217. YESUS ADALAH TUAN JUGA ATAS SABAT.
13 Juli 1945
Kita masih di tempat yang sama, tetapi matahari yang mulai terbenam menjadikan hari lebih nyaman.
"Kita harus pergi dan tiba di rumah itu," kata Yesus.
Mereka berangkat dan tiba di sana. Mereka meminta roti dan minuman. Namun si petani mengusir mereka dengan kasar.
"Bangsa Filistin! Ular beludak! Mereka selalu sama! Mereka dilahirkan dari keturunan itu dan menghasilkan buah beracun" gerutu para murid yang letih dan lapar. "Semoga kamu mendapatkan balasan setimpal."
"Mengapakah kamu kurang cinta kasih? Masa hukum balas dendam sudah berakhir. Ayo maju. Masih belum malam dan kamu tidak akan mati kelaparan. Persembahkanlah kurban kecil ini supaya jiwa-jiwa ini dapat lapar akan Aku," kata Yesus menyemangati mereka.
Tetapi para murid masuk ke dalam sebuah ladang dan mulai memetik bulir-bulir gandum, mereka mengisarnya pada telapak tangan mereka dan memakannya. Aku pikir mereka melakukannya lebih karena dongkol hati daripada untuk memuaskan rasa lapar mereka.
"Rasanya enak, Guru," seru Petrus. "Tidak maukah Engkau? Dan bulir-bulir ini punya rasa ganda… Aku serasa ingin menyantap seluruh ladang ini."
"Kau benar! Supaya mereka menyesal sebab tidak memberikan roti pada kita," kata yang lain-lain sementara berjalan melintasi ladang gandum dan makan dengan nikmat.
Yesus berjalan seorang diri di jalan yang berdebu. Zelot dan Bartolomeus berada sekitar lima atau enam yard di belakang-Nya, saling berbicara satu sama lain.
Ada suatu persimpangan jalan lain, di mana sebuah jalan kecil melintasi jalan utama, dan sekelompok kaum Farisi yang muram berdiri di sana. Mereka pastilah baru kembali dari perayaan Sabat di kampung yang dapat terlihat dari ujung jalan kecil, sebuah kota besar, yang kelihatan bagai seekor binatang raksasa yang berbaring di liangnya.
Yesus melihat rombongan kaum Farisi, menatap mereka dan tersenyum lemah lembut menyalami mereka: "Damai sertamu."
Bukannya membalas salam-Nya, salah seorang dari mereka bertanya dengan congkak: "Siapa Engkau?"
"Yesus dari Nazaret."
"Lihat, sudah aku katakan bahwa itu adalah Dia," kata yang lain.
Sementara itu Natanael dan Simon sudah datang menghampiri sang Guru, sedangkan para rasul lainnya pergi menuju jalanan, menyusuri sepanjang galur-galurnya. Mereka masih mengunyah dan ada sedikit gandum dalam tangan mereka.
Si Farisi yang tadi pertama berbicara, mungkin sebab dia adalah yang paling penting, kembali berbicara kepada Yesus, Yang telah berhenti menanti untuk mendengarkan apa yang akan mereka katakan: "Ah! Jadi Engkau adalah Yesus dari Nazaret yang terkenal itu? Kenapa Engkau datang sampai sebegitu jauh?"
"Sebab juga di sini ada jiwa-jiwa yang perlu diselamatkan."
"Kami sudah cukup untuk itu. Kami tahu bagaimana menyelamatkan jiwa kami dan jiwa mereka yang adalah umat kami."
"Jika demikian, kamu melakukan hal yang benar. Tetapi Aku telah diutus untuk menginjili dan menyelamatkan."
"Diutus! Diutus! Siapakah yang dapat membuktikannya pada kami? Bukan perbuatan-perbuatan-Mu tentunya!"
"Mengapakah kau berkata begitu? Tidakkah kau peduli pada Hidup-mu?"
"Tentu saja! Engkau adalah dia yang mendatangkan kematian atas mereka yang tidak memuja-Mu. Jadi Engkau ingin membunuh segenap golongan imam dan Farisi, dan golongan ahli-ahli Taurat dan banyak lagi, sebab mereka tidak menyembah-Mu dan mereka tidak akan pernah. Tidak pernah, apakah Engkau mengerti? Kami, orang-orang pilihan di Israel, tidak akan pernah menyembah-Mu. Pun kami tidak akan pernah mengasihi-Mu."
