198. YESUS BERTEMU BUNDANYA DI BETANIA.
23 Juni 1945
Yesus berjalan bergegas bersama para murid-Nya menuju kota Lazarus, sepanjang suatu jalanan yang teduh yang menghubungkan Bukit Zaitun ke Betania. Orang dapat mengatakan bahwa percabangan hijau dari gunung terhampar sejauh daerah pedesaan Betania. Yesus sudah dikenali bahkan sebelum memasuki kota dan para utusan sukarelawan berlari ke segenap penjuru untuk memberitahukan kedatangan-Nya pada orang banyak. Demikianlah Lazarus dan Maximinus tiba dengan berlari dari satu sisi, Ishak bersama Timoneus dan Yusuf dari sisi yang lain, dan kelompok ketiga yang datang adalah Marta bersama Marcella, yang membuka kerudungnya untuk membungkuk dan mencium jubah Yesus. Segera sesudahnya Maria Alfeus dan Maria Salome tiba di lokasi, mereka menyambut sang Guru dan lalu memeluk anak-anak mereka. Yabes kecil, yang tangannya masih dalam genggaman Yesus, terdorong-dorong kian kemari oleh begitu banyak arus dan mengamati semuanya dengan tercengang. Yohanes dari En-Dor, yang merasa seperti seorang asing, undur diri ke barisan belakang kelompok dan berdiri di samping. Sekonyong-konyong, di suatu jalanan sempit yang menghantar ke rumah Simon, datanglah Bunda Yesus menyongsong.
Yesus melepaskan tangan Yabes dan dengan lembut mendorong sahabat-sahabat-Nya ke samping, untuk bergegas menyongsong-Nya. Kata-kata yang sudah dikenal itu menggema di udara, bagai sebuah solo kasih mengatasi bisik-bisik orang banyak: "Nak!"; "Bunda!" Mereka saling mencium satu sama lain dan dalam kecupan Maria ada penderitaan seorang ibunda yang telah khawatir untuk jangka waktu yang lama dan sekarang teror itu, yang menguasai-Nya, tengah melebur, Ia merasakan keletihan dari upaya yang dilakukan-Nya, dan mengevaluasi resiko yang telah dilalui Yesus.
Yesus, Yang mengerti, membelai-Nya sembari berkata: "Di samping malaikat-Ku, ada pada-Ku malaikat-Mu, Bunda, yang menjaga-Ku. Tak ada celaka yang dapat menimpa Aku."
"Kiranya Allah dimuliakan untuk itu. Tapi Aku sangat menderita!"
"Aku ingin datang lebih cepat, tapi demi mentaati Engkau, Aku telah datang lewat jalan yang lain. Tapi itu adalah suatu hal yang baik, sebab perintah-Mu, Bunda, menghasilkan buah yang baik, seperti biasa."
"Itu karena ketaatan-Mu, Nak!"
"Itu karena perintah bijak-Mu, Bunda…" Mereka saling tersenyum satu sama lain bak dua kekasih.
Mungkinkah bahwa Perempuan ini adalah Bunda dari Manusia ini? Di manakah perbedaan usia yang enambelas tahun itu? Kesegaran dan rahmat yang terpancar dari wajah Maria dan dari tubuh perawan-Nya menjadikan-Nya bak seorang saudari bagi PutraNya Yang sedang dalam kepenuhan ketampanan kejantanan-Nya.
"Tidakkah Engkau bertanya pada-Ku mengapa itu menghasilkan buah yang baik?" tanya Yesus sembari tersenyum sepanjang waktu.
"Aku tahu bahwa Yesus-Ku tidak menyembunyikan suatu pun dari-Ku."
"BundaKu terkasih!" Yesus mencium-Nya lagi…
Orang banyak telah menjaga jarak beberapa yard dengan berpura-pura tidak melihat peristiwa itu. Tapi aku berani bertaruh bahwa tak satu pun dari segenap mata itu, yang tampaknya sedang melihat ke arah lain, yang tidak mencuri pandang menyaksikan peristiwa kasih itu.
