302. YESUS DI NAZARET UNTUK HARI RAYA PENTAHBISAN BAIT ALLAH.
15 Oktober 1945
Suatu malam yang gelap, dingin, dan berangin di bulan Desember. Selain dari suara dedaunan yang masih sedikit tersisa, yang diserakkan dari pohonnya, dan bergemerisik ditiup angin yang bersiul, tidak ada suara lain di jalanan Nazaret yang segelap kota mati. Tidak ada cahaya maupun suara yang menembusi pintu-pintu yang terkunci. Sungguh suatu malam yang mencekam.
Namun demikian, Anak Domba Allah sedang berjalan melintasi jalanan Nazaret yang sepi itu dalam perjalanan pulang-Nya. Bayangan tinggi gelap dalam jubah yang gelap, Dia nyaris menghilang dalam kegelapan malam yang tak berbintang dan langkah-Nya sekedar suara gemerisik ketika Dia menginjak tumpukan dedaunan kering, yang sudah diserakkan angin di tanah, sesudah angin memutar-mutarnya, dan siap untuk mengangkatnya kembali lalu menerbangkannya ke tempat lain.
Ia tiba dekat rumah Maria Klopas. Dia berdiri sejenak, bimbang, apakah Dia sebaiknya memasuki taman dan mengetuk pintu dapur, atau melanjutkan perjalanan... Dia melanjutkan langkah tanpa berhenti. Dia sekarang berada di jalan kecil di mana rumah-Nya terletak. Orang sudah bisa melihat pohon-pohon zaitun yang tersiksa meliuk-liuk di bukit kecil di mana rumah itu berada, bayangan-bayangan gelap yang meliuk-liuk di langit yang gelap. Dia mempercepat langkah-Nya dan tiba di depan pintu. Dia mendengarkan dengan saksama. Sangat mudah untuk mendengarkan apa yang sedang terjadi dalam rumah kecil itu! Jika orang menempelkan telinganya pada pintu, hanya akan ada beberapa inci kayu antara pendengar yang di luar dan pembicara yang di dalam... Namun, tidak ada suara yang terdengar.
"Sudah larut," Dia berkata dengan mendesah. "Aku akan menunggu hingga fajar sebelum mengetuk."
Tetapi ketika Dia hendak pergi, Dia mendengar bising ritmis alat tenun. Dia tersenyum dan berkata, "Dia masih terjaga dan sedang menenun. Ini pasti Dia... Itu adalah ritme Bunda." Aku tidak bisa melihat wajah-Nya tetapi aku yakin Dia sedang tersenyum karena aku dapat merasakan senyuman dalam suara-Nya yang sebelumnya sedih dan sekarang menjadi ceria.
Ia mengetuk. Suara bising berhenti sejenak, lalu terdengar suara kursi didorong ke belakang, dan akhirnya suara merdu yang bertanya, "Siapa itu?"
"Ini Aku, Bunda!"
"Nak!" Suatu seruan sukacita penuh kasih, bahkan meski diucapkan dengan suara pelan. Suara palang pintu yang dibuka terdengar, dan pintu terbuka memancarkan kilas keemasan di malam yang gelap. Maria direngkuh dalam pelukan Yesus, di ambang pintu, seolah-olah Dia tak lagi bisa menunggu untuk menyambut BundaNya dan BundaNya menghambur masuk ke dalam hati-Nya.
"Nak! PutraKu!" Kecupan dan kata-kata manis "Bunda - Putra"... Mereka masuk dan pintu ditutup tanpa bersuara.
Maria menjelaskan dengan suara pelan, "Mereka semua sudah tidur. Aku masih terjaga... Sejak Yudas dan Yakobus kembali dan mengatakan bahwa Kau mengikuti mereka, aku berjaga hingga larut malam. Apakah Kau kedinginan, Yesus? Tentu saja, Kau beku. Ayo. Aku membiarkan perapian menyala. Aku akan menempatkan kayu bakar di atasnya dan Kau akan menghangatkan DiriMu." Dan Maria membimbing tangan Yesus seolah-olah Yesus masih seorang kanak-kanak...
Api bersinar terang dan berderak di perapian yang gemeretak. Maria menatap pada Yesus Yang mengulurkan tangan-Nya untuk menghangatkannya. "Betapa pucatnya Engkau! Kau tidak seperti itu ketika kita berpisah... Kau menjadi lebih kurus dan lebih pucat, AnakKu. Dulu warna kulit-Mu bagaikan susu dan mawar, tetapi sekarang Kau kelihatan seperti gading tua. Apa yang telah terjadi padamu belakangan ini, Nak? Masih kaum Farisi?"