"Aku tidak memaksamu untuk mengasihi Aku dan Aku katakan padamu: 'Sembahlah Allah' sebab…"
"Yakni, Engkau, sebab Engkau adalah Allah, bukan begitu? Tetapi kami bukanlah orang-orang mengerikan Galilea pun orang-orang bodoh Yudea yang mengikuti Engkau dengan melupakan rabbi-rabbi kami…"
"Janganlah marah, teman. Aku tidak meminta apa pun. Aku tengah menggenapi misi-Ku, Aku mengajar orang banyak untuk mengasihi Allah dan Aku mengulangi Sepuluh Perintah Allah untuk mereka, sebab perintah itu sudah dilupakan, dan apa yang lebih buruk, perintah itu diterapkan dengan buruk. Aku ingin memberikan Hidup. Hidup Yang Kekal. Aku tidak menghendaki pada siapa pun kematian jasmani dan terlebih lagi kematian rohani. Hidup yang Aku pertanyakan padamu apakah kau pedulikan, adalah hidup jiwamu, sebab Aku mengasihi jiwamu, bahkan meski jiwamu tidak mengasihi Aku. Dan sungguh menyedihkan-Ku melihat bahwa kau membunuhnya dengan menghinakan Tuhan dan memandang rendah MesiasNya."
Si Farisi menjadi begitu murka hingga dia kelihatan seperti kerasukan: dia memberantakkan pakaiannya, dia memutuskan jumbai-jumbainya, dia menanggalkan tutup kepalanya, dia mengacak rambutnya dan berteriak: "Dengar! Dengar! Dengar apa yang Ia katakan kepadaku, kepada Yonatan dari Uziel, seorang keturunan langsung dari Simon Orang Benar. Bahwa aku menghinakan Tuhan! Aku tidak tahu siapa yang mencegahku dari mengutuki-Mu, tetapi…"
"Adalah ketakutan yang mencegahmu. Tetapi kau dapat melakukannya. Toh kau juga tidak akan dibakar menjadi abu. Itu akan terjadi atasmu pada waktunya, dan pada waktu itulah kau akan berseru kepada-Ku. Tetapi antara kau dan Aku, pada waktu itu akan ada suatu aliran merah: Darah-Ku."
"Baik. Tapi sementara itu, sebab Kau katakan bahwa Kau adalah seorang kudus, mengapakah Kau membiarkan hal-hal tertentu? Sebab Kau katakan bahwa Kau adalah seorang Guru, mengapakah Kau tidak mengajar para rasul-Mu terlebih dulu sebelum mengajar yang lainnya? Lihatlah mereka, di belakang-Mu!... Masih ada dalam tangan mereka alat dosa mereka! Dapatkah Kau lihat mereka? Mereka sudah memetik gandum dan ini hari Sabat. Mereka sudah memetik bulir-bulir gandum, yang bukan milik mereka. Mereka sudah melanggar Sabat dan mereka sudah mencuri."
"Mereka lapar. Di kampung di mana kami tiba kemarin sore, kami meminta roti dan tumpangan. Tetapi mereka mengusir kami pergi. Hanya seorang perempuan tua yang memberi kami sedikit dari rotinya dan segenggam zaitun. Kiranya Allah mengganjarinya seratus kali lipat, sebab dia memberikan kepada kami semua yang dia miliki, dan dia hanya meminta berkat. Kami berjalan sejauh satu mil dan lalu kami berhenti, seturut ketentuan hukum, dan kami minum air dari suatu aliran air. Kemudian, saat matahari tenggelam, kami pergi ke rumah itu… Mereka menolak kami. Kau dapat lihat bahwa kami mau mentaati Hukum."
"Tetapi Kau tidak. Tidak sah untuk melakukan pekerjaan pada hari-hari Sabat dan tidak pernah sah untuk mengambil apa yang menjadi milik orang lain. Teman-temanku dan aku sangat shock."
"Tetapi Aku tidak. Belumkah kamu baca bagaimana Daud di Nob mengambil roti yang kudus dari sajian bagi dirinya sendiri dan mereka yang menyertainya? Roti-roti kudus milik Allah, dalam rumah-Nya, dan yang oleh suatu perintah abadi dikhususkan bagi para imam. Ada tertulis: 'Roti-roti itu akan menjadi milik Harun dan anak-anaknya, yang harus memakannya di suatu tempat yang kudus, sebab roti-roti itu adalah suatu yang paling kudus.' Dan kendati demikian Daud mengambilnya bagi dirinya sendiri dan bagi mereka yang menyertainya, sebab dia lapar. Oleh karenanya, jika raja yang kudus itu memasuki rumah Allah dan memakan roti sajian pada suatu hari Sabat, meski adalah tidak sah baginya untuk memakannya, dan meski begitu tidak diperhitungkan padanya sebagai suatu dosa, sebab juga sesudah peristiwa itu Allah terus mengasihinya, bagaimana dapat kamu katakan bahwa kami sudah berdosa jika kami memetik di tanah Allah bulir-bulir gandum yang sudah tumbuh dan masak melalui kehendak-Nya, bulir-bulir yang juga menjadi milik burung-burung, dan kau menyangkal bahwa manusia, anak-anak Bapa, boleh memakannya?"
