa wadah itu tidak pernah meledak, jiwa dimurnikan hingga menjadi material yang mulia."
Kemudian Ia melanjutkan:
"Keinginan-Ku adalah menjadikan setiap jiwa menjadi kudus sehingga jiwa bisa datang kepada-Ku pada saat kematiannya dan tinggal dalam Kerajaan yang telah Bapa persiapkan untuknya dari segala kekekalan masa. Namun, Aku berkehendak memurnikan jiwa itu bahkan di dunia, sehingga, sedapat mungkin, tidak perlu untuk membersihkan apa yang masih tinggal untuk dibersihkan dalam hidup. Itulah sebabnya mengapa ketika seorang berdisposisi baik dan rindu untuk mengenal Aku, untuk mengasihi Aku, untuk mewartakan Aku dan rindu untuk dimurnikan di dunia, Aku melakukan pekerjaan-Ku seperti seorang tukang periuk dan membentuk tanah liat itu, terkadang dengan menambahkan sedikit air guna menghaluskan gumpalannya, di kala lain memukul atau meremas gumpalannya guna melembutkannya, dan ketika siap, Aku membakarnya dalam tanur keutamaan yang berkobar, guna membuat potongan itu lembut disentuh, mengkilap dan layak dibawa dan dipersembahkan kepada Raja."
Meskipun aku yakin setelah melihat perjalanan mamaku menuju Singgasana Tuhan, aku terus bertanya-tanya apakah jiwanya harus menebus selama beberapa waktu tertentu di api penyucian... Saat itulah Tuhan berkata kepadaku:
"Mengapakah engkau membiarkan iblis menabur keraguan dalam pikiranmu? Percayalah dan berdoalah... Tak seorang pun dari kalian yang akan mengerti hingga kalian berada di sisi sini, tetapi bahkan meski engkau hampir yakin (seperti yang sudah Aku singkapkan bagi jiwa-jiwa tertentu) bahwa orang-orangmu yang telah meninggalkan dunia sudah menikmati Firdaus, teruslah berdoa bagi mereka sebab dengan cara ini engkau melengkapi apa yang kurang pada mereka atau menambahkan apa yang jiwa-jiwa dari orang-orang lain yang dekat denganmu persembahkan dalam tangan mereka ketika mereka menghadirkan diri di hadapan-Ku."
"Ketika Aku bersabda, 'Datanglah kepada-Ku semua kalian yang berbeban berat atau letih lesu..."Aku juga mengatakannya kepada kalian. Banyak hal, yang Aku ijinkan terjadi atau kirimkan, terkadang kalian dapati sebagai konyol atau tidak adil. Iman harus mengajarkan kepada kalian semua bahwa Aku merencanakan segalanya demi kebaikan. Ingatlah bahwa jiwa, yang memelihara damai dan imannya dalam menghadapi penderitaan, memiliki hak untuk berharap akan Kasih-Ku dan keuntungan-keuntungannya."
Sebagai hadiah khusus dari Tuhan, kami menerima kunjungan dari International Ecclesiastical Advisor, seorang teman yang hebat dan seorang imam yang sungguh diurapi oleh Tuhan, yang mempersembahkan Misa Penyembuhan dan Pengampunan bersama pembimbing rohaniku. Ada di dalam kami perasaan yang sangat kuat akan kehadiran Yesus yang hidup dalam Kasih dan Rahmat untuk umat-Nya yang sedang menderita.
Keluargaku dan sepasang suami istri, yang sangat kami cintai dan kepada siapa kami akan selalu berutang rasa syukur, berpartisipasi dalam Ekaristi ini. Betapa banyak hal yang perlu disembuhkan dalam jiwa setiap manusia! Dengan rasa syukur kami dapat mengalaminya sendiri.
PENGAKUAN DOSA, KEMATIAN DAN TRANSFORMASI
Sepuluh hari berlalu sejak kematian mamaku tercinta, ketika suatu pagi di kamarku sesudah menyelesaikan doa pertamaku untuk hari itu, Tuhan memintaku untuk tetap di sana selama beberapa saat. Tiba-tiba, seolah-olah dalam sebuah film, adegan kematian mamaku muncul di depan mataku.
Jadi, hal ini menjadi sangat perlu di mana aku harus kembali dalam ceritaku dan mengulang beberapa hal yang sudah aku ceritakan. Itu akan memungkinkanmu untuk lebih memahami semuanya yang telah terjadi pada hari itu, dan yang Tuhan ijinkan aku untuk lihat secara penuh, hanya sesudahnya, dalam penglihatan yang hendak aku ceritakan kepadamu.
