221. PENGAJARAN KEPADA PARA RASUL DALAM PERJALANAN KE YABNEEL.
![]() 17 Juli 1945
"Akankah kita pergi ke Ekron dari Yabneel?" tanya beberapa dari para rasul sementara berjalan menyeberangi sebuah negeri yang sangat subur, di mana gandum tengah menikmati tidur akhirnya dalam siraman cahaya mentari yang sudah mematangkannya. Ladang-ladang yang sudah disiangi tampak bagai tempat-tempat tidur kematian raksasa yang menyedihkan, sekarang sesudah mereka digunduli dari berkas-berkas gandum, dengan timbunan-timbunan gandum yang menunggu untuk dibawa pergi ke tempat lain.
Tetapi jika ladang-ladang itu gundul, kebun-kebun buah-buahan merupakan pemandangan yang paling menyedapkan mata, dengan buah-buahnya yang hampir matang, yang berubah warna dari buah-buah kecil keras berwarna hijau menjadi lembut kekuningan, kemerahan, berona mengkilap bak lilin dari buah-buah yang lebih matang. Buah-buah ara membuka tempurung bunga-buahnya yang sangat manis, meretakkan kulit elastiknya guna memperlihatkan, melalui celah-celah hijau-keputihan atau lembayung, suatu jelly transparan penuh biji-biji kecil, yang warnanya lebih gelap dari daging buah itu sendiri.
Bersama setiap hembusan lembut angin sepoi-sepoi pepohonan zaitun bergoyang, begitu pula buah-buah berbentuk oval yang tergantung pada tangkai-tangkai ramping di antara dedaunan perak-hijaunya. Pepohonan walnut yang bermartabat menahan buah-buahnya yang bertangkai kokoh, buah-buah yang menggembung dalam tempurung tebalnya yang lembut, sementara pepohonan almond tengah mematangkan buah-buahnya sebagaimana terbukti dari teksturnya yang halus mulus dan perubahan warna kacangnya. Buah-buah anggur pada umumnya menggembung sementara segelintir berkas, ditempat yang baik, berusaha memamerkan rona topaz atau rubi dari kematangannya. Dari hari ke hari kaktus di dataran atau di sisi-sisi bukit yang lebih rendah menjadi suatu pemandangan yang semakin cemerlang dengan warna-warni mengagumkan dari tandan biji yang terkandung di dalamnya dan yang diarahkan ke langit dan dimatangkan dalam perlindungan daun-daun berdurinya yang kokoh.
Popohonan palma yang terasing dan pepohonan carob yang lebat mengingatkan orang akan negeri Afrika di dekatnya dan sementara pepohonan palma memainkan kastenyet dari daun-daun kerasnya yang berbentuk kipas, pepohonan carob membungkus diri dalam lapisan gelap dan berdiri tegak angkuh dengan dedauan mereka yang menawan.
Kambing-kambing tinggi yang gesit, baik hitam maupun putih, semuanya dengan tanduk panjang melengkung dan mata tajam yang lembut, melahap kaktus dan menyerbu agave yang berdaging tebal, sikat-sikat raksasa itu dengan daun-daun keras tebal yang, seperti artichoke terbuka, muncuatkan dari pusat jantungnya tangkai raksasa bercabang tujuh, yang menyerupai sebuah kandelar katedral, dengan bunga kuning-merah menyala yang harum di atasnya.
Afrika dan Eropa telah berpadu guna menyelimuti tanah dengan tumbuh-tumbuhan yang paling indah, dan segera sesudah kelompok apostolik meninggalkan dataran untuk mengambil suatu jalanan kecil mendaki bukit yang diselimuti kebun-kebun anggur pada sisi ini yang menghadap ke laut - suatu lereng berbatu kapur di mana anggur-anggurnya pastilah tak ternilai ketika sarinya diubah menjadi julep [= minuman] - di sana tampak lautan, lautanku, lautan Yohanes, lautan Allah. Lautan tampak seolah dihampari sutera biru tipis yang sangat luas dan dia berbicara mengenai jarak, mengenai ketakterbatasan, mengenai kuasa, sementara dia memadahkan bersama langit dan matahari trio kemuliaan penciptaan. Dan dataran terbentang dalam keindahan penuh permukaannya yang naik turun dengan simulasi bukit-bukit, hanya beberapa kaki tingginya, yang menggabungkan area-area datar dengan bukit pasir keemasan yang terhampar hingga sejauh kota-kota dan desa-desa di tepi lautan, yang serupa titik-titik putih di lautan yang biru.
