Mengasihi:
Bukan Anjuran atau Nasehat, Tetapi Perintah
oleh: P. Gregorius Kaha, SVD
Allah mengasihi bangsa Israel, seperti tampak dalam perjanjian di Gunung Sinai. Dalam perjanjian itu Allah berjanji untuk menghantar mereka sampai ke tanah terjanji dan akan selalu menyertai mereka; dari pihak bangsa Israel perjanjian itu menuntut kesetiaan kepada Allah Tuhan. Salah satu bentuk kesetiaan adalah bahwa bangsa Israel harus memperhatikan dan mengasihi orang-orang asing (bukan Israel), para janda, yatim piatu dan orang-orang miskin pada umumnya. Ini adalah perwujudan dari cinta dan kesetiaan mereka kepada Allah dalam konteks perjanjian tadi. Perhatian dan belaskasih mereka kepada orang-orang lain, lahir dari kesadaran akan belaskasih dan perhatian Allah kepada mereka.
Orang-orang Farisi datang bertanya kepada Yesus mengenai hukum yang terbesar. Tuhan Yesus menjelaskan bahwa KASIH adalah hukum utama dalam kehidupan. “Kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Yesus menunjukkan bahwa perlu ada keseimbangan antara kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Jadi, tidak benar kalau seseorang mengklaim dirinya mengasihi Allah tetapi tidak mengasihi sesama, atau membuat sesama menderita, apalagi membunuh demi dan atas nama Allah yang disembah dan dihormatinya.
Para pemimpin agama pada zaman Yesus sangat menekankan sifat “kemahabesaran” Allah sehingga mereka kurang peduli pada manusia. Karena Allah begitu agung, mulia dan luhur, karena Allah Mahasuci, maka Dia harus disenangkan hati-Nya dengan cara dan ritus apapun, bahkan termasuk persembahan darah. Kita bisa mengerti dan memahami mengapa mereka bingung dengan hukum-hukumnya sendiri, padahal mereka adalah kaum yang mempelajari dan menegakkan hukum bagi orang lain. Masalah utamanya adalah mereka menafsir secara keliru hukum itu bagi sesamanya. Salah penafsiran tidak hanya membuat orang lain terjebak, tetapi diri mereka sendiri pun menjadi bingung.
Hukum utama dalam kehidupan adalah Kasih; kasih yang seimbang antara kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Menariknya, bagi kita orang-orangnya Kristus, mengasihi ternyata bukan sebuah anjuran / nasihat dari Tuhan Yesus, tetapi PERINTAH. Kalau anjuran / nasihat, orang bisa dengar, bisa tidak dengar; orang bisa ikut, bisa juga tidak. Mengasihi ternyata bukan anjuran / nasihat dari Tuhan Yesus, tetapi perintah, “Inilah perintah-Ku kepadamu, kasihilah seorang akan yang lain.”
Oleh karena kasih itu adalah perintah, maka sebagai pengikut Kristus, kita wajib untuk mengasihi sesama. Mengasihi sesama harus menjadi syarat dan tolok ukur dari segala perkataan dan perbuatan seorang pengikut Kristus. Perkataan dan tindakan kita harus menghadirkan secara nyata kasih itu dalam dunia.
Kasih Kristiani tidak egois, tidak mengarah kepada dirinya sendiri. Kasih Kristiani merangkul kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Kasih Kristiani ingin berjumpa dengan siapa saja tanpa pandang ras, dan kasih Kristiani macam ini membutuhkan penyangkalan diri dan pengorbanan yang tulus. Dalam kasih yang adalah amanat atau perintah itu, pengikut Kristus menjalankan panggilan suci dan mulia yakni menjadi “alter Christus”. Keberanian mengampuni, keberanian menerima dan keberanian untuk mengasihi sesama - termasuk yang membenci kita - adalah perwujudan dari Kristus yang lain itu dalam hidup kita. Kasih Kristiani mengarah ke atas kepada Tuhan (vertikal) dan mengarah ke samping kepada sesama (horisontal). Semoga kita terus-menerus belajar mengasihi dengan kasih Kristus.
|