114. YESUS BERTEMU GAMALIEL DI PERJAMUAN YUSUF ARIMATEA.   


21 Februari 1945

Arimatea adalah sebuah kota yang bergunung-gunung juga. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku membayangkannya terletak di suatu dataran. Sebaliknya, kota itu ada di pegunungan, yang, kendati demikian, sudah melandai turun ke dataran, dan dari belokan-belokan tertentu jalanan, negeri yang datar itu tampak subur ke arah barat dan lalu memudar di kaki langit, pada pagi November ini, dalam kabut rendah yang tampak bagai hamparan air tak berujung.   

Yesus bersama Simon dan Tomas. Tidak ada rasul yang lain bersama-Nya. Aku dalam kesan bahwa Ia dengan bijaksana mempertimbangkan perasaan orang-orang yang harus Ia datangi, dan seturut keadaan, Ia membawa mereka yang dapat diterima tanpa terlalu mengganggu si tuan rumah. Orang-orang Yahudi ini pastilah lebih penuh perasaan… dari para perempuan romantis…

Aku dapat mendengar mereka berbicara tentang Yusuf dari Arimatea, dan Tomas, yang mungkin mengenalnya dengan sangat baik, menggambarkan propertinya yang luas indah yang terhampar sepanjang gunung, khususnya ke arah Yerusalem sepanjang jalan yang terbentang dari ibu kota ke Arimatea dan menghubungkan kota ini dengan Yope. Aku mendengar mereka mengatakannya demikian, dan Tomas memuji juga ladang-ladang yang dimiliki Yusuf sepanjang jalan di dataran.

"Setidaknya manusia tidak diperlakukan seperti binatang di sini! Oh! Doras itu!" kata Simon.

Sesungguhnya para pekerja di sini mendapatkan sandang dan pangan yang cukup dan memiliki penampilan sebagai orang-orang yang puas dan baik. Mereka menyampaikan salam dengan hormat sebab mereka jelas tahu siapa Laki-laki tinggi yang rupawan itu, Yang sedang dalam perjalanan menuju rumah majikan mereka sepanjang jalan pedesaan Arimatea. Dan mereka mengamati-Nya, sembari berbicara di kalangan mereka sendiri dengan suara pelan.

Ketika rumah Yusuf sudah terlihat, seorang pelayan, sesudah membungkuk dalam, bertanya: "Engkau-kah Rabbi yang kami nantikan?"

"Ya," jawab Yesus.    

Sang pelayan menyalami dengan membungkuk lagi dan lalu lari untuk memberitahukan kepada sang tuan tanah.

Sesungguhnya sebelum Yesus tiba di perbatasan rumah - yang sepenuhnya dikelilingi oleh pagar tanam-tanaman evergreen yang tinggi, yang di sini menggantikan tembok tinggi sekeliling rumah Lazarus dan mengisolirnya dari jalan, sekaligus merupakan kelanjutan dari taman sekeliling rumah, yang ditanami banyak pepohonan dan yang sekarang gundul dari dedaunan - Yusuf dari Arimatea, dalam jubah lebarnya yang berjumbai, datang menyongsong-Nya dan membungkuk sangat dalam dengan kedua tangannya terlipat di atas dadanya. Bukan salam penuh kerendahan hati dari seorang yang mengakui bahwa dalam Yesus Allah menjadi Daging dan yang merendahkan diri dengan berlutut di atas tanah untuk mencium kaki-Nya atau pinggiran jubah-Nya, melainkan suatu salam yang menunjukkan hormat mendalam. Yesus juga membungkuk dan lalu menyampaikan salam damai-Nya.

"Masuklah, Guru. Engkau telah membuatku gembira dengan menerima undanganku. Aku tidak berharap banyak bahwa Engkau akan meluluskan permintaanku."

"Mengapa tidak? Aku juga pergi ke rumah Lazarus dan…"

"Lazarus adalah teman-Mu… aku seorang asing."

