Hubungan Pribadi Kita dengan Yesus
Pater John, apakah artinya mempunyai suatu “hubungan pribadi” dengan Yesus? Saya berdoa secara rutin (Rosario, Ibadat Harian, dll) dan ikut ambil bagian dalam Misa secara teratur. Akan tetapi, saya tidak tahu apakah “hubungan pribadi” ini menggambarkan pemahaman dan pengalaman saya akan Allah? Apakah saya salah mengerti?
Mungkin ya, tetapi mungkin juga tidak. Marilah mulai menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah pertanyaan: Ketika engkau “berdoa dan pergi ke Misa secara rutin,” mengapakah engkau melakukannya? Luangkan waktu sejenak untuk menjawab pertanyaan itu bagi dirimu sendiri sebelum melanjutkan membaca…. Mengapakah engkau menyisihkan waktu dari jadwal sibukmu untuk berdoa dan bersembah sujud kepada Allah Bapa dengan pengantaraan Yesus Kristus dan dalam persatuan dengan Roh Kudus? Kemungkinan besar, jawaban pribadimu sesuai dengan salah satu dari ketiga jawaban umum berikut.
Terjebak dalam Rutinitas
Pertama, kita dapat berdoa dan bersembah sujud karena rutinitas. Halnya seperti mencatatkan diri pada kartu absensi rohani kita. Kita telah selalu pergi ke Misa dan telah selalu berdoa sejak kita masih kanak-kanak, dan kita merasakan semacam kenyamanan rohani dalam terus melakukannya. Kita mempunyai suatu pemahaman samar bahwa orang harus melakukan hal-hal yang demikian, dan kita mempunyai suatu pemahaman samar bahwa jika kita lalai melakukannya kita, karena suatu alasan, akan merasa bersalah dan kita tak hendak menambahkan rasa bersalah yang menggelisahkan pada dunia emosional kita yang telah terlalu banyak stress. Jadi kita terus melakukan aktivitas lahiriah sebagai seorang Katolik. Jika engkau “mendaraskan doa-doamu” hanya karena melakukannya telah menjadi bagian dari zona nyaman batinmu, maka engkau telah terjebak dalam apa yang oleh para teolog disebut sebagai rutinitas rohani.
Ketika saya duduk di kelas delapan sekolah dasar, saya ingat bermalam di rumah seorang teman. Sementara kami turun ke ruang bawah untuk tidur, kami melihat kedua orangtuanya sedang duduk di sofa sambil menonton televisi; sang isteri menyandarkan tubuhnya pada sang suami, yang melingkarkan tangan memeluk isterinya. Mereka tampak sebagai pasangan yang bahagia. Dua bulan kemudian mereka bercerai. Saya bertanya kepada teman saya itu bagaimana mereka dapat begitu bahagia bersama, dan kemudian memutuskan untuk bercerai. Teman saya mengatakan bahwa mereka sekedar berlaku demikian di depan anak-anak, tetapi tak ada cinta di antara mereka. Itulah, terjebak dalam rutinitas.
Karena Takut
Kedua, kita dapat berdoa dan bersembah sujud karena takut. Ini dapat sama dengan takhayul. Ada gagasan di kepala kita bahwa jika kita berhenti pergi ke Misa, berdoa Rosario atau berdoa pagi, Tuhan akan marah, menghukum kita, menjadikan hidup kita sengsara, dan mungkin bahkan mencampakkan kita ke neraka. Dalam hal ini, komitmen rohani kita (doa dan sembah sujud) adalah seperti membayar pajak ke seorang tirani, atau diperas oleh seorang yang kuat. Jika kita membayar kewajiban kita, boss tak akan mengusik kita.
Dalam agama-agama kafir kuno, penyembahan yang pantas bergantung pada mengikuti rumusan secara tepat. Seorang imam harus mempersembahkan suatu upacara yang rumit dengan tata laksana sempurna, atau dewa-dewa tak akan senang dan persembahannya menjadi sia-sia belaka. Apabila dalam upacara sang imam bersin, misalnya, ia akan harus memulainya lagi dari awal. Dalam pandangan agama ini, umat bukanlah anak-anak dari seorang Bapa yang pengasih, melainkan budak amarah, ketidakpastian, dari dewa-dewa yang jauh.
Keyakinan
Ketiga, kita dapat berdoa dan bersembah sujud karena keyakinan. Kata “keyakinan” berasal dari kata “yakin”. Keyakinan iman merupakan suatu keadaan kemantapan batin sehubungan dengan kebenaran agama. Alasan utama seorang Kristiani yang percaya berdoa dan bersembah sujud adalah karena mereka dengan tulus hati percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putra Allah, Tuhan dan Juruselamat, Pencipta dan Penebus kita, dan bahwa Ia sudah sepantasnya mendapatkan pujian kita dan kita membutuhkan rahmat-Nya. Jika kehidupan rohani kita mengalir dari keyakinan, maka aktivitas aktual yang kita lakukan pada waktu kita berdoa adalah aktivitas sadar: kita memberikan perhatian pada makna kata-kata; dalam Kitab Suci kita mencari kebijaksanaan dan bimbingan; kita mengangkat hati kepada Tuhan dalam ucapan syukur dan sembah sujud; dan kita berjuang untuk menyelaraskan bagaimana kita hidup dengan apa yang kita temukan dalam doa - dengan apa yang Tuhan kehendaki bagi kita (kehenak Allah). Dalam hal ini, iman kita sesungguhnya menghubungkan akal budi dan hati kita kepada Tuhan sepanjang doa. Kita tak hanya sekedar melakukan aktivitas lahiriah, dan kita tak hanya sekedar melakukan kewajiban kita, melainkan kita sesungguhnya berjumpa dengan Tuhan yang berbicara kepada anak-anak-Nya terkasih melalui wahyu Yesus Kristus.