"Betapa indahnya! Betapa indahnya!" bisik Yohanes terpesona.
"Tuhan-ku! Lautan adalah hidup dari bocah itu. Engkau harus menakdirkannya untuk lautan. Dia kelihatan seolah melihat mempelai perempuannya apabila dia melihat lautan!" kata Petrus yang tidak terlalu membedakan antara laut dan danau. Dan ia tersenyum sepenuh hati.
"Dia sudah ditakdirkan, Simon. Kamu semua sudah ditakdirkan."
"Oh! Bagus! Dan kemanakah Engkau mengutusku?"
"Oh! Kau!..."
"Katakan padaku, jadilah baik!"
"Ke suatu tempat yang lebih besar dari kotamu dan kota-Ku dan Magdala dan Tiberias digabungkan menjadi satu."
"Aku akan tersesat."
"Janganlah takut. Kau akan seperti seekor semut pada sebuah kerangka besar. Tetapi dengan pergi kian kemari tanpa kenal lelah kau akan menghidupkan kembali kerangka itu."
"Aku sama sekali tidak mengerti itu… Katakanlah padaku dengan lebih jelas."
"Kau akan mengerti, kau pasti akan mengerti…" dan Yesus tersenyum.
"Dan bagaimanakah dengan aku?"
"Dan aku?" Mereka semua ingin tahu.
"Inilah apa yang akan Aku lakukan." Dan Yesus membungkuk - mereka berada di tepian berkerikil sebuah sungai yang di bagian tengahnya air masih cukup dalam - Ia memungut segenggam kerikil yang baik. Ia melemparkannya ke dalam air dan kerikil-kerikil itu jatuh tersebar ke segala penjuru. "Itulah dia. Hanya batu yang sangat kecil ini yang tinggal di rambut-Ku. Kamu akan tersebar seperti itu."
"Dan Engkau, saudaraku, mewakili Palestina, bukan begitu?" tanya Yakobus Alfeus serius.
"Ya."
"Aku ingin tahu siapakah yang akan tinggal di Palestina," tanya Yakobus sekali lagi.
"Ambillah batu kecil ini. Sebagai suvenir," dan Yesus memberikan kerikil kecil itu, yang tinggal tersangkut pada rambut-Nya, kepada Yakobus, sepupu-Nya, dan tersenyum.
"Tidak dapatkah Engkau meninggalkanku di Palestina. Akulah yang paling cocok, sebab aku yang paling bodoh, tapi aku masih dapat menangani yang di rumah. Sementara yang di luar!..." kata Petrus.
"Sebaliknya, kaulah yang paling kurang cocok tinggal di sini.
Kamu semua berprasangka terhadap dunia sisanya dan kamu pikir adalah lebih mudah menginjili di suatu negeri orang-orang percaya daripada di suatu negeri orang-orang penyembah berhala atau orang-orang bukan Yahudi. Sebaliknyalah sangat berlawanan. Jika kamu merenungkan apa yang ditawarkan oleh orang-orang Palestina sejati kepada kita dalam golongan kelasnya yang lebih tinggi dan juga, meski dalam tingkat yang lebih rendah, dalam orang-orangnya, dan jika kamu mencamkan bahwa di sini, di suatu tempat di mana nama Palestina dibenci dan nama Allah, dalam arti sebenarnya, tidak dikenal, kita jelas tidak diterima dengan lebih buruk dari di Yudea, di Galilea dan di Dekapolis, maka prasangka-prasangkamu akan lenyap dan kamu akan menyadari bahwa Aku benar ketika Aku mengatakan bahwa adalah lebih mudah untuk meyakinkan orang-orang bodoh dari Allah Yang Benar, daripada orang-orang dari Umat Allah, yang adalah para penyembah berhala yang bersalah namun tidak kentara, dan dengan bangga percaya bahwa mereka sempurna dan ingin tetap sebagaimana mereka adanya.