Yang paling terpaku dalam menyaksikannya adalah Yabes, yang ditinggalkan Yesus saat Ia berlari untuk memeluk BundaNya, dan yang telah dibiarkan sendirian, sebab karena arus deras pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban, perhatian semua orang teralih dari si bocah malang … Dia menatap, lalu menundukkan kepalanya, berupaya untuk menahan butir-butir airmatanya… tapi dia tak dapat, dan meledak dalam tangis, dengan mengerang: "Mama! Mama!"
Semua orang berpaling, Yesus dan Maria yang pertama, dan semua orang berupaya untuk menolong atau mencari tahu siapa bocah itu. Maria Alfeus bergegas menghampiri si bocah bersama Petrus - mereka bersama - dan mereka berdua bertanya: "Mengapa kau menangis?"
Namun sebelum Yabes dapat mengambil napas dan berbicara sementara mencucurkan begitu banyak airmata, Maria telah berlari padanya dan merengkuhkannya dalam pelukan-Nya sembari berkata: "Ya, anak kecil-Ku, Bunda-mu! Janganlah menangis lagi… dan maafkan Aku apabila Aku tidak melihatmu sebelumnya. Sahabat-sahabat-Ku, ini putra kecil-Ku…" Jelas bahwa Yesus, dalam beberapa detik sementara menghampiri si bocah, tentunya telah mengatakan pada-Nya: "Dia seorang yatim piatu kecil yang Aku bawa bersama-Ku." Maria sudah mengerti yang selanjutnya.
Bocah itu masih menangis, tapi tidak sebegitu merana, dan sementara Maria memeluknya dan menciumnya, dia tersenyum dengan wajahnya masih basah oleh airmata.
"Biar Aku menghapus airmatamu itu. Jangan kau menangis lagi! Beri Aku ciuman…"
Yabes tidak mengharapkan apa-apa tetapi itu dan sesudah dibelai oleh orang-orang berjenggot, dia meluap penuh sukacita dalam mencium pipi halus Maria.
Yesus tengah mencari Yohanes dari En-Dor dan ketika Ia melihatnya, Ia pergi menjemputnya di pojoknya yang terasing. Dan sementara segenap para rasul menyalami Maria, Yesus menghampiri-Nya, dengan menggandeng tangan Yohanes dari En-Dor dan berkata: "Ini murid yang lain, Bunda. Perintah-Mu memberikan dua anak ini untuk-Mu."
"Itu karena ketaatan-Mu, Nak," ulang Maria dan Ia menyambut laki-laki itu dengan berkata: "Damai sertamu."
Laki-laki itu, laki-laki kasar yang galau dari En-Dor, yang telah begitu banyak berubah sejak pagi itu ketika rengekan Yudas membawa Yesus ke En-Dor, sama sekali terbebas dari masa lalunya sementara membungkuk hormat kepada Maria. Aku pikir demikian, sebab wajahnya, sesudah membungkuk, tampak sungguh tenang dan sungguh "damai".
Mereka semua bergerak menuju rumah Simon: Maria bersama Yabes dalam pelukan-Nya, Yesus dengan menggandeng Yohanes dari En-Dor, dan lalu, sekeliling mereka dan di belakang mereka, Lazarus dan Marta, para rasul bersama Maximinus, Ishak, Yusuf dan Timoneus.
Mereka memasuki rumah yang di ambang pintunya pelayan tua Simon menyalami Yesus dan tuannya dengan hormat mendalam.
"Damai sertamu, Yusuf, dan bagi rumah ini," kata Yesus, seraya mengangkat tangan-Nya untuk memberkati sesudah menempatkannya di atas kepala si pelayan tua yang sudah putih rambutnya.