KITAB SUCI MENGINGATKAN KITA
Berdoa dan bersembah sujud terutama karena keyakinan (berlawanan dengan rutinitas atau takut), adalah apa artinya mempunyai suatu “hubungan pribadi dengan Kristus”. Di satu pihak, kita tahu bahwa Ia mengenal kita dan peduli akan hidup kita. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba… Aku menyebut kamu sahabat… Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku-lah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah…” (Yohanes 15:15-16). Atau sebagaimana dikatakan St Paulus, “Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). Di lain pihak, kita mengerahkan upaya kita sendiri untuk mengikuti teladan dan ajaran-Nya, sebagai suatu jalan untuk tinggal dekat dengan-Nya, menerima undangan-Nya untuk menjadi seorang murid, dan ikut ambil bagian dalam proyek besar-Nya membangun Gereja demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15). Kekristenan adalah mengenai mengenal, mencintai, dan mengikuti satu Pribadi, yakni Yesus Kristus. Intisari agama kita adalah hubungan pribadi dalam iman, harapan dan kasih.
PAUS MENGUNGKAPKANNYA DENGAN TEPAT
Sebagaimana dinyatakan Paus Benediktus XVI dalam homili inaugurasinya: “Gereja secara keseluruhan dan segenap Pastornya, seperti Kristus, haruslah siap menghantar umat keluar dari padang gurun, menuju tempat kehidupan, menuju persahabatan dengan Putra Allah, menuju Dia yang memberi kita hidup, dan hidup dalam kelimpahannya…. Tiada yang terlebih indah daripada menjadi takjub oleh Injil, oleh perjumpaan dengan Kristus. Tiada yang terlebih indah daripada mengenal-Nya dan berbicara kepada yang lain mengenai persahabatan kita dengan-Nya …. Apabila kita mengijinkan Kristus masuk ke dalam hidup kita, kita tak kehilangan apapun, tidak ada, sama sekali tak kehilangan apapun dari apa yang menjadikan hidup kita bebas, indah dan luhur. Tidak! Hanya dalam persahabatan ini pintu-pintu kehidupan terbuka lebar. Hanya dalam persahabatan ini potensi besar dari keberadaan manusia sungguh disingkapkan. Hanya dalam persahabatan ini kita mengalami keindahan dan kebebasan” (Paus Benediktus XVI, 24 April 2005).
Tentu saja, kita semua sedang dalam perjalanan menuju kesempurnaan rohani, dan begitulah terkadang kita terjebak dalam rutinitas - setidaknya, di permukaan pikiran kita dapat terjebak dalam rutinitas; keyakinan kita masih ada, tetapi tenggelam di bawah distraksi atau kegelisahan. Doa yang demikian masih berharga dan masih menyenangkan Tuhan - motivasinya yang tenggelam berada di jalur yang benar. Tetapi semakin kita dapat memelihara keyakinan kita segar, kuat dan bernyala-nyala, semakin baik. Demikianlah, terkadang saya harus menyeret diri dari tempat tidur pada hari Minggu untuk bersiap ke Misa sebab saya tahu bahwa tidak pergi ke Misa adalah dosa berat, dan saya sungguh tidak mau masuk ke neraka. Sebagian iman dan keyakinan Kristiani masih ada bahkan dalam motivasi macam itu. Tuhan dapat meneima itu. Namun demikian, semakin kita memahami apa sesungguhnya Misa, semakin kita akan melihat ketaatan pada perintah Gereja untuk ikut ambil bagian dalam Misa sebagai suatu sukacita, suatu kebahagiaan, suatu perjumpaan misterius dengan kekekalan, dan suatu kesempatan untuk menyenangkan Allah dan membangun kerajaan-Nya. Ketika kita berdoa dan bersembah sujud karena keyakinan, kita terhubung dengan lebih baik dengan Kristus, dan rahmat-Nya mempunyai lebih banyak ruang untuk berkarya dalam jiwa kita.
Mempunyai “hubungan pribadi dengan Kristus” tidak berarti secara rutin mendapat penglihatan Yesus duduk di kursi empuk di ruang tamu atau mendengar-Nya memberikan petunjuk-petunjuk kepada kita sementara kita mencari jalan keluar yang tepat di antara jalan-jalan buntu. Sebaliknya, hubungan pribadi dengan Kristus sekedar berarti secara perlahan-lahan belajar untuk mengamalkan kekristenan kita lebih dan lebih lagi dari hati ke Hati.
Damai Kristus, P John Bartunek, LC
sumber : “What does it mean to have a 'personal relationship' with Jesus?” by Father John Bartunek, LC; Copyright © 2009 Catholic Spiritual Direction; http://rcspiritualdirection.com/blog
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net atas ijin Catholic Spiritual Direction”
|