Betapa banyak permata, betapa banyak mutiara yang Aku lihat sementara kamu bisa melihat hanya tanah dan lautan saja! Tanah orang banyak yang bukan Palestina. Lautan Umat Manusia yang bukan Palestina dan yang, seperti lautan, menghendaki hanya menerima para pencari guna memberikan kepada mereka mutiara-mutiara itu, dan seperti tanah, untuk dicari guna membiarkan permata-permata itu diambil. Ada harta karun di mana-mana. Tetapi harta karun haruslah dicari. Setiap jengkal tanah mungkin menyembunyikan suatu harta karun dan memberi makan suatu benih, setiap kedalaman mungkin menyembunyikan sebutir mutiara. Apa? Akankah kamu mungkin mengharapkan lautan untuk mengoyak kedalamannya melalui sarana badai ganas guna melemparkan kerang-kerang mutiara dari dasarnya dan membuka kerang-kerang itu melalui hempasan dahsyat ombak dan dengan demikian menawarkan kerang-kerang itu di pantai kepada orang-orang malas yang tidak mau bekerja, kepada para pengecut yang tidak ingin mengambil resiko? Akankah kamu mengharapkan tanah menumbuhkan pepohonan dari butir-butir pasir dan memberimu buah tanpa benih? Tidak, murid-murid-Ku terkasih. Letih, kerja keras, keberanian dibutuhkan. Dan di atas semuanya, tanpa prasangka.
Kamu, Aku tahu, tidak setuju, sebagian lebih dan sebagian kurang, mengenai perjalanan ini di tengah bangsa Filistin. Bahkan kemenangan, yang diberikan tanah ini sebagai kenangan bagi kita, kemuliaan Israel yang berbicara dari ladang-ladang ini, yang disuburkan oleh darah Ibrani, yang dicurahkan guna menjadikan Israel besar, dan dari kota-kota itu yang direnggut satu per satu dari tangan-tangan mereka yang memilikinya, guna memahkotai Yudea dan menjadikannya suatu bangsa yang berkuasa, tidak dapat membuatmu mencintai ziarah ini. Dan Aku tidak akan mengatakan kepadamu: bahkan gagasan mengenai mempersiapkan tanah untuk menerima Injil dan harapan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, tidak dapat meyakinkanmu. Aku tidak akan mengatakan itu kepadamu, di antara banyak alasan yang Aku hadapkan ke benakmu supaya kamu dapat merenungkan kebenaran dari perjalanan ini. Pikiran itu masih terlalu tinggi bagimu. Kamu akan sampai ke sana suatu hari kelak. Dan lalu kamu akan berkata: 'Kita pikir itu adalah suatu desakan, suatu alasan, kita pikir bahwa Guru kurang kasih terhadap kita dengan membuat kita pergi sebegitu jauh, dalam suatu perjalanan panjang yang menyengsarakan, dengan menghadapi resiko keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Sebaliknyalah perjalanan ini adalah kasih, adalah nubuat, adalah untuk memuluskan jalan kita, sekarang sesudah kita tiada lagi memiliki-Nya bersama kita, dan kita merasa lebih tersesat dari sebelumnya. Sebab kala itu kita bagai tunas-tunas anggur yang tumbuh ke segala penjuru, tetapi mereka tahu bahwa anggur itu akan memberi makan mereka dan bahwa di dekatnya ada sebuah tiang kokoh untuk menopang mereka, sekarang sebaliknya kita adalah tunas-tunas yang harus membentuk sebuah pergola dari dirinya sendiri, dengan masih diberi makan oleh tunggul pohon anggur, tetapi tanpa tiang untuk bersandar.' Itulah apa yang akan kamu katakan dan kamu akan berterima kasih kepada-Ku.
