Mengapa Tuhan Yesus Marah?
oleh: P. Gregorius Kaha, SVD
Kambing Hitam: Dosa Turun-temurun
Ketika banjir terjadi setiap musim hujan datang, yang kita saksikan dari dulu sampai sekarang adalah saling melemparkan tanggung-jawab, saling menyalahkan. Kambing hitam pun laku keras, dan beruntung di Indonesia banyak terdapat kambing yang berwarna hitam ini, tapi tidak komplin jika dijadikan sasaran lemparan. Jarang ada pihak yang berani berdiri tegak dan dengan berani mengakui kesalahannya. Kambing hitam yang pertama yang sering diusung adalah sudah biasa setiap kali musim hujan banjir, kambing hitam ini kadang diterima karena memang realita tahunan musim hujan. Kambing hitam yang kedua, di tempat lain juga sama, ini gejala alam yang sulit dibendung. Jadi mesti terima saja sambil menunggu. Dan lebih celaka lagi kalau orang mulai mengkambinghitamkan orang lain: petani, penambang dan orang-orang di kawasan hulu sungai.
Menurut para pengamat lingkungan, sebenarnya dosa paling utama adalah soal mentalitas: orang-oramg yang duduk di kekuasaan tidak terlalu serius memikirkan kebijakan menyangkut keseimbangan alam dan kepentingan rakyat. Yang dipikirkan adalah dirinya tetap berkuasa, proyek yang menguntungkan dan dengan itu cenderung korup. Kalau pemerintah mampu menjaga bagian-bagian fatal dan berani mengatasi akar permasalahannya, niscaya banjir bukan saja bisa dikurangi tetapi kita bisa bebas dari banjir. Mengelak tanggung jawab adalah sikap mental yang perlu dibasmi, dan kecenderungan membenarkan diri adalah kotoran yang perlu dibersihkan kalau mau: ada solusi yang tepat dan jitu untuk itu.
Tuhan Yesus Marah: Mengapa Kamu Melakukan Ini?
Menurut Perjanjian Lama, masa depan bangsa Israel berpusat pada Bait Allah, karena di sana ibadah yang benar dilakukan untuk Yang Mahakuasa, dan dari situ pula mengalir sungai yang memberi kehidupan. Dalam Perjanjian Baru, Bait Allah yang dilukiskan oleh nabi Yehezkiel itu adalah kenisah Tubuh Kristus sendiri. Semua orang boleh datang ke kenisah ini dan menimba sumber kehidupan dari-Nya; sumber ini tidak pernah kering.
Pembersihan Bait Allah yang dlakukan oleh Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa Ibadah Bait Allah dan segala kurbannya, ternyata tidak sesuai lagi dengan hakekatnya dan tidak juga menghantar orang kepada Allah. Karena ibadah dan ritus sudah terlalu dikuasai oleh tangan-tangan manusia dengan pelbagai kepentingannya. Di sini Tuhan Yesus menginginkan keruntuhan Bait Allah buatan tangan manusia itu. Kedatangan Yesus memberikan jalan selamat kepada semua orang yang mengikuti Dia. Ia datang meruntuhkan Bait Suci Yerusalem dan menjadikan seluruh dunia Bait Suci, dimana manusia dapat mengalami kehadiran Allah dalam pengalaman konkritnya. Konsekwensinya dimana pun entah di jalan, di rumah, di tempat kerja, di gereja; kita mempunyai Bait Suci dalam diri kita, yakni kehadiran Kristus yang bangkit dan menyertai kita senantiasa. Tuhan Yesus marah dan mengusir mereka bukan karena mereka datang ke Bait Allah, bukan karena mereka ada di rumah ibadah; Tuhan Yesus marah karena pemahaman mereka yang keliru tentang Bait Allah dan tindakan mereka yang tak terpuji demi kepentingan atau alasan rohani. “Ambillah semuanya ini dan pergilah, jangan menjadikan rumah Bapa-Ku tempat berjualan.” Kemarahan Tuhan Yesus didorong oleh kecintaan-Nya pada Rumah Bapa.
Pesan St. Paulus: Kamu adalah Bait Allah
Pemurnian dan Pembersihan Bait Allah dilihat Paulus dengan konsep yang lebih personal. Bait Allah tidak hanya dilihat sebagai sebuah bangunan, tetapi person. Umat beriman menjadi tempat kediaman Allah dan Roh Allah, oleh karena itu kudus adanya. Maka tidak dibenarkan kalau orang mengotori Bait Allah ini dengan cara dan tindakan apa pun, apalagi menjadikan Bait Allah, yakni dirinya, sebagai sarang kejahatan. Kalau orang menyadari hakekat ini, maka orang akan menghindari kejahatan; orang yang menyadari diri sebagai Bait Allah senantiasa tampil sebagai agen-agen kebaikan dan kedamaian karena Roh Kudus yang ada dalam diri setiap orang akan menjadikan manusia itu baik adanya.
Konsili Vatikan II memberi penekanan yang tepat tentang Gereja yakni bahwa Gereja bukan pertama-tama bangunannya tetapi justru persekutuan umat Allah. Memang Gereja Katolik dikenal dengan organisasinya yang rapi, teratur bahkan ketat, tetapi jiwa dari organisasi itu adalah communio dengan Kristus sebagai Kepala. Kristus tidak mendirikan Gereja dengan organisiasi yang sangat rapi dan ketat, tetapi mulai dengan orang-orang sederhana yang punya hati untuk banyak orang. Gereja bukan organisasi, tetapi dalam Gereja mesti ada organisasi, artinya jiwa dan semangat harus terarah pada keselamatan jiwa-jiwa. Kita berdoa agar Roh Kudus berhembus dalam hati dan kehidupan setiap kita.
|