"Mereka meminta roti-roti itu, mereka tidak mengambilnya tanpa meminta. Dan itu berbeda. Bagaimanapun tidak benar bahwa Allah tidak memperhitungkan dosa itu pada Daud. Allah memukulnya dengan sangat dahsyat!"
"Bukan karena itu. Pukulan itu karena percabulannya, karena sensus, bukan karena…"
"Oh! Itu cukup. Tidak sah, titik. Kau tidak punya hak untuk melakukannya dan Kau tidak boleh melakukannya. Enyah. Kami tidak menginginkan-Mu di tanah kami. Kami tidak membutuhkan-Mu. Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap-Mu.
"Kami akan pergi."
"Dan selamanya, ingat itu. Jangan pernah biarkan Yonatan anak Uziel mendapati-Mu lagi di hadapannya. Pergi!"
"Ya, kami akan pergi. Tetapi kita akan bertemu kembali. Dan pada waktu itu Yonatanlah yang ingin bertemu dengan-Ku untuk mengulangi penghakimannya, dan untuk menyingkirkan-Ku dari dunia untuk selamanya. Tetapi pada waktu itu Surgalah yang akan mengatakan kepadamu: 'Tidak sah bagimu untuk melakukannya', dan 'tidak sah' itu akan menggema dalam hatimu bagai suara sangkakala sepanjang hidupmu dan sesudahnya. Sebagaimana pada hari-hari Sabat para imam di Bait Allah melanggar istirahat Sabat namun tidak berbuat dosa, demikianlah kami, para hamba Tuhan, dapat mengupayakan kasih dan pertolongan dari Bapa Yang Mahakudus, tanpa berbuat dosa dengan melakukannya, sebab manusia menolak memberikan kasihnya kepada kami. Ada Ia di sini Yang jauh lebih besar dari Bait Allah dan dapat mengambil apapun yang Ia kehendaki dari apa yang ada dalam ciptaan, sebab Allah telah menjadikan semuanya sebagai tumpuan kaki bagi sang Sabda. Dan Aku mengambil dan memberi. Dan itu berlaku baik untuk bulir-bulir gandum Bapa, yang ditempatkan di meja Bumi yang luas, dan untuk Sabda. Aku mengambil dan memberi. Baik kepada yang baik maupun kepada yang jahat. Sebab Aku adalah Kerahiman [Belas-Kasihan]. Tetapi kamu tidak mengenal apa itu belas-kasihan. Andai kamu tahu apa artinya Aku adalah Kerahiman, kamu akan juga tahu bahwa Aku tidak menghendaki yang lain selain dari belas-kasihan. Jika kamu mengenal apa itu belas-kasihan, kamu tidak akan menghukum orang-orang yang tidak berdosa. Tetapi kamu tidak mengenalnya. Kamu bahkan tidak tahu bahwa Aku tidak menghukummu, kamu tidak tahu bahwa Aku akan mengampunimu, bukan, Aku akan memohon Bapa untuk mengampunimu. Sebab Aku menghendaki belas-kasihan dan bukan hukuman. Tetapi kamu tidak tahu. Kamu tidak ingin tahu. Dan itu adalah dosa yang lebih parah dari dosa yang kamu perhitungkan atas-Ku, lebih besar dari dosa yang kamu katakan sudah dilakukan oleh orang-orang tak berdosa ini. Kamu harus tahu bahwa Sabat dibuat untuk manusia dan bukan manusia untuk Sabat dan bahwa Putra Manusia adalah tuan juga atas Sabat. Selamat tinggal…"
Ia berpaling kepada para murid-Nya: "Ayo. Marilah kita pergi dan mencari suatu tempat untuk membaringkan diri di tengah hamparan pasir yang sekarang sudah dekat. Bintang-bintang akan menemani kita dan embun akan menyegarkan kita. Allah, Yang mengirimkan manna ke atas Israel, akan menyediakan makanan juga bagi kita, para hamba setia-Nya yang malang." Dan Yesus pun meninggalkan kelompok yang penuh dengki itu dan pergi bersama para murid-Nya, sementara malam tiba dengan bayang-bayang lembayung pertamanya…
Pada akhirnya mereka mendapati rumpun pepohonan ara Indian, yang di puncak dedaunannya, yang tegak dengan duri, terdapat buah-buah ara yang mulai masak. Semuanya terasa enak ketika orang lapar. Dan dengan tertusuk-tusuk duri, mereka memetik buah-buah yang paling masak dan melanjutkan perjalanan dengan cara demikian, hingga ladang-ladang menjadi bukit-bukit pasir. Bising laut dapat terdengar di kejauhan.
"Marilah kita beristirahat di sini. Pasirnya lembut dan hangat. Besok kita akan pergi ke Askelon," kata Yesus dan sebab mereka letih, mereka semua berbaring di kaki sebuah bukit pasir yang tinggi.
|
|