Homili tentang Tujuh Dosa Pokok:
KESOMBONGAN
27 Februari 2010 | Published in Featured, Homilies
Bacaan Pertama - Ulangan 26:4-10
Mazmur Tanggapan - Mazmur 91:1-2,10-11,12-13,14-15
Bacaan Kedua - Roma 10:8-13
Injil - Lukas 4:1-13
In nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti. Amen.
Minggu ini kita memulai sekali lagi Masa Prapaskah kita, suatu masa di mana kita wajib melakukan penitensi, dan kita lihat ini dalam Injil pada hari ini yang mengingatkan kita akan masa empatpuluh hari dan empatpuluh malam Tuhan kita yang mulia di padang gurun ketika Ia berpuasa dan dicobai. Yesus melakukan penitensi bukan karena Ia perlu menyilih dosa apapun, sebab Ia adalah sungguh Allah, dan sungguh manusia, sama seperti kita dalam segala hal terkecuali dosa, melainkan untuk menunjukkan kepada kita bahwa seharusnyalah kita membenci dosa-dosa kita dan seharusnyalah kita menjaga diri dari dosa. Jadi, pada hari ini, saya hendak memulai serangkaian khotbah mengenai tujuh dosa pokok yang akan menghantar kita semua berjalan sepanjang Masa Prapaskah, hingga ke Pekan Suci.
Tujuh dosa pokok adalah tujuh cara utama dengan mana kita berdosa. Dosa-dosa itu semua tidaklah harus dosa berat, tetapi dosa-dosa itu merupakan asal-muasal dari banyak dosa lain. Yang pertama dan terutama dari ketujuh dosa pokok itu adalah dosa kesombongan. Terkadang kalian mendengar kesombongan dibicarakan dalam sebuah khotbah; kesombongan adalah bagai rumput-rumput liar dalam sebuah taman: engkau dapat pergi suatu hari dan mencabuti semua rumput-rumput liar itu, tetapi karena rumput-rumput itu begitu bebal, beberapa hari kemudian engkau keluar dan tampaknya seolah engkau tak pernah mencabutinya. Itulah sebabnya mengapa begitu penting kita diingatkan mengenai dosa pokok ini - kesombongan.
Menurut St Thomas Aquinas, kesombongan adalah suatu dosa rohani dan karenanya tidak sememalukan dan secemar dosa-dosa hawa nafsu ataupun kerakusan. Namun demikian, kesombongan itu sendiri lebih menyedihkan. Pada umumnya dosa-dosa kesombongan merupakan dosa-dosa ringan sementara pada umumnya dosa-dosa hawa nafsu merupakan dosa berat. Tetapi sekali lagi, apabila kita memikirkan kesombongan itu sendiri, kesombongan lebih buruk sebab kesombongan membuat kita berpaling dari Allah, lebih dari yang dilakukan dosa-dosa hawa nafsu. Kesombongan adalah akar dari segala dosa. Dosa pertama manusia adalah dosa kesombongan. Manusia menghendaki memiliki pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Manusia menghendaki menjadi pembimbing dirinya sendiri dan tak harus mentaati siapapun. St Thomas mengatakan bahwa kesombongan merupakan cinta berlebihan terhadap keunggulan diri sendiri, dan St Agustinus mendefinisikannya sebagai suatu cinta bebal terhadap kebesaran - kesombongan menghantar kita untuk meniru Allah dalam cara yang salah.