Lazarus dan Marta, sesudah ekspresi pertama sukacita mereka, tampak agak sedih dan Yesus bertanya pada mereka: "Kenapa, sahabat-sahabat-Ku?"
"Sebab Engkau tidak tinggal bersama kami dan sebab semua orang datang kepada-Mu terkecuali jiwa yang sungguh kami inginkan untuk menjadi milik-Mu."
"Pergandakan kesabaranmu, pengharapanmu dan doa-doamu. Bagaimanapun, Aku bersama kalian. Rumah ini!... Rumah ini tiada lain adalah sarang dari mana Putra manusia akan terbang setiap hari kepada sahabat-sahabat terkasih-Nya, yang begitu dekat jaraknya, tapi jika kita memikirkan situasinya dengan suatu cara adikodrati, sepenuhnya lebih dekat dalam kasih. Kalian ada dalam hati-Ku dan Aku dalam hati kalian. Dapatkah kita lebih dekat dari itu? Tapi kita akan bersama-sama sore ini. Duduklah di meja-Ku."
"Oh! Kasihannya aku! Dan aku sama sekali menganggur! Ayo, Salome, ada banyak yang harus dikerjakan!" Seruan Maria Alfeus membuat semua orang tertawa sementara sanak Yesus yang baik itu segera bangkit berdiri untuk memulai pekerjaannya.
Marta menggabungkan diri dengannya: "Jangan khawatir mengenai makanan, Maria. Aku akan pergi dan memberikan perintah yang perlu. Siapkan meja saja. Aku akan mengirimkan padamu cukup kursi dan apa-apa yang diperlukan. Ayo, Marcella. Aku akan segera kembali, Guru."
"Aku bertemu dengan Yusuf dari Arimatea, Lazarus. Dia akan datang kemari hari Senin bersama beberapa teman."
"Oh! Baik, Engkau akan menjadi tamuku pada hari itu!"
"Ya. Dia datang untuk melewatkan waktu bersama kita, tapi juga untuk mengurus upacara sehubungan dengan Yabes. Yohanes: bawalah anak itu naik ke teras atas. Dia akan senang di sana."
Yohanes Zebedeus, yang selalu taat, segera bangkit dan sebentar kemudian dapat terdengar si bocah sudah berceloteh dan berlarian di teras yang mengelilingi rumah.
"Anak itu," Yesus menjelaskan pada BundaNya, sahabat-sahabat-Nya, para perempuan dan di antara mereka juga Marta, yang telah bergegas kembali agar dia tidak kehilangan barang satu saat pun sukacita dekat dengan sang Guru, "adalah cucu dari salah seorang petani Doras. Aku lewat Esdraelon…"
"Benarkah bahwa ladang-ladangnya sama sekali rusak dan bahwa dia ingin menjualnya?"
"Ladang-ladang itu rusak. Apakah dia ingin menjualnya, Aku tidak tahu. Salah seorang dari pekerja Yohanan mengatakannya pada-Ku. Tapi Aku tidak tahu apakah itu pasti."
"Jika dia akan menjualnya… aku akan dengan senang hati membelinya supaya dapat memiliki suatu tempat perlindungan bagi-Mu juga di tengah sarang ular itu."
"Aku pikir kau tidak akan berhasil. Yohanan sudah siap untuk membelinya."
"Kita lihat saja… Tapi, teruskanlah. Siapakah para petani itu? Dia menyerakkan semua hamba yang sebelumnya."
"Ya. Para petani yang sekarang berasal dari kampungnya di Yudea, setidaknya si bapa tua, sanak bocah itu, berasal dari sana. Anak itu disembunyikan dalam sebuah hutan, dan hidup seperti binatang liar, supaya Doras tidak melihatnya… dan dia berada di sana sejak musim dingin yang lalu…"
"Oh! anak malang! Tapi kenapa?" para perempuan semua tergerak hatinya.