"Kau adalah jiwa yang mencari kebenaran. Oleh karenanya, Kebenaran tidak menolakmu."

"Apakah Engkau sang Kebenaran?"

"Aku adalah Jalan, Hidup dan Kebenaran. Barangsiapa mengasihi dan mengikuti Aku akan memperoleh Jalan yang pasti, Hidup yang terberkati dan akan mengenal Allah; sebab Allah, di samping adalah Kasih dan Keadilan, adalah Kebenaran."

"Engkau seorang Ulama agung. Kebijaksanaan terpancar dari setiap perkataan-Mu." Dia lalu berbalik kepada Simon: "Aku senang bahwa kau datang kembali juga ke rumahku, sesudah sedemikian lama absen."

"Aku tidak absen seturut kehendakku sendiri. Kau tahu akan takdirku dan akan betapa banyak airmata yang dicucurkan sepanjang hidup Simon kecil yang sangat disayangi oleh ayahmu."

"Aku tahu. Dan aku pikir kau tahu bahwa aku tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun menentangmu."

"Aku tahu semuanya. Pelayanku yang setia memberitahu aku bahwa aku berhutang juga kepadamu, jika propertiku dihormati. Semoga Allah mengganjarimu untuk itu."

"Aku berpengaruh di Mahkamah Agama dan aku mempergunakan kedudukanku untuk menolong, dengan keadilan, sahabat dari rumahku."

"Banyak teman-temanku dan banyak dari antara mereka yang berpengaruh di Mahkamah Agama. Tapi mereka tidak sebenar engkau…"

"Dan siapakah ini? Kelihatannya aku pernah bertemu dengannya… Tapi aku tidak tahu di mana…"

"Aku Tomas, yang disebut Didimus…"

"Ah! Ya! Apakah ayahmu yang lanjut usia masih hidup?"

"Ya, masih hidup. Ia mengurusi usahanya, bersama saudara-saudaraku. Aku meninggalkannya demi Guru. Tapi dia senang bahwa aku melakukannya."

"Dia adalah seorang Israel sejati, dan, sebab dia telah sampai pada kesimpulan untuk percaya bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias, dia tak dapat tidak bahagia bahwa putranya ada di antara orang-orang kesayangan-Nya."

Sekarang mereka ada di taman, dekat rumah.

"Aku menahan Lazarus. Dia ada di perpustakaan, membaca ringkasan dari rapat-rapat terakhir Mahkamah Agama. Dia tidak ingin tinggal sebab… Aku tahu bahwa Engkau sudah tahu… Itulah sebabnya mengapa dia tidak ingin tinggal. Tapi aku katakan: 'Tidak. Tidak adil jika kau harus begitu malu. Tak akan ada seorang pun yang menghinamu di rumahku. Tinggallah. Barangsiapa mengacuhkan sekelilingnya itu sendiri sudah melawan seluruh dunia. Dan sebab dalam dunia ada lebih banyak kejahatan daripada kebaikan, siapa yang sendirian dipukul jatuh dan diinjak-injak.' Bukankah aku benar?"

"Ya dan kau melakukan hal yang tepat," jawab Yesus.

"Guru… hari ini akan ada Nikodemus dan… Gamaliel. Apakah Engkau keberatan?"

"Mengapa Aku harus keberatan? Aku mengakui kebijaksanaannya."

"Ya. Dia antusias bertemu dengan Engkau… dan dia ingin mendesakkan pandangannya. Engkau tahu… gagasan. Dia mengatakan bahwa dia telah melihat Mesias, dan bahwa dia sedang menantikan tanda yang Ia janjikan kepadanya, saat pewahyuan-Nya. Dia juga mengatakan bahwa Engkau adalah 'seorang manusia dari Allah.' Dia tidak mengatakan "sang Manusia". Dia katakan: 'seorang manusia dari Allah." Suatu kelihaian rabinik, bukan? Engkau tidak tersinggung, bukan?"

