Kursi Pemimpin
Tahta St Petrus
KURSI PEMIMPIN ATAU KURSI IMAM
Dalam suatu perayaan liturgis, seorang Pemimpin Liturgi yang ditahbiskan (Imam Selebran) memimpin jemaat dari Kursi Pemimpin (presidential chair). Kursi bagi Imam Selebran menjadi simbol dari tugasnya sebagai pemimpin pada saat pertemuan jemaat, memimpin doa- doa Umat Allah. Peran seorang pemimpin dalam liturgi amat penting. Maka, sudah sewajarnya jika keberadaan sebuah kursi yang simbolis diperlukan. Pada umumnya kursi semacam itu, yang terdapat dalam gedung gereja, disebut dengan Kursi Imam saja.
ASALNYA DARI KATEDRA USKUP
Kursi Pemimpin sesungguhnya merupakan kepanjangan dari tahta uskup atau yang biasa disebut dengan istilah “katedra” (Yunani dan Latin: cathedra = tahta). Maka, sebuah gereja keuskupan, tempat katedra berada, disebut gereja katedral. Dalam sebuah keuskupan hanya ada satu gereja katedral dengan sebuah tahta uskup di dalamnya. Tahta uskup atau katedra adalah tempat duduk pejabat tertinggi di keuskupan, yakni uskup. Dahulu tahta uskup pernah lebih ditafsirkan sebagai tahta sang penguasa dan pengatur daripada sebuah kursi bagi seorang pemimpin dalam perayaan liturgis. Kini, tahta uskup dalam gereja katedral merupakan suatu tanda utama dari kuasa mengajar uskup di wilayah keuskupannya. Akhirnya, makna dan pentingnya sebuah Kursi Pemimpin dalam gereja paroki harus ditarik dari tahta uskup. Itulah yang dimaksudkan dengan Kursi Pemimpin sebagai kepanjangan dari Katedra Uskup.
MAKNA TEOLOGISNYA
Makna teologis Kursi Pemimpin berangkat dari Katedra Uskup. Uskup adalah imam utama, ditahbiskan dengan imamat penuh. Ia adalah guru, gembala, dan pemimpin. Fungsi magisterialnya (tugas mengajar, sebagai guru) ternyatakan secara khusus lewat simbol katedra itu; khususnya dalam perayaan liturgis. Meskipun tidak ada uskup yang sedang menduduki katedra, sebuah katedra sudah menyatakan diri sebagai tanda kuasa mengajar uskup. Ketika uskup berada di katedra, ia sedang memimpin dan melaksanakan fungsi magisterialnya. Kursi Pemimpin memang juga merupakan simbol dari tugas pemimpin perayaan dan pemimpin doa di hadapan jemaat. Seorang Imam Selebran atau Pemimpin perayaan berdiri di depannya atau duduk di sana tidak hanya sebagai wakil uskup, melainkan juga sebagai anggota dari “kawanan domba” uskup. Imam Selebran bukan hanya menghadirkan sang pemimpin kawanan, yakni uskupnya, melainkan juga tampil sebagai anak buah uskupnya sendiri. Maka, Kursi Pemimpin pun tetap merupakan bagian dari kesatuan jemaat.
LETAKNYA KOMUNIKATIF
Sebagai bagian dari kesatuan jemaat, maka Kursi Pemimpin sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tetap merupakan bagian utuh dari jemaat yang berhimpun. Sebisa mungkin jemaat dapat melihat dengan mudah Kursi Pemimpin; juga ketika Imam Selebran sedang berada di situ, entah duduk pada Kursi atau berdiri di depannya. Inilah aspek komunikatif tata letak Kursi Pemimpin. “Oleh karena itu, tempat yang paling sesuai untuk kursi Imam Selebran ialah berhadapan dengan umat dan berada pada ujung panti imam, kecuali kalau tata bangun gereja atau suatu sebab lain tidak mengizinkannya” (PUMR, No 310). Jelasnya, Kursi Pemimpin ditempatkan sedemikian rupa sehingga Imam Selebran ketika duduk di sana tetap dapat berhadap-hadapan dengan jemaat. Imam tidak menghadap tembok atau altar, misalnya. Lagi pula, tempat itu sebaiknya dapat digunakan untuk berbagai ritus, tidak hanya untuk Perayaan Ekaristi. Misalnya, ritus-ritus tambahan atau liturgi khusus, seperti Tahbisan, Krisma, dsb.