St Gregorius mengajukan empat tipe kesombongan. Yang pertama adalah ketika kita beranggapan bahwa kita memiliki, melalui upaya kita sendiri, apa yang telah kita terima dari Allah: ketika kita berpikir bahwa apa yang kita miliki bagaimanapun merupakan sesuatu dari yang kita lakukan, padahal itu sungguh merupakan suatu anugerah dari Allah. Yang kedua adalah ketika kita merasa berhak mendapatkannya, padahal sesungguhnya apa yang telah kita terima dari Allah merupakan suatu anugerah cuma-cuma - ketika kita berpikir bahwa kita pantas mendapatkan sesuatu. Kita sadar bahwa kita tidak berhak akan apapun, bahwa semuanya merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kita secara cuma-cuma. Tipe ketiga adalah ketika kesombongan membuat kita beranggapan bahwa diri kita memiliki suatu kebaikan yang tidak kita miliki. Kita katakan bahwa kita memiliki sesuatu, misalnya kejujuran atau kebaikan, padahal kita tak memilikinya. Tipe keempat adalah ketika kita menghendaki diunggulkan dari yang lain dan kita menjatuhkan yang lain dengan kritik yang merusak. Sekarang, jenis kesombongan yang paling umum adalah mencintai diri sendiri secara berelebihan dengan melihat kecakapan kita sebagai sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri dan bukan dari Allah. Itulah sebabnya mengapa orang yang dikuasai kesombongan itu buta terhadap kelemahan-kelemahannya, sementara orang yang tidak sombong akan berupaya mengubah kelemahan-kelemahannya menjadi keutamaan-keutamaan. Sebagai contoh, marilah mengandaikan bahwa ada seorang yang, karena kemalasannya, tidak teliti terhadap detail. Kesombongannya akan meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki pertimbangan yang baik. Dan pertimbangannya yang baik mampu membedakan apa yang penting dari apa yang tidak penting - jadi ia membenarkan kekurang-telitiannya dalam hal detail.
Sekarang dosa kesombongan, sekali lagi, sering kali merupakan dosa ringan tetapi dapat menjadi dosa berat. Dosa-dosa kesombongan dapat menghantar kita pada perbuatan-perbuatan yang patut dicela secara serius. Sebagai contoh, anak-anak. Anak-anak melakukan dosa ringan tidak hormat terhadap orangtua ketika mereka masih amat muda, Tetapi, sementara kanak-kanak tumbuh dewasa, dosa-dosa ini dapat menjadi dosa berat ketika, sebagai seorang remaja atau pemuda, ia menunjukkan rasa tidak hormat yang serius dan meremehkan orangtua. Ada begitu banyak bentuk kesombongan lainnya. Kesombongan intelektual, misalnya, merupakan suatu penyakit akal budi dengan mana seorang berbangga atas intelegensi atau pengetahuannya, dan lalu meremehkan dogma-dogma Gereja - sebab ia tak dapat memahaminya.
Kesombongan kerap mencengkeram mereka yang baru saja memulai kehidupan rohani. Sebab mereka melihat diri mereka sendiri berdoa dan menunaikan kewajiban-kewajiban mereka dan mereka berpikir bahwa mereka telah mencapai tingkat kekudusan. Kita juga hendaknya membedakan tipe-tipe kesombongan yang berbeda. Sebagai misal, ada kesombongan superioritas dan kesombongan karena takut kelemahannya diketahui orang. Kesombongan superioritas (= pride of superiority) mungkin adalah yang paling kita perhatikan sebab menyatakan diri dengan merasa lebih unggul atau lebih hebat; mewujudkan diri dengan kritik terhadap yang lain dan marah, dan kecondongannya untuk berargumentasi dan juga orang itu akan kita sebut menjengkelkan. Kesombongan karena karena takut kelemahannya diketahui (=pride of timidity) diwujudnyatakan dengan bentuk ekstrim yang lain, dengan takut-takut dan dengan sikap pengecut. Kesombongan ini berupaya menyembunyikan kelemahan dari celaan orang. Kesombongan ini memiliki ciri suatu ketakutan tanpa alasan akan apa yang akan orang pikirkan mengenai kita. Ini menyangkut segala yang kita lakukan. Aktivitas kita sehari-hari, apabila kita dijangkiti oleh tipe kesombongan ini, didasarkan atas ketakutan akan apa yang akan orang katakan dan itulah sebabnya mengapa sebagian orang, misalnya, rela bersusah-payah begitu rupa hanya demi memilih apa yang akan mereka kenakan keesokan paginya ketika pergi bekerja, sebab mereka peduli akan apa yang akan orang lain katakan mengenai mereka. Inilah ketakutan akan dipermalukan dan inilah kesombongan.