"Kelihaian. Kau benar. Kita harus sabar terhadap mereka. Mereka yang terbaik akan memangkas dirinya sendiri dari semua ranting yang tak berguna yang membuat mereka menghasilkan daun-daun dan bukan buah, dan akan datang kepada-Ku."

"Aku ingin menginformasikan kata-katanya kepada Engkau, sebab dia pasti akan mengulanginya kepada-Mu. Dia seorang yang terus-terang," jelas Yusuf.

"Suatu keutamaan yang jarang, yang sangat Aku hargai," jawab Yesus.

"Ya. Aku juga mengatakan kepadanya: 'Tapi Lazarus dari Betania ada bersama sang Guru.' Aku katakan kepadanya… sebab… yah, sebab karena saudarinya. Tapi Gamaliel menjawab: 'Apakah saudarinya itu hadir? Tidak? Baik, jadi? Lumpur jatuh dari baju yang tidak lagi berada dalam lumpur. Lazarus sudah mengebaskannya sendiri. Dan dia tidak mengotori pakaianku dengan itu. Dan aku berpendapat bahwa jika seorang manusia dari Allah pergi ke rumahnya, maka aku, alim ulama Hukum, dapat pergi ke sana juga."

"Penilaian Gamaliel benar. Dia seorang Farisi dan seorang ulama yang mendarah daging, tapi masih jujur dan benar."

"Aku gembira mendengar Engkau mengatakannya. Guru, ini Lazarus."

Lazarus membungkuk untuk mencium jubah Yesus. Dia bahagia ada bersama-Nya, tapi jelas dia gelisah sementara menantikan para tamu. Aku yakin bahwa Lazarus yang malang, pada penderitaannya yang sudah terkenal, yang diketahui orang sebab diwariskan melalui waktu yang berlalu, harus menambahkan penderitaan moral ini, yang tidak diketahui dan diacuhkan oleh sebagian besar orang, yakni, sengatan ngeri akan pemikiran: 'Apakah yang akan dikatakan orang ini kepadaku? Apakah yang dipikirkannya tentang aku? Bagaimanakah pendapatnya mengenai aku? Akankah dia menghinaku dengan perkataan atau pandangan mata menghina?" Suatu sengatan yang menyiksa segenap mereka yang memiliki aib dalam keluarga mereka.

Mereka sekarang memasuki sebuah aula yang sangat mewah di mana meja-meja telah ditata dan mereka tinggal menantikan hanya Gamaliel dan Nikodemus, sebab keempat tamu yang lain sudah datang. Aku mendengar mereka diperkenalkan dengan nama-nama: Felix, Yohanes, Simon dan Kornelius.

Ada kegemparan besar dan ketergesaan para pelayan ketika Nikodemus dan Gamaliel tiba. Gamaliel selalu berwibawa dalam jubah putih saljunya yang dia kenakan dengan keagungan rajawi. Yusuf bergegas menyongsongnya dan salam-salaman mereka adalah saling bertukar hormat yang muluk-muluk. Juga Yesus membungkuk dan Ia membungkuk kepada rabbi agung yang menyalami-Nya dengan salam: "Tuhan sertamu" yang dijawab Yesus "Dan kiranya damai-Nya selalu sertamu." Juga Lazarus membungkuk dan semua yang lainnya melakukan yang sama.

Gamaliel duduk di tengah meja, di antara Yesus dan Yusuf. Lazarus di samping Yesus, Nikodemus di samping Yusuf. Perjamuan dimulai setelah doa-doa ritual, yang dipanjatkan Gamaliel sesudah saling bertukar sopan santun ala timur di antara ketiga tokoh utama, yakni, Yesus, Gamaliel dan Yusuf.

Gamaliel sangat bermartabat tapi tidak sombong. Dia lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Tapi semua orang dapat tahu bahwa dia merenungkan setiap perkataan Yesus dan sering menatap-Nya dengan matanya yang gelap dan tajam mendalam. Ketika Yesus menjadi diam karena suatu subyek telah selesai dibahas, Gamaliel menghidupkan kembali permbicaraan dengan mengajukan pertanyaan yang sesuai.