Dan maka aku kembali ke hari di mana mamaku sedang di ambang ajal, sama seperti yang dapat aku lihat dalam penglihatan ini.
Dia berada di tempat tidurnya. Kami baru saja membaringkannya di sisi kanannya dan ketika aku sedang menyeka darah yang keluar dari hidungnya, dia menatapku ke arah jendela. Dia meremas tanganku dan berkata, "Aku ingin bersamamu."
"Apakah Mama takut, Mamaku sayang?" aku bertanya agak khawatir.
"Tidak, aku tidak takut, tapi aku ingin bersamamu."
Pada saat itu, aku melihat beberapa orang datang dekat di belakangku dan mamaku, ke samping kanannya.
Aku mengenali St Yosef, St Antonius dari Padua, St Rosa dari Lima, St Dominikus dari Guzman dan St Silvester. Mereka berada di belakang kepala mama, di sebelah "Leopoldo", itu nama malaikat pelindung mama, seorang pemuda sangat tampan, yang tampaknya berdoa berlutut sambil membelai kepala mama dengan tangannya.
Ada beberapa laki-laki dan perempuan lain, tua dan muda, sekitar 40 orang, semuanya berdoa. Seorang pemuda berpakaian alba putih membawa mangkuk emas kecil di tangannya. Sesekali, ia akan memasukkan tangan ke dalamnya dan mengambil asap, mengirimnya ke atas seperti dupa.
Dengan benda itu, ia muncul untuk mencegah beberapa bayangan gelap datang mendekat, yang bisa kita lihat pada suatu jarak dari kamar tidur, yang takut untuk maju lebih dekat. Pemuda itu akan menggerakkan bibirnya seakan mendaraskan beberapa doa. Kemudian ia akan mengganti mangkuk kecil ke sisi tangan yang lain dan melakukan hal yang sama dengan yang lain, melemparkan asap dari mangkuk kecil ke udara. Ia berjalan mengitari semua orang yang mengelilingi tempat tidur mamaku di belakang kami. Aku kagum melihat begitu banyak orang. Kemudian, Yesus berbicara kepadaku dan mengatakan:
"Mereka adalah santo santa pelindungnya dan jiwa-jiwa yang dia bantu selamatkan dengan doa-doa dan penderitaannya, dan bahkan meski dia tidak mengenal mereka, mereka telah datang untuk menemaninya dalam perjalanannya."
Ketika kami menempatkannya ke sisi yang lain untuk mengganti pakaiannya, mamaku berkata: "Sudah saatnya bagiku untuk pergi bersama mereka," seraya menoleh kepadaku.
Kami menyarankannya untuk tenang. Kami menyanyikan Mazmur untuknya dan dia terus mengulanginya. Dia membuka matanya nyaris keheranan, seakan merenungkan sesuatu yang tidak bisa dia ekspresikan dan berkata:
"Nyalakan lampu!" Kami melakukannya, tetapi memahami bahwa dia tidak bisa lagi melihat apa yang ada di bumi, tetapi apa yang ada di alam baka. Kemudian seraya meremas tanganku dia berkata: "Allah yang Kudus, sekarang!... Allah yang Kudus... sekarang." Dia tampaknya membujukku untuk berdoa, mengulangi doa pendek: "Allah yang Kudus, Kudus dan Berkuasa, Kudus dan Kekal, Kasihanilah kami dan seluruh dunia!"
Dia mengulangi doa pendek berulangkali sambil bersikeras:
"Aku harus pergi." Dia menggerakkan kakinya seperti hendak berjalan dan berseru: "Jangan hentikan aku"... Dan sekali lagi dia akan mengulangi: "Allah yang Kudus, Kudus dan Berkuasa... Kasihanilah kami dan seluruh dunia."
Kami semua di sekelilingnya mulai berdoa Kaplet Kerahiman Ilahi. Tetapi pada saat yang sama, dia mengulangi doanya sendiri, terus-menerus berseru: "Bapa, rohku! Sekarang!… Sekarang!... " Dia tidak bisa mengingat doa secara lengkap. Kami mulai berkata: "Bapa, ke dalam tangan-Mu, kuserahkan rohku..." memahami bahwa hal itulah yang ingin dia katakan... Dia setuju dan mengulangi kata-kata kami.
Dalam penglihatanku, aku melihat di sebelah kiri mamaku, di belakang di mana kami berada, sekelompok orang lain mulai berdatangan, dan di antara mereka aku bisa mengenali sosok papa, salah seorang nenekku, seorang bibi yang pernah tinggal dengan kami, dan orang lain yang wajahnya tidak bisa aku lihat dengan jelas. Aku terpesona dengan apa yang aku lihat, tapi pada saat yang sama, aku mencoba untuk berkonsentrasi pada mamaku.