"Sebab bapa dan ibunya terkubur di bawah tanah lonsor dekat Emaus. Seluruh keluarga: bapa, ibu dan adik-adiknya. Dia selamat sebab dia sedang tidak berada di rumah. Mereka membawanya kepada si bapa tua. Tapi apakah yang dapat dilakukan seorang petani Doras? Ishak, juga dalam perkara ini, kau berbicara mengenai Aku sebagai seorang Juruselamat."
"Apakah itu salah?" tanya Ishak dengan rendah hati.
"Kau melakukan yang benar. Allah menghendakinya. Bapa tua itu memberikan pada-Ku si anak, yang akan akil balig beberapa hari lagi."
"Oh! anak kecil yang malang! Begitu kecil pada usia duabelas tahun?! Yudas-ku dua kali lipat lebih besar darinya pada usia itu… Dan Yesus? Betapa bunga yang indah!" kata Maria Alfeus.
Dan Salome: "Juga anak-anakku jauh lebih kuat!"
Marta berbisik: "Dia sungguh sangat kecil! Aku pikir dia belum sepuluh tahun."
"Eh! Kelaparan adalah sesuatu yang jahat. Dan dia pastilah sudah menderita kelaparan sejak dia dilahirkan. Dan sekarang… Apakah yang dapat diberikan bapa tua itu padanya, jika mereka semua mati kelaparan di sana?" tanya Petrus.
"Ya, dia banyak menderita. Tapi dia baik dan pintar. Aku membawanya demi menghibur baik si bapa tua maupun si anak."
"Apakah Engkau akan mengadopsinya?" tanya Lazarus.
"Tidak. Aku tidak bisa."
"Baik, aku akan memungutnya."
Petrus melihat harapannya sirna dan dia menyuarakan suatu erangan yang sangat mendalam: "Tuhan! Semuanya untuk dia?"
Yesus tersenyum: "Lazarus, kau telah berbuat begitu banyak dan aku berterima kasih padamu. Tapi Aku tak dapat menyerahkan anak ini padamu. Dia adalah anak 'kami'. Dia milik kami semua. Dia adalah sukacita bagi para rasul dan bagi sang Guru. Di samping itu, dia akan dibesarkan dalam kemewahan di sini. Aku ingin menjadikannya hadiah dari mantol kerajaan-Ku: 'kemiskinan yang tulus'. Kemiskinan yang dikehendaki Putra manusia bagi Diri-Nya sendiri, untuk dapat menghampiri kemalangan-kemalangan terbesar tanpa mempermalukan siapa pun. Kau sudah punya hadiah juga dari-Ku baru-baru ini…"
"Ah! Ya! Si patriark tua dan putrinya. Si perempuan sangat aktif, si bapa tua sangat baik."
"Di manakah mereka sekarang? Yang Aku maksudkan: di tempat yang mana?"
"Mereka di sini, di Betania. Apakah Engkau pikir bahwa aku akan menyuruh pergi berkat yang telah Engkau kirimkan padaku? Si perempuan menenun linen. Tangan-tangan yang lincah cekatan dibutuhkan untuk pekerjaan itu. Sebab si bapa tua bersikeras untuk bekerja, aku menempatkannya di sarang lebah. Kemarin dia punya jenggot emas panjang, bukan begitu, saudariku? Lebah-lebah berkeriapan dan bergelayut pada jenggot panjangnya dan dia berbicara kepada mereka seolah mereka adalah putri-putrinya. Dia bahagia."
"Aku yakin dia bahagia! Kiranya kau diberkati!" kata Yesus.
"Terima kasih, Guru. Tapi anak itu akan membuat-Mu membelanjakan banyak biaya. Engkau ijinkanlah aku untuk setidaknya…"
"Aku yang akan mengurus pakaiannya untuk upacara," teriak Petrus. Mereka semua tertawa atas reaksi serta-mertanya itu.