Lazarus pada mulanya agak bingung. Tapi kemudian dia memiliki keberanian dan berbicara juga.

Tidak disinggung langsung mengenai pribadi Yesus hingga acara santap nyaris berakhir. Kemudian suatu pembicaraan dimulai antara tamu yang bernama Felix dengan Lazarus -yang kemudian ditemani dan dibantu oleh Nikodemus dan akhirnya oleh tamu bernama Yohanes, mengenai mukjizat-mukjizat sebagai bukti yang mendukung atau melawan seseorang.  

Yesus diam. Ia terkadang menyunggingkan senyum misterius, tapi diam. Juga Gamaliel diam. Sikunya bersandar pada tempat tidur dan dia melirik pada Yesus. Dia kelihatannya berharap dapat menafsirkan perkataan adikodrati yang terukir pada kulit pucat halus wajah Yesus yang tirus. Dia tampak menganalisa setiap guratan di sana.

Felix menegaskan bahwa kekudusan Yohanes tak diragukan dan dari kekudusan yang tak terbantahkan dan tak dapat disangkal seperti itu dia menarik suatu kesimpulan yang tak menguntungkan bagi Yesus si orang Nazaret, pelaku dari banyak mukjizat yang terkenal. Ia mengatakan:

"Mukjizat-mukjizat bukanlah suatu bukti kekudusan sebab hidup nabi Yohanes sama sekali tanpa mukjizat, dan meski begitu tak seorang pun di Israel yang menjalani hidup sepertinya. Tidak ada perjamuan, tidak ada persahabatan, tidak ada penghiburan baginya. Dia menderita dan dipenjarakan demi Hukum. Dia hidup dalam keterasingan, sebab meski dia mempunyai murid-murid, dia tidak hidup bersama mereka dan dia mendapati kesalahan-kesalahan juga dalam mereka yang paling jujur dan menggelegar melawan semua orang. Sedangkan… eh! Guru ini di sini yang dari Nazaret, mengerjakan mukjizat-mukjizat, memang benar, tapi aku lihat bahwa Ia, juga, menyukai apa yang ditawarkan hidup dan tidak memandang rendah persahabatan dan, maafkan aku jika salah seorang dari Tua-tua Mahkamah Agama mengatakan ini kepada-Mu, Ia terlalu mudah memberikan, dalam nama Allah, pengampunan dan kasih kepada para pendosa yang tersohor yang ditandai dengan kutukan. Engkau tidak seharusnya melakukan itu, Yesus."

Yesus tersenyum, namun tidak berbicara. Lazarus menjawab bagi-Nya: "Allah kita yang perkasa bebas untuk mengatur para pelayan-Nya sebagaimana dan kemana Ia kehendaki. Ia menganugerahkan kuasa mengerjakan mukjizat kepada Musa. Ia tidak menganugerahkannya kepada Harun, Imam Besar-Nya yang pertama. Jadi? Apakah kesimpulanmu? Apakah yang satu lebih kudus dari yang lain?"

"Jelas," jawab Felix.

"Maka Yesus lebih kudus, sebab Ia mengerjakan mukjizat-mukjizat."

Felix menjadi malu. Tapi dia mengajukan suatu keberatan yang dicari-cari: "Kepada Harun sudah diberikan pontifikat [= jabatan Imam Besar]. Itu sudah cukup."

"Tidak, temanku," jawab Nikodemus. "Pontifikatnya adalah suatu misi. Suatu misi suci, tapi tidak lebih dari suatu misi. Tidak selalu dan tidak semua imam besar Israel adalah orang-orang yang kudus. Dan kendati demikian mereka adalah imam besar, bahkan meski mereka tidak kudus."

"Kau tidak mengatakan bahwa Imam Besar adalah manusia yang tanpa rahmat!..." seru Felix.