"Ya... dan kekhawatiran-kekhawatiran lain. Tapi sekarang Aku bahagia, di sini bersama-Mu , dan Aku akan segera baik-baik saja. Tahun ini kita merayakan hari raya Pentahbisan Bait Allah di sini, Bunda! Aku akan mencapai usia sempurna di sini di sisi-Mu. Apakah Engkau senang?"
"Ya. Tapi umur sempurna-Mu, sayang-Ku, masih jauh... Engkau masih muda, dan sehubungan dengan-Ku, Kau selalu Anak Kecil-Ku. Ini, susu hangat. Apa Kau akan meminumnya di sini atau di ruangan yang lain?"
"Di ruangan yang lain, Bunda. Aku sudah hangat sekarang. Aku akan meminumnya sementara Engkau menutup alat tenun-Mu."
Mereka kembali masuk ke ruangan kecil dan Yesus duduk di atas peti dekat meja dan meminum susu-Nya. Maria menatap-Nya dan tersenyum. Dia tersenyum lagi ketika Dia mengambil tas kain Yesus dan meletakkannya di rak. Dia begitu banyak tersenyum hingga Yesus bertanya, "Apakah yang sedang Engkau pikirkan?"
"Aku berpikir bahwa Engkau datang tepat pada peringatan keberangkatan kita ke Betlehem... Juga waktu itu ada tas-tas kain dan peti-peti yang terbuka atau penuh dengan pakaian dan terutama kain-kain lampin... untuk Si Kecil, Yang mungkin akan lahir, begitu Aku biasa katakan kepada Yosef; Yang akan lahir, begitu kataku kepada Diriku sendiri, di Betlehem di Yudea... Aku menyembunyikan kain-kain lampin itu di dasar, karena Yosef takut akan hal itu... Dia belum tahu bahwa kelahiran Putra Allah tidak akan tunduk, baik demi Diri-Nya maupun demi BundaNya, pada penderitaan umum saat melahirkan. Dia tidak tahu... dan dia takut berada jauh dari Nazaret bersama-Ku dalam keadaan itu. Aku yakin bahwa Aku akan menjadi Bunda di sana... Kau terlalu bersuka cita dalam rahim-Ku atas kegembiraan menjelang Hari Lahir-Mu, dan Hari Penebusan, jadi Aku tidak bisa tertipu. Para malaikat berputar-putar sekeliling Perempuan Yang mengandung-Mu, Allah-Ku... Bukan lagi Malaikat Agung yang mulia, atau malaikat pelindung-Ku yang termanis, seperti di bulan-bulan pertama. Sekarang paduan suara para malaikat melesat dari Surga Allah-Ku ke Surga kecil-Ku: rahim-Ku, di mana Engkau berada... Dan aku mendengar mereka bernyanyi dan saling bertukar kata-kata menakjubkan... kata-kata kegairahan akan melihat-Mu, Allah Yang Berinkarnasi... Aku mendengar mereka ketika, terdorong oleh kasih, mereka terbang dari Firdaus untuk datang dan menyembah Engkau, Kasih Bapa, Yang tersembunyi dalam rahim- Ku. Dan aku berupaya keras mempelajari perkataan mereka... lagu mereka... semangat mereka... Tetapi tidak ada manusia yang bisa mengulang atau memiliki hal-hal Surgawi..."
Yesus mendengarkan-Nya. Dia duduk, Maria berdiri dekat meja, melamunkannya sementara Yesus penuh bahagia... dengan satu tangan bertumpu pada kayu gelap dan tangan lainnya ditempelkan-Nya pada hati Maria... Dan Yesus menempatkan tangan-Nya yang panjang dan lebih gelap ke atas tangan Maria yang mungil, putih, lembut, dan suci dan menempelkannya pada hati-Nya... Dan ketika Maria membisu, nyaris menyesali bahwa Dia tidak bisa mempelajari perkataan, nyanyian dan semangat para malaikat, Yesus berkata, "Semua perkataan para malaikat, semua lagu mereka, semua semangat mereka, tidak akan bisa membuat Aku bahagia di bumi, jika Aku tidak memiliki-Mu, Bunda! Engkau berkata-kata dan memberi-Ku apa yang tidak bisa mereka berikan kepada-Ku. Engkau tidak belajar dari mereka, tetapi merekalah yang belajar dari-Mu... Kemarilah, Bunda, di samping-Ku dan ceritakan kepada-Ku lebih banyak... Bukan mengenai masa lalu... melainkan masa sekarang. Apa saja yang Engkau lakukan?"
"Aku bekerja..."
"Aku tahu. Tapi bekerja apa? Aku yakin bahwa Engkau telah bekerja terlalu keras untuk-Ku. Biar Aku lihat..." Wajah Maria menjadi lebih merah dari kain pada alat tenun saat Yesus berdiri untuk melihatnya. "Kain ungu? Siapa yang memberikannya kepada-Mu?"
