Kesopanan dalam Berpakaian
oleh: Sr. Lucia dari Fatima
Akan muncul mode-mode pakaian tertentu yang akan sangat menghinakan Tuhan kita, demikian kata Beata Jacinta dari Fatima pada tahun 1917.
Adakah pakaian yang dikenakan orang pada jaman kita sendiri ini bahkan mempunyai sentuhan kesopanan, hormat terhadap manusia, seperti yang diperlihatkan oleh pakaian yang dikenakan para perempuan desa pada jaman-jaman itu! Baik jika kita mengingat di sini apa yang disampaikan Kitab Suci perihal ini: TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka (Kejadian 3:21).
Mengapakah Allah mengenakan pakaian kepada kedua manusia pertama jika, sebelum itu, mereka telanjang? Kitab Suci sendiri memberikan jawabannya kepada kita.
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: `Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati'
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya
ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
Ditelanjangi dari Rahmat
TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka. Ayat suci ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah menutupi tubuh yang telah menelanjangi dirinya sendiri, melalui dosa, dari pakaian rahmat. Oleh karena alasan ini, kita semua wajib mengenakan pada diri kita pakaian yang pantas, sopan dan bermartabat. Mereka yang berpakaian dengan tidak pantas adalah pemicu dosa, dan dengan demikian bertanggung jawab tak hanya atas dosa-dosa mereka sendiri melainkan juga atas dosa-dosa yang mungkin dilakukan orang lain karena mereka. Renungkanlah mode pakaian itu, jika tidak pantas - dan kita lihat bahwa dunia celakanya mengikutinya seolah sutu ketetapan - adalah tipu daya iblis, suatu jebakan cerdik dengan mana iblis menangkap jiwa-jiwa, dengan cara yang sama seperti para pemburu dalam perlombaan berburu di hutan-hutan dan di padang-padang.
Allah tidak memberikan pakaian kepada kita sebagai suatu hiasan guna memuaskan kesia-siaan dan perilaku serampangan kita. Tidak! Ia memberikan pakaian kepada kita sebagai suatu perlindungan terhadap dosa, sebagai suatu tanda penitensi atas dosa yang dilakukan, dan suatu hukuman atasnya, pula untuk mengingatkan kita akan hukum-hukum Allah yang wajib kita semua taati.
Marilah kita mulai dengan mempelajari bagaimana pakaian adalah suatu tanda hukuman dan penitensi atas dosa yang dilakukan, dan suatu perlindungan terhadap pencobaan. Ayat suci mengatakan bahwa, sesudah mereka berdosa, Adam dan Hawa berusaha menutupi tubuh mereka dengan daun-daun pohon ara, tetapi Allah berpikir bahwa itu tidak cukup sebab, seperti dikatakan Kitab Suci, TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka (Kejadian 3:21).
Kemudian menyusul suatu gambaran akan hukuman dan penitensi yang dijatuhkan akibat dosa: TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil (Kejadian 3:23). Dan ini: sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu (Kejadian 3:19). Jadi, sesudah mengenakan pakaian kepada mereka, Allah mengusir mereka dari taman, tetapi hanya sesudah menjatuhkan atas mereka penitensi untuk bekerja, memerintahkan mereka untuk mengusahakan tanah hingga mereka kembali menjadi debu dari mana mereka diambil; dengan kata lain hingga mereka mati.
Manusia mendatangkan hukuman maut atas diri mereka sendiri dengan berdosa melanggar perintah Allah, yang telah mengatakan kepada mereka: Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati (Kejadian 2:17). Ya, tubuhmu akan mati sebab engkau berdosa dan melanggar hukum Allah-mu. Tetapi yang terlebih parah, jiwamu akan sesat selamanya terkecuali engkau bertobat dan melakukan penitensi. Engkau akan mati, jika engkau tidak mengubah hidupmu, jika engkau tidak berbalik taat pada hukum Allah-mu.
Akan tetapi, perhatikan bahwa bukan hanya karena kedua alasan ini - hukuman dan penitensi atas dosa-dosa kita - Allah mengenakan pakaian kepada kita; pakaian mempunyai tujuan-tujuan lain pula. Di samping menjadi suatu perlindungan terhadap dosa, pakaian sopan yang kita gunakan untuk menutup tubuh kita merupakan suatu tanda pembeda yang memisahkan kita dari arus amoralitas dan memungkinkan kita untuk menjadi saksi-saksi sejati Kristus bagi dunia.
Pakaian juga berfungsi untuk mengingatkan kita akan hukum-hukum Allah, dan akan kewajiban serius kita untuk mentaatinya. Allah sesungguhnya meminta umat-Nya mengenakan, di atas pakaian mereka, tanda-tanda konkrit yang akan mengingatkan mereka akan perintah-perintah-Nya yang kudus: Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka, bahwa mereka harus membuat jumbai-jumbai pada punca baju mereka, turun-temurun, dan dalam jumbai-jumbai punca itu haruslah dibubuh benang ungu kebiru-biruan. Maka jumbai itu akan mengingatkan kamu, apabila kamu melihatnya, kepada segala perintah TUHAN, sehingga kamu melakukannya dan tidak lagi menuruti hatimu atau matamu sendiri, seperti biasa kamu perbuat dalam ketidaksetiaanmu terhadap TUHAN (Bilangan 15:38-39).
Marilah kita lihat apa yang Allah katakan di sini: jumbai itu akan mengingatkan kamu, apabila kamu melihatnya, kepada segala perintah TUHAN, sehingga kamu melakukannya dan tidak lagi menuruti hatimu atau matamu sendiri, seperti biasa kamu perbuat dalam ketidaksetiaanmu terhadap TUHAN.
Jadi, pakaian kita hendaknya menjadi suatu pelindung bagi mata dan hati, agar kita tak membiarkan diri kita terperangkap dalam pencobaan-pencobaan daging, iblis dan dunia.
Jumbai-jumbai yang disebutkan dalam ayat tersebut tak diragukan lagi menggambarkan semacam hiasan pada pakaian kita; tetapi hiasan seperti itu haruslah sesuai dengan kesopanan, dengan martabat pribadi manusia, dengan kepantasan, singkat kata, dengan moralitas, dan mendorong kita untuk melakukan perintah-perintah Hukum Allah.
Akhir kata, marilah kita merefleksikan ungkapan yang dipergunakan Allah: turun-temurun. Ini membuat kita berpikir bahwa Allah tidak berbicara bagi bangsa Israel pada jaman itu saja. Apa yang Ia katakan kepada mereka menyangkut kita juga, sekarang ini, sebagaimana akan menyangkut mereka yang akan datang sesudah kita - bukan dalam bentuk lahiriah tanda yang dipilih yang, tentu saja, berubah-ubah, tetapi dalam makna dan tujuan spesifik yang wajib senantiasa kita camkan, jika kita hendak menghormati tata alam sebagaimana Allah menciptakannya. Sebab Hukum datang atas kita dari Allah dan tidak berubah; Hukum Allah adalah kekal sebagaimana Ia Sendiri kekal adanya.
sumber : Modesty in Clothing by Sister Lucia of Fatima
Diperkenankan menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|