Keakraban Ilahi:
Berbahagialah yang Miskin di Hadapan Allah
oleh: P. Gabriel dari St. Maria Magdalena, O.C.D.
Ya Roh Kudus, tunjukkanlah kepadaku jalan yang menghantar pada kemiskinan sejati di hadapan Allah dan berilah aku kekuatan untuk berjalan di atasnya hingga akhir.
MEDITASI
1. Apabila kita bekerjasama dengan karya karunia-karunia Roh Kudus, maka karunia-karunia itu menghasilkan dalam diri kita buah-buah keutamaan yang luar biasa indah hingga memberi kita suatu cicipan akan kebahagiaan abadi yang untuknya cicipan itu menjadi suatu tanda janji yang manis. Untuk alasan inilah, kita menyebutnya bahagia. Bagi masing-masing karunia ada suatu kebahagiaan yang sehubungan dengannya. Kebahagiaan yang sehubungan dengan karunia takut akan Allah adalah miskin di hadapan Allah: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga" (Matius 5:3).
Karunia takut akan Allah, yang tujuannya adalah untuk membebaskan jiwa sepenuhnya dari dosa, cenderung untuk memadamkan dalam diri kita keinginan akan hal-hal duniawi, yang adalah penyebab utama dosa. Karunia ini mendorong kita pada kehidupan yang samasekali tak terikat sehingga, dengan melucuti kita dari segala keinginan kebanggaan dan cinta diri, dari segala ketamakan dan keterpikatan pada hal-hal duniawi, karunia ini secara perlahan-lahan membentuk kita dalam kemiskinan sempurna di hadapan Allah. Di hadapan segala yang dapat ditawarkan dunia kepada kita dalam hal kehormatan, kepuasan diri, cinta akan makhluk ciptaan, kenyamanan dan kekayaan, Roh Kudus mengulang dalam kedalaman lubuk hati kita sabda Yesus: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu … kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku" (Matius 19:21). Ini berarti, tak hanya tiada menghendaki suatupun lebih dari apa yang dimiliki, melainkan untuk bahkan menyerahkannya; tidak antusias terhadap kekayaan, kenikmatan, penghiburan, ketenaran, ataupun cinta duniawi, melainkan untuk mengurbankan semua hal ini yang mengisi hati dengan dunia dan menghindarkan hati diisi oleh Allah.
Roh Kudus mengarahkan jiwa pada kemiskinan materiil, mengajari jiwa untuk puas dengan yang sedikit, mengekang keinginan-keinginannya akan kebutuhan hidup; Ia mendorong jiwa terlebih lagi pada kemiskinan di hadapan Allah, sebab tanpa ini, yang pertama tak ada artinya. "Kekurangan barang-barang," kata St Yohanes dari Salib, "menyiratkan ketakterikatan di pihak jiwa jika jiwa masih menyimpan keinginannya, yakni, jika jiwa masih terikat padanya… Barang-barang duniawi ini tak akan tinggal dalam jiwa ataupun mencelakainya, sebab barang-barang itu tidak memasuki jiwa, melainkan hasrat dan keinginan akan barang-barang itu, sebab inilah yang tinggal dalam jiwa" (Pendakian Jiwa I 3,4).
2. Miskin di hadapan Allah meliputi ketakterikatan tidak hanya pada hal-hal materiil, melainkan juga pada hal-hal moril dan bahkan rohani. Barangsiapa berupaya menonjolkan kepribadiannya sendiri, mencari penghargaan dan hormat dari makhluk ciptaan, ia yang tinggal terikat pada kehendak dan gagasannya sendiri, atau terlalu cinta pada kemandiriannya, tidaklah miskin di hadapan Allah, melainkan kaya di hadapannya sendiri, dalam cinta diri dan kesombongannya sendiri. "Jika engkau hendak sempurna," kata St Yohanes dari Salib, "juallah kehendakmu … datanglah kepada Kristus melalui kelemah-lembutan dan kerendahan hati; dan ikutilah Dia hingga ke Kalvari dan makam" (Kaidah-kaidah Rohani III, 7).