Dan bagaimana pun!... Tidakkah menyenangkan pergi seperti ini, menebarkan percikan-percikan cahaya, nada-nada musik surgawi, helai-helai bunga surgawi, harum kebenaran, melayani dan memuliakan Allah, di tanah-tanah yang dilingkupi kegelapan, pada hati yang bebal, pada jiwa yang segersang gurun, guna mengatasi bau busuk Dusta, dan melakukan semua itu bersama, dengan demikian, kamu dan Aku, Guru dan para rasul-Nya, dengan hanya satu hati, hanya satu kerinduan, hanya satu kehendak? Sehingga Allah dapat dikenal dan dikasihi. Supaya Allah dapat menghimpun semua orang di bawah kemah-Nya dan semua orang dapat berada di mana Ia berada. Itulah harapan, kerinduan, kelaparan dari Allah! Dan itulah harapan, kerinduan, kelaparan dari jiwa-jiwa, yang bukan dari ras yang berbeda-beda, melainkan hanya dari satu ras saja: ras yang diciptakan oleh Allah. Dan sebab mereka semua adalah anak-anak Allah Yang Satu, mereka memiliki kerinduan yang sama, harapan yang sama, kelaparan yang sama akan Surga, akan Kebenaran, akan Kasih sejati…
Abad-abad kesesatan tampaknya telah mengubah insting jiwa-jiwa. Namun, sesungguhnya tidaklah demikian. Kesesatan melingkupi benak. Sebab benak bercampur dengan daging dan merasakan dampak dari racun yang disuntikkan Setan pada binatang manusia. Dan dengan demikian kesesatan dapat melingkupi hati sebab hati ditanamkan pada daging juga, dan merasakan dampak dari racun. Hasrat nafsu yang tiga kali lipat menggigit indera, perasaan dan pikiran. Tetapi roh tidak ditanamkan pada daging. Roh dapat diguncangkan oleh pukulan yang diberikan oleh Setan dan oleh hasrat nafsu. Roh dapat nyaris dibutakan oleh bujuk rayu daging dan oleh semburan darah mendidih dari binatang manusia, ke dalam siapa ia tinggal. Tetapi roh tidak berubah dalam kerinduannya akan Surga, akan Allah. Roh tidak dapat berubah. Lihat air jernih dari sungai ini? Air turun dari langit dan akan kembali ke langit melalui penguapan air yang disebabkan oleh angin dan matahari. Air turun dan naik kembali. Unsur-unsur tidak musnah sia-sia, melainkan kembali ke asalnya.
Roh kembali ke asalnya. Andai air di sini, di antara bebatuan ini, dapat berbicara, dia akan mengatakan padamu bahwa dia rindu untuk kembali ke langit, untuk dihembus oleh angin sepanjang ladang-ladang cakrawala, segumpal awan putih yang lembut, atau yang kemerahan pada saat fajar, atau yang tembaga cemerlang saat matahari terbenam, atau yang bak bunga lembayung saat senjakala ketika bintang-bintang mulai mengintip. Dia akan mengatakan padamu bahwa dia ingin bertindak sebagai saring bagi bintang-bintang yang mengintip melalui celah awan tipis di langit tinggi demi mengingatkan manusia akan Surga, atau bagai selubung bagi bulan, supaya bulan tidak melihat perbuatan-perbuatan jahat pada waktu malam di bumi, daripada berada di sini, terbelenggu di antra tepian-tepian sungai, di bawah ancaman menjadi lumpur, dipaksa melihat pergumulan antara ular air dan kodok, sementara dia begitu menyukai kebebasan sendirian di atmosfir. Juga roh-roh, andai mereka berani berbicara, akan mengatakan hal yang sama: "Berilah kami Allah! Berilah kami Kebenaran!' Namun mereka tidak mengatakannya, sebab mereka tahu bahwa manusia tidak menyadarinya, tidak mengerti atau memperolok permohonan mendesak dari "para pengemis agung', dari roh-roh yang mencari Allah guna memuaskan lapar dahsyat mereka: lapar mereka akan Kebenaran.
Para penyembah berhala, orang-orang Romawi, orang-orang ateis, orang-orang tidak bahagia yang kita jumpai di jalan kita, dan yang akan selalu kamu jumpai, mereka yang dipandang sebelah mata dalam kerinduan mereka akan Allah, entah melalui politik atau ego keluarga, atau melalui bidaah-bidaah yang lahir dari hati yang kotor dan menyebar ke segenap negeri: mereka semua lapar! Mereka lapar! Dan Aku berbelas-kasihan terhadap mereka. Dan haruskah Aku tidak berbelas-kasihan terhadap mereka, sebab Aku adalah Ia Yang Adalah Aku? Jika karena iba Aku menyediakan makanan bagi manusia dan burung-burung pipit, mengapakah Aku harus tidak memiliki belas-kasihan terhadap roh-roh, yang telah dihalangi dari menjadi yang dari Allah Yang Benar, dan yang merentangkan tangan-tangan roh mereka seraya berseru: 'Kami lapar!'? Apakah kamu pikir bahwa roh-roh itu jahat, atau liar, atau tak dapat pergi sejauh mencintai Agama Allah dan Allah Sendiri? Kamu salah. Mereka adalah roh-roh yang menantikan kasih dan terang.