"Yudas Keriot. Aku pikir dia meminta para nelayan Sidon untuk memberikannya kepadanya. Dia ingin Aku membuatkan jubah raja untuk-Mu. Tentu saja, aku akan membuat jubah untuk-Mu. Tapi Engkau tidak perlu kain ungu untuk menjadi seorang raja."
"Yudas lebih keras kepala daripada seekor keledai," adalah satu-satunya komentar mengenai hadiah itu... Dia kemudian bertanya kepada BundaNya, "Dan bisakah Engkau membuat sehelai jubah utuh dari apa yang dia berikan kepada-Mu?"
"Oh! Tidak bisa, Nak! Itu hanya bisa digunakan sebagai pinggiran jubah dan mantol. Tapi tidak lebih dari itu."
"Sangat baik. Aku mengerti mengapa Engkau menenunnya dalam potongan-potongan pendek. Baiklah... Bunda: Aku suka ide itu. Simpanlah potongan-potongan itu untuk-Ku dan suatu hari Aku akan meminta-Mu untuk menggunakannya untuk sehelai jubah yang indah. Tapi masih ada banyak waktu. Jangan melelahkan diri."
"Aku mengerjakannya hanya saat Aku di Nazaret..."
"Itu benar... Dan apa yang sudah dilakukan yang lainnya selama ini?"
"Mereka telah bertambah pengetahuannya."
"Yaitu: Engkau telah menambah pengetahuan mereka. Bagaimana pendapat-Mu tentang mereka?"
"Oh! Mereka sangat baik. Dengan mengecualikan-Mu, Aku tidak pernah memiliki murid yang lebih rajin dan baik hati. Aku juga berusaha membuat Yohanes sedikit lebih kuat. Dia sakit payah. Dia tidak akan hidup lama..."
"Aku tahu. Tapi itu sesuatu yang baik untuknya. Bagaimanapun, dia sendiri menginginkan itu. Dia secara spontan memahami nilai penderitaan dan kematian. Dan bagaimana dengan Sintikhe?"
"Sayang sekali harus mengutusnya pergi. Dia berharga seratus murid karena kekudusannya dan kemampuannya untuk memahami hal-hal adikodrati."
"Aku sadar itu. Tapi Aku harus melakukannya."
"Apa pun yang Engkau lakukan, Nak, selalu baik."
"Dan si bocah?"
"Dia juga belajar. Tapi dia sangat sedih belakangan ini... Dia ingat kemalangan setahun lalu... Oh! tidak banyak kegembiraan di sini!... Yohanes dan Sintikhe mendesah memikirkan kepergian mereka dari sini, anak itu menangis memikirkan ibunya yang sudah meninggal..."
"Dan bagaimana dengan-Mu?"
"Aku... Kau tahu, Nak. Tidak ada matahari apabila Kau pergi. Tidak akan ada, bahkan meski dunia sungguh mengasihi-Mu. Tapi setidaknya akan ada langit yang tenang... Sebaliknya..."
"Ada tangisan. Bunda yang malang!... Apakah mereka pernah menanyai-Mu mengenai Yohanes dan Sintikhe?"
"Dan siapa yang akan menanyaiku ? Maria Alfaeus tahu dan diam. Alfeus anak Sarah sudah melihat Yohanes dan tidak ingin tahu. Dia menyebutnyanya 'si murid.'"
"Dan yang lain-lain?"
"Terkecuali Maria dan Alfeus, tidak ada yang datang mengunjungi-Ku. Hanya seorang perempuan yang sesekali datang untuk suatu pekerjaan atau nasihat. Tetapi orang-orang Nazaret tidak lagi melewati ambang pintu-Ku."
"Bahkan Yosef dan Simon juga tidak?"
"... Tidak ... Simon mengirimi-Ku minyak, tepung, zaitun, kayu bakar, telur... seolah dia ingin diampuni karena tidak memahami-Mu, dan dia ingin berbicara melalui pemberian. Tapi dia memberikannya kepada Maria, ibunya, dan dia sendiri tidak datang ke sini. Bagaimanapun, jika ada yang datang, mereka hanya akan melihat-Ku, sebab Sintikhe dan Yohanes undur diri jika ada orang yang mengetuk pintu..."
"Kehidupan yang sangat menyedihkan."
"Ya. Dan si bocah sangat menderita, begitu menderita hingga Maria Alfeus sekarang membawanya bersamanya apabila dia berbelanja. Tetapi sekarang kami tidak akan lagi bersedih, Yesus-Ku, karena Engkau di sini!"
"Aku di sini... Sekarang, mari kita pergi tidur. Berkati Aku, Bunda, seperti yang biasa Engkau lakukan ketika Aku masih kanak-kanak."
"Berkati Aku, Nak. Aku adalah murid-Mu." Mereka saling mencium... Mereka menyalakan lampu kecil lain dan pergi keluar untuk beristirahat.
|
|