"Baiklah. Tapi dia akan membutuhkan pakaian-pakaian lain. Simon, jadilah baik. Aku tidak punya anak juga. Ijinkan Marta dan aku beroleh sedikit penghibur lara dengan memastikan bahwa beberapa pakaian kecil dibuat untuknya."
Petrus, yang dimohon seperti itu, segera tergetak hatinya dan berkata: "Pakaian-pakaiannya… ya… Tapi pakaiannya yang untuk hari Rabu… aku yang akan mengurusnya. Guru sudah berjanji padaku dan Ia mengatakan bahwa aku akan pergi bersama BundaNya untuk membelinya besok." Petrus menjelaskan semuanya secara rinci khawatir kalau-kalau ada perubahan tak terduga yang akan merugikannya.
Yesus tersenyum dan berkata: "Ya, Bunda. Tolong pergilah bersama Simon besok. Jika tidak, dia akan mati patah hati. Engkau akan memberinya nesehat mengenai apa yang sebaiknya dia pilih."
"Aku katakan: baju merah dan ikat pinggang hijau. Dia akan tampak menawan. Jauh lebih bagus dari warna yang dia kenakan sekarang."
"Warna merah akan baik. Juga Yesus waktu itu mengenakan pakaian merah. Tapi akan Aku katakan bahwa ikat pinggang merah akan lebih baik untuk pakaian merah, atau setidaknya disulam dengan warna merah," kata Maria lembut.
"Aku katakan hijau sebab aku melihat bahwa Yudas, yang kulitnya hitam, kelihatan sangat cerdas dengan garis-garis hijau itu pada jubah merahnya."
"Tapi ini bukan warna hijau, sobatku!" Yudas tertawa.
"Bukan? Jadi, warna apa itu?"
"Warna ini disebut 'barik-barik [batu] agat'."
"Bagaiamana kau pikir aku tahu itu?! Kelihatan hijau bagiku. Aku melihat warna itu juga di daun-daun…"
Santa Perawan Tersuci menyela dengan lembut: "Simon benar. Itu adalah tepat warna dedaunan pada saat hujan pertama di bulan Tisyri…"
"Itulah! Dan sebab daun-daun warnanya hijau maka aku katakan bahwa itu adalah hijau," Petrus menyimpulkan dengan gembira. Bunda Termanis sudah menyelesaikan juga masalah kecil ini dengan damai.
"Maukah kau memanggil anak itu?" Maria meminta. Dan si bocah segera datang bersama Yohanes.
![]() "Siapa namamu?" tanya Maria sembari membelainya.
"Namaku… dulu Yabes. Tapi aku mengharapkan sebuah nama baru…"
"Benarkah?"
"Ya, Yabes menginginkan sebuah nama yang berarti bahwa Aku telah menyelamatkannya. Engkau akan mencarikan satu nama untuknya, Bunda. Suatu nama yang berarti kasih dan keselamatan."
Maria termenung… Ia lalu berkata: "Marjiam (Maarhgziam). Kau adalah bintang kecil di samudera mereka yang diselamatkan oleh Yesus. Apa kau menyukainya? Itu akan mengingatkanmu juga pada-Ku [Maria = Miryam, Ibrani] di samping Keselamatan."
"Nama yang indah," kata si bocah penuh sukacita.
"Tapi, bukankah itu nama perempuan?" tanya Bartolomeus.
"Dengan 'I' di belakang dan bukannya 'M', ketika tetes kecil Kemanusiaan ini dewasa, kau dapat mengubah namanya menjadi nama laki-laki. Untuk sementara ini dia punya nama yang diberikan Bunda-nya padanya. Bukan begitu?"
Si bocah mengatakan 'ya' dan Maria membelainya.
Saudari ipar-Nya berkata pada-Nya: "Woolnya baik," dia meraba mantol Yabes. "Tapi warnanya! Bagaimanakah pendapat-Mu? Aku akan mencelupnya dengan warna merah sangat tua. Maka akan jadi cantik."