Pagi ini kita dibangunkan oleh embikan mencancam dari si kambing jantan yang ingin mengusir pergi anjing besar yang sudah datang untuk mengendus-Ku. Dan kamu tertawa melihat bagaimana kambing itu mengarahkan tanduk-tanduknya dengan mengancam, sesudah memutuskan tali kecil yang mengikatkannya pada pohon, di mana kita tidur, dan dengan satu lompatan dia menempatkan dirinya antara Aku dan si anjing, tanpa berpikir bahwa dia dapat diserang dan dibantai oleh si anjing Molossian dalam suatu pertarungan tak seimbang demi melindungi-Ku. Demikian pula, orang-orang yang tampak seperti kambing-kambing liar bagimu, akan pergi sejauh memelihara dengan penuh kegagah-beranian Iman Kristus, begitu mereka telah belajar bahwa Kristus adalah Kasih yang mengundang mereka untuk mengikuti-Nya. Ia mengundang mereka. Ia melakukannya. Dan kamu harus membantu mereka untuk datang.
![]() Dengarkan sebuah perumpamaan.
Seorang laki-laki menikah dan istrinya melahirkan banyak putra baginya. Tetapi seorang dari mereka terlahir cacat jasmani dan kelihatan seperti dari ras yang berbeda. Laki-laki itu menganggap putranya ini sebagai aib dan tidak mengasihinya, meski si anak tidak berdosa. Anak itu dibesarkan di antara pelayan-pelayan yang paling rendah tingkatannya dan sama sekali diabaikan dan dengan begitu dia dianggap makhluk rendah juga oleh saudara-saudaranya. Ibunya meninggal dunia saat melahirkannya dan dengan demikian si ibu tidak dapat meredakan kekerasan sang ayah, ataupun menghentikan olok-olok dari saudara-saudaranya, ataupun mengoreksi gagasan-gagasan salah yang terkandung dalam benak primitif si anak, seorang binatang liar kecil yang tak hendak ditoleransi di rumah anak-anak terkasih.
Begitulah, anak itu tumbuh dewasa. Akalnya berkembang lambat tetapi pada akhirnya mencapai kedewasaan dan dia mengerti bahwa adalah tidak adil bagi seorang putra untuk dibesarkan di sebuah kandang, diberi makan sekedar sepotong roti dan diberi pakaian compang-camping, tanpa pernah menerima ciuman, ataupun diajak berbicara ataupun diundang ke rumah ayahnya. Dan dia menderita penuh kepahitan dan meratap dalam liangnya: 'Ayah! Ayah!' Dia memakan rotinya, tetapi masih ada suatu kelaparan hebat dalam hatinya. Dia membalut tubuhnya dengan pakaian, tetapi dia merasakan kedinginan yang getir dalam hatinya. Beberapa hewan dan beberapa orang desa yang iba bersahabat dengannya. Tetapi hatinya diliputi kesepian. 'Ayah! Ayah!'… Para pelayan, saudara-saudaranya, sesama warga mendengarnya mengerang demikian sepanjang waktu, seolah dia gila. Dan dia disebut 'si gila'.
Pada akhirnya salah seorang pelayan berani datang kepadanya, ketika dia sudah nyaris menjadi binatang, dan berkata kepadanya: "Mengapakah kau tidak bersungkur di kaki ayahmu?"
"Aku mau, tapi aku tidak berani…"
"Mengapakah kau tidak masuk ke dalam rumah?"
"Aku takut."
"Tetapi inginkah kau?"
"Tentu saja aku ingin! Sebab itulah mengapa aku kelaparan, mengapa aku merasa kedinginan, dan aku merasa seolah aku berada di suatu padang gurun. Tetapi aku tidak tahu bagaimana tinggal di rumah ayahku."
Pelayan yang baik lalu mulai mengajarinya, guna membuatnya tampak lebih pantas, guna melegakannya dari kengeriannya merasa tidak layak bagi ayahnya, dengan berkata: 'Ayahmu menginginkanmu, tetapi dia tidak tahu apakah kau mengasihinya. Kau selalu menghindarinya… Legakanlah ayahmu dari penyesalan mendalam telah memperlakukanmu dengan begitu keras dan dari penderitaan mengetahui bahwa kau merana. Marilah. Saudara-saudaramu juga tidak akan lagi menertawakanmu sebab aku sudah menceritakan kepada mereka perihal penderitaanmu.'