"Felix… janganlah kita bermain api. Kau, Gamaliel, Yusuf, Nikodemus dan aku, kita semua tahu banyak hal…" kata tamu yang bernama Yohanes.

"Apa? Apa? Gamaliel, katakanlah sesuatu!..." Felix gempar.

"Jika dia berterus-terang, dia akan mengatakan kebenaran yang tak ingin kau dengar," kata ketiga orang yang dengan sengit melawan Felix.

Yusuf berupaya mendamaikan. Yesus diam, juga Tomas, Zelot dan Simon yang lain, teman Yusuf. Gamaliel tampak bermain-main dengan jumbai-jumbai jubahnya, tapi dia menatap Yesus penuh tanda tanya.

"Jadi berbicaralah, Gamaliel," teriak Felix.

"Ya, berbicaralah," kata ketiga lawannya.

"Aku katakan: kelemahan-kelemahan keluarga hendaknya ditutupi," kata Gamaliel.

"Itu bukan jawaban!" teriak Felix. "Kelihatan seolah kau mengakui bahwa ada kesalahan-kesalahan dalam rumah Imam Besar."

"Ia adalah jiwa kebenaran," jawab ketiga orang.

Gamaliel undur diri dan berpaling kepada Yesus. "Ini dia Guru Yang mengungguli mereka yang paling terpelajar. Biarkan Ia berbicara mengenainya."

"Kau menghendakinya dan Aku taat. Aku katakan: manusia adalah manusia. Suatu misi melampaui manusia. Tapi manusia, yang dilantik untuk suatu misi, menjadi mampu melaksanakannya seperti seorang yang hebat, ketika melalui suatu hidup yang kudus, dia memiliki Allah sebagai sahabatnya. Adalah Ia Yang mengatakan: 'Engkau adalah imam menurut tata yang diberikan oleh-Ku.' Apakah yang tertulis pada Pectoral [= penutup dada yang dikenakan imam]? 'Doktrin dan Kebenaran'. Itulah apa yang harus dimiliki Imam Besar. Doktrin diperoleh melalui meditasi yang terus-menerus, yang tertuju pada pengetahuan akan Yang Mahabijak. Kebenaran diperoleh melalui sarana kesetiaan mutlak pada yang baik. Barangsiapa bekerjasama dengan kejahatan, mendapatkan Kepalsuan dan kehilangan Kebenaran."

"Sangat bagus! Engkau telah menjawab sebagai seorang rabbi agung. Aku, Gamaliel, katakan kepada-Mu. Engkau mengungguli aku."

"Jadi biarkan Ia menjelaskan, mengapakah Harun tidak melakukan mukjizat dan Musa melakukannya," oceh Felix.

Yesus menjawab dengan siap: "Sebab Musa harus menempatkan dirinya di hadapan massa Israel yang bebal, sulit diatur dan bahkan bersikap memusuhi dan harus berhasil dalam menguasai mereka, agar dapat membungkukkan mereka pada kehendak Allah. Manusia adalah si biadab yang abadi dan si anak yang abadi. Dia diserang oleh apa yang melampaui tata kelaziman. Dan mukjizat adalah seperti itu. Adalah terang yang melambai di hadapan mata yang suram, adalah suara yang diperdengarkan dekat telinga yang tuli. Mukjizat membangunkan orang. Mukjizat menarik perhatian mereka. Membuat orang mengatakan: 'Allah di sini'."

"Kau mengatakan itu demi keuntungan-Mu sendiri," komentar pedas Felix.

"Keuntungan-Ku? Apakah yang Aku dapatkan dengan mengerjakan suatu mukjizat? Apakah Aku kelihatan lebih tinggi jika Aku berdiri di atas rerumputan? Begitulah suatu mukjizat sehubungan dengan kekudusan. Ada orang-orang kudus yang tidak pernah melakukan mukjizat. Ada tukang sihir dan ahli nujum, yang melakukan mukjizat dengan sarana kuasa kegelapan, yakni, mereka melakukan hal-hal di luar manusia, yang, meski begitu, tidak kudus, dan itu adalah setan. Aku akan menjadi Aku, bahkan meski Aku tidak lagi mengerjakan mukjizat."