"Kita akan melakukannya esok sore. Sebab dia akan sudah punya mantol baru. Kita tidak dapat menanggalkannya darinya sekarang."
Marta berkata: "Maukah kau ikut bersamaku, anak kecilku? Aku akan membawamu ke suatu tempat dekat sini, untuk melihat banyak barang, lalu kita akan kembali ke sini…"
Yabes tidak menolak. Dia tidak pernah menolak… tapi dia kelihatan agak takut pergi bersama seorang perempuan yang nyaris tak dikenalnya. Dia berkata malu-malu dan sopan: "Bolehkan Yohanes ikut bersamaku?"
"Tentu saja…"
Mereka pun pergi. Dan selama ketidak-hadiran mereka beragam kelompok itu melanjutkan percakapan. Mereka bercerita, menyampaikan komentar, dan mendesah atas kekerasan manusia. Ishak memberitahukan apa yang dapat diketahuinya mengenai Pembaptis. Sebagian mengatakan bahwa ia ada di Machaerus, sebagian di Tiberias. Para muridnya belum kembali…
"Tetapi, bukankah mereka mengikutinya?"
"Ya. Tapi dekat Doco, mereka yang telah menangkapnya menyeberangi sungai bersama tawanan mereka dan tak seorang pun tahu apakah mereka naik ke danau atau turun ke Machaerus. Yohanes, Matias dan Simeon mondar-mandir untuk mencari tahu dan mereka pasti tidak akan meninggalkannya."
"Dan kau, Ishak, pasti tidak akan meninggalkan murid baru ini. Dia akan tinggal bersama-Ku untuk sementara waktu. Aku ingin dia merayakan Paskah bersama-Ku."
"Aku akan merayakannya di Yerusalem, di rumah Yohana. Dia bertemu dengan-Ku dan menawarkan sebuah kamar untuk-Ku dan para murid-Ku. Mereka semua akan datang tahun ini. Dan kita akan ada di sana bersama Yonatan."
"Juga mereka yang dari Libanon?"
"Ya. Mungkin para murid Yohanes yang tidak akan dapat datang."
"Para pekerja Yohanan akan datang, tahukah kau?"
"Benarkah? Aku akan berada di pintu, dekat para imam mempersembahkan kurban. Aku akan menemui mereka dan membawa mereka bersamaku."
"Mereka akan tiba pada saat-saat terakhir. Waktu mereka sangat terbatas. Tapi mereka punya anak domba."
"Aku punya juga. Anak domba yang cantik. Lazarus memberikannya padaku. Kami akan mengurbankan yang ini dan mereka dapat menyimpan anak domba mereka untuk perjalanan pulang mereka."
Marta kembali bersama Yohanes dan si bocah yang mengenakan sehelai pakaian linen kecil putih dan baju luar merah. Di tangannya dia membawa sehelai mantol yang juga merah.
"Kau ingat pakaian-pakaian ini, Lazarus? Lihat, barang-barang selalu berguna."
Mereka saling tersenyum satu sama lain.
Yesus berkata: "Terima kasih, Marta."
"Oh! Tuhan-ku! Aku ini maniak menyimpan barang-barang. Aku mewarisinya dari ibuku. Aku masih punya banyak dari jubah-jubah saudaraku. Pakaian-pakaian itu aku sayangi sebab dibuat oleh ibuku. Sekali waktu aku mengambil satu untuk diberikan pada seorang anak. Sekarang aku akan memberikan pakaian-pakaian itu pada Marjiam. Agak sedikit panjang untuknya, tapi dapat dipendekkan. Ketika Lazarus akil balig, dia tidak mau mengenakannya lagi… Angan-angan khas seorang anak yang beranjak dewasa… dan dia punya caranya sendiri sebab ibuku memanjakan Lazarus-nya."