Dan putra malang itu suatu sore dibimbing oleh pelayan yang baik ke rumah ayahnya dan dia berseru: 'Bapa, aku mengasihimu, ijinkan aku masuk!...'
Dan ayahnya, yang sekarang sudah lanjut usia dan dengan sedih merenungkan masa lalunya dan masa mendatangnya yang abadi, terkejut mendengar suara itu dan berkata: 'Dukacitaku mereda pada akhirnya sebab dalam suara anakku yang cacat aku mendengar suaraku sendiri, dan kasihnya merupakan bukti bahwa dia adalah darah dagingku. Oleh karenanya biarkan dia masuk dan mengambil tempat di antara saudara-saudaranya dan diberkatilah pelayan baik yang menjadikan keluargaku utuh dengan membawakan kembali anak yang telah ditolak ke tengah semua anak-anak ayahnya.'
Itulah perumpamaannya. Tetapi dalam mengaplikasikannya, kamu harus ingat bahwa Bapa dari anak-anak yang cacat secara rohani, yakni Allah - sebab skisma, bidaah-bidaah, mereka yang terpisah adalah cacat secara rohani - terpaksa harus bersikap keras oleh cacat sukarela yang dikehendaki oleh anak-anak-Nya. Akan tetapi kasih-Nya tiada pernah menyerah. Ia menantikan mereka. Bawalah mereka kepada-Nya. Itu adalah kewajibanmu.
Aku mengajarmu mengatakan: 'Bapa Kami, berilah kami pada hari ini roti kami sehari-hari.' Tetapi apakah kamu menyadari apa arti 'kami'? Itu bukan berarti bapamu, dari keduabelas kalian. Bukan bapamu sebagai murid-murid Kristus. Melainkan bapamu sebagai manusia. Bagi segenap manusia. Bagi mereka yang di masa sekarang dan yang di masa mendatang. Bagi mereka yang mengenal Allah dan bagi mereka yang tidak mengenal-Nya. Bagi mereka yang mengasihi Allah dan KristusNya dan bagi mereka yang tidak mengasih-Nya atau mengasihi-Nya dengan cara tidak pantas.
Aku menempatkan dalam bibirmu sebuah doa bagi semua orang. Itu adalah pelayananmu. Kamu, yang mengenal Allah dan KristusNya dan mengasihiNya, haruslah berdoa bagi semua orang. Aku katakan padamu bahwa doa-Ku adalah doa yang universal, dan akan ada sepanjang dunia ada. Dan kamu harus berdoa secara universal, dengan menggabungkan suaramu dan hatimu para rasul dan para murid Gereja Yesus hingga ke orang-orang yang termasuk dalam Gereja-gereja lain, yang mungkin Kristen tetapi tidak apostolik. Dan kamu harus gigih, sebab kamu adalah saudara-saudara, kamu yang dalam rumah Bapa, mereka yang di luar rumah Bapa bersama, dengan kelaparan mereka, kerinduan mereka untuk pulang, hingga mereka juga, sepertimu, diberi 'roti' sejati yang adalah Kristus Tuhan, yang pelayanannya dilakukan di meja-meja apostolik, bukan meja-meja lain manapun di mana sudah tercampur dengan makanan yang cemar. Kamu harus gigih hingga Bapa mengatakan kepada saudara-saudara yang cacat itu: "Dukacita-Ku mereda, sebab Aku mendengar suara dan perkataan dari Putra Tunggal-Ku dalam suaramu. Diberkatilah para pelayan itu yang sudah menghantarmu ke Rumah Bapa-mu demi mengutuhkan Keluarga-Ku.' Para pelayan dari Allah yang Tak Terbatas, kamu harus menempatkan ketakterbatasan dalam setiap intensimu. Mengertikah kamu?
Itu Yabneel. Dulu Tabut lewat di sini dalam perjalanannya ke Ekron, yang tak dapat menyimpannya dan mengirimkannya kembali ke Bet-Semes. Tabut akan pergi ke Ekron sekali lagi. Yohanes, ikutlah bersama-Ku. Semua yang lainnya akan tinggal di Yabneel. Renungkanlah dan berhati-hatilah dalam berbicara. Damai sertamu."
Dan Yesus pun pergi bersama Yohanes dan si kambing jantan yang, dengan mengembik, mengikuti-Nya seperti seekor anjing.
|
||||||||||||||||
|