"Luar biasa! Engkau hebat, Yesus!" Gamaliel setuju.

"Dan menurutmu, siapakah orang besar ini?" desak Felix kepada Gamaliel.

"Nabi terbesar yang aku tahu, baik sehubungan dengan perbuatan-Nya dan perkataan-Nya," jawab Gamaliel.      

"Ia adalah Mesias, aku katakan kepadamu, Gamaliel. Percayalah kepadaku, kau bijak dan benar," kata Yusuf.

"Apa? Kau juga, pembimbing orang-orang Yudea, Tetua, kemuliaan kami, jatuh ke dalam penyembahan manusia? Siapakah yang dapat membuktikan kepadamu bahwa Ia adalah Kristus? Aku tidak akan percaya kepada-Nya bahkan meski aku melihat-Nya mengerjakan mukjizat-mukjizat. Mengapakah Ia tidak mengerjakan satu mukjizat di hadapan kita? Engkau yang memuji-Nya, hendaknya mengatakan kepada-Nya, dan kau juga, yang membela-Nya," kata Felix kepada Gamaliel dan Yusuf.   

"Aku tidak mengundang-Nya untuk menghibur teman-temanku dan aku mohon kau ingat bahwa Ia adalah tamuku," jawab Yusuf serius.

Felix bangkit dan pergi, seorang yang berperangai buruk dan kasar.

Ada keheningan. Yesus berpaling kepada Gamaliel: "Apakah kau tidak meminta mukjizat supaya percaya?"

"Bukan mukjizat dari seorang manusia dari Allah untuk menyingkirkan duri yang ada di hatiku, yakni, ketiga pertanyaan yang selalu tanpa jawaban."

"Pertanyaan yang mana?"

"Apakah Mesias hidup? Apakah yang itu? Apakah yang ini?"

"Adalah Dia, aku katakan kepadamu, Gamaliel!" seru Yusuf. "Tidakkah kau pikir bahwa Ia kudus? Berbeda? Berkuasa? Ya? Baik, jadi? Apakah yang kau nantikan agar percaya?"

Gamaliel tidak menjawab Yusuf. Dia berpaling kepada Yesus: "Suatu kali… jangan marah, Yesus, jika aku bersikukuh pada gagasanku… Suatu kali, ketika Hilel agung yang bijak masih hidup, kami berdua percaya bahwa Mesias ada di Israel. Ada suatu sinar matahari ilahi yang gilang-gemilang pada hari yang dingin itu pada suatu musim dingin yang menggigit! Waktu itu Paskah… Orang-orang khawatir akan panen yang membeku… Aku katakan, sesudah aku mendengar kata-kata itu: 'Israel telah diselamatkan! Sejak hari ini akan ada kelimpahan di ladang-ladang dan berkat dalam hati kita! Yang Dinantikan telah menyatakan Diri-Nya dalam kecemerlangan-Nya yang pertama.' Dan aku tidak salah. Kalian semua mungkin ingat akan panenan pada tahun embolismic [= sisipan satu atau beberapa hari dalam suatu penanggalan] itu, suatu tahun dengan tigabelas bulan, seperti yang terjadi juga tahun ini."

"Perkataan apakah yang kau dengar? Siapakah yang mengatakannya?"

