Katekese tentang Rahmat

Dapatkah kita, dengan kekuatan kita sendiri, menghindari dosa dan mengamalkan kebajikan? Tidak, anak-anakku, kita tidak dapat melakukan suatupun tanpa rahmat Allah: itulah pokok iman; Yesus Kristus Sendiri yang mengajarkannya kepada kita. Lihatlah, Gereja berpendapat, dan segenap para kudus memiliki pendapat yang sama, bahwa rahmat mutlak perlu bagi kita, dan bahwa tanpa rahmat kita tak dapat percaya, ataupun berharap, ataupun mengasihi, ataupun melakukan penitensi bagi dosa-dosa kita. St Paulus, yang kesalehannya bukanlah pura-pura belaka, meyakinkan kita, dari pihaknya, bahwa kita tak dapat dari diri kita sendiri, bahkan mengucapkan nama Yesus dalam suatu cara yang dapat mendatangkan ganjaran surga. Sebagaimana bumi tak dapat menghasilkan apapun jika tidak disuburkan oleh matahari, demikianlah kita tak dapat melakukan suatu kebajikan pun tanpa rahmat Allah yang baik. Rahmat, anak-anakku, adalah pertolongan adikodrati yang menghantar kita pada kebajikan; misalnya, adalah seorang pendosa yang masuk ke dalam gereja dan mendengarkan pengajaran: sang pengkhotbah berbicara mengenai neraka, mengenai ngeri pengadilan Allah; ia merasakan dorongan batin untuk bertobat; dorongan batin inilah yang disebut rahmat. Lihatlah, anak-anakku, adalah Allah yang baik yang memegang tangan si pendosa dan berharap mengajarinya berjalan. Kita bagaikan anak-anak kecil: kita tidak tahu bagaimana berjalan di jalan ke surga; kita terhuyung-huyung, kita jatuh, jika tangan Allah yang baik tidak senantiasa siap menopang kita. Ah anak-anakku! betapa baiknya Allah yang baik! Andai kita merenungkan segala yang telah Ia lakukan, segala yang masih Ia lakukan bagi kita setiap hari, kita tak akan dapat menghinakan-Nya - kita akan mengasihi-Nya dengan segenap hati kita; tetapi kita tidak memikirkannya, itulah sebabnya. … Para malaikat berdosa, dan dicampakkan ke dalam neraka. Manusia berdosa, dan Allah menjanjikan kepada manusia seorang Pembebas. Apakah yang telah kita lakukan hingga layak atas kemurahan ini? Apakah yang telah kita lakukan hingga layak dilahirkan dalam agama Katolik, sementara begitu banyak jiwa setiap harinya tersesat? Apakah yang telah kita lakukan hingga layak menerima baptisan, sementara begitu banyak kanak-kanak kecil di Perancis, maupun di Cina dan Amerika, mati tanpa baptisan? Apakah yang telah kita lakukan hingga layak mendapatkan pengampunan atas segala dosa yang kita lakukan dalam terang akal budi, sementara begitu banyak orang jauh dari Sakramen Tobat?
Ah, anak-anakku! St Agustinus mengatakan, dan perkataannya itu sungguh benar, bahwa Allah mencari dalam diri kita apa yang membuat-Nya pantas meninggalkan kita, dan Ia menemukannya; dan Allah mencari dalam diri kita apa yang membuat kita layak menerima anugerah-anugerah-Nya, dan Ia tiada menemukan suatupun, sebab, sesungguhnya, tak ada suatupun dalam diri kita - kita bukanlah apa-apa selain dari abu dan dosa. Segala ganjaran kita, anak-anakku, ada dalam kerjasama dengan rahmat. Lihatlah, anak-anakku, sekuntum bunga nan indah tiada akan memiliki keelokan ataupun semarak tanpa matahari; sebab sepanjang malam ia layu dan terkulai. Ketika matahari terbit di pagi hari, sekonyong-konyong ia segar dan mekar kembali. Demikian pula halnya dengan jiwa kita sehubungan dengan Yesus Kristus, Matahari keadilan sejati; jiwa tiada memiliki keindahan batin jika tanpa rahmat pengudusan. Untuk menerima rahmat ini, anak-anakku, jiwa kita haruslah berpaling kepada Allah yang baik dengan pertobatan yang tulus: haruslah kita membuka hati kita kepada-Nya dengan iman dan kasih. Sebagaimana matahari sendiri tak dapat membuat sekuntum bunga mekar jika bunga telah mati, demikianlah rahmat Allah yang baik tak dapat menghidupkan kita kembali jika kita tak hendak meninggalkan dosa.
Allah berbicara kepada kita, tanpa henti, lewat ilham-ilham-Nya yang baik. Ia mengirimkan kepada kita pemikiran-pemikiran yang baik, keinginan-keinginan yang baik. Di masa muda, di masa tua, dalam segala kemalangan hidup, Ia mendesak kita untuk menerima rahmat-Nya, dan bagaimanakah kita menanggapi peringatan-peringatan-Nya? Bahkan hingga saat ini, adakah kita bekerjasama dengan baik dengan rahmat Allah? Bukankah kita menutup pintu hati kita terhadapnya? Renungkanlah bahwa Allah yang baik suatu hari kelak akan memanggilmu guna mempertanggungjawabkan apa yang telah engkau dengar pada hari ini. Celakalah kalian jika kalian membungkam teriakan yang muncul dari kedalaman hati nurani kalian! Kita hidup dalam kemakmuran, kita hidup di tengah kenikmatan, semuanya dibalut kesombongan; hati kita beku terhadap Allah yang baik. Hati kita bagai bola tembaga yang tak dapat dirembesi aliran-aliran rahmat; bagai sebatang pohon yang menerima embun segar namun tiada lagi menghasilkan buah. … Marilah kita berjaga-jaga, anak-anakku; marilah waspada untuk jangan tidak setia pada rahmat. Allah yang baik memberikan kepada kita kebebasan untuk memilih hidup atau mati; jika kita memilih mati, kita akan dicampakkan ke dalam api, dan kita akan dibakar untuk selamanya bersama setan. Marilah kita mohon pengampunan Tuhan sebab hingga sekarang ini kita telah menyia-nyiakan rahmat yang Ia anugerahkan kepada kita, dan marilah kita dengan rendah hati berdoa kepada-Nya agar Ia menganurahkan kepada kita lebih banyak rahmat.
sumber : “Catechism on Grace by Saint John Vianney”; www.catholic-forum.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|