Di depannya sebuah sinar terang menyala, dan aku melihatnya mendekat, seakan turun dari langit-langit yang tinggi, paduan suara malaikat bernyanyi. Mereka membentuk dua baris karakter surgawi, dan setelah mencapai kami, mereka berpisah untuk mengelilingi tempat ini. Segala sesuatu menjadi sangat khidmat. Saat itu mama berkata, seakan ditujukan pada orang-orang yang aku yakini datang untuk menemani perjalanannya:
"Tunggu, aku harus melihat dulu Perawan Suci!"
Saudara laki-lakiku berkata: "Mama, Tuhan ada di sini. Dia sedang menunggumu..." Dia mengatakan bahwa karena sebelumnya mamaku telah menyebutkan melihat Tuhan. Dan dia menjawab, "Aku masih harus melihat Perawan Suci..."
Sering kali dia mendengar bahwa Santa Perawan mengumpulkan jiwa-jiwa dari mereka yang di ambang ajal sambil berdoa Rosario.
Kami memberinya lukisan Bunda Maria Penolong Orang Kristen supaya dia bisa melihat Perawan Suci, berpikir bahwa lukisan itulah yang dia ingin lihat. Tapi dia malah melihat di atas lukisan. Tampak pada kami bahwa dia tidak bisa lagi melihat hal-hal di dunia ini, tetapi hal-hal yang lain... Tiba-tiba dia berkata, "Aku melihatnya di sana; itu dia... Beri jalan untuk Mamita! Kita harus meminta pengampunan dari Perawan Suci..."
PELUKAN LEMBUT SANG BUNDA
Pada saat itu juga, aku melihat Perawan Suci turun dari surga. Ia menempatkan diri di sebelah kaki mama, sambil tetap melayang di udara. Aku melihatnya mengulurkan tangannya ke arah mamaku. Dalam salah satu tangannya, Perawan Suci membawa sebuah gaun putih. Mamaku mengulurkan tangan seolah-olah hendak menerima atau menyentuh sesuatu. Aku melihat bagaimana Perawan Suci memegang tangannya. Mama kehilangan kesadaran pada saat itu, kurang dari satu menit, dan, kemudian, dia meninggal dunia.
Ketika kepalanya berada di tanganku sebab aku memegangnya, aku pikir bahwa seluruh penglihatan akan menghilang, tapi segera aku saksikan di mana jiwa mamaku muncul, memisahkan diri dari tubuhnya.
Dia maju ke arah Perawan Suci, yang pada saat itu memberinya gaun putih dengan kedua tangan, seolah mengukur gaun tidur yang dikenakannya. Mamaku segera muncul mengenakan gaun itu. Perawan Suci memiliki banyak kelembutan dalam ekspresinya. Ia tersenyum dan memeluk mamaku, menempatkan lengannya di punggung mamaku. Mamaku pada gilirannya melakukan hal yang sama, menyandarkan kepalanya di bahu Perawan Suci, dan mereka naik bersama-sama dengan rombongan orang yang menemani pada peristiwa itu.
Kamar tidur menjadi hampir kosong. St. Yosef memandang kami. Dia menyentuh tangan St Silvester dan St Silvester menyampaikan berkat ke atas kami semua. Ia kemudian berbalik dan pergi, diikuti oleh St Yosef. Dengan sangat sungguh-sungguh Yesus berkata kepadaku:
"Katakan kepada dunia, supaya semua orang menghargai Rahmat yang ditawarkan dengan hadir menemani orang yang di ambang ajal yang berangkat dengan pertolongan dari Surga. Kekhusyukan orang pada saat itu haruslah mutlak, sebab bagian dari Surga ada di ruangan itu. Ini adalah saat di mana Allah mengunjungi tempat itu."
Ketika penglihatan berakhir, aku berlutut menangis untuk mengucap syukur kepada Allah karena karunia-Nya kepada kami dengan semua rahmat ini dan telah mengijinkanku untuk melihat keajaiban ini. Sebuah keajaiban yang pada hari ini dapat aku ceritakan pada dunia supaya mereka menyadari pentingnya dan kewajiban dengan mana kita harus membantu orang-orang yang kita kasihi yang sedang di ambang ajal, dan semua orang lain yang sedang di ambang ajal, supaya mereka dapat memulain dengan gembira perjalanan mereka menuju keabadian dari Kasih Allah.
Sumber: “Divine Providence”; Copyright © 2004 by The Great Crusade of Love and Mercy; P.O. Box 857, Lithonia, Georgia 30058 USA; www.greatcrusade.org atau www.loveandmercy.org
Dipersilakan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas untuk tujuan non-komersiil dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|
|