"Seorang… sedikit lebih dari seorang kanak-kanak… tapi Allah bercahaya pada wajah lembut-Nya yang tak berdosa… Aku memikirkannya dan mengenangnya selama sembilanbelas tahun terakhir… dan aku berusaha untuk mendengarkan suara itu lagi… yang mengucapkan perkataan bijak… Di bagian dunia yang manakah Ia sekarang hidup? Aku merenungkan… Ia adalah Allah. Dalam rupa seorang kanak-kanak lelaki kecil agar tidak menakutkan manusia. Dan bagai halilintar yang secepat kilat menyeberangi langit kelihatan memancarkan kilasan terang di utara, selatan, timur dan barat, Ia, Makhluk Ilahi, dalam tampilan-Nya yang indah penuh kerahiman, dengan wajah dan suara seorang kanak-kanak dan akal budi yang ilahi, berkelana di atas bumi untuk mengatakan kepada manusia: 'Aku." Jadi aku pikir… Bilakah Ia akan kembali ke Israel?... Bilamanakah? Dan aku pikir: ketika Israel akan menjadi altar bagi kaki-kaki-Nya; dan hatiku mengerang melihat kehinaan Israel: tidak pernah. Oh! Betapa jawaban yang keras! Tapi sungguh! Dapatkah Yang Kudus turun ke dalam Mesias-Nya selama ada kejijikan di antara kita?"

"Dapat dan sungguh turun, sebab ia adalah Kerahiman," jawab Yesus.

Gamaliel menatap pada-Nya penuh permenungan dan lalu bertanya: "Siapakah nama-Mu yang sesungguhnya?"

Dan Yesus berdiri, dengan agung, dan mengatakan: "Aku adalah Aku. Pikiran dan Sabda Bapa. Aku adalah Mesias Allah."

"Engkau?... Aku tak dapat mempercayainya. Betapa agung Kekudusan-Mu. Tapi Kanak-kanak itu, kepada Siapa aku percaya, pada waktu itu mengatakan: 'Aku akan memberi suatu tanda… Batu-batu ini akan bergetar apabila saat-Ku tiba.' Aku menantikan saat itu untuk percaya. Dapatkah kau memberikannya kepadaku, demi meyakinkan aku bahwa Engkau adalah Yang Dinantikan?"

Mereka sekarang keduanya berdiri, tinggi, agung, yang satu dalam jubah linen putihnya yang lebar, yang lain dalam jubah wol sederhana merah tua, yang satu tua, yang satu muda, keduanya dengan mata dominan yang dalam, saling menatap satu sama lain. Yesus lalu menurunkan tangan kanan-Nya, yang tadinya Ia lipat di dada-Nya, dan seolah Ia sedang bersumpah, Ia berkata: "Engkau menginginkan tanda itu? Dan kau akan mendapatkannya! Aku mengulang kata-kata yang sayup-sayup itu: 'Batu-batu Bait Allah akan bergetar mendengarkan perkataan terakhir-Ku.' Nantikan tanda itu, ulama Israel, seorang yang benar, dan lalu percaya, jika kau ingin diampuni dan diselamatkan. Diberkatilah sebelum waktunya, jika kau dapat percaya sebelumnya! Tapi kau tak dapat. Berabad-abad keyakinan yang sesat, atas satu janji yang benar, dan bertumpuk-tumpuk kesombongan, adalah kubumu terhadap Kebenaran dan Iman."

"Engkau benar. Aku akan menantikan tanda itu. Selamat tingal. Tuhan serta-Mu."

"Selamat tinggal, Gamaliel. Kiranya Roh Abadi menerangimu dan membimbingmu."

Mereka semua menyalami Gamaliel yang pergi bersama Nikodemus, Yohanes dan Simon (anggota Mahkamah Agama). Yesus, Yusuf, Lazarus, Tomas, Simon Zelot dan Kornelius tinggal.

"Dia tidak akan tunduk!... Aku ingin dia menjadi salah seorang murid-Mu. Dia akan menjadi pengaruh yang meyakinkan di pihak-Mu…Tapi aku tak dapat," kata Yusuf.

"Jangan khawatir. Tak ada pengaruh yang dapat menyelamatkan Aku dari badai yang sudah mendekat. Tapi Gamaliel, jika dia tidak tunduk di pihak-Ku, tidak akan tunduk di hadapan Kristus juga. Dia adalah orang yang menanti…"

Semuanya pun berakhir.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 2                     Daftar Istilah                      Halaman Utama