Dia membelai saudaranya penuh sayang dan Lazarus meraih tangannya yang indah, menciumnya dan berkata: "Dan kau sendiri tidak?" Mereka saling tersenyum satu sama lain.
"Itu adalah anugerah dari Penyelenggaraan ilahi," komentar banyak orang.
"Ya, rengekanku telah membuahkan hasil yang baik. Mungkin aku akan diampuni karena itu."
Makan malam siap dan semua orang duduk di tempatnya…
… Sudah larut malam ketika Yesus dapat berbicara kepada BundaNya dalam damai. Mereka telah naik ke teras, dan duduk berdampingan, dengan bergandengan tangan, mereka saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Yesus adalah yang pertama menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kemudian Maria berkata: "Nak, setelah keberangkatan-Mu, segera sesudahnya, seorang perempuan datang kepada-Ku… Dia mencari-Mu. Suatu kemalangan besar. Dan suatu penebusan besar. Tapi makhluk malang itu perlu diampuni oleh-Mu supaya dia dapat bertekun dalam keputusannya. Aku mempercayakannya pada Susana dengan mengatakan bahwa dia telah disembuhkan oleh-Mu. Itu benar. Aku dapat saja menahannya bersama-Ku andai rumah kita tidak seperti pelabuhan laut, di mana semua perahu datang… dan banyak yang dengan tujuan jahat. Dan sekarang perempuan itu sudah jijik dengan dunia. Apakah Engkau ingin tahu siapakah dia?"
"Dia adalah suatu jiwa. Tapi katakan pada-Ku namanya supaya Aku dapat menerimanya tanpa salah."
"Dia Aglae. Seorang mimer dan pendosa Romawi yang mulai Engkau selamatkan di Hebron, yang mencari-Mu dan menemukan-Mu di Air Jernih dan dia sudah menderita karena kejujurannya yang hidup kembali. Betapa banyak dia sudah menderita!... Dia menceritakan pada-Ku semuanya… Betapa mengerikan!..."
"Dosanya?"
"Itu… dan akan Aku katakan betapa terlebih lagi: betapa mengerikannya dunia. Oh! PutraKu! Janganlah percaya pada kaum Farisi di Kapernaum! Mereka ingin memperalat makhluk sengsara itu untuk mencelakai-Mu. Mereka bahkan akan sudah memperalatnya…"
"Aku tahu, Bunda… Di manakah Aglae?"
"Dia akan datang bersama Susana sebelum Paskah."
"Sungguh baik. Aku akan berbicara padanya. Aku akan ada di sini setiap sore dan dengan pengecualian Paskah sore, yang Aku khususkan untuk keluarga, Aku akan menantikannya. Yang perlu Engkau lakukan hanyalah mengatakan padanya untuk menunggu, jika dia datang. Ini adalah suatu penebusan besar, seperti yang Engkau katakan. Dan yang begitu spontan! Dengan sungguh-sungguh Aku katakan pada-Mu bahwa hanya dalam segelintir hati benih-Ku berakar dengan kekuatan yang sama seperti yang terjadi pada tanah yang sengsara ini. Dan kemudian Andreas membantunya untuk tumbuh hingga sepenuhnya terbentuk."
"Dia menceritakannya pada-Ku."
"Bunda, bagaimanakah perasaan-Mu ketika keterpurukan itu menghampiri-Mu?"
"Jijik dan sukacita. Aku seperti berada di tepi sebuah abyss neraka, dan sekaligus aku merasa seolah aku dibawa menuju langit biru. Engkau sungguh Allah, PutraKu, jika Engkau mengerjakan mukjizat-mukjizat yang demikian!"
Mereka tinggal diam, di bawah bintang-bintang yang sangat cemerlang dan terang pucat bulan sabit, yang perlahan bergerak menjadi penuh. Hening, dengan saling mengasihi satu sama lain dan beristirahat dalam kasih satu sama lain.
|
|