Kemudian ada kesombongan mudah tersinggung (= pride of sensitiveness). Apabila kita memiliki kesombongan ini, maka kita mempunyai cinta diri yang terus-menerus takut disakiti atau dilukai. Bilamana seorang yang memiliki kesombongan ini disakiti atau dihinakan, pada umumnya mereka membesar-besarkan dampaknya. Orang-orang macam ini akan menyalahtafsirkan dan menyalahartikan apa yang dikatakan atau dilakukan orang. Mereka menyimpan dendam dan mereka dingin terhadap orang-orang yang telah menyakiti mereka dan seringkali sikap dingin ini berlangsung untuk jangka waktu yang lama. Mereka yakin bahwa orang tidak menyukai mereka. Mereka merasa superior mereka tidak adil, para guru mereka tidak adil, teman-teman mereka kurang mengasihi, mereka umumnya moody dan mereka murung dan mereka merancangkan balas dendam. Mereka yang sensitif mudah sekali terluka. Mereka selalu curiga dan tidak percaya dan mereka menyimpan dendam dan mereka merasa diri tidak disukai. Inilah kesombongan mudah tersinggung.
Sekarang, apakah penawar kesombongan? Bagaimanakah kita dapat membasmi kesombongan dari jiwa kita? Cara kita dapat menangani ini adalah dengan mengakui secara praktek, kebesaran Allah. Adalah mudah mengakui kebesaran Allah secara teori, sebab kita dapat mengatakan bahwa Allah Mahabesar dan kita dapat berdoa, misalnya “dalam nama”, dan berbicara mengenai kebesaran Allah dan secara teori mudah dilakukan, tetapi dalam praktek kita mengalami kesulitan mengakui kebesaran Allah, sebab berulang kali kita menganggap diri sebagai dia yang sungguh besar. St Thomas mengatakan bahwa sebab kasih Allah adalah sumber dari segala kebajikan, tiada seorangpun yang akan lebih baik dari yang lain jika Allah tidak menghendaki suatu kebaikan yang lebih besar bagi seorang dari yang lain. Jadi kita tahu bahwa Allah adalah sumber kebaikan, karenanya jika satu hal lebih baik dari yang lain - itu adalah karena Allah menjadikannya demikian. Jadi kita dapat mengatakan kepada diri sendiri secara obyektif, “Aku mempunyai keunggulan tertentu…”, “Aku mempunyai kebaikan tertentu…”, “Aku dapat melakukan hal-hal tertentu yang tak dapat dilakukan orang di sebelahku.” Jadi, tak ada alasan bagi kita untuk memuliakan diri sendiri, bahkan meski benar, sebab satu-satunya kesimpulan yang dapat kita tarik dari sini, menurut St Thomas, adalah bahwa Allah (bukan karena aku layak, melainkan melalui kebaikan dan belas kasihan-Nya) telah memberiku lebih dari orang yang duduk di sebelahku. Jadi, kita perlu mengakui kebesaran Allah guna mengenyahkan kesombongan. Kita harus rendah hati. Kita harus mengingatkan diri bahwa kita orang berdosa dan bahwa sebagai orang berdosa, kita layak akan teguran dan celaan.
St Filipus Neri mempunyai sebuah ayat pendek yang dapat membantu kita mengenyahkan kesombongan dari hidup kita. St Filipus Neri biasa mengatakan kepada anak-anak didiknya: “senang menjadi yang tak dikenal”. SENANG MENJADI YANG TAK DIKENAL. Dan jadi, marilah kita berdoa agar dalam Masa Prapaskah ini, Allah membantu kita menawarkan KESOMBONGAN kita. Kita dapat mendengarkan kata-kata Thomas A. Kempis ini, dalam Mengikuti Jejak Kristus: “Allah melindungi dan membebaskan orang yang rendah hati; Ia mengasihi dan menghibur orang yang rendah hati; Ia berkenan kepada orang yang rendah hati; Ia melimpahinya dengan banyak rahmat; kemudian, sesudah deritanya, Allah akan meninggikannya dalam kemuliaan. Allah menyingkapkan rahasia-rahasia-Nya kepada orang yang rendah hati dan dalam kebajikan-Nya menarik orang itu kepada Diri-Nya.”
In nómine Patris, et Fílii, et Spíritus Sancti. Amen.
sumber : “Homily: The Seven Capital Sins - PRIDE”; Copyright TheValleyCatholic.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|