JANGAN BAGAI SINGGASANA
Katedra atau tahta uskup sering kali tampak agung, indah, bahkan mewah bagaikan singgasana raja. Membuat katedra seperti itu memang tidak bisa lepas dari pengaruh budaya atau pemikiran pada setiap jamannya. Terkadang Kursi Pemimpin di gereja paroki pun ada yang dibuat seindah atau bahkan melebihi katedra uskupnya. Dalam Pedoman Umum Misale Romawi No. 310 sudah dihimbau, “Kursi imam selebran sama sekali tidak boleh menyerupai takhta.” Yang penting, tempat duduk itu harus mengungkapkan kedudukan imam sebagai pemimpin umat dan mengungkapkan tugasnya sebagai pemimpin doa. Bentuknya perlu dibedakan dari tempat duduk jemaat. Bahan yang dipakai untuk membuat Kursi itu sebaiknya yang cukup bermutu, tidak sembarang bahan. Alangkah indahnya jika selaras dengan bahan dan juga gaya estetis dari altar dan ambonya.
DIBERKATI USKUP
Kursi Pemimpin pun mendapatkan berkat khusus. Jika Kursi itu masih baru, maka uskup dari keuskupan itulah yang paling berwenang memberkatinya. Uskup itu pula yang pertama kali menggunakannya. Hal ini biasanya sudah merupakan satu bagian dari acara pemberkatan gedung gereja. Seorang imam sebenarnya juga boleh memberkati Kursi Pemimpin, baik yang masih baru maupun yang telah diperbaiki. Namun, tetaplah bahwa hak prerogatif itu ada pada uskup diosesan.
HANYA SATU KURSI PEMIMPIN
Seperti halnya altar yang hanya ada satu di dalam sebuah gereja, demikian pun Kursi Pemimpin tidak boleh lebih dari satu. Fungsi simbolisnya akan berkurang atau bahkan tidak berbicara apa-apa jika terdapat lebih dari satu Kursi. Hanya ada satu uskup diosesan yang berwenang dalam suatu keuskupan! Uskup lainnya adalah uskup pembantu atau yang sudah pensiun (emeritus). Maka, cukuplah pula hanya ada satu Kursi Pemimpin dalam sebuah gereja paroki. Kursi Pemimpin itu merupakan kepanjangan dari katedra uskupnya, semacam replika dari katedra di gereja katedral.
BAGAIMANA DENGAN KURSI UNTUK IMAM KONSELEBRAN?
Kursi-kursi untuk konselebran atau para imam pendamping sebenarnya tidak perlu ditempatkan di samping Kursi Pemimpin itu. Apalagi kursi-kursi untuk para putera altar (misdinar). Kenyataannya, di banyak gereja kursi untuk konselebran itu ditempatkan di samping kiri dan / atau kanan Kursi Pemimpin. Itu semua memang juga tergantung pada tata ruang gereja. Gereja yang kecil dengan ruang atau panti pemimpin yang sempit tentu saja memerlukan penanganan yang khusus.
UNTUK GEREJA KATEDRAL?
Tentu dalam sebuah gereja katedral, selain katedra atau tahta uskup sendiri, masih juga diperlukan satu Kursi Pemimpin, yang berbeda bentuk dengan katedranya. Jika uskup diosesan setempat yang memimpin perayaan liturgis, maka ia sudah seharusnya menempati tahtanya. Namun, uskup lain atau bahkan uskup pembantu di keuskupannya tidak berhak menempati tahta uskup. Apalagi seorang imam biasa yang menjadi selebran, ia pun tidak boleh menempati tahta uskupnya. Maka, Kursi Pemimpin yang tersedia itulah yang menjadi tempat duduk Imam Selebran selama memimpin perayaan liturgis.
Sumber: “Simbol-Simbol Sekitar Perayaan Ekaristi: Kursi Pemimpin”; Pamflet Liturgi M3 Mengalami, Merawat, Menarikan Liturgi; diterbitkan oleh ILSKI (Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia); Jalan Nias 2, Bandung 40117; phone: 022 4207943 / 4217962 (ext 113)
Disesuaikan dengan “Pedoman Umum Misale Romawi”, diterjemahkan oleh Komisi Liturgi KWI dari Institutio Generalis Missalis Romani, editio typica tertia 2000, diberi approbatio oleh Konferensi Waligereja Indonesia, dalam sidang 23-26 April 2002.
|