Demikian pula, orang yang masih mencari cinta dari makhluk ciptaan, dan kesenangan serta kegembiraan yang dapat mereka berikan kepadanya, tidaklah miskin di hadapan Allah; pula ia yang pergi mencari penghiburan dan sukacita rohani dalam devosi dan hubungannya dengan Allah. Miskin di hadapan Allah terdiri dari sepenuhnya dilucuti dan dikosongkan dari segala keinginan ini, sehingga jiwa mencari dan menghendaki hanya satu hal: memiliki Allah, dan dengan itu dipuaskan, bahkan ketika Allah membiarkan DiriNya ditemukan hanya dalam kegelapan, kekeringan, kesedihan dan penderitaan. Inilah kemiskinan sempurna di hadapan Allah yang membebaskan jiwa dari segala yang bukan Allah; kebebasan inilah yang menjadi alasan kebahagiaan kita, sebab "jiwa yang melucuti diri dari keinginan-keinginannya, entah dikehendaki atau tak dikehendakinya, kepada jiwa akan dikenakan pakaian kemurnian, sukacita dan kehendak-Nya oleh Allah" (St Yohanes dari Salib, Kaidah-kaidah Rohani II, 19). Kebahagiaan yang dijanjikan kepada mereka yang miskin di hadapan Allah adalah memiliki Allah, kepemilikan yang akan menyelubungi mereka dengan pakaian kekayaan-Nya yang tak terbatas. Inilah tujuan yang dikehendaki Roh Kudus dalam membimbing kita; marilah kita mendukung karya-Nya dengan menanggapi dengan taat undangan-Nya pada ketakterikatan dan penyerahan total. Semakin murah hati kita mengingkari segala yang bukan Allah, semakin kita menikmati kebahagiaan yang dijanjikan kepada mereka yang miskin di hadapan Allah.
PERCAKAPAN
“O Yesus, buku kehidupan kami dan keselamatan kami, sahabat pertama-Mu di dunia adalah kemiskinan sempurna yang ekstrim dan terus-menerus. Engkau, Yang Mahakuasa, Tuhan dari segala-galanya, menghendaki kemiskinan mutlak agar kami dapat mempersatukan kasih dan kemiskinan sebagai satu. Engkau menjadi miskin dalam segala hal: miskin dalam hal-hal materiil, miskin dalam kehendak-Mu Sendiri, miskin di hadapan Allah, melampaui apapun yang dapat mungkin kami bayangkan, miskin tak terhingga, sebab kasih-Mu bagi kami tak terhingga. Engkau miskin seperti mereka yang tiada memiliki suatupun, yang bahkan tidak meminta apa yang mereka butuhkan. Engkau miskin dalam harta milik, dalam teman dan sahabat, dalam kuasa dan kebijaksanaan manusia, miskin dalam reputasi kekudusan, dalam kehormatan dunia, miskin dalam segala yang ada.
“Engkau bahkan hendak memuliakan kemiskinan dengan sabda-Mu dan Engkau bersabda 'Berbahagialah orang yang miskin', dan bahwa orang miskin akan menghakimi dunia.
“Tetapi, ah! sungguh malu dan menyedihkan! Sekarang, ya Tuhan, miskin di hadapan Allah ini yang Engkau ajarkan dan junjung begitu tinggi, ditolak dan dihindari oleh nyaris semua orang, dan bahkan mereka yang mengkhotbahkannya dan memuliakannya dengan kata-kata mereka, dalam kenyataan, mereka menyangkalnya dalam kehendak, keinginan dan perbuatan.
“Ah, sungguh berbahagia ia yang, dengan mengikuti teladan-Mu, ya Kristus, telah memilih kemiskinan sebagai sahabatnya! Sungguh berbahagia, seperti kata-Mu, ia yang, tak hanya dengan perkataan, melainkan dengan kehendaknya dan dengan hidupnya, memeluk kemiskinan barang-barang duniawi, kemiskinan sahabat dan sanak, penghiburan dan pengetahuan sia-sia; terberkatilah ia yang menjauhkan diri dari kehormatan, martabat dan reputasi demi kekudusan.
Ya Tuhan, jika aku tak dapat melucuti diriku secara materiil dari segala barang-barang duniawi, setidaknya ijinkanlah, aku mohon pada-Mu, aku untuk menjadi tak terikat sekurang-kurangnya dalam hal rohani, dan bukan hanya sekali saja, melainkan setiap hari dan setiap saat. Oh! sungguh berbahagialah orang yang miskin macam itu, sebab kerajaan surga adalah miliknya!” (St Angela dari Foligno).
sumber : “Divine Intimacy: Blessed Are the Poor in Spirit by Fr. Gabriel of St. Mary Magdalen, O.C.D.”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|